Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Yang Menderita Kerugian Akibat Salah Diagnosis Dalam Platform Layanan Kesehatan Online
on
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN
YANG MENDERITA KERUGIAN AKIBAT SALAH DIAGNOSIS DALAM PLATFORM LAYANAN KESEHATAN ONLINE
Ni Luh Dina Yuliana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
I Nyoman Bagiastra, Fakultas Hukum Universitas Udayana
e-mail: [email protected]
DOI : KW.2021.v10.i08.p07
ABSTRAK
Tujuan studi ini adalah untuk menambah pengetahuan hukum masyarakat mengenai pengaturan hukum dari penyelenggaraan platform layanan kesehatan online di Indonesia dan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat khususnya pengguna jasa platform layanan kesehatan online terkait perlindungan hukum yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Penelitian hukum normatif ini mengkaji problema norma yakni kekaburan norma yang terjadi dengan berdasar pada pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil studi menunjukan bahwa pengaturan hukum dari penyelenggaraan platform layanan kesehatan online diatur melalui UU Kesehatan sebagai bagian dari pemberian pelayanan kesehatan dan Permenkes No. 20 Tahun 2019 yang mengatur lebih lanjut terkait penyelenggaraan telemedicine. Selanjutnya berkaitan dengan perlindungan hukum yang diberikan pada pasien platform layanan kesehatan online sebagai konsumen pengguna jasa pelayanan kesehatan ialah dapat menuntut ganti kerugian terhadap penyedia platform sesuai ketentuan UU Perlindungan Konsumen. Pengguna jasa platform kesehatan secara online dapat memilih mekanisme penyelesaian yang dikehendaki baik secara litigasi sesuai Pasal 47 UU Perlindungan Konsumen ataupun secara non litigasi sebagaimana yang ditentukan Pasal 48 UU Perlindungan Konsumen. Kemudian berkaitan dengan kesalahan diagnosis yang dilakukan oleh dokter pada platform layanan kesehatan online juga dapat dimintakan pertanggungjawaban dengan menyampaikan pengaduan kepada Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia sesuai dengan yang telah ditegaskan melalui Pasal 66 UU Praktik Kedokteran.
Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Pasien, Platfom Kesehatan Online
ABSTRACT
The purpose of this study is to increase public knowledge about the legal regulation of the implementation of online health platforms in Indonesia and to provide understanding to the public, especially users of online health platform services, regarding legal protection specified in-laws and regulations. This normative legal research examines the problem of norms, namely norm obscurity that occurs based on statutory control and a conceptual approach. The results of the study show that the legal arrangements for implementing online health platforms are based on the Health Law as part of the provision of health services and Permenkes No. 20 of 2019 which further regulates telecommunications operations. Furthermore, concerning the legal protection provided on online health patient platforms as consumers of health service users, they can sue for harm to the platform following the provisions of the Consumer Protection Law. Users of online platform health services can choose the desired solution either by litigation under Article 47 of the Consumer Protection Law or non-litigation stipulated in Article 48 of the Consumer Protection Law. Then following to misdiagnosis made by doctors on the online platform,
they can also be held accountable by submitting complaints to the Honorary Council of Indonesian Medical Discipline by what has been confirmed in Article 66 of the Medical Practice Law.
Keywords: Legal Protection, Patients, Online Health Platform
Teknologi yang setiap harinya kian mengalami kemutakhiran memungkinkan dilakukannya berbagai hal melalui perangkat internet. Berbagai kemudahan yang muncul dari adanya penciptaan baru atau inovasi atas pemanfaatan teknologi membuat banyak perubahan dalam tatanan masyarakat modern dewasa ini. Dalam arus perkembangan teknologi yang begitu deras membuat seakan tidak ada batasan lagi antara satu orang dengan orang lainnya untuk berkomunikasi atau menyebarkan informasi melalui jejaring sosial internet. Kemunculan berbagai media sosial menjadi fenomena tersendiri yang semakin mendapatkan tempat di tengah masyarakat seperti whatsapp, line, facebook dan twitter. Dalam perspektif lainnya keberadaan berbagai platform online yang bergerak untuk memperoleh keuntungan dari perdagangan atas jasa merupakan bentuk lain dari komersialisasi digital. 1 Pada bidang transportasi contohnya terdapat platform Go-jek dan Grab yang mendominasi sebagai platform online yang menyediakan layanan jasa pada bidang transportasi. Pada realitasnya bidang kesehatan sendiri tidak dapat melepaskan diri dari derasnya kemajuan teknologi yang membuat adanya kebutuhan akan kemudahan untuk memperoleh akses terhadap layanan kesehatan yang dapat dilakukan setiap waktu saat dan dimanapun tanpa harus berangkat ke Rumah Sakit. Kebutuhan akan layanan inilah yang kemudian mendorong munculnya berbagai platform kesehatan online yang menyediakan jasa di bidang kesehatan.
Secara sederhana platform kesehatan online merupakan penyelenggaraan layanan kesehatan yang dilakukan secara online dengan sarana internet sebagai penunjangnya.2 Adapun secara umum pelayanan kesehatan secara online ini lazim disebut telemedicine. Beberapa platform kesehatan online yang sering digunakan oleh masyarakat Indonesia adalah Alodokter, HaloDoc, KlikDokter.com, Practo, dan HiDok. Berkaitan dengan penggunaan platform kesehatan online ini dilakukan dengan mengunduh aplikasi layanan kesehatan terlebih dahulu pada komputer ataupun telepon genggam dengan spesifikasi tertentu. Secara aktual dalam keadaan merebaknya wabah Covid-19 yang terjadi, membuat semakin gencarnya pemerintah untuk mengeluarkan berbagai kebijakan untuk membatasi aktivitas masyarakat, salah satunya melalui slogan “stay at home” dan beberapa kebijakan Pemerintah Daerah yang membatasi aktivitas masyarakat dengan harapan dapat menanggulangi penyebaran Covid-19. Ketakutan masyarakat akan penularan Covid-19 membuat masyarakat enggan pergi ke Rumah Sakit untuk memeriksakan keadaan kesehatannya.3 Hal inilah yang kemudian semakin mendorong digandrunginya pelayanan kesehatan secara online melalui platform kesehatan. Persoalan yang kemudian muncul ialah berkaitan dengan proses pemberian pelayanan kesehatan yang dilakukan secara online membuat tidak dimungkinkannya pemeriksaan keadaan pasien secara langsung oleh dokter pada platform kesehatan online tersebut sehingga kemungkinan akan terjadinya kekeliruan dalam pendiagnosaan penyakit pasien dapat saja terjadi. Terjadinya peristiwa kesalahan dalam mendiagnosis pasien tentu akan menimbulkan kerugian pada pasien sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan telemedicine tersebut. Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang mempunyai tema permsalahan sejenis yakni M. Nurdin dengan
judul “Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Atas Korban Malpraktek”4, yang membahas tentang metode penyelesaian yang dapat ditempuh oleh pasien yang mengalami kerugian akibat terjadinya peristiwa malpraktek dalam proses pengobatan. Selanjutnya Arman Anwar dengan judul “Aspek Hukum Penggunaan Telemedicine”5, membedah persoalan terkait prinsip-prinsip yang mesti dipenuhi dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan konsep telemedicine di Indonesia.
Berdasarkan beberapa hal-hal yang diuraikan sebelumnya, maka dapat dipahami bahwa objek pengkajian dalam penelitian ini memiliki kebaharuan yang secara khusus mengkaji terkait pengaturan hukum penyelenggaraan platform kesehatan online di Indonesia dan bentuk perlindungan hukum yang diberikan bilamana terjadi kerugian akibat penggunaan jasa pelayanan kesehatan telemedicine pada platform layanan kesehatan online, sehingga penelitian ini memiliki urgensitas untuk dilangsungkan. Kemudian penulis mengangkat permasalahan hukum ini dengan judul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN YANG MENDERITA KERUGIAN AKIBAT SALAH DIAGNOSIS DALAM PLATFORM LAYANAN KESEHATAN ONLINE”
berdasarkan hukum positif indonesia?
akibat salah diagnosis dalam platform layanan kesehatan online ?
Tujuan penelitian ini ialah untuk menambah pengetahuan masyarakat tentang pengaturan hukum dari penyelenggaraan platform kesehatatan online di Indonesia dan membuat masyarakat khususnya pengguna jasa platform layanan kesehatan online memahami terkait bentuk perlindungan hukum yang dijamin dalam peraturan perundang-undangan bilamana terjadi kerugian yang muncul dari penggunaan jasa platform layanan kesehatan online.
Penelitian hukum normatif ini mengkaji problema norma yang terjadi yaitu yakni kekaburan norma atau vague of norms dari pengaturan perlindungan hukum terhadap pasien pengguna jasa platform kesehatan online di Indonesia.6 Adapun dalam penelitian memuat dua sumber hukum yakni bahan hukum primer dan sekunder. Kemudian pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah pendekatan konseptual yang membedah konsep dari pelayanan kesehatan telemedicine sedangkan pendekatan peraturan perundang-undangan digunakan untuk mengkaji permasalahan hukum yang diangkat dengan didasarkan pada perspektif hukum positif Indonesia .7 Teknik studi dokumen adalah teknik pengumpulan bahan hukum dalam penlitian ini. Berkaitan dengan proses analisis pembahasan masalah dilakukan secara deduktif.
-
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Pengaturan Hukum Dari Platform Kesehatan Online Berdasarkan Hukum
Positif Indonesia
Keberadaan platform kesehatan online tentu tidak dapat dilepaskan dari adanya suatu usaha pemberian pelayanan kesehatan untuk masyarakat. Secara teoritis menurut Levey pelayanan kesehatan merupakan upaya untuk memelihara kesehatan, menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat dalam arti luas dimana dalam penyelenggaraannya dapat dilakukan sendirian atau bersama-sama melalui suatu organisasi.8 Hendrojono juga memberikan pemahaman atas pelayanan kesehatan yaitu sebagai suatu usaha dengan didasarkan oleh niatan yang baik untuk memelihara, meningkatkan, mengobati dan mencegah penyakit pada masyarakat.9 Menelaah hukum positif Indonesia pelayanan kesehatan ditentukan dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) yang diatur dalam Pasal 1. Ketentuan pelayanan kesehatan dalam perspektif UU Kesehatan terdiri dari pelayanan kesehatan promotif, Pelayanan kesehatan preventif, Pelayanan kesehatan kuratif, Pelayanan kesehatan rehabilitatif, dan Pelayanan kesehatan tradisional. Merujuk dalam Pasal 1 angka 12 ditentukan pengertian dari pelayanan kesehatan promotif yakni “ suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan.” Lebih lanjut pelayanan kesehatan preventif sesuai Pasal 1 angka 13 ialah “suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan/penyakit.” Pelayanan kesehatan kuratif dalam Pasal 1 angka 14 yakni “suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin.”Selanjutnya yang dimaksud pelayanan kesehatan rehabilitative pada Pasal 1 angka 15 adalah “kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan untuk mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya.” Terkait pelayanan kesehatan tradisional secara eksplisit ditentukan melalui Pasal 1 angka 16 sebagai “suatu pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.”Adapun asas-asas dalam penyelenggaraan suatu pelayanan kesehatan ialah asas legalitas, asas keseimbangan, asas keterbukaan dan asas keadilan.10 Asas legalitas menitikberatkan bahwa pelayanan kesehatan yang diberikan mesti dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia dengan memiliki izin praktek kesehatan.
Selanjutnya asas keseimbangan menekankan pelayanan kesehatan yang bisa membangun kesehatan masyarakat dengan seimbang antara fisik dan mental. Asas keterbukaan dalam pelayanan kesehatan dimaksudkan bahwa adanya informasi yang harus secara jelas diberikan dalam pemberian kesehatan sehingga menimbulkan hubungan kepercayaan antara pasien
dengan dokter.11 Kemudian asas keadilan menitikberatkan pada pelayanan kesehatan yang diberikan secara adil kepada seluruh lapisan masyarakat dengan biaya yang dapat dijangkau. Berkaitan dengan pengertian platform kesehatan online secara sederhana dapat dipahami sebagai suatu penyelenggaraan layanan kesehatan yang dilakukan secara online dengan sarana internet sebagai penunjang dasarnya. Konsep pelayanan kesehatan secara online ini umumnya disebut sebagai telemedicine. Telemedicine adalah pemanfaatan atas teknologi dan komunikasi yang berpadu dalam kepakaran ilmu medis sehingga dapat melahirkan sebuah layanan kesehatan secara online yang terdiri dari berbagai fitur seperti konsultasi, diagnosa dan tindakan medis. Menurut Soegijoko telemedicine adalah pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi mencakup juga elektronika untuk mengirmkan atau menerima informasi kedokteran untuk memberikan pelayanan klinis berupa diagnose dan terapi.12 Dalam kerangka teoritiknya telemedicine berasal dari bahasa Yunani yakni “tele” yang berarti jauh atau suatu jarak sehingga dapat dipahami bahwa telemedicine adalah pelayanan kesehatan jarak jauh. Berdasarkan pendekatan konseptual telemedicine dapat dikotomikan kedalam dua konsep yakni asynchronorous dan synchronorous. Konsep asynchronorous merupakan konsep telemedicine yang melakukan pengumpulan dan pengiriman data medis ke seorang dokter spesialis untuk dilakukannya evaluasi secara offline. Dokter spesialis yang kerap menggunakan konsep telemedicine ini adalah radiolog, patolog dan dermatolog sedangkan synchronorous merupakan konsep telemedicine yang diselenggarakan dengan telepon atau dengan cara yang lebih kompleks.13 Menelaah pengaturan hukum terkait platform kesehatan online ialah diselenggarakan dengan didasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 20 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine Antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Permenkes No. 20 Tahun 2019). Merujuk kedalam Pasal 1 angka 1 Permenkes No. 20 Tahun 2019 ditentukan bahwa yang dimaksud dengan telemedicine ialah “pemberian pelayanan kesehatan jarak jauh oleh profesional kesehatan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, meliputi pertukaran informasi diagnosis, pengobatan, pencegahan penyakit dan cedera, penelitian dan evaluasi, dan pendidikan berkelanjutan penyedia layanan kesehatan untuk kepentingan peningkatan kesehatan individu dan masyarakat.” Berkaitan dengan pelayanan telemedicine sesuai Pasal 2 Permenkes No. 20 Tahun 2019 ialah “dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang memiliki surat izin praktik di Fasyankes penyelenggara.”
Adapun menurut Pasal 3 ayat (1) terdapat beberapa jenis pelayanan telemedicine mencakup “teleradiologi, telelektrokardiografi, teleultrasonografi, telekonsultasi klinis, dan pelayanan konsultasi telemedicine lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.” Dalam produk hukum ini juga dijelaskan bahwasannya prasarana dalam telemedicine adalah listrik dan jaringan internet yang memadai sesuai Pasal 11 ayat (2). Platform layanan kesehatan online sebagai telemedicine diselenggarakan dengan sebuah aplikasi yang dapat diunduh melalui komputer ataupun telepon genggam, terlepas dari berbagai aplikasi telemedicine yang menjadi platform kesehatan online¸ hal yang penting untuk diindahkan ialah terkait dengan ketentuan harus terdapatnya sistem keamanan dan keselamatan data yang memadai dalam aplikasi tersebut sesuai yang diamanatkan Pasal 12 ayat (1) Permenkes No. 20 Tahun 2019. Merujuk pada Pasal 12 ayat (2) dan (3) Permenkes No. 20 Tahun 2019 ditentukan bahwa aplikasi telemedicine disediakan oleh Kementerian Kesehatan dapat menjadi penyedia telemedicine, akan tetapi diberikan ruang pula untuk diselenggarakannya telemedicine secara mandiri sepanjang telah diregistrasikan pada Kementrian Kesehatan. Dalam penyelenggaraan telemedicine sesuai ketentuan Pasal 20 ayat (1) Permenkes No.20 Tahun 2019 “pengawasan dan pembinaan
dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, dinas kesehatan daerah provinsi, dan dinas kesehatan daerah kabupaten/kota.”
-
3.2 Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Yang Menderita Kerugian Akibat Salah
Diagnosis Dalam Platform Kesehatan Online
Perlindungan hukum dalam kerangka teoritiknya menurut Muchsin ialah upaya untuk memberikan perlindungan terhadap individu dengan menyeimbangkan antara keselurhan kaidah dengan hubungan nilai-nilai yang dijelmakan pada tindakan dan sikap untuk mewujudkan ketertiban dalam kehidupan masyarakat.14 Menelaah persoalan perlindungan hukum terhadap pasien dalam pemberian pelayanan kesehatan dalam platform kesehatan secara online tentu perlu terlebih dahulu memahami hak dan kewajiban yang melekat pada pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Secara eskplisit Pasal 18 ayat (1) Permenkes No. 20 Tahun 2020 menentukan beberapa hak peminta konsultasi yaitu “a. memperoleh jawaban konsultasi dan/atau menerima Expertise sesuai standar; dan b. menerima informasi yang benar, jelas, dapat dipertanggungjawabkan, dan jujur mengenai hasil konsultasi dan/atau Expertise”, sedangkan terkait kewajiban pemberi pelayanan konsultasi telemedicine mencakup “a. mengirim informasi medis berupa gambar, pencitraan, teks, biosinyal, video dan/atau suara dengan menggunakan transmisi elektronik sesuai standar mutu untuk meminta jawaban konsultasi dan/atau memperoleh Expertise; b. menjaga kerahasiaan data pasien; dan c. memberikan informasi yang benar, jelas, dapat dipertanggungjawabkan, dan jujur mengenai hasil konsultasi dan/atau Expertise kepada pasien. “
Berdasarkan pendekatan peraturan perundang-undangan secara aktual ditengah masa COVID-19 telah ditetapkan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia No. 74 Tahun 2020 tentang Kewenangan Klinis dan Praktik Kedokteran Melalui Telemedicine Pada Masa Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Indonesia yang menentukan melalui Pasal 9 bahwa terdapat beberapa larangan yang mesti ditaati dokter dan dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran dengan konsep telemedicine yakni “a. telekonsultasi antara tenaga medis dengan pasien secara langsung tanpa melalui Fasyankes; b. memberikan penjelasan yang tidak jujur, tidak etis, dan tidak memadai (inadequate information) kepada pasien atau keluarganya; c. melakukan diagnosis dan tatalaksana di luar kompetensinya; d. meminta pemeriksaan penunjang yang tidak relevan; e. melakukan tindakan tercela, tindakan intimidasi atau tindakan kekerasan terhadap pasien dalam penyelenggaraan praktik kedokteran; f. melakukan tindakan invasif melalui telekonsultasi; g. menarik biaya diluar tarif yang sudah ditetapkan oleh Fasyankes; dan/atau h. memberikan surat keterangan sehat.”
Dalam persoalan terjadinya kekliruan dalam memberikan diagnosis penyakit oleh dokter sehingga menimbulkan suatu kerugian yang diderita pengguna jasa platform selaku pasien, maka dapat dilakukannya upaya berupa pengaduan yang disampaikan kepada Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI). Hal tersebut telah secara eksplisit diatur dalam Pasal 66 UU No. 29 Tahun 2014 tentang Praktik Kedokteran (UU Praktik Kedokteran) yang berbunyi bahwa “Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.” Pengaduan ini didasarkan untuk meminta pertanggungjawaban dokter. Secara teoritis tanggung jawab menurut hukum ialah suatu akibat terhadap konsekuensi kebebasan hukum seseorang dikarenakan perbuatannya yang terkait dengan etika, moral dan hukum.15
Lebih lanjut tanggung jawab hukum juga diartikan sebagai kewajiban untuk menderita suatu akibat berdasarkan ketentuan hukum dari kesadaran manusia akan perbuatannya yang
disengaja maupun yang tidak disengaja.16 Disamping pengaduan yang dilakukan atas dokter yang salah memberikan diagnosis kepada MKDKI, dokter tersebut juga dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum atas dasar perbuatan melawan hukum melalui gugatan ke Pengadilan bilamana dalam proses penyelenggaraan telemedicine tersebut dokter memberikan layanan konsultasi yang tidak sesuai dengan kompetisinya sebagaimana yang telah dilarang berdasarkan Pasal 9 huruf c Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia No. 74 Tahun 2020. Menelaah pada perspektif lainnya penyedia platform kesehatan online sebagai penyelenggara sistem sebenarnya juga memiliki kewajiban untuk menghindarkan setiap pengguna platform nya agar terhindar dari kerugian sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 39 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2019 mencakup “kehati-hatian, pengamanan dan terintegrasinya sistem teknologi informasi, pengendalian pengamanan atas aktivitas Transaksi Elektronik, efektivitas dan efisiensi biaya dan pelindungan konsumen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Berkaitan dengan pasien sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan dalam platform kesehatan sendiri telah dijamin hak-haknya sebagai konsumen melalui Pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) yakni salah satunya ialah untuk meminta ganti kerugian dalam hal terjadinya ketidaknyamanan, persoalan keselamatan maupun kerugian yang diderita dari digunakannya barang dan/atau jasa oleh konsumen. Berdasar kepada hal tersebut terkait kesalahan diagnosis yang terjadi pada salah satu platform kesehatan online dapat termasuk sebagai pelanggaran atas hak-hak konsumen sebagaimana yang telah dijamin dalam UUPK sehingga permasalahan hukum ini ini dapat diselesaikan di luar pengadilan sesuai ketentuan Pasal 47 UUPK maupun secara litigasi dengan merujuk pada ketentuan Pasal 48 UUPK.
Berdasarkan pendekatan peraturan perundang-undangan pengaturan hukum terkait penyelenggaraan platform kesehatan secara online didasarkan pada UU Kesehatan yang menentukan terkait pelayanan kesehatan. Kemudian Permenkes No. 20 Tahun 2019 mengatur lebih lanju terkait pelayanan kesehatan yang dilakukan melalui platform kesehatan secara online (telemedicine). Berkaitan dengan perlindungan hukum yang diberikan kepada pasien yang mengalami kerugian akibat mendapatkan diagnosa penyakit yang salah oleh dokter dapat menyampaikan pengaduan kepada MKDKI sesuai ketentuan Pasal 66 UU Praktik Kedokteran, lebih lanjut pasien juga dapat menyelesaikan persoalan kerugian yang diderita akibat penggunaan jasa pelayanan kesehatan ini sesuai ketentuan UUPK yakni melalui proses penyelesaian secara non litgasi (vide Pasal 47) maupun secara litigasi (vide Pasal 48).
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Darmawan, M. Daud. Mengenal Bisnis Valuta Asing Untuk Pemula. Edisi Pertama. Pinus. Yogyakarta. (2007).
Hendrojono, Soewono. Batas Pertanggungjawaban Hukum Malpraktik Kedokteran dalam Transaksi Teurapeutik. PT. Srikandi, Surabaya (2007).
Jonaedi Efendi. Metode Penelitian Hukum: Normatif dan Empiris. Prenada Media, (2018).
PNH Simanjuntak. Hukum Perdata Indonesia. Kencana. Jakarta, (2017).
Soekanto, Soerjono, and Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada (2003).
Jurnal Ilmiah
Anwar, Arman. "Aspek Hukum Penggunaan Telemedicine." Jurnal Hukum FIKI 1, no. 1 (2013).
Badahura, Ilham. "Penyalahgunaan Kewenangan Pihak Rumah Sakit Terhadap Pasien Di Tinjau Dari Sudut Hukum Kesehatan."Journal Lex Et Societatis 1, no. 4 (2013).
Fachrezi, Faldi Biaggy, and Padmono Wibowo. "Upaya Pemenuhan Hak Pelayanan Kesehatan Kepada Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan." Widya Yuridika: Jurnal Hukum 3, no. 2 (2020)
Jamil, Mohamad. "Implementasi Aplikasi Telemedicine Berbasis Jejaring Sosial Dengan Pemanfaatan Teknologi Cloud Computing." Jurnal Edukasi dan Penelitian Informatika (JEPIN) 1, no. 1 (2015).
Kusumawardani, Qurani Dewi. "Perlindungan Hukum bagi Pengguna Internet terhadap Konten Web Umpan Klik di Media Online." Jurnal Penelitian Hukum De Jure 19, no. 1 (2019).
Madrah, Muna Yastuti, and Amin Rahmawati Purwaningrum. "Digitalisasi Layanan Kesehatan Dalam Perspektif Islam." Journal on Islamic Studies FAI (2019).
Mulana, Alfred, and Ika Farmani. "Platform Informatika Kesehatan Masyarakat Dalam Kasus COVID-19 di Bali." Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia (JMIKI) 8, no. 2 (2020).
Mustar, Maniso. "Dokter Pustaka: Layanan Informasi Online Bidang Kesehatan Alumni Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta." Lentera Pustaka: Jurnal Kajian Ilmu Perpustakaan, Informasi dan Kearsipan 5, no. 2 (2019).
Nurdin, M. "Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Atas Korban Malpraktek Kedokteran." Jurnal Hukum Samudra Keadilan 10, no. 1 (2015).
Renaldo, Joshua. "Pengaturan Standar Atas Produk Rokok Sebagai Wujud Implementasi Undang-Undang Perlindungan Konsumen." Jurnal Education and Development 8, no. 2 (2020).
Tumiwa, Rendy, Sofia Pangemanan, and Effendy Sondakh. "Efektivitas Kualitas Pelayanan Kesehatan Masyarakat pada Puskesmas di Kecamatan Dumoga." Jurnal Eksekutif 1, no. 1 (2018).
Wahyudi, Setya. "Tanggung Jawab Rumah Sakit Terhadap Kerugian Akibat Kelalaian
Tenaga Kesehatan Dan Implikasinya." Jurnal Dinamika Hukum 11, no. 3 (2011).
Wang, Zhelong, Hong Gu, Dewei Zhao, and Weiming Wang. "A wireless medical information query system based on Unstructured Supplementary Service Data (USSD)." Journal Of Telemedicine and e-Health 14, no. 5 (2008).
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentan Perlindungan Konsumen
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Undang-Undang No. 29 Tahun 2014 tentang Praktik Kedokteran
Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem Dan Transaksi Elektronik
Peraturan Menteri Kesehatan No. 20 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine Antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia No. 74 Tahun 2020 tentang Kewenangan Klinis dan Praktik Kedokteran Melalui Telemedicine Pada Masa Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Indonesia
Jurnal Kertha Wicara Vol.10 No.8 Tahun 2021, hlm. 645-653
Discussion and feedback