TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TERKAIT WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN DIBAWAH TANGAN PENYEWAAN SOUND SYSTEM DI

DENPASAR

I Putu Galang Mahendra, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

I Made Dedy Priyanto, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Meningkatnya pola hidup manusia saat ini, mengakibatkan meningkat pula kebutuhan hidupnya. Akibat dari peningkatan pola hidup manusia tersebut dapat menimbulkan rasa jenuh dan tekanan psikologis. Oleh karena itu kebutuhan akan hiburan semakin diperlukan dimana hiburan yang bisa dinikmati adalah konser musik. Konser musik sangat menguntungkan bagi para pengusaha-pengusaha muda yaitu usaha persewaan Sound System. Pada uraian tersebut terdapat pembahasan yaitu tentang bagaimana tanggung jawab pelaku usaha terkait wanprestasi sewa-menyewa Sound System di Kota Denpasar dan Bagaimanakah penyelesaian wanprestasi terhadap perjanjian dibawah tangan terakait pada penyewaan Sound System di Kota Denpasar. Tulisan ini bertujuan untuk memahami pentingnya perjanjian di bawah tangan dan utuk mengetahui penyelesaian wanperstasu perjanjian di bawah tangan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris, jenis pendekatan yang digunakan yaitu jenis pendekatan perundang-undangan (the statue approach) dan menggunakan jenis pendekatan fakta (fact approach). Sumber data yang digunakan pada penelitian ini menggunakan penelitian lapangan dan kepustakaan, dengan data umunya adalah primer yang berasal pada penelitian lapangan, sedangkan hasil pada data kepustakaan yaitu dijadikan sebagai data sekunder. Hasil pada penelitian ini membuktikan bahwa dalam pelaksanaanya bentuk perjanjian sewa menyewa Sound System di Kota Denpasar dapat dilakukan dalam 2 cara yakni dengan Membuat Perjanjian Tertulis Dibawah Tangan, dan Perjanjian Secara Lisan. Upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan wanprestasi terhadap perjanjian dibawah tangan terkait sewa menyewa Sound System ini ialah dilakukan melalui upaya penyelesaian non litigasi dengan bermusyawarah guna mendapatkan win-win solution tanpa ada rasa dendam dibandingkan menempuh jalur hukum.

Kata Kunci: Wanprestasi, Perjanjian dibawah Tangan, Sewa-menyewa, Tanggung jawab.

ABSTRACT

The increasing pattern of human life today, has resulted in an increase in the needs of life. As a result of the increase in the pattern of human life, it can cause a sense of saturation and psychological pressure. Therefore, the need for entertainment is increasingly needed where the entertainment that can be enjoyed is music concerts. Music concerts are very profitable for young entrepreneurs, namely the Sound System rental business. In this description, there are problems that are discussed, namely about how the responsibilities of business actors related to default on Sound System rentals in Denpasar City and how to resolve defaults on under-handed agreements related to Sound System rentals in Denpasar City. This paper aims to understand the importance of an underhand agreement and to find out the settlement of an underhand agreement default. This study uses empirical juridical research methods, the type of approach used is the type of statutory approach (the statue approach) and uses the type of fact approach (fact

approach). Sources of data used in this study using field research and literature, with generally primary data originating from field research, while the results in library data are used as secondary data. The results of this study prove that in its implementation the form of a Sound System rental agreement in Denpasar City can be done in 2 ways, namely by making a written agreement under the hand, and an oral agreement. Efforts are made to resolve the default on the contract under the hand regarding the rental of the Sound System, which is carried out through non-litigation settlement efforts by deliberation to get a win-win solution without any grudges compared to taking legal action.

Key Words: Breach of Contract, Private Made Deed, lease, responsibility.

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1.    Latar Belakang

Perkembangan yang begitu pesat pada teknologi akan meningkat mengakibatkan pola kebutuhan hidup manusia juga meningkat. Akibat dari peningkatan pola hidup manusia tersebut dapat menimbulkan rasa jenuh dan tekanan psikologis. Oleh sebab itu hiburan merupakan sebuah kebutuhan yang mulai dibutuhkan, salah satu hiburan yang diminati masyarakat yaitu konser musik. Konser musik sangat menguntungkan bagi para pengusaha-pengusaha muda salah satunya yaitu usaha persewaan Sound System. Oleh karena banyaknya kebutuhan masyarakat akan Jasa Persewaan Sound System, muncul ide dari pelaku usaha persewaan Sound System yang mempermudahkan masyarakat baik dari segi pemakaian maupun segi ekonomis.1

Harga beli dari kelengkapan Sound System itu cukup mahal. Oleh sebab itu, muncul ide dari pelaku usaha persewaan Sound System diantisipasi secara ekonomis, disewakanlah alat tersebut kepada orang-orang yang ingin menggunakan alat tersebut tetapi tidak mampu membeli namun masih tetap bisa menggunakannya. Dalam usaha sewa-meyewa terdapat beberapa pihak yang terlibat didalamnya, yaitu seorang penyewa dan pihak yang menyediakan jasa/barang sewaan dimana kedua pihak sudah mengadakan kesepakatan. Sewa-menyewa pada dasarnya hanya dapat dilakukan saat ada kata sepakat antara pihak pelaku usaha (pemilik barang) dengan penyewa dengan disertai Surat Perjanjian Sewa, maka dengan kata sepakat berarti para pihak setuju untuk mengikatkan diri dalam sebuah perjanjian.

Sebuah perjanjian yang dilakukan oleh lebih dari satu orang/pihak disebut dengan perikatan , perikatan tersebut lahir jika kedua pihak mendapat kesepakatan di perjanjian yang di buat, perikatan yang muncul dari undang-undang di adakan undang-undang itu sendiri di luar kemauan para pihak bersangkutan.2

Pada Pasal 1338 Ayat (1) KUHPerdata dimana terdapat “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang – Undang bagi mereka yang membuatnya”.3 Maka berpatokan pada undang-undang pasal diatas maka sebuah perjanjian biasanya menggunakan sistem terbuka dimana macam-macam hak atas benda dibatasi dan

peraturan atas benda tersebut memaksa. Hal ini membuat Para pihak lebih mengikat dalam perjanjian sewa menyewa untuk membuat pasal-pasal yang jelas dalam isi perjanjian itu sendiri.

Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan “perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana suatu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Perjanjian yang bertujuan untuk mendapat keuntungan pada suatu barang, dengan penyewaan waktu yang ditentukan serta sesuai dengan harga pembayaran menyewa barang tersebut , hal ini disampaikan oleh Subekti mengenai sewa menyewa.4 Peristiwa ini membuat suatu hubungan hukum akibat adanya perjanjian antara penyewa Sound system (produsen) dengan konsumen yang disebut perikatan. Sehingga dalam perjanjian penyewaan sound system mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya terhadap konsumen yang menggunakan penyewaan sound system, dari sebuah perjanjian muncul prestasi atau kewajiban dari satu pihak ke pihak lainnya, yang berhak pada prestasi tersebut.5

Namun pada kenyataannya di tiga lokasi dimana lokasi tersebut dua kegiatan mahasiswa dan satu pelaku usaha sound system (Makrab BEM FH UNUD 2019, Beach festival 2019, Moje sound system) dilihat dalam pelaksanaan perjanjian sewa menyewa dari para pihak tidaklah sesuai pada isi perjanjian yang sudah disepakati, kerapkali terjadi hal-hal atau tindakan tidak sepantasnya yang disengaja oleh yang menyewakan sound system (Produsen) dimana hal ini menimbulkan adanya wanprestasi antara perjanjian yang dilakukan oleh produsen. Oleh karena itu pelaksanaan perjanjian sewa menyewa Sound System ini ada kalanya mengakibatkan keterkaitan hukum pada pelaku usaha dengan penyewa tidak berjalan lancar.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas berkaitan dengan tanggung jawab pelaku usaha terkait wanprestasi perjanjian di bawah tangan penyewaan sound system, maka dalam penelitian ini menggunakan beberapa studi terdahulu sebagai referensi yaitu studi terdahulu yang berjudul “Pelaksanaan Perjanjian Sewa Menyewa Kendaraan Roda Empat Dalam Hal Beralihnya Barang Objek Sewa Pada Cv. Indah Jaya Kuta Badung.” yang ditulis oleh Dewa Ayu Putu Andina Novianta, Dewa Gede Rudy, and AA Sri Indrawati, pada tahun 2015. Studi ini mengkaji tanggung jawab penyewa dalam beralihnya objek sewa dalam perjanjian sewa menyewa dan upaya apakah yang dilakukan dalam beralihnya barang objek sewa dalam perjanjian tersebut.

Selain itu dalam penelitian ini juga memakai studi lain yang berjudul “Pelaksanaan Perjanjian Sewa Menyewa Busana Dalam Merias Wajah” yang ditulis oleh Luh Ayu Mistrinda Dewi dan Ida Bagus Putra Atmadja, pada tahun 2019. Penelitian tersebt membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pembatalan perjanjian secara sepihak pada sewa menyewa busana dalam merias wajah dan penyelesaian terhadap pembatalan perjanjian secara sepihak pada sewa menyewa busana dalam merias wajah. Apabila melihat dari kedua penelitian di atas yang menjadi referensi penulis untuk melakukan penelitian ini terdapat perbedaan pembahasan namun masi memiliki konsep yang hampir sama. Perbedaan antara penelitian ini dengan kedua penelitian yang disebutkan di atas adalah bahwa penelitian ini lebih menekankan kepada bagaimana seorang pelaku usaha yang

melakukan wanprestasi bertanggung jawab atas tindakannya dan bagaimana bentuk penyelesaian sengketa yang ditempuh pelaku usaha tersebut untuk menyelesaikan wanprestasi perjanjian di bawah tangan terkait dengan sewa-menyewa sound system di Kota Denpasar.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

Terdapat beberapa permasalahan yang didapat berdasarkan yang akan dibahas dalam jurnal ini. Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut:

  • 1.    Bagaimanakah tanggung jawab pelaku usaha yang melakukan wanprestasi dalam perjanjian sewa-menyewa Sound System di Denpasar ?

  • 2.    Bagaimana upaya penyelesaian sengketa wanprestasi antara pelaku usaha dengan penyewa dalam perjanjian sewa-menyewa Sound System di Kota Denpasar?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Penulisan pada jurnal ini memiliki tujuan yaitu: Untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab pelaku usaha yang melakukan wanprestasi dan bagaimana upaya penyelesaian sengketa wanprestasi antara pelaku usaha dengan penyewa dalam perjanjian sewa-menyewa Sound System di Kota Denpasar.

  • II.    METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yaitu penelitian hukum empiris dengan jenis pendekatan perundang – undangan dan menggunakan pendekatan fakta. Penelitian hukum empiris yaitu suatu penelitian lapangan yang dilakukan karena adanya kesenjangan antara praktek yang terjadi di masyarakat dengan peraturan hukum. Penulisan jurnal ilmiah ini menggunakan pendekatan konseptual, perundang-undangan dan fakta yang terjadi di pada tiga lokasi (Makrab BEM FH UNUD 2019, Beach festival 2019, Moje sound system) di Denpasar. Pendekatan yang pertama adalah jenis pendekatan perundang-undangan (statue approach) adalah pendekatan yang menggunakan regulasi dan legislasi.6 Sumber bahan hukum yang di pergunakan di penulisan ini adalah bahan hukum sekunder yang berupa buku hukum (text book) dan jurnal-jurnal hukum. Sifat penelitian yaitu deskriptif, adapun data yang di gunakan bersumber pada data primer serta sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Teknik pengumpulan datayang digunakan yaitu wawancara, dengan teknik pengolahan dan analisa data yaitu secara kualitatif.

  • III.    HASIL DAN PEMBAHASAN

  • 3.1.    Tanggung jawab pelaku usaha yang melakukan wanprestasi dalam perjanjian sewa-menyewa Sound System di Denpasar

Munir Fuady mengistilahkan sebuah Perjanjian yang tidak lain yaitu kesepadanan pada istilah overeenkomst pada bahasa Belanda dan agreement dalam Bahasa Inggris.7 Achmad Ichsan menggunakan vervintenis untuk perjanjian, sedangkan Utrecht pada buku Pengantar dalam Hukum Indonesia menggunakan istilah

overeenkomst tersebut untuk perjanjian. 8 Pasal 1548 KUHPerdata mengatur tentang perjanjian sewa menyewa isinya mengenai “perjanjian sewa menyewa adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama waktu tertentu dan pembayaran suatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan telah disanggupi pembayarannya”. Dalam ketentuan Pasal 1570 KUHPerdata berbunyi “Jika sewa dibuat dengan tulisan, maka sewa itu berakhir demi hukum bila waktu yang ditentukan telah lampau, tanpa diperlukan suatu pemberhentian untuk itu” dan Pasal 1571 KUHPerdata, mengatakan bahwa “Jika sewa tidak dibuat dengan tulisan, maka sewa itu tidak berakhir pada waktu yang ditentukan, melainkan setelah salah satu pihak memberitahukan kepada pihak yang lain bahwa ia hendak menghentikan sewanya dengan mengindahkan tenggang waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat”.

Pada perjanjian dalam sewa menyewa terdapat kaitan hukum antar pihak yang bersangkutan, hak dan kewajiban satu pihak dengan hak dan kewajiban pihak bersangkutan yang akan secara tidak langsung membebani pihak-pihak yang melaksanakan perjanjian.9 Dalam penulisan jurnal ini, penulis melakukan penelitian terhadap tiga perusahaan sewa menyewa dalam bentuk Sound System, dimana dalam melalukan perjanjian sewa menyewa harus memenuhi hak dan kewajibannya masing-masing. Sebelum dilakukannya pelaksanaan pejanjian sewa menyewa, para pihak terlebih dahulu harus sepakat terhadap hal-hal yang ditegaskan dalam perjanjian yang akan dibuat.

Bentuk perjanjian sewa menyewa Sound System di Kota Denpasar biasanya melalui 2 (dua) cara yaitu :

  • 1.    Membuat Perjanijan Tertulis Dibawah Tangan

Perjanjian ini yaitu perjanjian yang ditentukan dari para pihak-pihak yang bersangkutan tanpa pejabat umum. Perjanjian dalam bentuk ini tetap memiliki kekuatan hukum berdasar pasal 1338 KUHPerdata yang di jelaskan “semua persetujuan yang di buat sesuai dengan undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Persetujuan itu tidak dapat di tarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasanyang di tentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Bentuk perjanjian dalam sewa menyewa ini adalah perjanjian yang berbentuk tertulis

yang berarti sewa-menyewa akan usai dalam hukum jika waktu yang ditentukan telah usai, dan dirasa tidak dibutuhkan suatu pemberhentian. 10 Berdasarkan hasil wawancara dengan Gede Wahyu sebagai wakil ketua kegiatan Makrab BEM FH UNUD 2019 di Denpasar , dapat di ketahui bahwa Makrab BEM FH UNUD 2019 di Denpasar melakukan perjanjian sewa menyewa tertulis (MoU) dengan Event Organizer Rockness dengan nimonial harga sewa sejumlah Rp. 18.000.000 untuk menyewa sound system 15.000 watt, wawancara tanggal 16 Desember 2019 .

  • 2.    Perjanjian Dalam Bentuk Lisan

Perjanjian dalam sewa menyewa pada bentuk lisan telah tercantum dalam pasal 1571 KUHPerdata dimana sewa tersebut tidak di buat dengan tulisan, maka tentu tidak akan berakhir dengan waktu yang ditentukan dalan perjanjian tersebut, melainkan setelah salah satu pihak mengberitaukan kepada pihak lainnya bahwa ia berhendak menghentikan sewa dengan mengubah tenggang waktu yang diharuskan menurut kesepakatan bersama.

Didalam perjanjian sewa menyewa hak dan kewajiban dari pihak pelaku usaha dan pihak penyewa yaitu hak dari pihak pelaku usaha sebagai yang menyewakan yaitu menerima harga pada sewa yang sudah ditentukan. Tetapi kewajiban untuk pihak pelaku usaha dalam perjanjian sewa menyewa, dapat dilihat dalam Pasal 7 UUPK Nomor Tahun 1999, adapun 7 poin dari kewajiban pelaku usaha tersebut ialah :

  • a.    Berkewajiban untuk melakukan etikad baik dalam usahanya

  • b.    Berkewajiban untuk memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai barang serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan

  • c.    Berkewajiban meperlakukan dan melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif

  • d.    Berkewajiban menjamin mutu barang yang diproduksi sesuai dengan standar mutu barang yang berlaku

  • e.    Berkewajiban memberi kesempatan konsumen untuk menguji , mencoba dan memberikan jaminan atau garansi atas barang yang di perdagangkan

  • f.    Berkewajiban memberi konpensasi ganti rugi atau pergantian atas kerugian akibat penggunaan pemakaian dan pemanfaatan barang yang di perdagangkan

  • g.    Berkewajiban untuk memberi konpensasi ganti rugi atau pergantian barang atas barang yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian.

Apabila seorang pelaku usaha melanggar kewajiban atau tidak melakukan kewajiban yang disebutkan di atas maka pelaku usaha tersebut dapat dikatakan melakukan wanprestasi. adapun bentuk tanggung jawab yang dapat di lakukan pelaku usaha apabila melakukan wanprestasi sesuai yang diatur dalam Pasal 19 UUPK yang berisi :

  • 1.    Diharapkan pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan jasa yang dihasilkan atau diperagangkan.

  • 2.    Ganti rugi yang dimaksud berupa pengedmbalian uang atau penggantian barang/jasa yang sejenisnya atau setara dengan nilainya, atau perawatan kesehatan dan pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.

  • 3.    Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi

  • 4.    Pemberian ganti rugi tidak menghapus kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.

  • 5.    Ketentuan ini tidak berlaku apabila pihak pelaku usaha dapat membuktian bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.

Berdsarkan hal tersebut setelah melakukan wawancara dengan Bapak Made Moje selaku pemilik usaha Moje Sound System di Kota Denpasar menyatakan bahwa pertanggungjawaban yang dilakukan ketika ia melakukan

wanprestasi akibat kelalaian dari pegawai adalah dengan mengganti kerugian yang sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak. (wawancara dilakukan pada tanggal 11 November 2019).

  • 3.2.    Upaya Penyelesaian Sengketa Wanprestasi Antara Pelaku Usaha Dengan Penyewa Dalam Perjanjian Sewa-Menyewa Sound System Di Kota Denpasar

Pasal 1313 KUHPerdata menjelaskan “Suatu Persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Para pihak diwajibkan untuk taat terhadap kesepakatan yang dibuat didalam perjanjian yang dibuat, mengingat sebuah perjanjian itu sendiri berkekuatan sebagai undang-undang untuk pembuat.11

Menurut R. Setiawan, ada 3 bentuk pada ingkar janji atau wanprestasi yaitu jika tidak memenuhi prestasi, terlambat dalam memenuhi prestasi, dan memenuhi prestasinya secara tidak baik. Selain itu menurut Subekti, bentuk wanprestasi ada 4 macam yaitu :

  • 1.    "Tidak melakukan apa yang disaanggupi saat akan dilakukan

  • 2.    Melaksanakan apa yang sudah dijanjikan tetapi tidak melakukan sebagaimana yang telah dijanjikan.

  • 3.    Melakukan apa yang sudah dijanjikan namun terlambat

  • 4.    Melakukan sesuatu yang melanggar perjanjian yang di dalam perjanjian tidak boleh dilakakuan.12"

Kewajiban dalam mengganti rugi berdasarkan wanprestasi timbul akibat adanya sebuah pelanggaran akibat hak-hak yang kontraktual sebagaimana telah diatur dalam KUHPerdata Pasal 1236 mengenai (untuk prestasi memberikan suatu) dan Pasal 1239 tentang (untuk prestasi berbuat sesuatu).13

Setiap perjanjian yang dilakukan kenyataannya tidak selalu berjalan sesuai dengan kesepakatan yang ditetapkan, utamanya dengan dalam hal sewa menyewa Sound System. Tidak dapat dipungkiri kerap terjadi dimana salah satu pihak tetap melanggar perjanjian dengan sadarnya atau secara disengaja dimana tentu merugikan pihak penyewa atau konsumen dimana hal ini tentu mengakibatkan terciptanya wanprestasi. Berbagai pemasalahan yang timbul sebagai akibat dari wanprestasi atau ingkar janji dalam perjanjian tertulis dibawah tangan sewa menyewa dimana dalam hal ini khususnya diambil contoh pada perjanjian dalam sewa menyewa Sound System, upaya dalam penyelesaian yang bisa dilakukan agar permasalahan tersebut dapat diselesaikan secara itikad baik. Secara umum, penyelesaian wanprestasi dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu:14

  • 1.    Upaya penyelesaian dilakukan secara litigasi, yaitu system penyelesaian

terhadap sengketa melalui lembaga peradilan. Penyelesaian melalui litigasi diatur pada Undang-Undang Nmor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

  • 2.    Upaya penyelesaian sengketa dilakukan secara non litigasi, yaitu penyelesaian yang mempunyai beberapa bentuk yakni negosiasi, mediasi, arbitrase.

Adapun upaya yang biasanya ditempuh oleh pihak yang menyewakan untuk mengingatkan penyewa yang wanprestasi terhadap perjanjian sewa menyewa Sound System di Kota Denpasar ada beberapa upaya

Penyelesaian perjanjian sewa menyewa, dapat dilakukan dengan penyelesaian melalui pemberitahuan atau teguran dan musyawarah.15 Seperti:

  • 1.    Pemberitahuan/teguran

Dengan upaya Pemberitahuan ini biasa dilakukan dengan cara menghubungi atau mendatangi tempat dari pihak penyewa berada yang masih terikat dalam perjanjian untuk bermusyawarah dan mengetahui apakah terdapat itikad yang baik dari pihak penyewa untuk agar segera melunasi sisa pembayaran. 16 Ini dilakukan dimaksudkan agar penyewa dapat memenuhi kewajibannya yang telah disepakati dalam perjanjian mengenai jatuh tempo pembayaran sebagaimana mestinya.

  • 2.    Musyawarah

Apabila pemberitahuan dan peringatan tidak diindahkan maka pihak penyewa akan diajak untuk betemu secara langsung untuk penyelesaian lebih lanjut secara musyawarah. Upaya ini guna mendapat kepastian mengenai pembayaran atau sisa pembayaran yang menjadi kewajiban pihak penyewa dalam perjanjian yang telah disepakati.17 Hal ini bertujuan agar tecapainya kesepakatan baru mengenai pemasalahan yang terjadi dan mengetahui apakah ada itikad baik atau tidak mengenai masalah pembayaran tesebut.

Apabila kesepakatan belum tercapai, maka pemasalahan tesebut dapat di selesaikan melalui upaya hukum. Berdasarkan hasil wawancara dengan para pemilik perusahaan sewa menyewa Sound System, upaya hukum ini tidak pernah mereka lakukan sama sekali dikarenakan alasan dari pihak yang menyewakan kenal dekat dengan para penyewa, hubungan relasi yang cukup lama, menurutnya biaya yang timbul menempuh upaya hukum cukup banyak sehingga mungkin akan menambah kerugian. Jadi untuk hal ini upaya yang dilakukan tidak jauh berbeda seperti yang telah disebutkan diatas dengan bemusyawarah.

Berdasarkan uraian keterangan yang telah dijelaskan diatas, sangat jelas dapat diketahui akannya proses penyelesaian wanprestasi dalam hal perjanjian dibawah tangan sewa memyewa Sound System di Kota Denpasar

lebih memilih untuk menyelesaikan dilakukan melalui non litigasi. Seperti yang telah dijelaskan oleh salah satu pihak penyewa yaitu BEM FH UNUD 2019 melalui wawancara dengan Ida Bagus Gaga Bayu selaku anggota BEM FH UNUD yang menaungi Event Beach Festival tahun 2019 yang menyatakan bahwa ketika pihak pelaku usaha melakukan wanprestasi terkait sewa menyewa sound system, penyelesaian yang di ambil selalu dengan cara non litigasi seperti melakukan negosiasi. Dikarenakan jika menempuh jalur litigasi akan banyak menghabiskan waktu dan materi serta kerugian yang didapat oleh pihak penyewa biasanya dapat diselesaikan cukup dengan cara negoisasi. (Wawancara dilakukan pada tanggal 2 Januari 2020)

Penyelesaian pada kelalaian prestasi melalui negoisasi yaitu penyelesaian yang bisa melalui musyawarah bersama / perundingan langsung terhadap pihak yang bertikai dengan maksud menemukan solusi dalan bentuk-bentuk yang dapat di terima oleh pihak yang bersangkutan guan mendapatkan win-win solution tanpa ada rasa dendam dibandingkan menempuh jalur hukum. Kesepakatan mengenai penyelesaian dalam bentuk negosiasi ini selanjutnya harus dicantumkan pada bentuk yang tertulis dan harus disetujui dari pihak yang bersangkutan.

IV. Kesimpulan

Bentuk tanggung jawab yang dilakukan oleh pelaku usaha Penyewaan Sound System di Kota Denpasar ketika melakukan wanprestasi adalah dengan mengganti kerugian yang ditimbulkan sesuai dengan perjanjian yang di buat oleh pihak pelaku usaha dengan pihak penyewa. Upaya dapat dilalui dari para pihak mengenai penyelesaian terhadap wanprestasi terhadap perjanjian dibawah tangan terkait sewa menyewa Sound System ini ialah dilakukan melalui upaya penyelesaian non litigasi dengan bermusyawarah guna mendapatkan win-win solution tanpa ada rasa dendam dibandingkan menempuh jalur hukum. Disarankan untuk pihak yang menyewakan dalam melakukan perjanjian dengan pihak penyewa hendaknya dapat melakukan perjanjian tersebut secara tertulis dan tidak secara lisan meskipun nominal dari perjanjian itu tidak besar agar nantinya melalui perjanjian secara tertulis bisa digunakan sebagai bukti apabila terjadi permasalahan di kemudian hari serta dapat menjamin adanya kepastian hukum. Disarankan kepada pihak penyewa dalam hal adanya negosiasi mengenai penyelesaian wanprestasi yang terjadi, agar negosiasinya tersebut dituang kembali ke dalam bentuk perjanjian tertulis baru yang selanjutnya dapat di daftarkan ke Pengadilan Negeri agar mendapat sebuah akta bukti pendaftaran serta menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari Peranjian tersebut, agar jika timbul wanprestasi dikemudian hari dari pihak penyewa tidak melakukan kesepakatan lagi, pihak produsen atau yang menyewakan boleh mengajukan permohonan eksekusi ke Pengadilan Negeri yang didaftarkan untuk mendapat sebuah penetapan eksekusi.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Fuady, Munir, 2001, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra Aditya Bakti, Bandung.

Muljadi, Kartini dan Widjaja, Gunawan, 2014, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Mahmud Marzuki, Petter, 2015, Penelitian Hukum, Prenamedia Group, Jakarta

Subekti, R, 1995, Aneka Perjanjian, Cetakan ke-10, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Triwulan Tutik, Titik, 2008, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, Kencana, Jakarta.

Yahman, 2015, Karakteristik Wanprestasi Dan Tindak Pidana Penipuan : Yang Lahir Dari Hubungan Kontraktual, Prenadamedia Group, Yogyakarta.

Jurnal Ilmiah

Ayu Mistrianda, Luh , Putra Atmadja, Ida Bagus, 2019, “Pelaksanaan Perjanjian Sewa Menyewa Busana Dalam Merias Wajah”, Jurnal Kertha Semaya, Vol. 7, No. 10, Juni 2019, Udayana, Denpasar.

Azrianti, Septia, 2016, “Prosedur Hukum Upaya Penyelesaian Sengketa Atas Terjadinya Wanprestasi Dalam Sewa Menyewa Rumah”, Jurnal Petita, Vol. 3, No. 1,Juni 2016, Universitas Riau, Batam.

Dian Pradnyawati, Ni Putu, Artha Windari, Ratna, Sudiatmaka, Ketut, 2018, “Akibat Hukum Terjadinya Wanprestasi Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Mobil Di Kabupaten Klungkung”, Jurnal Komunitas Yustisia, Vol. 1, No. 2, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja.

Kusumah, Indra Adi, 2015, "Perjanjian Kerjasama Antara Kla Project Dengan Perusahaan Event Organizer Mengenai Perjalanan Tour Untuk Konser Musik Berdasarkan Surat Perjanjian Kerja”.

Napriza Ayudhani Pendit, Ni Luh Gede, Sri Indrawati, A.A, Sukihana, Ida Ayu, 2019, “Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Mobil Di Kabupaten Badung Utara”, Jurnal Kertha Semaya, Vol. 7, No. 8, September 2019, Udayana, Denpasar.

Ngurah Bagus Danendra, Gusti, Sudantra, I Ketut, 2013, “Tanggung Jawab Penyewa dalam Perjanjian Sewa Menyewa Kendaraan Roda Empat Di Kota Gianyar”, Jurnal Kertha Semaya, Vol. 01, No.11, November 2013, Udayana, Denpasar.

Perdana, Afrilian, dan Dahlan, Mahfud, 2014, "Penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian jual beli melalui media elektronik." Jurnal Ilmu Hukum 2.1.

Pradnyaswari, A. A, 2013, "Upaya Hukum Penyelesaian Wanprestasi dalam Perjanjian Sewa Menyewa Kendaraan (Rent a Car)." Jurnal Advokasi 3.2.

Prayudi, Ferdian, and Lisye Fitria2015, "Analisis Kelayakan Usaha Penyewaan Sound System Di Kota Bandung." REKA INTEGRA 3.3.

Putu Andina Novianta, Dewa Ayu , Rudy, Dewa Gede, Sri Indrawati, A. A. , 2015, “Pelaksanaan Perjanjian Sewa Menyewa Kendaraan Roda Empat Dalam Hal Beralihnya Barang Objek Sewa Pada Cv. Indah Jaya Kuta Badung”, Jurnal Kertha Semaya, Vol. 03, No. 03, Mei 2015, Udayana, Denpasar.

Setiabudi, Vienna P, 2013, "Wanprestasi dalam Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor." Jurnal Hukum Unsrat 1.1.

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Diterjemahkan dari Burgelijk Wetboek Diterjemahkan oleh Subekti dan R. Tjitrosudibio, 1992, Pradnya Paramita, Jakarta.

Republik Indonesia, Undang-Undang No.30 tahun 1999 tentang Arbitase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Jurnal Kertha Negara Vol. 9 No. 8 Tahun 2021, hlm.623-633

633