TANGGUNG JAWAB HUKUM PELAKU USAHA PAID PROMOTE MELALUI INSTAGRAM

Gusti Ngurah Pranaris Sukma, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

Putu Edgar Tanaya, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

DOI : KW.2021.v10.i08.p03

ABSTRAK

Penulisan artikel ini bertujuan karakteristik dari hubungan hukum pelaku usaha paid promote serta untuk mengkaji serta memahami lebih dalam lagi mengenai pengaturan tantang tanggung jawab hukum. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yakni dengan studi kepustakaan. Sepanjang penulisan ini juga menggunakan pendekatan perundang-undangan serta pendekatan konseptual untuk dapat mengalisis lebih tajam lagi secara yuridis. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa hubungan hukum yang terjalin antara pelaku usaha paid promote melalui Instagram terbentuk karena adanya perjanjian. Disini pelaku usaha paid promote disebut dengan pengguna jasa dan penyedia jasa paid promote. Perjanjian paid promote merupakan pengembangan dari bentuk perjanjian yang biasanya. Namun dalam pembuatannya haruslah tetap berpegang teguh pada syarat sahnya perjanjian sebagaimana termuat dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Dengan lahirnya perjanjian, maka lahir pula yang namanya tanggung jawab hukum. Apabila penyedia jasa melakukan wanprestasi atas perjanjian tersebut, maka ia memiliki tanggung jawab hukum yang wajib dipenuhi sebagaimana yang bentuk-bentuknya sudah termuat dalam peraturan perundang-undangan dan pada perjanjian itu sendiri.

Kata Kunci: Tanggung Jawab Hukum, Paid Promote, Instagram.

ABSTRACT

The purpose of this article is to study and understand more deeply about the regulation of legal responsibility and to examine how the characteristics of the legal relationship of promoted business actors. The research method used in this paper uses normative legal research methods, namely literature study. During this writing, he also uses a statutory approach as well as a conceptual approach to be able to analyze more sharply juridically. The results of this study indicate that the legal relationship that exists between business actors being promoted through Instagram is formed because of an agreement. Here, promoted business actors are called service users and promoted service providers. The paid promote agreement is an extension of the usual form of the agreement. Notwithstanding, in making it one should adhere to the legitimacy states of the understanding as contained in Article 1320 of the Civil Code. With the introduction of the understanding, the name of legitimate duty was conceived. Assuming the specialist organization defaults on the understanding, the person in question has a lawful duty that should be satisfied as the structures are contained in the laws and guidelines and in the actual arrangement.

Key Words: Liability and Paid Promote, Instagram.

  • 1.    Pendahuluan

    1.1.    Latar Belakang Masalah

Teknologi komukasi digital saat ini sangat berkembang pesat. Hampir semua sektor industri di Indonesia kini mulai menjajaki dan beradaptasi dengan adanya perkembangan tersebut. Melihat hal ini, masyarakat yang membutuhkan segala sesuatu yang instan dan cepat akan merasa terbantu dengan kehadiran teknologi komunikasi digital ini. Dalam buku Ami Muhammad, Forsdale mengemukakan bahwa “komunikasi adalah proses individu mengirim stimulus yang biasanya dalam bentuk verbal untuk mengubah tingkah laku orang lain.”1 Secara umum, komunikasi dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk penyampaian informasi kepada orang lain, agar saling mengetahui informasi tersebut baik secara lisan maupun tulisan.

Perkembangan teknologi komunikasi digital ini, membantu seluruh lapisan masyarakat atau kalangan untuk dapat berkomunikasi secara efisien. Salah satu bentuk perkembangannya adalah dengan adanya media sosial, yaitu suatu media atau wadah untuk bersosialisasi secara daring. Melalui media sosial, kita dapat berkenalan dengan orang lain tanpa perlu bertatap muka, dapat mengetahui informasi-informasi terbaru, serta dapat berbelanja. Meike dan Young berpendpat pula mengenai media sosial, mereka mengatakan bahwa “media sosial sebagai konvergensi antara komunikasi personal dalam arti saling berbagi diantaa individu (to be share one-to-one) dan media publik untuk berbagi kepada siapa saja tanpa ada kekhususan individu”.2 Pengguna media sosial di Indonesia tahun 2020 menurut Hootsuite bahkan mencapai angka 3.800 miliar.3 Ini membuktikan media sosial memang memberikan banyak manfaat kepada masyarakat dan tidaklah mengenai usia tertentu. Ada banyak jenis dari media sosial, mulai dari yang paling dikenal oleh masyarakat beberapa diantaranya adalah Facebook, Instagram, Twitter, dan masih banyak lainnya. Ada beberapa karakter khusus yang akrab dengan karakteristik media sosial yang dikemukakan oleh Nasrullah, yakni diantaranya:

  • 1.    Jaringan (Network); jaringan merupakan infrastruktur yang menghubungkan computer dengan perangkat keras lainnya. Jaringan diperlukan untuk menghubungkan kedua hal tersebut untuk dapat terjadi komunikasi.

  • 2.    Informasi (Information); informasi merupakan salah satu hal penting di media sosial karena pengguna media sosial mengkreasikan produk, konten, ataupun melakukan interaksi tertentu berdasarkan informasi.

  • 3.    Arsip (Archive); arsip menjadi salah satu karakter khusus pada media sosial karena pengguna media sosial menyimpan suatu informasi sebagai arsip untuk dapat diakses kapan pun dan melalui perangkat apapun.

  • 4.    Interaksi (Interactivity); media sosial sebagai salah satu media interaksi untuk membentuk suatu jaringan antar pengguna dengan memperluas hubungan pertemanan atau pengikut (follower).

  • 5.    Simulasi Sosial (Simulation of Society); selain mempertemukan orang, media sosial juga sebagai tempat untuk menghimpun masyarakat di dunia virtual.

Keunikan dan pola dari media sosial tidak dijumpai dalam tatanan masyarakat yang real.

  • 6.    Konten oleh pengguna (user-generated content); konten di media sosial adalah sepenuhnya milik pengguna atau pemilik akun berdasarkan kontribusi pengguna. Melalui UGC, memberikan keleluasaan dan kesempatan pada pengguna untuk berpartisipasi dalam hal apapun. Ini menjadi pembeda dalam masyarakat yang real, dimana biasanya ada pembatas atau hanya menjadi objek yang pasif dalam distribusi pesan.4

Karakteristik dari media sosial tadi, menunjukan bahwa media sosial memang dapat dimanfaatkan untuk bidang apapun. Instagram, sebagai salah satu bentuk dari sosial media, mengundang ketertarikan kawula muda. Mulai dari mengunggah foto diri hingga sebagai media promosi, Instagram digunakan oleh sebagian besar masyarakat. Belakangan ini sedang marak penggunaan Instagram sebagai media promosi, salah satunya adalah paid promote. Secara umum, paid promote ini merupakan inovasi baru dari proses pemasaran melalui media sosial dalam hal ini adalah Instagram dengan membayar pemilik akun Instagram dengan pengikut yang banyak untuk mempromosikan suatu produk melalui konten. Dengan begitu harapannya adalah pemilik akun Instagram dengan pengikut yang banyak dapat memengaruhi pengikutnya agar membeli produk tersebut. Mulai dari produk yang berbentuk makanan dan minuman, pakaian, tempat nongkrong masa kini, hingga tempat wisata. Pemilik akun Instagram dengan pengikut yang banyak itu biasanya disebut sebagai selebgram. Berbeda halnya dengan endorsement, sebagai pengguna paid promote kita hanya memberikan konten atau materi untuk dipublikasikan dan dipromosikan oleh selebgram melalui Instagram tanpa memberikan produk fisik, sedangkan endorsement dengan memberikan produk fisik untuk digunakan langsung oleh selebgram tersebut. Untuk sistemnnya sendiri, biasanya penyedia jasa akan menggunggah atau mem-posting konten baik berupa foto ataupun video yang dibuat khusus untuk menarik minat pengikutnya dan menggiring para pengikutnya untuk membeli atau memperkenalkan bisnis si pengguna jasa.5 Bagi pengguna jasa paid promote, tentu saja merasa terbantu dengan adanya media sosial tersebut, karena tidak mengharuskan mereka untuk melalukan pemasaran secara konvensional lagi. Pengguna jasa dengan selebgram biasanya membuat suatu perjanjian mengenai pelaksanaan paid promote tersebut. Semakin terkenal dan semakin banyak jumlah pengikut selebgram tersebut biasanya memasang harga yang mahal untuk satu kali unggahan pada Instagram. Konten atau materi yang diberikan kepada selebgram dapat berupa foto, tulisan (caption), maupun video. Paid promote umumnya terdiri atas 2 jenis yaitu:

  • a.    melalui feeds instagram;

Paid promote melalui feeds Instagram ini artinya bahwa selebgram yang dibayar tersebut menggunggah konten yang diberikan oleh pengguna jasa ke feeds Instagram pribadinya sendiri kemudian akan dihapus dalam beberapa hari sesuai dengan kesepakatan. Biasanya juga selebgram menggunggah secara berkala juga sesuai dengan kesepakatan.

  • b.    melalui Instagram story;

Apabila melalui Instagram story, suatu konten baik foto maupun video hanya dapat bertahan selama 24 (dua puluh empat) jam saja pada akun yang bersangkutan. Dalam hal ini, selebgram akan menggunggah konten ke Instagram story akun pribadinya dan akan diunggah secara berkala. Melalui Instagram story ini, selebgram dapat mengetahui seberapa banyak pengikutnya tertarik untuk mengunjungi akun si pengguna jasa atau memberikan reaksi atas konten yang dipromosikan tersebut.

Paid promote sendiri biasa dilakukan oleh organisasi kemahasiswaan sebagai sarana penggalangan dana. Kemudian oleh para panitia kemahasiswaan tersebut akan mem-follow dan mempromosikan konten si pengguna jasa paid promote. Banyak pelaku usaha yang mendukung adanya paid promote ini karena saling menguntungkan bagi para pihak. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan bisnis paid promote ini yaitu:6

  • 1.    Attention

Attention menjadi salah satu poin penting karena kita bisa memprediksikan kesadaran calon konsumen terhadap suatu barang atau jasa hingga calon konsumen tertarik untuk mengetahui informasi lebih dalam lagi mengenai barang atau jasa yang dipromosikan.

  • 2.    Interest

Artinya disini adalah dapat mengetahui target pasaran suatu produk atau jasa untuk diperjualbelikan. Ini dapat meningkatkan ketertarikan calon konsumen untuk memberikan reaksi terhadap publikasi tersebut.

  • 3.    Search

Untuk mendapatkan suatu informasi, memerlukan riset atau pencaharian terkait suatu barang atau jasa melalui media sosial.

  • 4.    Action

Pada tahap ini, artinya sudah terjadi transaksi antara penjual dan pembeli. Calon konsumen akan memilik barang atau jasa yang mana yang akan digunakan melalui proses berpikir dan sesuai dengan ketertarikannya.

  • 5.    Share

Setelah konsumen membeli dan menggunakan barang atau jasa tersebut, maka konsumen diharapkan memberikan testimoni. Semakin banyak konsumen yang membagikan kepada calon konsumen lainnya maka akan semakin berdampak terhadap eksistansi perusahaan.

Dibandingkan dengan promosi konvensional yang akan mengeluarkan biaya dan tenaga yang lebih besar serta perlu menyiapkan target sasaran yang dituju, dengan paid promote dilakukan dengan lebih mudah dan simple. Cukup dengan memilih selebgram ataupun pemilik akun instagram yang tepat, yang relevan dengan bidang usaha, kemudian mempercantik konten yang ingin dipublikasikan, serta

memberikan kompensasi sesuai dengan perjanjian, sudah menjadi modal yang cukup untuk melakukan paid promote. Tidak perlu lagi untuk bersusah-susah mencari sasaran hingga door-to-door, karena selebgram atau pemilik akun yang bekerja sama sudah memiliki lingkup calon konsumen yang luas. Melalui paid promote, penyedia jasa juga biasanya akan menjelaskan mengenai kualitas dari produk tersebut secara tidak langsung apabila objek yang dipromosikan merupakan produk. Kini konsumen juga sudah sangat selektif yang lebih memilih kualitas (quality oriented) daripada harga (price oriented) yang murah. 7

Sehubungan dengan hal tersebut, terdapat beberapa penelitian-penelitian sebelumnya yang berfungsi sebagai bahan analisis guna memperkaya dan memperdalam pemabahasan dalam penulisan artikel ini. Berikut ada beberapa jurnal yang berhubungan topik dalam artikel ini, yaitu:

  • 1.    Penelitian dengan judul Perlindungan Hukum Bagi Pemberi Jasa Endorse Dalam Perjanjian Endorsement oleh Ni Made Rai Dwikayanti. Dalam penelitian tersebut, disebutkan bahwa pada dasarnya perjanjian endorsement belum diatur secara spesifik dan jelas dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, namun secara umum sudah tertuang dalam KUHPerdata. unsur-unsur yang terkandung dalam Pasal 1320 KUHPerdata dirasa perlu untuk dipenuhi agar kedepannya tidak terjadi wanprestasi atas perjanjian endorsement tersebut sebagai bentuk perlindungan hukum secara preventif.

  • 2.    Penelitian dengan judul Tanggung Gugat Product Liability Dalam Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia oleh Gede Adhitya Ariawan. Penelitian tersebut mengangkat topik mengenai product liability sebagai bentuk perlindungan hukum bagi konsumen. Hak-hak konsumen sebagaimana tela tertuang dalam UU Konsumen sangat dijaga. Bentuk pertanggungjawaban pelaku usaha akibat kerugian yang dialami oleh konsumen dapat menggunakan prinsip strict liability yang berbentuk product liability.

Mengingat dalam paid promote terjalin hubungan kerjasama antara pengguna jasa paid promote dengan pemilik akun, maka dari itu menarik untuk diteliti mengenai karakteristik dari perjanjian yang terjalin. Bagaimana model dari perjanjian itu sendiri antara kedua belah pihak. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, menarik untuk diteliti dan dianalisis lebih dalam lagi dengan adanya penulisan ini yang berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Tanggung Jawab Hukum Pelaku Usaha Paid Promote Melalui Instagram”.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimanakah karakteristik hubungan hukum antara pelaku usaha paid promote melalui Instagram?

  • 2.    Bagaimana tanggung jawab hukum pelaku usaha paid promote melalui Instagram?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Berdasarkan uraian dalam rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan ini, antara lain: (1) untuk mengetahui dan menganalisis tentang karakteristik hubungan hukum antara pelaku usaha paid promote melalui Instagram; dan (2) untuk mengetahui dan menganalisis tentang tanggung jawab hukum pelaku usaha paid promote melalui Instagram.

  • 2.    Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penulisan ini adalah metode hukum normatif dengan studi kepustakaan dan didasarkan pada data sekunder. Dengan menggunakan penelitian hukum normatif,” maka penulisan mencoba untuk menggunakan pendekatan secara perundang-undangan yang mana lebih menitikberatkan pada pengkajian peraturan-peratuan serta hukum positif yang memiliki keterkaitan dengan isu hukum pada artikel ini.8“Serta dengan menggunakan pendekatan secara konseptual (Conceptual Approach) yakni guna mengetahui kedudukan hukum berdasarkan hukum positif di Indonesia yang bertolak ukur dengan adanya pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum dan juga relevan dengan isu hukum yang diangkat dalam penulisan ini. Penulisan ini juga menggunakan penelitian deskriptif, dimana ditujukan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang pernah terjadi atau yang sedang terjadi secara sistematis, faktual dan akurat. Bahan-bahan hukum yang digunakan dalam penulisan artikel ini dilakukan dengan metode kepustakaan yakni dengan mengklasifikasikan atau mengkelompokkan bahan hukum itu sendiri sesuai dengan jenisnya. Setelah itu, bahan hukum dikelola dan dianalisis guna mendapatkan suatu konsepsi hukum, teori, pendapat, dan juga penemuan-penemuan hukum lainnya yang relevan dengan artikel ini. Dalam menganalisis bahan hukum tersebut dilakukan dengan teknik deskriptif, yakni dengan membuat suatu deskripsi ataupun gambaran dari persoalan hukum secara sistematis, factual dan akurat mengenai fakta-fakta yang diteliti.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Karakteristik Hubungan Hukum Antara Pelaku Usaha Paid Promote

Melalui Instagram

Saat ini di Indonesia belum ada pengaturan khusus mengenai pelaksanaan paid promote sebagai media promosi. Paid promote yang merupakan salah satu bentuk inovasi dari teknik pemasaran konvensional, menjadi solusi bagi para pelaku usaha yang sedang mengembangkan usahanya. Hal ini juga menjadi pertanda bahwa perkembangan ekonomi kreatif melalui digitalisasi sangat berkembang dan memiliki potensi perkembangan yang stabil. Paid promote melalui Instagram ini merupakan suatu kolaborasi antara bidang komunikasi dan bidang periklanan secara konvensional, yang kemudian terus berkembang hingga saat ini dan dikenal dengan

sebutan media sosial. Pemasaran merupakan salah satu hal jenis dari industri periklanan yang mana pada umumnya merupakan alat untuk mengarahkan terjadinya komunikasi secara persuasive melalui suatu media tertentu. Komunikasi pemasaran digunakan sebagai saran untuk menginformasikan, membujuk, memengaruhi serta mengingatkan konsumen mengenai suatu barang atau jasa tertentu. Dalam hal ini, Instagram digunakan sebagai media untuk melakukan pemasaran. Berangkat dari perkembangan tersebut, saat ini dengan adanya paid promote melalui Instagram, tentu ada pengguna jasa dan penyedia jasa yang saling terikat dalam suatu hubungan hukum.

Rechtbetrekkingen atau hubungan hukum dapat dikatakan sebagai suatu hubungan antara 2 (dua) subjek hukum atau lebih mengenai hak dan kewajiban satu pihak berhadapan dengan hak dan kewajiban di pihak lainnya. 9 hubungan hukum dapat terjalin baik antara subjek hukum dengan subjek hukum dan dengan benda, kemudian dengam hukum atau badan hukum dengan badan hukum. Hubungan hukum yang terjadi antara pelaku usaha paid promote melalui Instagram ini lahir atas adanya perjanjian paid promote. Disini pelaku usaha paid promote terdiri dari pengguna jasa dan penyedia jasa. Pengguna jasa yaitu subjek hukum yang berkebutuhan untuk mempromosikan barang dan/atau jasa dengan membayar penyedia jasa paid promote. Penyedia jasa paid promote yaitu orang atau suatu komunitas tertentu yang memiliki akun di Instagram dan menyediakan jasa untuk mempromosikan barang dan/atau jasa tertentu secara berbayar. Selanjutnya disini antara pengguna jasa dan penyedia jasa membentuk suatu perjanjian kerjasama untuk dapat melaksanakan paid promote tersebut. Berangkat dari hal tersebut, hubungan hukum antara pelaku usaha paid promote melalui Instagram yakni baik pengguna jasa maupun penyedia jasa sudah terikat akan adanya suatu hubungan hukum saat para pihak saling memberikan informasi atau janji-janji terkait suatu produk dan/atau jasa kemudian menandatangi perjanjian atau bersepakat untuk melakukan hubungan kerjasama. Para pihak tentunya akan menggendong hak dan kewajiban untuk dapat diselesaikan kepada pihak lainnya. Sebagai pelaku usaha, pengguna jasa dan penyedia jasa paid promote, tentu dalam hal yang disepakatinya mematuhi ketentuan yang termuat dalam undang-undang. Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya akan disebut sebagai UUPK) menyebutkan bahwa:

“Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah:

  • a.    Barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;

  • b.    Barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;

  • c.    Barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciriciri kerja atau aksesori tertentu;”

  • d.    Barang” dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi;

  • e.    Barang dan/atau jasa tersebut tersedia;

  • f.    Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;

  • g.    Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;

  • h.    Barang tersebut berasal dari daerah tertentu;

  • i.    Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;

  • j.    Menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek samping tanpa keterangan yang lengkap.;

  • k.    Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.”

Hubungan hukum tersebut tentunya akan menyebabkan perikatan. Objek dari perikatan sendiri disebut sebagai prestasi atau janji. Pasal 1314 KUHPerdata menyebutkan bahwa: “Suatu persetujuan diadakan dengan cuma-cuma atau dengan memberatkan. Suatu persetujuan Cuma-Cuma adalah suatu persetujuan, bahwa pihak yang satu akan memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain tanpa menerima imbalan. Suatu persetujuan memberatkan adalah suatu persetujuan yang mewajibkan tiap pihak untuk memberikan sesuatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.” Sebelum ada istilah perjanjian, perjanjian merupakan hasil terjemahan dari toestemming yang kemudian ditafsirkan sebagai wilsovereentemming yang berarti persesuaian kehendak.10 Dengan adanya perikatan, maka akan lahir suatu perjanjian. Perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata yaitu “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya pada satu orang atau lebih.”

Antara pengguna jasa dan penyedia jasa paid promote tesebut, mereka membentuk suatu perjanjian kerjasama yang pada dasarnya adalah untuk mengikatkan diri masing-masing kepada satu sama lain. Secara umum, perjanjian kerjasama merupakan salah satu jenis perjanjian yang ada di dalam KUHPerdata. Perjanjian kerjasama paid promote, tentu harus memenuhi syarat baku suatu perjanjian agar dapat dikatakan sah dan dapat dilaksanakan. Syarat sahnya perjanjian menurut Pasal 1320 KUHPerdata terdiri atas adanya kesepakatan, adanya subjek yang cakap hukum untuk membuat perjanjian, adanya suatu hal tertentu untuk diperjanjikan, serta adanya suatu sebab atau tujuan yang halal yang ingin dicapai oleh para pihak. Mengenai hal-hal yang tertuang dalam perjanjian tersebut, maka para pihak memiliki kewajiban untuk memenuhinya. Sebagai pengguna jasa tentu berkewajiban untuk memberikan bayaran kepada penyedia jasa paid promote, sedangkan sebagai penyedia jasa berkewajiban untuk mempromosikan konten atau materi yang diberikan oleh pengguna jasa. Menurut“Pasal 1319 KUHPerdata, jenis perjanjian dibedakan menjadi 2 (dua) jenis yakni perjanjian bernama (nomnaat) dan perjanjian tidak bernama (innominaat). Perjanjian” kerjasama memang secara sesifik dan jelas tidak termuat dalam KUHPerdata. Namun dalam pelaksanaannya di masyarakat

perjanjian kerjasama ini disesuaikan dengan kebutuhan pihak-pihak yang mengadakannya sehingga perjanjian kerjasama masuk ke dalam jenis perjanjian tidak bernama. Pada pelaksanaannya perjanjian tidak bernama haruslah tetap tunduk pada ketentuan umum KUHPerdata.

Subjek perjanjian dalam perjanjian kerjasama paid promote melalui Instagram tentu saja pengguna jasa dan penyedia jasa. Sedangkan objek dari perjanjiannya adalah untuk mempromosikan suatu konten atau materi tertentu. Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat diketahui hubungan hukum antara pelaku usaha paid promote melalui Instagram terbentuk melalui adanya perjanjian. Perjanjian kerjasama tersebut merupakan perjanjian untuk melakukan pekerjaan.

Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam adanya perjanjian paid promote ini baik dalam bentuk perjanjian tertulis maupun tidak tertulis ataupun merupakan perjanjian digital yakni:

  • 1.    Para pihak wajib untuk menguraikan identitas para pihak sendiri dalam hal ini adalah sebagai pengguna jasa dan penyedia jasa paid promote. Dengan adanya identitas tersebut maka dapat mengetahui kecapakan para pihak untuk membuat suatu perjanjian agar terhindar dari potensi pelanggaran perjanjian yang sifatnya subjektif. Para pihak juga dapat memuat dengan jelas bagaimana kedudukan hukum para pihak dalam perjanjian tersebut.

  • 2.    Hal yang diperjanjian dimuat dengan jelas dalam perjanjian. Mengingat perjanjian paid promote ini merupakan kerjasama untuk mempromosikan sesuatu, maka dalam perjanjian harus termuat dengan jelas identitas produk tersebut. Seperti nama produk, jenis produk, kegunaannya apa, serta memuat ha-hal khusus dari produk tersebut. Kegunaannya agar penyedia jasa dapat mempromosikan produk (barang dan/atau jasa) tersebut sesuai dengan permintaan dari pengguna jasa.

  • 3.    Legalitas produk. Para pihak wajib menjamin bahwa produk yang dipromosikan adalah barang dan/atau jasa yang sah menurut hukum dan diperbolehkan untuk diperjualbelikan atau digunakan oleh publik.

  • 4.    Jangka waktu perjanjian. Hal ini perlu diperhatikan karena para pihak wajib untuk mengetahui berapa lama perjanjian paid promote tersebut dapat berlangsung.

  • 5.    Ketentuan tambahan dari perjanjian. Disini pengguna jasa dan penyedia jasa dapat memuat hal-hal seperti apakah akan dipromosikan melalui Instagram story atau Instagram feeds, atau bahkan keduanya serta juga memuat berapa kali si penyedia jasa dapat mengunggah konten tersebut dalam sehari atau dalam jangka waktu tertentu. Dalam ketentuan tambahan ini, juga dapat berisikan mengenai jumlah kompensasi atau bayaran untuk penyedia jasa karena telah memberikan jasanya untuk mempromosikan produk si pengguna jasa.

  • 6.    Dalam hal apabila salah satu pihak memutuskan perjanjian secara sepihak, maka pihak lain dapat menuntut ganti rugi kepada pihak lainnya atau apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.

  • 7.    Adanya hukum yang berlaku atau mengikat. Tentu saja dalam ini, hukum yang berlaku adalah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia.

  • 3.2    Tanggung Jawab Hukum Penyedia Jasa Paid Promote Melalui

    Instagram Apabila Melakukan Wanprestasi

Pada prinsipnya, perjanjian berkonsekuensi pada suatu pertanggungjawaban. Tanggung jawab hukum berkaitan erat dengan perlindungan hukum. Dalam hukum perdata pertanggungjawaban ada kesalahan dan ada resiko.11 Tidak semua perjanjian berjalan dengan baik dan terhindar dari segala permasalahan. Perjanjian kerjasama paid promote tidak se-sederhana yang kita pikirkan, justru dengan adanya perjanjian kerjasama banyak beban moril dan tanggung jawab etika dalam pelaksanaannya. Permasalahan yang terjadi dari suatu perjanjian yaitu adanya ingkar janji atau wanprestasi. Pada dasarnya, wanprestasi terjadi karena disebabkan oleh 2 (dua) hal yakni kesengajaan dan kelalaian. Kesengajaan maksudnya perbuatan salah satu pihak memang mengetahui dan menghendaki untuk mengingkari janji perjanjian tersebut. Sedangkan kelalaian dapat diartikan sebagai suatu perbuatan dari salah satu pihak tidak menghendaki terjadinya ingkar janji. Subekti memberikan pendapatnya mengenai bentuk-bentuk wanprestasi. Menurutnya, bentuk wanprestasi terdiri dari 4 (empat) macam, diantaranya adalah:

  • 1.    Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan,

  • 2.    Melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana dijanjikannya

  • 3.    Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat

  • 4.    Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan. 12

Adapun bentuk akibat hukum atas wanprestasi, sudah termuat dalam KUHPerdata. Ada beberapa rumusan pasal yang memuat akibat hukum dari wanprestasi, yakni sebagai berikut:

  • 1.    Pasal 1243 KUHPerdata: “Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui yang telah ditentukan”.

  • 2.    Pasal 1267 KUHPerdata: “Pihak yang terhadapnya perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih; memaksa pihak yang lain untuk memenuhi persetujuan, jika hal itu masih dapat dilakukan, atau menurut pembatalan persetujuan, dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga”.

  • 3.    Pasal“1237 ayat (2) KUHPerdata”:  “Jika si berutang lalai akan

menyerahkannya, maka semenjak saat itu kelalaiannya kebendaan adalah atas tanggungannya”

Dalam UUPK termuat pula mengenai tanggung jawab pelaku usaha. Disini berkaitan dengan tanggung jawab penyedia jasa paid promote apabila melakukan wanprestasi. Disini UUPK sangat berguna bagi konsumen disamping untuk meningkatkan harkat kehidupan konsumen, juga memberikan edukasi dan kesadaran bagi konsumen untuk mandiri terhadap perlindungan dirinya sendiri.13 Pasal 19 ayat (1) UUPK menyebutkan bahwa: “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti

rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”. Tanggung jawab hukum juga dibedakan menjadi beberapa jenis, yakni diantaranya:

  • a.    Contractual Liability

Contractual liability atau pertanggungjawaban kontraktual merupakan salah satu bentuk tanggung jawab dalam hukum perdata yang berlandaskan adanya perjanjian atau kontrak. Bentuk tanggung jawab ini berarti membutuhkan perjanjian atau kontrak secara langsung antara para pihak. Perjanjian atau kontrak yang berkembang dalam kehidupan sehari-hari masih menggunakan kontrak baku tertulis yang dapat berupa formulir dan dapat digandakan. Kontrak baku ini dapat diteteapkan secara sepihak saja tanpa harus berdiskusi dengan pihak lainnya. Tidak jarang pula pelaku usaha mengalihkan kewajiban-kewajibannya kepada pihak lainnya. Dalam kontrak baku, hal ini biasa disebut dengan klausul pengecualian (exoneration clause atau exemption clause) yang dapat memberatkan atau merugikan konsumen. Tentu saja hal ini bertentangan dengan asa kebebasan berkontrak yakni memberikan hak kepada setiap orang yang mengikatkan dirinya dengan pihak lain dan menentukan dengan bebas isi dari perjanjian tersebut.

  • b.    Product Liability

Product Liability atau pertanggungjawaban produk merupakan tanggung jawab yang dari sudut pandang hukum perdata, tanggung jawab tersebut dihasilkan dari orang atau badan hukum yang menghasilkan suatu produk. 14 Disisi lain, bentuk dari tanggung jawab ini bersifat mutlak yang artinya tanpa melihat adanya kesalahan (liability without fault). Umumnya, product liability ini berlandaskan adanya perbuatan melawan hukum yang kini berkembang menjadi strict liability. Dalam product liability dapat digunakan oleh konsumen untuk menuntut dan memperoleh ganti rugi secara langsung kepada produsen (barang), sekalipun konsumen tidak memiliki hubungan kontraktual (privity of contract) dengan produsen tersebut.15

  • c.    Professional Liability

Pertanggungjawaban profesional atau professional liability akan terjadi apabila ada perjanjian antara pelaku usaha dengan konsumen tersebut terukur akan menghasilkan perjanjian hasil (resultaats verbintenis) dan berdasarkan pada adanya contractual liability, kemudian atas adanya perjanjian tersebut konsumen mengalami kerugian akibat dari memanfaatkan produk yang diperjanjikan. Sedangkan apabila perjanjian yang ada antara pelaku usaha dengan konsumen tidak terukur akan menghasilkan perjanjian ikhtiar (inspanningverbintenis) dan didasarkan pada adanya professional liability maka tanggung jawab dalam

hukum perdata adalah strict liability dari pelaku usaha kepada konsumen tersebut.16 Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) berkaitan dengan produk yang berupa barang (product liability), sedangkan yang berkaitan produk berupa jasa merupakan pertanggungjawaban profesional (professional liability).17

  • d.    Criminal Responsibility

Criminal responsibility merupakan pertanggungjawaban secara pidana. Bentuk dari tanggung jawab hukum ini menitikberatkan atas terjadinya suatu perbuatan kriminal yang mengganggu keamanan masyarakat. Bentuk dari criminal responsibility ini dapat dikenakan hukuman pidana sebagaimana termuat dalam peraturan perundang-undangan hukum pidana yang dapat berupa perampasan barang tertentu, ganti rugi, pencabutan izin usaha, dan sebaginya.

Berdasarkan bentuk-bentuk tanggung jawab hukum diatas tersebut, adanya wanprestasi yang dilakukan oleh penyedia jasa paid promote melalui Instagram disini pasti akan menimbulkan kerugian kepada pihak pengguna jasa baik yang sifatnya material ataupun immaterial. Sebagai pihak yang melakukan wanprestasi, maka penyedia jasa harus memberikan ganti kerugian sebagaimana termuat dalam perjanjian paid promote.

  • 4. Kesimpulan

Perjanjian paid promote merupakan salah satu inovasi baru dari bentuk perjanjian baik yang bentuknya tertulis ataupun lisan. Karakteristik hubungan hukum antara pelaku usaha paid promote melalui Instagram (dalam hal ini adalah pengguna jasa dan penyedia jasa paid promote) memiliki sedikit perbedaan, yaitu pengguna jasa dan penyedia jasa merupakan bukanlah end-user atau pengguna akhir. Di Indonesia belum ada pengaturan tersendiri yang mengatur mengenai perjanjian paid promote ini. Namun dalam pelaksanaannya perjanjian paid promote tetap bertumpu pada KUHPerdata mengenai bagaimana suatu perjanjian dapat dikatakan sah dan dapat dijalankan. Pada dasarnya, para pihak dalam perjanjian paid promote ini sama -sama mengemban hak dan kewajiban yakni untuk memenuhi prestasi yang termuat dalam perjanjian tersebut. Dengan adanya perjanjian, maka timbullah tanggung jawab hukum atau akibat hukum. Akibat hukum ini melekat pada para pihak dalam perjanjian. Sehingga para pihak diharapkan untuk berjanji memenuhi hak dan kewajibannya. Apabila salah satu pihak tidak dapat memenuhi hal-hal yang diperjanjikan maka dapat dikatakan ia melakukan wanprestasi. Tanggung jawab yang harus dipenuhi juga sudah termuat dalam perjanjian yang mana didukung dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Mahmud “Marzuki, Peter. Penelitian Hukum. (Jakarta, Kencana Prenada, 2010).”

Muhammad, Ami. Komunikasi Organisasi (Jakarta. PT Bumi Aksara, 2014).”

Nasrullah, “Ruli. Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi. (Bandung. Simbiosa Rekatama Media).”

Jurnal Ilmiah

Ariawan, Gede Adhitya, and Ni Made Ari Yuliartini Griadhi. "Tanggung Gugat

Product Liability dalam Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia." Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana. hlm (2012): 1-5.

Brahmanta, Dewa Gede Ari Yudha, and Anak Agung Sri Utari. "Hubungan Hukum Antara Pelaku Usaha Dengan Konsumen." Jurnal Fakultas Hukum Universitas Udayana (2016).

Mamengko, Rudolf S. "Product Liability Dan Profesional Liability Di Indonesia." Jurnal Ilmu Hukum 3, no. 9 (2016): 1-10.

Muthiah, Aulia. "Tanggung Jawab Pelaku Usaha kepada Konsumen tentang Keamanan Pangan dalam Perspektif Hukum Perlindungan Konsumen." Dialogia Iuridica: Jurnal Hukum Bisnis dan Investasi 7, no. 2 (2016): 1-23.

Nadiva Yana Wibowo, Brilliani dan Tommy Chandra Wijaya, Deniawan. Kajian New Media Pengembangan Bisnis Paid Promote (Studi Kualitatif Model Komunikasi Akun Bisnis Instagram ‘@diskonsolo’). Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta”

Nadiva Yana Wibowo, Brilliani. “Kajian New Media Pengembangan Bisnis Paid Promote”. Jurnal Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret (2020): 2-18.

Nurul Fahmi, Muhammad. Endorse dan Paid Promote Instagram Dalam Perspektif Hukum Islam. An-Nawa Jurnal Hukum Islam Volume XXII Januari-Juni 2018.

Rai Dwikayanti, Ni Made dan Purwanti, Ni Putu. “Perlindungan Hukum Bagi Pemberi Jasa Endorse Dalam Perjanjian Endorsement”. Jurnal Kertha Semaya 9, no. 5 (2021), 747-759.

Rusli, Tami. "Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen." Pranata Hukum 7, no. 1 (2012).

Saputra, Anak Agung Ngurah Deva Ekada, and I. Nyoman Bagiastra. "Tinjauan Yuridis Hubungan Hukum Antara Driver GO-JEK dengan PT. GO-JEK Indonesia." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 6 (2019): 1-13.

Situngkir, Anugrah Aditya Prawira. “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Akibat Wanprestasi Dalam Transaksi Elektronik”. 2020.

Syamsudin, M. Tanggungjawab”Pelaku Usaha Periklanan atas Produk Iklan yang Melanggar Etika Periklanan (Kajian Kritis terhadap UU Perlindungan Konsumen).”

Skripsi

Noer Ismi, Muhammad.“AnalisisTentang Pengertian Hubungan Keperdataan

Sebagaimana Dinyatakan Dalam Putusan MK No. 46/PUU-VIII/2010. Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Tahun 2018.”””

Website

We Are Social. Hootsuite (We Are Social): Indonesian Digital Report 2020. Url: https://andi.link/hootsuite-we-are-social-indonesian-digital-report-2020/ diakses pada tanggal 22 Maret 2021.

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lemabaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821)

Jurnal Kertha Wicara Vol.10 No.8 Tahun 2021, hlm. 599-612