PENGATURAN PEMEGANG HAK CIPTA TERHADAP KARYA SENI LUKIS DI UBUD YANG TIDAK DIKETAHUI PENCIPTANYA

I Putu Bawa Wicaksana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

Anak Agung Sri Indrawati, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

DOI : KW.2021.v10.i09.p06

ABSTRAK

Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan mengenai pemegang hak cipta pada karya seni lukis di Ubud yang penciptanya tidak diketahui, serta analisis terkait akibat hukum jika hak cipta sebuah karya seni lukis di Ubud yang tidak diketahui penciptanya dipegang oleh pemerintah kabupaten. Metode penelitian dan penulisan artikel ini menggunakan metode penelitian empiris dengan pendekatan socio-legal dengan melihat hukum melalui perbandingan antara aturan atau hukum yang ada dengan implementasinya di masyarakat sebagai kelompok sosial, penelitian empiris dilakukan dengan melakukan wawancara terhadap seniman di Ubud sebagai narasumber. Hasil studi menunjukkan bahwa melalui Pasal 39 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, negara memiliki kewenangan untuk memegang hak cipta atas ciptaan yang tidak diketahui penciptanya. Pada implementasinya, banyak terjadi perkara perebutan hak cipta pada karya seni lukis di Ubud yang tidak diketahui penciptanya oleh para pihak baik orang perorangan ataupun badan hukum, akibat hukum jika pemegang hak cipta atas karya seni lukis tersebut dipegang oleh pemerintah kabupaten, maka karya seni lukis tersebut akan menciptakan keberagaman dan ciri khas dari setiap kabupaten selain itu hal tersebut juga dapat berdampak secara langsung terhadap seniman-seniman yang ada di daerah kabupaten untuk merasakan hasil yang didapat dari karya seni lukis yang di temukan tanpa penciptanya tersebut.

Kata Kunci : Hak Cipta, Karya Seni Lukis, Pencipta, Ubud.

ABSTRACT

This paper is aimed at finding out about regulations on the exclusive copy right holder for any anonymous paintings in Ubud, and analyzing the law consequences if the copy right of any anonymous painting in Ubud is managed by the regency authority. The method used of this research is empirical research by using socio-legal approach to observe the law through a comparison between rules of law and the applications of law to the society as the social group, the empirical research obtained by doing interview to local artist in Ubud as the interviewees. The research shows that based on article 39 (section 1) Law No. 28 of 2014 regarding Copy Rights, the government has the rights to hold the copy rights for anonymous artwork pieces. As a matter of fact, there are many cases on copy rights claims on anonymous paintings in Ubud by many parties, whether person to person or institution to institution, legal consequences if the copyright holder for the painting is held by the regency authority, then the painting will create diversity and characteristics of each district besides that it can also have a direct impact on the artists in the district for better results obtained from paintings that were found as anonymous artwork pieces.

Keywords: Copy Rights, Paintings, Artists, Ubud.

  • 1.    Pendahuluan

    1.1.    Latar Belakang

Ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta) mengatur pada pokoknya bahwa ketentuan mengenai hak cipta menggunakan prinsip deklaratif yang dengan kata lain berarti suatu ciptaan setelah diwujudkan dan dipublikasikan dalam bentuk nyata oleh penciptanya, secara otomatis pencipta tersebut berhak atas hak eksklusif atas suatu hasil ciptaan karya seni tersebut. Seni lukis termasuk karya ciptaan yang dilindungi disebutkan pada Pasal 40 ayat (1) huruf f UU Hak Cipta. Pada banyak kasus di Bali secara umum, para seniman sangat sedikit yang menyadari akan pentingnya suatu hak cipta pada ciptaan karya seni lukis yang disebabkan oleh beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut. Sehingga menyebabkan banyak terdapat ciptaan berupa karya seni lukis yang tidak diketahui siapa penciptanya.

Ubud sebagai ikon pariwisata di Bali yang menonjolkan kesenian sebagai daya tarik utamanya, baik itu seni patung, seni tari, hingga seni lukis. Pada kisaran tahun 1980-an Ubud memiliki daya tarik yang sangat kuat terhadap turis-turis lokal hingga mancanegara yang datang ke Ubud untuk membeli karya lukisan dalam jumlah yang banyak. Sehingga hal ini membuat Ubud melahirkan banyak seniman-seniman yang menghasilkan ratusan karya seni lukis dimana beberapa dari karya seni lukis tersebut merupakan karya seni lukis yang mempunyai nilai jual tinggi dikarenakan tingkat kesulitan yang tinggi serta proses pembuatan dan juga kedalaman makna pada karya seni lukis tersebut. Pembuatan karya seni lukis termasuk dalam karya seni yang memiliki Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang dapat dimiliki oleh seorang pencipta karya seni untuk mendapatkan hak-hak yang sepatutnya didapatkan yang dijamin oleh undang-undang. Hak Kekayaan Intelektual atau Intellectual Property merupakan suatu hak atas kekayaan yang berasal dari daya pikir intelektual manusia tercipta dari proses kreativitas serta olah pikir manusia yang selanjutnya diwujudkan dalam bentuk karya ciptaan yang memiliki fungsi untuk menunjang kehidupan manusia dan memiliki nilai ekonomi di dalamnya.1

Berdasarkan keterangan dari I Made Nama yang merupakan salah satu pelukis di Ubud, pada masa dahulu bahkan hingga sekarang para seniman di Ubud dalam pembuatan karya seni lukis tidak menganggap bahwa hak eksklusif pada hak cipta adalah suatu hal yang penting, sebagian besar seniman di Ubud dalam membuat karya seni lukis hanya menyalurkan hobi dan bakatnya tanpa memikirkan mengenai hak ekonomi atas ciptaannya tersebut yang sesungguhnya bisa dimanfaatkan dan dijadikan sebagai sumber pemasukan komersial dengan pemanfaatan hak eksklusif yang bisa didapatkan atas karya ciptaan tersebut. Seniman di Ubud yang juga hidup sebagai masyarakat Bali yang kental dengan budaya atau sifat komunal cenderung menganggap segala sesuatu sebagai milik bersama bukan milik individu. Di dalam kehidupan masyarakat adat, tidak mengenal konsep individual tetapi lebih mengutamakan konsep kehidupan yang komunal.2 Kurangnya kesadaran hukum atas pentingnya hak cipta pada karya seni lukis berdampak pada perebutan dari pihak-pihak yang mengklaim baik itu pihak keluarga yang masih satu garis keturunan, pihak

swasta, maupun pihak masyarakat adat atas hak cipta dari karya seni yang tidak memiliki pemegang hak cipta atas karya seni lukis tersebut yang adapula telah dibuat bertahun-tahun yang lalu. Dilihat dari perspektif hukum, seorang yang sesungguhnya merupakan pencipta asli namun tidak melakukan pendaftaran terhadap hasil karya ciptaannya, dianggap sebagai seorang yang bukan pencipta sehingga dapat dituntut melalui jalur hukum apabila menggunakan karya ciptaan tersebut.3 Penggunaan hasil ciptaan berupa lukisan orang lain dengan tanpa adanya izin dari pemiliknya atau pembuatan karya menyerupai lukisan yang sama persis, hal tersebut adalah suatu pelanggaran hukum. Pada prinsipnya, sesungguhnya hak ekonomi dari kepemilikan hak cipta dapat beralih kepada pihak lain, namun hak moral yang melekat didalamnya tidak dapat dipisahkan dari diri pencipta. Maka perlindungan hukum bagi pencipta atas karya ciptaanya telah didapat sejak ciptaan tersebut telah berwujud nyata.

Penulisan ini menggunakan sandaran state of art berupa beberapa jurnal diantaranya yaitu jurnal yang ditulis oleh Pasek Satya Sanjiwani pada tahun 2019 yang menjelaskan mengenai perlindungan hukum atas karya seni ukir patung di Bali berdasarkan UU Hak Cipta, jurnal tersebut mengangkat isu mengenai pentingnya Hak Cipta untuk menjaga ekspresi budaya tradisional yaitu seni ukir patung dimana seni tersebut sering diklaim oleh Warga Negara Asing sehingga masyarakat Bali harus mulai memahami pentingnya melindungi dan menjaga Hak Cipta yang seharusnya menjadi hak dari seniman di Bali itu sendiri. Selain itu, ada pula jurnal yang ditulis oleh Ni Wayan Indrawati pada tahun 2015 menjelaskan mengenai perlindungan hak cipta atas patung Bali bagi masyarakat adat Bali, isu yang diangkat dalam jurnal ini adalah berkaitan pula dengan kurangnya kesadaran masyarakat adat Bali akan pentingnya Hak Cipta untuk menjaga karya tradisional agar hak tersebut tidak jatuh atau diakuisisi secara curang oleh pihak lain dan juga agar masyarakat adat Bali dapat menikmati hasil dari kepemilikan Hak Cipta tersebut secara langsung, selain itu jurnal ini juga mengangkat isu terkait dengan pelaksanaan UU Hak Cipta terhadap karya cipta patung bali sebagai karya tradisional yang dinilai masih kurang berhasil dalam merangkul kesadaran masyarakat akan pentingnya Hak Cipta tersebut.

Indonesia meratifikasi Agreement the Establishing World Trade Organization melalui pengesahan UU No. 7 Tahun 1994, Indonesia diwajibkan dan terikat untuk memberlakukan atau meresmikan hukum yang terkait dengan konvensi internasional ini di Indonesia. Hukum di Indonesia yang tercipta melalui akibat harmonisasi tersebut adalah hukum bidang Hak Kekayaan Intelektual.4 Hak cipta merupakan salah satu bagian dari HKI terkena imbas dari ratifikasi atas persetujuan lembaga WTO tersebut, sehingga hukum yang mengatur mengenai hak cipta di Indoneisa telah dilakukan berbagai perubahan hingga perubahan terakhir yakni UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Berangkat dari permasalahan diatas, penulis mengangkat sebuah judul Tulisan Ilmiah, yaitu “Pengaturan Hak Cipta Terhadap Karya Seni Lukis Di Ubud Yang Tidak Diketahui Penciptanya” dimana terdapat penjelasan mengenai bagaimana perspektif UU Hak Cipta melihat banyaknya fenomena pelukis-pelukis tidak memegang atau memiliki hak cipta atas ciptaannya sendiri.

  • 1.2.    Rumusan masalah :

  • 1.    Bagaimana pengaturan mengenai pemegang hak cipta pada karya seni lukis di Ubud yang tidak diketahui penciptanya?

  • 2.    Apa akibat hukum jika hak cipta sebuah karya seni lukis di Ubud dipegang oleh pemerintah kabupaten?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Penulisan artikel ini adalah bertujuan untuk mengetahui pengaturan mengenai pemegang hak cipta pada karya seni lukis di Ubud yang penciptanya tidak diketahui, serta analisis terkait akibat hukum jika hak cipta sebuah karya seni lukis di Ubud yang tidak diketahui penciptanya dipegang oleh pemerintah kabupaten.

  • 2.    Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan pada artikel ini yaitu metode penelitian empiris dengan pendekatan socio-legal, Travers dan Banakar menyebutkan pendekatan sosio-legal merupakan suatu pendekatan interdisipliner. Dengan melakukan penggabungan pada beberapa aspek perspektif ilmu, ilmu hukum, dan ilmu sosial, menjadi pendekatan tunggal.5 Penelitian menggunakan hukum empiris adalah metode hukum yang dikonsepsikan sebagai gejala empiris yang menggunakan perbandingan antara aturan atau hukum yang ada dengan implementasinya di masyarakat atau kenyataan dalam masyarakat yakni dasollen (law in books) dan dassein (law in actions)6,

dibangun dengan dasar peta konseptual rasional, interpretative, konsisten yang

terkandung di dalamnya unsur-unsur rasionalisme positivisme hukum, deduksi, analisa, a priori, koherensi, interpretatif, kepustakaan, kualititaif, dan juga data

sekunder.7 Penelitian dengan analisa  empiris dilakukan dengan  mengkaji

pengimplementasian aspek normatif pada masyarakat yang berkaitan dengan permasalahan.8 Dengan melakukan penelitian melalui pengamatan di masyarakat kemudian membandingan dengan konsep-konsep yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta sebagai acuan dasar hukum dan juga dengan melihat dari pustaka-pustaka berupa jurnal, buku, dan skripsi yang berkaitan dengan permasalahan terkait. Penelitian hukum empiris dilakukan dengan cara melalui wawancara terhadap salah satu seniman di Ubud bernama I Made Nama. Penelitian hukum empiris juga dilakukan dengan menganalisis data sekunder dengan analisis normatif dengan objek kajian

norma hukum terkait pengimplementasiannya serta pakem kritis dari keilmuan-keilmuan hukum sebagai ilmu yang sui generis.9

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1.    Pengaturan terkait Pemegang Hak Cipta pada Karya Seni Lukis di Ubud yang Tidak Diketahui Penciptanya

Secara otomatis suatu karya ciptaan mendapatkan perlindungan hukum seperti yang terdapat pada penjelasan ketentuan dalam UU Hak Cipta, pencipta suatu karya seni yang dalam hal ini seni lukis sesungguhnya juga dapat melakukan inventarisasi/pencatatan ciptaannya sehingga dapat lebih menjamin kepastian hukum melalui Direktorat Jenderal HKI. Pada prinsipnya, sesungguhnya suatu hak ekonomi atas hak cipta dapat beralih ke pihak lain, namun hak moral yang melekat di dalamnya tidak dapat terpisahkan dari diri si pencipta. Jadi, perlindungan hukum bagi pencipta atas karya ciptaanya telah didapat sejak ciptaan tersebut telah berwujud nyata.10 Pada banyak kasus di Ubud, para seniman sangat sedikit yang menyadari akan pentingnya suatu hak cipta atas ciptaan karya seni lukis tersebut yang disebabkan oleh beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut. Pertama, kurangnya kesadaran hukum yang didasari dengan ketidaktahuan mayoritas seniman di Ubud akan pentingnya dan keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh terkait hak cipta, kedua, ketaatan hukum dan budaya adat masyarakat di Ubud sebagai masyarakat Bali yang masih bersifat komunal. Bersifat komunal yang dimaksud pada artikel ini adalah karya-karya ciptaan yang dihasilkan dipahami sebagai milik bersama. Masyarakat Bali pada umumnya berbeda dengan masyarakat negara-negara barat yang cenderung bersifat kapitalis. Dengan melihat sifat masyakarat Bali yang masih kental bersifat komunal, hal ini melatarbelakangi banyaknya karya seni lukis yang secara sukarela diberikan oleh para seniman tanpa memandangan aspek komersial sebagai alasan utama, melainkan sifat saudara sesama warga Bali satu sama lain, sehingga hal tersebut mengakibatkan banyak karya seni lukisan yang terus berpindah tangan baik itu dari generasi ke generasi yang masih satu garis keturunan maupun dari pihak satu ke pihak lain di luar garis keturunan, sehingga sulit untuk mengetahui pencipta asli atas suatu karya seni lukis yang berpindah-pindah tangan tersebut. Hal ini juga menyebabkan banyak pihak yang dapat saling mengklaim kepemilikan atas ciptaan karya seni lukis yang tidak diketahui penciptanya, sehingga menyebabkan banyak permasalahan hukum yang timbul terkait hak cipta atas ciptaan berupa karya seni lukis tersebut. Timbulnya banyak sengketa dalam ranah hak cipta yang dalam hal ini terkait karya seni lukis menandakan bahwa konsep yang digunakan dalam perlindungan hak cipta masih belum dapat diimplementasikan dengan maksimal, atau bahkan peraturan yang ada cenderung masih kurang progresif untuk meningkatkan perlindungan hukum bagi para seniman di Ubud yang memiliki kesadaran hukum yang kurang.

Hak cipta termasuk dalam ruang lingkup Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Hak Kekayaan Intelektual merupakan istilah general (umum) dari hak eksklusif yang didapatkan oleh seseorang sebagai sesuatu yang didapatkan dari hasil olah kreatif, sebagai tanda yang dipergunakan dalam hal urusan bisnis dan dapat dikategorikan sebagai hak yang tidak berwujud yang memiliki nilai ekonomis.11 Nilai ekonomis dipandang sebagai nilai yang penting atas suatu ciptaan sehingga nilai ekonomis yang termasuk dalam hak ekslusif atas hak cipta ini akan diperebutkan oleh beberapa pihak yang saling mengklaim kepemilikan atas suatu karya seni lukis yang tidak diketahui secara pasti siapa penciptanya. Pada ketentuan Pasal 40 huruf f UU Hak Cipta, seni lukis dimasukan dalam kategori ciptaan yang dilindungi dalam UU Hak Cipta tersebut. Secara eksplisit ketentuan yang mengatur terkait karya ciptaan yang penciptanya tidak diketahui dijelaskan pada Pasal 39 ayat (1) UU Hak Cipta yang pada pokoknya menjelaskan karya ciptaan yang penciptanya tidak diketahui, hak cipta atas suatu karya ciptaan tersebut hak ciptanya dipegang oleh negara demi kepentingan pencipta. Negara bertindak sebagai pemegang hak ciptanya berperan yang dalam hal ini memberikan izin ketika orang yang bukan merupakan WNI akan mengumumkan atau memperbanyaknya.12

Ketentuan Pasal 39 ayat (1) tersebut tidak dapat diimplementasikan secara tepat dan maksimal atas ciptaan berupa karya seni lukis khususnya di Ubud, karena sudah sangat banyak pihak yang mengambil alih hak cipta atas ciptaan yang tidak diketahui penciptanya tersebut baik itu oleh keluarga yang masih satu garis keturunan dengan seniman yang diduga menciptakan ciptaan tersebut, ada juga pihak swasta diluar garis keturunan yang mengklaim ciptaan tersebut baik itu orang perseorangan atau badan hukum. Dalam hal seseorang menemukan suatu karya seni namun tidak mengetahui siapa pencipta atas karya seni tersebut, orang yang menemukan karya seni tersebut berhak untuk melakukan pengumuman, hal ini sesungguhnya bukan bentuk pelanggaran hukum dengan melihat bunyi ketentuan Pasal 39 ayat (2) UU Hak cipta yang pada pokoknya menjelaskan ciptaan yang telah dilakukan pengumuman tanpa diketahui pencipta asli sebelumnya hak cipta atas karya ciptaan tersebut dipegang oleh pihak yang melakukan pengumuman. Maka dengan kata lain, jika suatu pihak yang masih memiliki hubungan keluarga maupun pihak swasta diluar hubungan keluarga menemukan dan melakukan pengumuman ciptaan berupa karya seni lukis di suatu tempat yang tidak diketahui secara lengkap siapa penciptanya, sesuai dengan unsur-unsur yang terdapat pada bunyi Pasal 39 ayat (2) UU Hak Cipta tersebut maka hak cipta pada karya ciptaan tersebut dapat dipegang pihak yang melakukan pengumuman.

Ketentuan Pasal 39 ayat (2) UU Hak Cipta tersebut dapat dicabut apabila setelah dilakukan pengumuman ditemukannya suatu karya seni oleh orang yang melakukan pengumuman, ternyata ada pihak yang dapat melakukan pembuktian kepemilikan atas hak cipta pada ciptaan berupa karya seni tersebut dengan melihat pada ketentuan Pasal 39 ayat (3) UU Hak Cipta, pada pokoknya menjelaskan jika

ternyata setelahnya dilakukan pengumuman oleh pihak yang dapat melakukan pembuktian kepemilikan atas ciptaan tersebut, ketentuan pada Pasal 39 ayat (2) tersebut dianggap tidak berlaku. Hal ini memiliki resiko yang dapat timbul dimana terjadi permasalahan hukum terkait perebutan atas hak cipta yang dilakukan beberapa pihak yang saling membuktikan kepemilikannya atas sebuah ciptaan karya seni lukis yang tidak diketahui secara lengkap siapa penciptanya. Selain itu, ada juga pihak masyarakat adat yang mengklaim atas ciptaan tersebut sehingga hak atas ciptaan tersebut menjadi hak komunal yang dimiliki bersama oleh masyarakat adat sebagai local genius. Masyarakat adat (local community) dapat menganggap suatu karya seni lukisan sebagai milik bersama (local genius) atau milik dari lingkungan masyarakat adat itu sendiri, misalnya lukisan yang terdapat di pura yang diberikan oleh seorang seniman dengan menghaturkan punia dalam bentuk karya seni lukis bertujuan untuk menambah hiasan di pura agar pura terlihat lebih indah dan nyaman untuk dijadikan tempat bersembahyang, contoh tersebut merupakah contoh dimana suatu lukisan dapat dinggap sebagai milik dari suatu kelompok masyarakat adat yang dipahami sebagai milik bersama (local genius).

  • 3.2.    Akibat Hukum Hak Cipta atas Suatu Karya Seni Lukis di Ubud dipegang oleh Pemerintah Kabupaten

Bersandar pada Pasal 39 ayat (1) UU Hak Cipta, suatu karya seni lukis di Ubud yang tidak diketahui penciptanya, negara memiliki kewenangan untuk mengambil hak cipta tersebut demi kepentingan pencipta. Lalu dengan demikian, secara otomatis karya seni tersebut menjadi karya seni nasional yang dapat digunakan oleh semua daerah di Indonesia. Menurut Ida Bagus Sutama, S. H., M. Si. yang merupakan dosen aktif Fakultas Hukum Universitas Udayana, akan sangat lebih bagus jika pemegang hak cipta atas suatu karya seni dimiliki oleh masing-masing kabupaten, karena hal tersebut akan menjadi ciri khas dari setiap kabupaten. Sehingga jika nantinya suatu karya seni lukis tersebut ingin dijadikan tujuan komersial, maka royalti atas karya seni lukis tersebut akan dibayar kepada pemerintah kabupaten. Kreasi yang merupakan perwujudan atas hasil dari daya pikir intelektual manusia baik itu dalam bidang kesenian dan kebudayaan memiliki potensi untuk mendapatkan hak cipta jika persyaratan terkait perlindungan yang diatur pada ketentuan undang-undang dapat dipenuhi, maka pemegang hak cipta atau pencipta dapat memperoleh manfaat secara dari segi ekonomis.13

Ciptaan berupa karya seni lukis yang hak ciptanya dipegang oleh pemerintah pusat, setiap daerah di Indonesia bebas untuk menirunya karena dianggap sebagai kebudayaan nasional. Jadi, dengan demikian jika suatu karya seni lukis hak ciptanya dipegang oleh pemerintah pusat maka ciptaan karya seni lukis tersebut menjadi kebudayaan nasional milik negara Republik Indonesia. Namun, jika suatu karya seni kepemilikan atas hak cipta dipegang oleh pemerintah kabupaten, maka kabupaten atau daerah lain jika ingin menggunakan karya seni tersebut harus membayar royalti kepada kabupaten yang berkedudukan sebagai pemegang hak cipta tersebut, karena hak cipta atas suatu karya seni lukis yang dipegang oleh suatu kabupaten maka karya seni lukis tersebut baik itu tentang cara pembuatannya, motif, tema, dan hal-hal lain yang membentuk ciri khas karya seni tersebut menjadi karya seni khas suatu

kabupaten. Misalnya dalam hal ini hak cipta atas suatu karya seni lukis di Ubud yang tidak diketahui secara pasti siapa penciptanya, hak cipta atas karya seni lukis tersebut dipegang oleh Kabupaten Gianyar maka Kabupaten Gianyar berhak memiliki hak eksklusif atas karya seni lukis tersebut, sehingga jika nantinya kabupaten Gianyar mendapatkan hak-hak ekonomi atas karya seni lukis tersebut, hasil dari hak-hak ekonomi itu dapat digunakan untuk mengembangkan potensi kesenian Kabupaten Gianyar dan juga membantu untuk peningkatan kesejahteraan para seniman di Kabupaten Gianyar. Sehingga jika setiap kabupaten di Bali memegang ciri khas masing-masing dalam bidang kesenian, hal ini akan menciptakan terciptanya keberagaman kesenian di Bali dengan ciri khas setiap daerahnya masing-masing sehingga dapat meningkatkan kemajuan pariwisata di Bali.

Menurut Brian A. Prastyo dalam ranah hukum hak cipta, di luar keterkaitan dengan permasalahan komersial yang menjadi persoalan bukan hanya persoalan mengenai apakah tujuannya adalah untuk komersialisasi atau tidak, tetapi apakah permasalahan tersebut dapat berpotensi menimbulkan kepentingan yang wajar dari pemegang hak cipta atau tidak.14 Selain hak ekonomi dengan melihat sisi komersial, hak moral juga berlaku penting dalam hak cipta atas karya seni lukis, hak moral terdiri dari hak pengakuan sebagai pencipta, hak keutuhan karya, dan hak pencipta untuk menggandakan ataupun melakukan suatu perubahan dalam karya ciptaan dengan menyesuaikan perubahan dan perkembangan zaman serta kepatutan di dalam masyarakat.15 Perlindungan pada hak moral dilakukan dengan pencantuman nama pencipta pada suatu karya ciptaan dengan tanpa melakukan perubahan pada hasil ciptaan yang bertendensi merugikan pencipta.16

Perlu untuk diperhatikan bahwa memang pada dasarnya sejak masa dahulu setiap daerah di Bali sudah memiliki ciri khasnya masing-masing, misalnya di Desa Celuk terkenal dengan kerajinan kesenian peraknya yang telah dikenal sampai ke manca negara sehingga dapat dijadikan sumber pemasukan ekonomi masyarakat di Desa Celuk. Namun, masyarakat Desa Celuk tetaplah bagian dari masyarakat Bali yang kental dengan sifat komunalnya, bagi masyarakat adat Bali, jika ada yang meniru hasil karyanya baik di bidang seni maupun bidang yang lain, mengapa harus melarangnya.17 Sehingga dengan demikian ciri khas kerajinan perak dari Desa Celuk tersebut tidak memiliki legitimasi hukum terkait hak cipta yang kuat atas karya seni yang diciptakannya sehingga sangat rawan untuk ditiru oleh pihak luar. Di Ubud sendiri terkenal dengan seni lukisan dan seni patungnya yang telah memajukan keadaan ekonomi masyarakat di Ubud pada kisaran tahun 1980an, sehingga banyak masyarakat di Ubud yang mendirikan “art shop” yang bertebaran di sepanjang jalan di

Ubud. Namun, keberadaan “art shop” di Ubud sudah sangat banyak yang gulung tikar karena situasi pariwisata di Ubud yang tidak seperti dulu lagi.

Dampak dari banyaknya “art shop” yang gulung tikar di Ubud ini mengakibatkan banyaknya karya seni lukisan yang tidak dipergunakan lagi bahkan ada yang dibuang begitu saja atau diberikan kepada orang lain secara suka rela. Jika nantinya karya seni lukisan yang tidak dipergunakan lagi tersebut hak cipta atas karya ciptaannya dipegang oleh negara, maka hal ini dapat merugikan daerah dan seniman-seniman di Ubud baik itu dari segi moral dan segi ekonomis karena karya seni tersebut otomatis menjadi karya seni milik negara yang dimiliki oleh seluruh daerah di Indonesia secara bersama-sama, namun jika pemegang hak cipta tersebut dipegang oleh pemerintah Kabupaten Gianyar maka seniman di Ubud dapat merasakan secara langsung keuntungan-keuntungan dari hak eksklusif atas ciptaan karya seni lukis tersebut, seperti misalnya uang hasil royalti yang didapatkan oleh pemerintah Kabupaten Gianyar setengah dari pendapatan tersebut dapat digunakan untuk mensejahterakan para seniman di Gianyar khususnya di Ubud, dan setengahnya lagi dapat digunakan untuk pembangunan kemajuan Kabupaten Gianyar.

  • 4.    Kesimpulan

Pengaturan pemegang hak cipta atas karya seni lukis di Ubud yang tidak diketahui penciptanya, diatur melalui Pasal 39 ayat (1) UU Hak Cipta pada pokoknya mengatakan bahwa karya ciptaan yang tidak diketahui penciptanya, hak cipta atas ciptaan tersebut dipegang oleh negara untuk kepentingan pencipta. Ketentuan Pasal 39 ayat (1) tersebut sah-sah saja untuk diimplementasikan sepanjang memang terbukti dapat melindungi kepentingan si pencipta sebenarnya. Jika negara berkedudukan sebagai pemegang hak cipta atas sebuah karya seni lukis di Ubud yang tidak diketahui siapa penciptanya, maka setiap daerah di Indonesia bebas untuk menirunya karena dianggap sebagai karya seni nasional. Akibat hukum jika pemegang hak cipta atas karya seni lukis dipegang oleh pemerintah kabupaten, maka suatu karya seni lukis jika ingin dijadikan tujuan komersial, maka royalti atas karya seni lukis tersebut akan dibayar secara langsung kepada pemerintah kabupaten. Sehingga para seniman di Ubud akan dapat secara langsung merasakan keuntungan-keuntungan yang ditimbulkan dari hak cipta yang dipegang oleh pemerintah kabupaten tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Djumhana, Muhammad and Djubaedillah. Hak Milik Intelektual (Sejarah Teori dan Prakteknya di Indonesia). (Bandung, PT. Citrya Aditya Bakti, 1997), 16.

Efendi, Jonaedi and Ibrahim, Johny. Metode Penelitian Hukum: Normatif dan Empiris. (Jakarta, Pernada Media, 2018), 149.

Nasution, Bahder Johan. Metode Penelitian Ilmu Hukum (Bandung: Mandar Maju, 2008), 36-37.

Riswandi, Budi Agus. Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum. (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2014), 1.

Jurnal:

Ambarawati, Putu Eka Yulia and I Wayan Novy Purwanto. “Pengaturan Pengambilan Tulisan Pada Karya Tulis Skripsi Dalam Menghindari Plagiarisme.” Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 8, no. 1 (2019): 1-12, h. 6.

Barus, Zulfadli. “Analisis Filosofis Tentang Peta Konseptual Penelitian Hukum Normatif Dan Penelitian Hukum Sosiologis.” Jurnal Dinamika Hukum 13, no. 2 (2013): 307-318, h. 310.

Bustani, Simona. "Perlindungan Hukum Terhadap Traditional Knowledge di Indonesia." Jurnal Hukum PRIORIS 1, no. 2 (2016): 105-116. h. 110

Indrawati, Ni Wayan. “Perlindungan Hak Cipta Terhadap Patung Bali Sebagai Karya Tradisional Masyarakat Adat Bali.” Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion 3, no. 3 (2015): 1-9, h. 3.

Irianti, Yuliana Diah Warsiki Susi. “Perlindungan Hak Moral Dalam Hukum Hak Cipta.” Jurnal Hukum dan Masyarakat XIII, no. 3 (2014): 26-37, h. 26.

Mahadewi, Kadek Julia. “Budaya Hukum Dalam Keberlakuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta Pada Pengrajin Perak Di Bali.” Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) 4, no. 2 (2015): 205-218, h. 207.

Mastur. “Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Di Bidang Paten.” Jurnal Ilmiah Hukum QISTI 6, no. 1 (2012): 65-81, h. 73.

Pandey, Eunike Syalon E. “Kajian Yuridis Hak-Hak Atas Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.” Lex Et Societas 7, no. 10 (2019): 1-20, h. 15.

Putri, Ni Made Dwi Marini. “Perlindungan Karya Cipta Foto Citizen Journalist Yang Dipublikasikan Di Instagram.” Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) 6, no. 2 (2017): 224-236, h. 231.

Sanjiwani, Ni Nyoman Ayu Pasek Satya, and Suatra Putrawan. “Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Hasil Karya Cipta Seni Ukir Patung Kayu Sebagai Ekspresi Budaya Tradisional Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.” Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 7, no. 10 (2019): 1-14, h. 11.

Sudjana. “Pembatasan Perlindungan Kekayaan Intelektual (Hak Cipta) dalam Perspektif Hak Asasi Manusia.” Jurnal HAM 10, no. 1 (2019): 69-83, h. 73.

Swari, P. Dina Amanda, and I Made Subawa. “Perlindungan Hukum Lagu Yang Diunggah Tanpa Izin Pencipta Di Situs Youtube.” Jurnal Program Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana 6, no. 10 (2018): 1-15, h. 7.

Wiratraman,   Herlambang   P. “Penelitian Sosio-Legal dan Konsekuensi

Metodologisnya.” Surabaya: Center of Human Rights Law Studies (HRLS), Fakultas Hukum Universitas Airlangga 4, no. 2 (2008): 1-25, h. 10.

Peraturan Perundang-Undangan:

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Jurnal Kertha Wicara Vol. 10. No. 9 Tahun 2021 hlm. 726-735