Hak Opsi Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Tanah
on
HAK OPSI DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA TANAH
Anak Agung Istri Laksmi Lestari, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
Desak Putu Dewi Kasih, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
DOI : KW.2021.v10.i07.p04
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan memahami hak opsi dalam perjanjian sewa menyewa tanah dan akibat hukum bila hak opsi dalam perjanjian sewa menyewa tanah dilanggar oleh yang menyewakan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan Perundang-undangan. Adapun hasil yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu bahwa hak opsi dalam suatu perjanjian sewa menyewa tanah harus diatur secara jelas dalam suatu akta perjanjian sewa menyewa baik yang dibuat secara dibawah tangan maupun secara otentik, sehingga tidak menimbulkan penafsiran terhadap maksud serta persyaratan terhadap hak opsi itu sendiri. Hak opsi dalam perjanjian sewa menyewa tanah merupakan hak yang diutamakan bagi penyewa dalam perjanjian sewa menyewa tanah, hak mana diberikan oleh yang menyewakan, khususnya untuk kepentingan penyewa dan juga kepentingan yang menyewakan. Agar terjaminnya kepastian hukum atas perpanjangan sewa menyewa dimaksud. Apabila hak opsi dalam perjanjian sewa menyewa tanah dilanggar oleh pihak yang menyewakan maka akibat hukumnya penyewa dapat menuntut untuk pemenuhan pemberian hak opsi tersebut oleh yang menyewakan. Tuntutan sebagaimana dimaksud dapat di awali dengan suatu proses mediasi (musyarawwah untuk mencapai kesepakatan) atau bahkan dapat dilakukan melalui suatu gugatan pengadilan.
Kata kunci : Hak Opsi, Perjanjian, Sewa Tanah
ABSTRACT
The purposes of this research are to know and understand option right in land leasing agreement and the legal consequences if the option right in land leasing agreement is being violated by the lessor. This research is using normative method with legal and juridical approach. As for the result obtained in this research is that option right in the land lease agreement must be regulated clearly in a certificate of lease whether it’s created under hand or under seal, so that there won’t be multi-interpretations about the meaning and the requirements regarding the option right itself. Option right in the land lease agreement is a prioritized right in the land lease agreement, which is given by the lessor, especially for the interest of the lessee and also the lessor for the legal certainty’s assurance of the extension of the leasing mentioned before. If the option right in the land lease agreement is being violated by the lessor, then the legal consequences are the lessee could demand for the fulfilment of the giving of the option right by the lessor. The demand mentioned could be initiated by the mediation process (deliberation to reach consensus) or even could be done through court lawsuit.
Keywords: Option Right, Agreement, Land Leasing
Tanah memegang peranan yang sangat penting di setiap sendi kehidupan, karena manusia mambutuhkan tanah untuk tempat tinggal ataupun dalam dunia usaha.
Dalam dunia usaha tanah dibutuhkan sebagai tempat usaha dan pengembangan usaha. Untuk memberikan jaminan kepastian hukum para pihak dalam dunia usaha sering membuat suatu perjanjian, khususnya dalam hal ini perjanian sewa menyewa tanah. Sebagaimana pandangan Apeldoorn, “Hukum adalah kekuasaan yang mengatur dan memaksa. Hal ini mengandung arti bahwa hukum mengatur hubungan-hubungan yang ditimbulkan oleh pergaulan masyarakat”. Hubungan hukum merupakan “hubungan yang terjadi antara dua subjek hukum atau lebih berkaitan dengan hak dan kewajiban dari masing-masing subjek hukum tersebut, diantaranya adalah perjanjian sewa menyewa, maupun perjanjian lainnya seperti : perjanjian jual beli, perjanjian utang piutang, tukar menukar dan lain sebagainya”. Dalam suatu perjanjian sewa menyewa tanah terkadang para pihak menyepakati adanya ketentuan hak bagi penyewa untuk diutamakan (hak opsi) untuk menyewa kembali dari yang menyewakan. Ketentuan ini diharapkan oleh penyewa untuk dapat memberikan suatu kepastian hukum bahwa penyewalah yang akan mendapatkan hak prioritas/hak untuk didahulukan dari orang lainnya. Namun ketentuan hak opsi ini dapat berpotensi sengketa, ketika hak sewa berakhir dan penyewa bermaksud menggunakan hak opsinya untuk memperpanjang sewa, sebagai akibat dari adanya perbedaan pemahaman antara penyewa dengan yang menyewakan tentang hak opsi itu sendiri maupun obyek yang disewakan sudah beralih kepada pihak lain. Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk memahami dan menganalisis apa yang dimaksud dengan hak opsi dalam perjanjian sewa menyewa tanah serta akibat hukum apabila hak opsi dalam perjanjian sewa menyewa tanah dilanggar oleh yang menyewakan.
Sebelumnya terdapat penelitian yang serupa dengan penelitian ini dengan judul “Pencantuman Hak Opsi Perpanjangan Jangka Waktu Sewa Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Rumah (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 467/Pdt.G/2014/PN.Dps)” oleh Anak Agung Dalem Jagat Krisno, I Nyoman Sirtha dan Dewa Gede Rudy yang diterbitkan dalam Jurnal Acta Comitas yang menyimpulkan bahwa pihak penyewa memiliki hak pilih pertama untuk memperpanjang jangka waktu sewa sesuai dengan ketentuan perjanjian sewa menyewa rumah, sedangkan pihak yang menyewakan memiliki hak untuk menolak perpanjangan sewa menyewa rumah ataupun menyetujui perpanjangan sewa menyewa rumah dan berhak atas uang sewa.1 Selain itu terdapat juga penelitian dengan judul “Perjanjian Sewa Guna Usaha Antara Lessee Dan Lessor” oleh Aprilianti yang diterbitkan dalam Jurnal Fiat Justisia yang menjelaskan bahwa opsi bagi lessee dalam hal transaksi sewa (yang dalam penelitian ini membahas tentang sewa guna usaha) termuat dalam suatu perjanjian, serta menyatakan bahwa pada akhir perjanjian pihak lessee diberi hak opsi untuk mengembalikan barang modal atau membeli barang modal tersebut.2 Letak perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian dalam jurnal tersebut diatas adalah dalam penelitian tersebut mengkaji tentang putusan pengadilan negeri Denpasar nomor 467/Pdt.G2014/PN.Dps berkaitan dengan hak opsi perpanjangan jangka waktu sewa dan tentang akibat hukum dari penantuman hak opsi perpanjangan jangka waktu sewa dalam perjanjian sewa menyewa rumah
sedangkan dalam penelitian ini mengkaji tentang pengertian hak opsi dalam perjanjian sewa menyewa tanah dan akibat hukum apabila hak opsi dalam perjanjian sewa menyewa tanah dilanggar oleh pihak yang menyewakan.
-
1. Apakah yang dimaksud dengan hak opsi dalam perjanjian sewa menyewa tanah?
-
2. Apakah akibat hukum apabila hak opsi dalam perjanjian sewa menyewa tanah dilanggar oleh pihak yang menyewakan?
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami hak opsi dalam perjanjian sewa menyewa tanah. Serta untuk mengetahui dan memahami akibat hukum bila hak opsi dalam perjanjian sewa menyewa tanah dilanggar oleh yang menyewakan.
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif atau penelitian hukum kepustakaan. Penelitian ini menggunakan pendekatan Perundang-undangan (The Statute Approach). Sumber bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer yaitu kaidah-kaidah hukum dan bahan hukum sekunder yaitu buku dan jurnal hukum. Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan studi kepustakaan dan mengkaji literature dan peraturan yang berkaitan. Analisis dilakukan dengan bahan hukum pustaka disusun secara sistematis dan konsisten demi mempermudah proses analisis. Bahan hukum ini dipilah-pilah dan dikoreksi terlebih dahulu guna menyesuaikan dengan bahan yang sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Bahan hukum sekunder yang diperoleh berdasarkan pustaka dipilah-pilah serta dihimpun secara sistematis agar dapat dijadikan sebagai dasar analisis dan kemudian dibahas secara deskriptif analisis.
Jaman yang serba modern dewasa ini berdampak kepada perubahan pola pikir setiap orang. Apalagi dijaman sekarang orientasi orang lebih kepada bisnis untuk pengembangan dan mensejahterakan kehidupan manusia. Salah satu kegiatan bisnis yang turut mendorong pertumbuhan ekonomi adalah adanya suatu kegiatan atau usaha yang bergerak dibidang sewa-menyewa, khususnya saat ini di Bali sewa menyewa tanah kerap dilakukan. “Sewa-menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga oleh pihak yang tersebut terakhir itu disanggupi pembayarannya”.3 Dari pendapat Subekti berkenaan dengan pengertian sewa menyewa, terdapat adanya tiga unsur penting dalam suat perjanjian sewa menyewa, yaitu : (1) Benda, sebagai objek perjanjian yang memberi kenikmatan kepada penyewa. (2) Harga sewa yang harus dibayarkan oleh penyewa kepada yang menyewakan. (3) Waktu, yang menunjukan kepada lamanya waktu sewa. Pengertian sewa menyewa
sebagaimana tersebut berdasarkan Pasal 1548 KUHPerdata. Dalam kamus Hukum, dijelaskan bahwa perjanjian adalah “persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, tertulis maupun lisan, masing-masing sepakat untuk mentaati isi persetujuan yang telah dibuat bersama”. Menurut Pasal 1313 KUH Perdata, “suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.” Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang dalam Pasal 1548 menyebutkan sewa menyewa merupakan “suatu persetujuan, yang dimana pihak yang satu mengikatkan diri untuk memberi kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lain selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak tersebut terakhir itu. Orang dapat menyewakan berbagai jenis barang, baik barang tetap maupun barang bergerak”. Para pihak dalam perjanjian leasing disebut dengan lessor dan lessee. Lessor adalah pihak yang memberikan jasa pembiayaan untuk pengadaan barang modal kepada pihak yangmembutuhkannya, sedangkan lessee adalah pihak yang memperoleh pembiataan dari pihak lessor dalam bentuk barang modal.4 Dalam suatu perjanjian “sewa menyewa seperti halnya perjanjian-perjanjian lain, merupakan perjanjian konsensual. Berdasarkan asas konsensual, perjanjian dapat dikatakan sah dan mengikat apabila telah mencapai kesepakatan mengenai unsur-unsur pokok dalam perjanjian, atau dapat disebut juga dengan esensialia perjanjian, tanpa perlu adanya suatu formalitas, kecuali ditetapkan lain berdasarkan undang-undang, seperti perjanjian otentik (akta notaris) yang wajib dibuat dalam bentuk tertentu dan dihadapan notaris”.5 Asas konesensualisme menegaskan bahwa “salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kesepakatan kedua belah pihak. Dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak, jelas melahirkan hak dan kewajiban bagi mereka atau biasa juga disebut bahwa kontrak tersebut telah bersifat obligator yakni melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi kontrak tersebut”.6
Kata sepakat para pihak, berikut terhadap objek sewa, jangka waktu dan uang sewa, adalah unsur yang esensial dalam sebuah perjanjian sewa menyewa. Unsur naturalia dalam perjanjian sewa menyewa tanah terdapat dalam ketentuan bahwa sewa menyewa tanah yang telah disepakati oleh para pihak tidak akan berakhir apabila objek sewa menyewa (tanah) tersebut dialihkan kepada pihak lain baik dengan cara jual beli, tukar menukar, hibah maupun dijaminkan kepada pihak lainnya. Unsur aksidentalia dalam perjanjian sewa menyewa tanah terdapat pada adanya kesepakatan antara para pihak didalam menentukan pilihan domisili hukum apabila terjadi suatu sengketa dan juga pada cara pembayaran dari sewa menyewa tersebut. Agar suatu perjanjian dapat mengikat secara hukum maka sebuah perjanjian harus dibuat secara sah. Suatu perjanjian dapat dikatakan sah berlaku sebagaimana ketentuan yang diatur pada Bagian 2 Bab II Buku Ketiga KUH Perdata tentang “Syarat-syarat yang diperlukan untuk sahnya perjanjian”. Pasal 1320 KUHPerdata yang menyebutkan “Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat; pertama, kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; kedua, kecakapan untuk membuat
suatu perikatan; ketiga, suatu pokok persoalan tertentu; keempat, suatu sebab yang tidak terlarang”.
Dalam praktek bisnis, perjanjian disamakan dengan kontrak. Kontrak atau perjanjian dibuat haruslah patuh dan tumbuh akan asas-asas yang mengikatnya. “Perjanjian merupakan suatu undang-undang bagi mereka yang membuatnya, dalam artian para pihak telah terikat sehingga harus tunduk serta wajib bertindak dan bersikap sesuai dengan perjanjian tersebut”.7 “Aspek-aspek kebebasan berkontrak dalam pasal 1338 KUHPerdata, yang menyiratkan adanya 3 (tiga) asas yang seyogyanya dalam perjanjian : 1) mengenai terjadinya perjanjian, 2) tentang akibat perjanjian, 3) tentang isi perjanjian”. 8 Dalam suatu kontrak asas-asas perjanjian haruslah diperhatikan sebab asas merupakan salah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai alasan terpenuhinya atau tidak terpenuhinya keabsahan dari sebuah kontrak. “Berdasarkan teori, didalam suatu hukum kontrak terdapat 5 (lima) asas yang dikenal menurut ilmu hukum perdata. Kelima asas itu antara lain adalah: asas kebebasan berkontrak. Asas konsensualisme, asas kepastian hukum, asas itikad baik, dan asas kepribadian”.9 Salah satu asas utama yang melandasi hukum perjanjian adalah asas kebebasan berkontrak. “Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang berbunyi semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.10
Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) “Perjanjian sewa menyewa adalah salah satu dari perjanjian bernama yang ketentuannya diatur dalam KUHPerdata Buku ke-3 tentang perikatan yang secara khusus diatur dalam Bab 7 tentang Sewa Menyewa yang ketentuannya diatur dalam Pasal 1548 sampai Pasal 1600. Ketentuan yang khusus mengatur tentang sewa tanah terdapat dalam Pasal 1588 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1600”. Pengaturan sewa menyewa tanah dalam kententuan tersebut mengatur tentang hak dan kewajiban antara yang menyewakan dengan penyewa terkait dengan tanah yang menjadi objek sewa menyewa yang meliputi hak sewa menyewa dan tidak menentukan hak opsi bagi penyewa terhadap sewa menyewa tanah tersebut dan akibat hukum apabila hak opsi dalam perjanjian sewa menyewa tanah dilanggar oleh yang menyewakan. Namun demikian ketentuan sebagaimana tersebut merupakan ketentuan dalam suatu kesepakatan antara para pihak dalam sewa menyewa “berdasarkan suatu asas kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian-perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”.
Hak opsi yang dalam Bahasa belanda disebut juga dengan istilah “optierecht/recht van optie adalah hak untuk memilih dengan bebas untuk membeli sesuatu ataupun
memperpanjang suatu kontrak sewa. Dalam Kamus Bahasa Indonesia hak opsi terdiri dari dua suku kata yakni hak dan opsi. Hak dapat diartikan benar; milik, kepunyaan; kewenangan; kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan, dsb); kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu”. “Sedangkan opsi dapat diartikan sebagai tindakan memilih; kekuasaan atau hak memilih, kebebasan memilih; pilihan dari sejumlah alternatif. Jadi hak opsi adalah kewenangan untuk memilih”. “Terdapat jenis opsi berdasarkan hak yang diberikan kepada pemegangnya, yaitu : 1) Opsi Call adalah opsi yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk membeli sejumlah aset dengan harga yang disepakati dan pada waktu yang telah ditentukan. 2) Opsi Put adalah opsi yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menjual sejumlah aset dengan harga yang telah disepakati dan waktu yang telah ditentukan”.11 “Istilah hak opsi juga dapat dijumpai dibidang hukum pembiayaan khususnya pada sewa guna usaha yag menggunakan hak opsi (finance lease). Pada finance lease, lessee mempunyai hak opsi untuk membeli barang modal pada akhir masa perjanjian sewa guna usaha. Besarnya harga barang tersebut sesuai dengan nilai sisa (residual value) pada akhir masa kontrak. Apabila lessee tidak menggunakan hak opsi ini, lessee dapat memperpanjang perjanjian sewa guna usaha atau mengembalikan barang modal tersebut kepada lessor”.12
Dalam suatu perjanjian sewa tanah yang dibuat secara tertulis antara yang penyewa dan menyewakan, yang mensyaratkan jangka waktu tersebut, maka demi hukum perjanjian sewa menyewa tanah tersebut harus berakhir dalam jangka waktu sebagaimana telah disepakati para pihak dalam perjanjian tersebut. Disamping menetapkan jangka waktu sewa menyewa tanah dalam isi suatu perjanjian sewa, para pihak juga sering menyepakati pemberian hak opsi bagi penyewa untuk menyewa kembali atau memperpanjang hak sewanya atas tanah yang disewanya tersebut. Pemberian hak opsi ini biasanya ditujukan lebih kepada kepentingan dari penyewa dan terkadang juga bagi yang menyewakan demi terjaminnya kepastian hukum atas perpanjangan sewa tanah dimaksud. Dengan demikian maka hak opsi dalam perjanjian sewa menyewa tanah merupakan hak yang diutamakan/hak prioritas bagi penyewa dalam perjanjian sewa menyewa tanah, hak mana diberikan oleh yang menyewakan, khususnya untuk kepentingan penyewa dan juga kepentingan yang menyewakan. Agar terjaminnya kepastian hukum atas perpanjangan sewa menyewa dimaksud. Pelaksanaan hak opsi untuk memperpanjang jangka waktu sewa harus dilaksanakan dengan itikad baik.13
-
3.2. Akibat Hukum Apabila Hak Opsi Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Tanah Dilanggar Oleh Yang Menyewakan.
Buku III KUH Perdata menganut sistem terbuka (open system), “artinya bahwa para pihak bebas mengadakan perjanjian dengan siapapun, menentuan syarat-syaratnya, pelaksanaannya dan bentuk kontrak, baik berbentuk lisan maupun tertulis”.14 Sewa menyewa hak atas tanah bisa diperjanjikan dengan membuat suatu
kesepakatan antara penyewa dengan yang menyewakan. “Bentuk perjanjian sewa menyewa tidak ditentukan secara tegas dalam KUHPerdata. Sehingga perjanjian sewa menyewa dapat dibuat dalam bentuk tertulis atau lisan”.15 Perjanjian sewa menyewa tanah yang dibuat secara tertulis, dapat dibuat secara tertulis dibawah tangan dan dapat dibuat secara tertulis dengan akta otentik dihadapaan Notaris. Demi adanya sebuah kepastian hukum, maka akta perjanjian sewa menyewa tanah yang dibuat secara otentik dihadapan Notaris menjadi pilihan bagi para pihak dalam perjanjian tersebut. Perjanjian sewa menyewa tanah dibuat atas kehendak dan kesepakatan para pihak dihadapan Notaris yang dituangkan kedalam suatu akta otentik untuk memperkuat pembuktian terhadap keberadaan perjanjian itu sendiri. Notaris adalah pejabat yang diberikan wewenang dalam pembuatan akta otentik diantaranya adalah akta perjanjian, dalam hal ini akta perjanjian swa menyewa tanah, harus memperhatikan dengan baik keinginan dari para pihak sehingga apa yang dituangkan kedalam akta benar-benar merupakan apa yang disepakati dan dikehendaki oleh para pihak sehingga isi akta tersebut benar-benar mengakomodir keinginan para piihak dengan seimbang.
Perjanjian sewa menyewa sebagaimana pandangan subekti yang menyebutkan bahwa “pada suatu perjanjian sewa menyewa yang dibuat secara tertulis, akan berakhir demi hukum (otomatis) setelah jangka waktu yang ditentukan habis, sehingga perjanjian sewa menyewa itu akan berakhir tanpa harus dilakukan pemberitahuan. Sedangkan apabila perjanjian sewa menyewa dibuat secara lisan, maka perjanjian sewa menyewa itu tidak akan berakhir pada waktu yang ditentukan, melainkan jika ada pemberitahuan dari pihak yang menyewakan kepada si penyewa, bahwa ia akan menghentikan sewanya, pemberitahuan mana harus dilakukan dengan mengindahkan jangka waktu yang diharuskan sesuai kebiasaan setempat. Jika tidak ada pemberitahuan sebelumnya, maka sewa menyewa tersebut dianggap akan diperpanjang untuk waktu yang sama”.
Ketentuan mengenai perjanjian sewa menyewa yang dibuat secara tertulis, “sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1570 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa : jika sewa dibuat dengan tulisan, maka sewa itu berakhir demi hukum, apabila waktu yang ditentukan telah lampau, tanpa diperlukannya sesuatu pemberitahuan untuk itu”. Sedangkan pengaturan yang berkaitan dengan perjanjian sewa menyewa yang dibuat secara lisan, disebutkan dalam Pasal 1572 KUHPerdata yang menentukan : “Jika sewa tidak dibuat dengan tulisan maka sewa itu tidak berakhir pada waktu yang ditentukann, melainkan jika pihak lain bahwa ia hendak menghentikan sewanya dengan mengindahkan tenggang-tenggang waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat”.
Perjanjian sewa menyewa tanah antara penyewa dengan yang menyewakan, yang dibuat secara otentik dengan suatu akta Notaris, harus memenuhi beberapa persyaratan. Persyaratan sebagaimana tersebut, meliputi : “sebagaimana ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat sahnya perjanjian, memenuhi asas-asas perjanjian, dan dibuat dengan akta otentik dihadapan Notaris”. Notaris memeang peranan penting didalam mengkonstantir keinginan para pihak dalam perjanjian sewa menyewa tanah sehingga perjanjian tersebut dapat berfungsi dengan baik dan tidak memberikan permasalahan baru yang justru dapat menimbulkan ketidak pastian hukum. Untuk itu, suatu akta merupakan akta otentik haruslah memenuhi bentuk
“sebagaimana ketentuan dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (UUJN), yaitu :
-
(1) Setiap akta Notaris terdiri atas:
-
a. awal akta atau kepala akta;
-
b. badan akta; dan
-
c. akhir atau penutup akta.
-
(2) Awal akta atau kepala akta memuat :
-
a. judul akta;
-
b. nomor akta;
-
c. jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun; dan
-
d. nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris.
-
(3) Badan akta memuat:
-
a. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mereka wakili;
-
b. keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap;
-
c. isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan; dan
-
d. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.
-
(4) Akhir atau penutup akta memuat:
-
a. uraian tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf l atau Pasal 16 ayat (7);
-
b. uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau penerjemahan akta apabila ada;
-
c. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi akta; dan
-
d. uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian.
-
(5) Akta Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan Pejabat Sementara Notaris, selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), juga memuat nomor dan tanggal penetapan pengangkatan, serta pejabat yang mengangkatnya”.
“Ketentuan Pasal 38 ayat (3) huruf c UUJN yang menyebutkan bahwa isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan” menunjukkan bahwa apa yang terkandung dalam isi suatu akta otentik yang dibuat oleh Notaris benar-benar merupakan apa yang dikehendaki dan diinginkan oleh para pihak dalam akta tersebut.
Suatu akta otentik tidak kehilangan otentiksitasnya maka akta tersebut harus memenuhi persyaratan :
-
1. “Akta itu dibuat dihadapan pejabat yang berwenang/Notaris.
-
2. Akta itu dibuat dihadapan pejabat yang mempunyai kemamupuan untuk membuatnya.
-
3. Akta yang dibuat haruslah sesuai dan memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian.
-
4. Akta yang dibuat itu haruslah sesuai dengan tata cara dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh peraturan dan perundang-undangan yang berlaku untuk itu”.16
Dalam suatu perjanjian sewa menyewa tanah, sering diletakkan adanya suatu syarat oleh para pihak bahwa terhadap perjanjian sewa menyewa tanah tersebut disepakati adanya suatu hak opsi yang diperuntukkan unuk kepentingan penyewa bahwa dapat berlangsungnya sewa menyewa tersebut untuk jangka waktu tertentu setelah apa yang diperjanjikan dalam sewa menyewa tersebut berakhir. Hak opsi merupakan hak yang diutamakan/hak prioritas yang diberikan oleh yang menyewakan untuk penyewa dalam perjanjian sewa menyewa tanah, untuk menambah atau memperpanjang jangka waktu sewa untuk jangka waktu tertentu. Dalam suatu akta memuat ketentuan hak opsi yang dituangkan sebagai berikut : “yang menyewakan dengan ini memberikan hak utama (opsi) kepada penyewa untuk memperpanjang jangka waktu sewa berdasarkan perjanjian ini, dengan memakai syarat-syarat, jangka waktu dan harga sewa yang disepakati pada saat itu”.
Menelaah klausul hak opsi dalam perjanjian sewa menyewa sebagaimana tersebut di atas, bahwa yang pihak yang menyewakan memberikan hak utama (opsi) kepada pihak penyewa untuk memperpanjang jangka waktu sewa dan pihak penyewa dapat menggunakan hak opsi tersebut untuk memperpanjang jangka waktu sewa yang diingininya, namun dengan suatu pembatasan yaitu dengan memakai suatu syarat-syarat, jangka waktu dan harga sewa tertentu yang akan disepakati antara kedua belah pihak pada saatnya nanti. Namun demikian klausul hak opsi sebagaimana tersebut tidak menyebutkan dengan jelas beberapa hal penting guna terwujudnya kepastian hukum bagi para pihak, diantaranya :
bahwa apabila pihak kedua ingin memakai hak opsinya untuk memperpanjang jangka waktu sewa menyewa tersebut, maka penyewa wajib memberitahukan secara tertulis atau secara lisan kepada pihak pertama (yang menyewakan), demikian pula terkait dengan syarat-syarat yang dimaksud, ketentuan jangka waktu perpanjangan maupun harganya. Namun demikian, pada dasarnya perjanjian sewa menyewa tanah ini dilakukan antara penyewa dengan pemilik tanah(yang menyewakan) memiliki hubungan hukum, yakni adanya hubungan hak dan kewajiban antara para pihak. Apabila dalam perjanjian sewa menyewa tanah tersebut yang menyewakan melanggar ketentuan yang disepakati dalam perjanjian sewa menyewa, khususnya dalam hal ini ketentuan tentang hak opsi yang diberikan oleh pemilik tanah (yang menyewakan) kepada pihak kedua (penyewa) sebagaimana yang tertuang dalam akta perjanjian sewa menyewa tanah yang telah mereka buat, maka penyewa dapat menuntut untuk pemenuhan hak opsi untuk menyewa kembali tanah dimaksud, dan apabila hak opsi dalam perjanjian sewa menyewa tanah dilanggar oleh yang menyewakan maka akibat hukumnya penyewa dapat menuntut untuk pemenuhan pemberian hak opsi tersebut oleh yang menyewakan. tuntutan sebagaimana tersebut dapat di awali dengan suatu proses mediasi (musyarawwah untuk mencapai kesepakatan) atau bahkan dapat dilakukan melalui suatu gugatan pengadilan.
Hak opsi dalam perjanjian sewa menyewa didefinisikan sebagai hak yang diutamakan bagi penyewa dalam perjanjian sewa menyewa tanah, hak mana diberikan
oleh yang menyewakan, khususnya untuk kepentingan penyewa dan juga kepentingan yang menyewakan. Agar terjaminnya kepastian hukum atas perpanjangan sewa menyewa dimaksud. Akibat hukum apabila hak opsi dalam perjanjian sewa menyewa tanah dilanggar oleh yang menyewakan adalah penyewa dapat menuntut untuk pemenuhan pemberian hak sewa kembali dari yang menyewakan. Tuntutan sebagaimana tersebut dapat di awali dengan suatu proses mediasi (musyawarah untuk mencapai kesepakatan) atau bahkan dapat dilakukan melalui suatu gugatan pengadilan. Adapun saran yang dapat penulis berikan yaitu para pihak yang membuat suatu kesepakatan dalam perjanjian sewa menyewa tanah dapat memahami betul hak dan kewajibannya sehingga dapat mencegah terjadinya sengketa. Dan Notaris dalam mengkonstantir keinginan para pihak dalam akta sewa menyewa yang dibuat secara notariil, benar-benar dapat mengakomodir kepentingan para pihak sehingga tidak menimbulkan penafsiran berbeda-beda terhadapat isi akta, yang berpotensi sengketa. Jadi akta sewa menyewa yang dibuat dihadapan notaris benar-benar dapat memberikan rasa keadilan dan jaminan kepastian hukum bagi para pihak.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Prakoso, Djoko, and Bambang Riyadi Lany. Dasar Hukum Persetujuan Tertentu di Indonesia. PT. Bina Aksara, Jakarta (1987).
Saliman, Abdul R. "Esensi Hukum Bisnis Indonesia." Prenada Media, Jakarta (2004).
Subekti, R. "Aneka Perjanjian." Alumni Bandung, Bandung (1984).
Sunaryo. "Hukum Lembaga Pembiayaan." Sinar Grafika, Jakarta (2009).
Jurnal
Agung, Anak Agung Istri. "Akta Perdamaian Notariil Dalam Pembuktian Di Pengadilan. " NOTARIIL Jurnal Kenotariatan 1, no. 1 (2016).
Aprilianti, Aprilianti. "Perjanjian Sewa Guna Usaha antara Lessee dan Lessor." Fiat Justisia: Jurnal Ilmu Hukum 5, no. 3 (2011).
Gumanti, Retna. "Syarat Sahnya Perjanjian (Ditinjau dari KUHPerdata)." Jurnal Pelangi Ilmu 5, no. 01 (2012).
Hartana. "HUKUM PERJANJIAN (DALAM PERSPEKTIF PERJANJIAN KARYA PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN BATUBARA)." Jurnal Komunikasi Hukum (JKH) 2, no. 2 (2016).
Krisno, Anak Agung Dalem Jagat, I. Nyoman Sirtha, and Dewa Gde Rudy. "Pencantuman Hak Opsi Perpanjangan Jangka Waktu Sewa Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Rumah (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 467/Pdt. G/2014/PN. Dps)." Acta Comitas: Jurnal Hukum
Kenotariatan 3, no. 2 (2018).
Mahmudah, Siti. "Kedudukan Lessor Dalam Perjanjian Operasional Leasing Terhadap Kepailitan Lessee Di Indonesia." Diponegoro Private Law Review 2, no. 1 (2018).
Muhtarom, Muhammad. "Asas-Asas Hukum Perjanjian: Suatu Landasan Dalam Pembuatan Kontrak." Suhuf 26, no. 1 (2014).
Prasetyo, Hananto. "Pembaharuan Hukum Perjanjian Sportentertainment Berbasis Nilai Keadilan." Jurnal Pembaharuan Hukum 4, no. 1 (2017).
Sundari, Irmina Tutik. "Pelaksanaan Pemberian Hak Sewa Tanah Untuk Bangunan Bagi Sekilah Swasta Dalam Mewujudkan Perlindungan Hukum Di Kota Tangerang Selatan." Fakultas Hukum, Universitas Atma Jaya Yogyakarta (2016).
Syata, Ilham, St Nur Humairah Halim. "Penentuan Harga Opsi Menggunakan Simulasi Monte Carlo Dengan Teknik Moment Matching." Jurnal MSA 7, No. 1 (2019).
Website
Helpi Nurdian, 2015, Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Di Pt. Mitra
Phinastika Mustika Finance Kantor Pemasaran Bagan Batu Kecamatan Bagan
Sinembah Kabupaten Rokan Hilir, http://repository.uin-
suska.ac.id/7116/4/BAB%20III.pdf (diakses tanggal 9 Oktober 2020)
Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Jurnal Kertha Wicara Vol.10 No.7 Tahun 2021, hlm. 509-519
Discussion and feedback