Perlindungan Hak Cipta Karya Fotografi Produk Online Shop Atas Penggunaan Tanpa Izin Untuk Kepentingan Komersial
on
PERLINDUNGAN HAK CIPTA KARYA FOTOGRAFI
PRODUK ONLINE SHOP ATAS PENGGUNAAN
TANPA IZIN UNTUK KEPENTINGAN KOMERSIAL
Ni Komang Dewita Ayu Prameswari, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
I Wayan Novy Purwanto, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
DOI : KW.2021.v10.i09.p07
ABSTRAK
Tujuan studi ini untuk mengkaji kepastian hukum bagi pencipta sebuah karya fotografi yang dimiliki oleh pelaku usaha bisnis online yang hasil karyanya diambil tanpa izin dan dijadikan kegiatan komersil yang menjadikan hal tersebut sebuah pelanggaran hak cipta yang dapat menyebabkan kerugian. Studi ini menggunakan metode normatif dengan pendekatan perundang-undangan yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta serta sumber bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan sekunder dengan teknik pengumpulan bahan hukum kepustakaan yang dianalisis dalam bentuk deskriptif analitis. Berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta memberikan jaminan dan perlindungan terhadap kewenangan yang dimiliki atas karya fotografi yang diciptakan. Foto produk pada online shop merupakan suatu karya ciptaan yang dilindungi karena karya fotografi tersebut dihasilkan atas keahlian dan kemampuan penciptanya, sehingga setiap orang yang melaksanakan hak ekonomi atas karya foto tersebut wajib mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta. Sanksi yang dikenakan kepada pelanggar akan mendapatkan ancaman berupa denda hingga kurungan penjara yang diatur dalam Pasal 9, Pasal 113 ayat (1) UU Hak Cipta. Dalam pelaksanaannya, masih banyak pelanggaran yang terjadi atas karya foto yang diambil dari salah satu online shop tanpa izin yang selanjutnya dijadikan kegiatan komersil bagi pihak yang tidak bertanggungjawab. Setiap orang yang ingin menggunakan karya foto orang lain yang selanjutnya akan digunakan untuk kegiatan komersil sebaiknya membuat perjanjian atau izin terhadap pencipta karya tersebut agar tidak menimbulkan suatu sengketa dikemudian hari yang nantinya bisa dikenakan sanksi yang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta.
Kata Kunci: Kepastian Hukum, Hak Cipta, Bisnis Online, Fotografi, Komersil
ABSTRACT
The purpose of this study is to examine legal certainty for the creator of a photographic work owned by an online business entrepreneur who's taken without permission and used as a commercial activity which makes it a copyright infringement that can cause losses. This study uses a normative method with the approach of legislation referring to Copyright Law No. 28/2014, as well as the source material used law is the primary and secondary materials with legal material collection techniques literature, analyzes legal material in the form of descriptive. The Copyright Law No. 28/2014 provides guarantees and protection for the authority possessed over the created photographic works. A product photo in an online shop is a protected work because the photographic work is produced based on the expertise and ability of the creator so that everyone who exercises economic rights to the photo work must obtain permission from the Creator or Copyright Holder. Sanctions imposed on violators will be threatened in the form of fines to imprisonment as regulated in Article 9, Article 113 paragraph (1) of the Copyright Law. In practice, there are still many violations that occur on photo works taken from an online shop without permission which are then used as commercial activities for irresponsible parties. Everyone who wants to use other
people's photo works which will then be used for commercial activities should make an agreement or permit with the creator of the work to not cause a dispute in the future which later can be subject to sanctions as stipulated in the Copyright Law.
Key Words: Legal Certainty, Copyright, Online Shop, Photography, Commerce
-
1. Pendahuluan
-
1.1 Latar Belakang
-
Hak Cipta diatur dalam UU No.12 Tahun 1997 dan disempurnakan dengan UU No. 28 Tahun 2014 dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 yang selanjutnya disingkat UUHC, menjelaskan bahwa Hak Cipta merupakan hak eksklusif dari pencipta yang secara otomatis tercipta dengan nyata tidak adanya pembatasan dalam ketentuan perundang-undangan. HKI adalah kreativitas intelektual manusia yang mempunyai nilai ekonomis, namun ada batasan-batasan tertentu dimana hasil kreasi dan kekayaan intelektual tidak digunakan secara sembarangan, antara lain tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum maka dari itu agar tidak dipergunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, pemerintah membuat undang-undang perlindungan tentang HKI.1 Dimana hak ekslusif ini hak bagi pencipta agar tidak adanya pihak lain yang memakai tanpa seizin penciptanya. Perlindungan otomatis ini berasaskan pada Konvensi Bern (Automatically Protection.), konsepsi ini menyatakan bahwa Hak Cipta bisa dicatatkan boleh juga tidak, tercantum dalam Pasal 64 ayat (2) Undang-Undang No.28 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa pendataan hak cipta bersifat “Fakultatif“ atau tidaklah mutlak.2 Di dalam kekayaan intelektual, hak cipta merupakan satu dari sekian bagian yang memiliki ruang lingkup objek yang sangat dilindungi dan bersifat sangat luas, karena hak cipta tersebut mencakup dari ilmu pengetahuan, seni dan sastra (art and literary) yang didalamnya mencakup juga ilmu program komputer. Dengan adanya perkembangan ekonomi kreatif yang menjadikan Indonesia dan negara-negara lainnya mengembangkan teknologi informasi dan komunikasi yang mendorong adanya pembaharuan Undang-Undang Hak Cipta, mengingat Hak Cipta menjadi pondasi dasar yang penting dari ekonomi kreatif nasional tersebut. UUHC yang sudah memenuhi unsur perlindungan dan pengembangan ekonomi kreatif ini diharapkan kontribusi sektor Hak Cipta dan hak terkait bagi perekonomian negara dapat meningkat dan berjalan lebih optimal.3
Media sosial (atau yang sering disalahtuliskan menjadi sosial media) merupakan sebuah media yang bersifat daring yang digunakan oleh satu dengan lainnya dimana penggunanya dapat dengan mudah dalam melakukan interaksi, partisipasi, berbagi infomasi, menciptakan isi blog, jejaring sosial, transaksi jual-beli online, forum, dan dunia yang bersifat virtual tanpa adanya batasan ruang dan waktu. Blog, jejaring sosial, dan wiki merupakan bentuk media sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia.4 Pada zaman sekarang, segala transaksi
dan proses jual-beli semakin berubah dari yang tradisional (tatap muka) menuju ke arah yang lebih modern (virtual). Berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi pada masa ini sejalan dengan meningkatnya pengguna internet, baik pengguna sosial media maupun yang lainnya. Semakin pesat perkembangan teknologi mempengaruhi perkembangan di bidang promosi produk. Segala bentuk periklanan pun mulai berganti konsep dari media konvensional seperti surat kabar, majalah, katalog mulai beralih ke iklan online melalui media sosial, situs e-commerce dan lain-lain. Hal ini dimungkinkan terjadi karena teknologi informasi yang terkoneksi dengan jaringan internet global yang memberikan kemudahan dalam pemasaran produk dan jasa.
Foto katalog merupakan hal yang sangat penting dan utama sebelum pemilik memasarkan produknya melalui media online karena hal tersebut yang menjadikan identitas online shop tersebut untuk dikenal produknya. Pelanggaran Hak Cipta terjadi apabila karya fotografi yang dimiliki seorang pencipta karya fotografi online shop di Indonesia menyatakan bahwa ia merupakan pemegang dan sekaligus pencipta atas karya fotografi dan apabila pencipta merasa karya fotonya sendiri digunakan, dipublikasikan, dan diperbanyak oleh seseorang yang tidak bertanggungjawab dan tanpa melakukan perizinan terlebih dahulu dan tidak mencantumkan nama asli dari pencipta atas karya fotografinya tersebut. Oleh sebab itu, karena merasa haknya telah dilanggar maka pencipta tersebut dapat mengajukan gugatan atas pelanggaran yang terjadi.
Pasal 40 ayat (1) UUHC mengatur ciptaan-ciptaan yang dilindungi dan salah satunya adalah potret dan karya fotografi. Selain itu, Pasal 40 ayat (1) juga mengatur tentang perlindungan terhadap ciptaan yang sudah atau belum diumumkan tetapi sudah diwujudkan dalam bentuk nyata memungkinkan pengadaan ciptaan tersebut. Perlindungan yang diberikan kepada ciptaan yang dilindungi memiliki masa berlaku selama 50 tahun sejak pertama diumumkan.5 Pada zaman sekarang yang semakin canggih dimana kegiatan sosial bisa diakses melalui media sosial. Kegiatan di media sosial merupakan aktivitas yang mudah dilakukan dari semua kalangan, selain itu media sosial sangat banyak digunakan untuk karya cipta fotografi. Pengertian dari fotografi yaitu sebuah gambaran dengan dihasilkan menggunakan sinar maupun cahaya.6 Fotografi boleh digarap oleh semua orang sehingga siap saja dapat menjadi subjeknya. Potret adalah bagian dari karya cipta yang mendapat perlindungan dari Undang-undang Hak Cipta, UU No. 28 Tahun 2014. Dalam Pasal 1 angka 10 yang dimaksud Potret yaitu suatu karya fotografi dengan manusia sebagai objeknya.7
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka terdapat rumusan masalah seperti berikut:
-
1. Bagaimana pengaturan perlindungan hak cipta pada karya fotografi produk online shop yang dijadikan untuk kepentingan komersial?
-
2. Bagaimana upaya hukum bagi pemilik hak cipta yang dirugikan dalam pengambilan karya fotografi tanpa izin?
Penelitian ini bertujuan untuk memahami dan mengetahui bagaimana pelaksanaan dan sanksi hukum yang diterapkan terkait karya yang diunggah tanpa seijin pemegang hak cipta yang selanjutnya digunakan untuk kepentingan komersial pribadi sehingga dapat menyebabkan kerugian bagi pemilik hak cipta.
Metode yang digunakan dalam pembuatan jurnal ini yaitu metode penelitian hukum normatif, dimana metode ini terdiri dari penelitian terhadap aturan-aturan hukum, pendekatan perundangundangan, norma hukum, penelitian sistematika hukum, perbandingan hukum, buku-buku literatur maupun hasil analisis dari bahan pustaka yang didapat dari bahan hukum primer maupun sekunder.
-
3. Hasil dan Pembahasan
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UU Hak Cipta”) memberikan definisi mengenai apa yang dimaksud dengan hak cipta. Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Perlindungan hukum bagi pencipta atau pemegang Hak Cipta atas karya fotografi sudah diatur dalam peraturan hukum dan peraturan perundang-undangan. Karya fotografi yang dilakukan merupakan obyek dari hak cipta tersebut yang sudah jelas diatur dalam Pasal 40 ayat 1 huruf k UUHC yang menyebutkan bahwa ciptaan yang dilindungi meliputi ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang terdiri atas karya fotografi. Pasal 1 angka 1 UUHC menyatakan bahwa Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Disamping itu, Hak Cipta memiliki hak moral, di dalam Pasal 5 ayat 1 huruf c Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta menyebutkan bahwa “Hak Moral merupakan hak yang melekat secara abadi pada diri pencipta untuk mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan di dalam masyarakat.” Hak moral digunakan sebagai hak pribadi yang dimiliki oleh seorang pencipta untuk mencegah terjadinya penyimpangan atas karyanya tersebut.
Objek yang berupa foto produk merupakan karya fotografi yang termasuk ke dalam salah satu ciptaan yang dilindungi berdasarkan pasal 40 ayat (1) huruf k UU Hak Cipta. Ciptaan adalah setiap hasil karya di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.8 Karya fotografi yang dihasilkan oleh kamera khusus untuk mengambil foto produk dan diunggah
pada online shop milik pribadi merupakan suatu karya ciptaan yang dilindungi karena karya fotografi tersebut dihasilkan atas keahlian dan kemampuan penciptanya. Setiap orang yang melaksanakan hak ekonomi wajib mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.
Karya fotografi yang tercipta merupakan obyek dari hak cipta, sebagaimana tercantum di dalam Pasal 40 ayat 1 huruf k Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang menyebutkan bahwa Ciptaan yang dilindungi meliputi ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, terdiri atas karya fotografi. Mengenai ketentuan pidana atas hal tersebut, diatur dalam pasal 113 ayat (3) UU Hak Cipta sebagai berikut:
“Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.
Secara umum, perlindungan terhadap karya cipta fotgrafi juga tertuang dalam Buku III BW, pada bagian “Tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan demi Undang-Undang”, Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), yaitu termasuk dalam perbuatan melawan hukum (onrechmatige-daad). Dinyatakan bahwa tiap pelanggaran hukum yang menimbulkan kerugian bagi orang lain dan mewajibkan orang yang bersalah tersebut untuk mengganti kerugian yang telah disebabkan. Ada empat syarat untuk menentukan suatu perbuatan dapat dikualifikasikan sebagai melawan hukum atau tidak, yaitu bertentangan dengan hak subjektif orang lain; bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku; bertentangan dengan kepatutan, ketelitian, dan juga kehati-hatian; dan bertentangan dengan kesusilaan. 9
Memodifikasi gambar orang lain tanpa ijin terlebih dahulu, termasuk kedalam Pelanggaran hak moral pencipta yang juga ancamannya pidana atau denda (Pasal 5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta). Pemilik hak cipta suatu karya fotografi memiliki Hak Ekonomi yang terkandung dalam Pasal 8 UU Hak Cipta meliputi hak untuk menerbitkan ciptaannya dan menggadakan ciptaan dalam segala bentuk, termasuk dalam pengumuman, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan media apapun termasuk internet yang dapat dibaca, didengar maupun dilihat orang lain. Disamping hak moral tersebut, Hak Cipta juga berhubungan dengan kepentingan-kepentingan yang bersifat ekonomi di dalam hak cipta tersebut, merupakan suatu perwujudan dari sifat Hak Cipta itu sendiri, yaitu apabila ciptaan-ciptaan yang merupakan produk olah pikir manusia tersebut memiliki nilai, karena ciptaan-ciptaannya tersebut merupakan suatu bentuk kekayaan, walaupun bentuknya tidak berwujud. Hak ekonomi merupakan hak yang dimiliki oleh seseorang pencipta untuk mendapatkan keuntungan atas ciptannya (untuk kepentingan komersial). Pengguna yang ingin menggunakan karya fotografi orang lain, hendaknya harus menghubungi Direktorat Jenderal Hak Cipta dan meminta izin untuk menggunakannya. Cara lainnya adalah dengan melakukan perjanjian dengan
Pencipta atau Pemegang Hak Cipta. Perjanjian tentang penggunaan karya fotografi untuk kepentingan-kepentingan yang bersifat komersial sangat penting untuk melindungi hak dan juga kewajiban pemakai atau pengguna. Perjanjian tertulis mengenai penggunaan hasil karya fotografi secara komersial, berperan sebagai bukti kuat untuk menuntut hak dan kewajiban dari pihak lain yang terikat dalam perjanjian tersebut. Perjanjian tertulis membuat kemungkinan para pihak untuk menyangkal kewajiban masing-masing menjadi terminimalisir.10
Perlindungan terhadap HAKI hanya dapat berlaku di dalam teritorial negara dimana sebuah pencatatan kekayaan intelektual tersebut dibuat dan dilaksanakan, sehinggal perlindungan hukumnya tidak akan berlaku di wilayah negara lain.11 Perlindungan terhadap Hak Cipta fotografi di Indonesia diatur dalam Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang selanjutnya disebutkan bahwa perlindungan Hak Cipta atas Ciptaan karya fotografi berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan Pengumuman. Permohonan pencatatan ciptaan di UU Hak Cipta Indonesia diatur dalam Bab X tentang Pencatatan Ciptaan Pasal 64 sampai dengan Pasal 79, yang dalam ketentuan Pasal 64 ayat (1), dicantumkan bahwa pencatatan ciptaan dan produk hak terkait diselenggarakan oleh Menteri. Ayat (2) pasal ini menyatakan, bahwa pencatatan ciptaan dan produk hak terkait sesuai ayat (1) bukanlah syarat untuk mendapatkan hak cipta dan hak terkait. Dapat dikatakan, Pasal 64 menjelaskan, bahwa pencatatan suatu karya cipta tidak wajib dilakukan pencipta.12 Cara Pencipta agar dapat mengklaim haknya, tentunya adalah dengan bisa membuktikan, bahwa Ciptaan tersebut adalah karyanya, walaupun Hak Cipta itu adalah hak yang muncul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif, dengan adanya bukti berupa pencatatan, ciptaan akan lebih mudah diklaim karena Pencipta memiliki legal standing. Cara untuk membuktikannya adalah dengan melakukan pencatatan ciptaan atau cara-cara lain yang sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan terkait.
Apabila seorang pengguna ingin menggunakan suatu karya fotografi yang asli dimiliki sendiri oleh orang lain atau penciptanya, sebaiknya menghubungi Direktorat Jenderal Hak Cipta dan meminta izin agar dapat menggunakannya, Cara lain adalah dengan melakukan perjanjian atau meminta izin terlebih dahulu dengan Pencipta atau Pemegang Hak Cipta karya fotografi tersebut. Perjanjian yang dilakukan tentang penggunaan karya fotografi tersebut untuk kepentingan-kepentingan yang bersifat komersial sangat penting untuk melindungi hak dan juga kewajiban pemakai atau pengguna. Perjanjian tertulis mengenai penggunaan hasil karya fotografi secara komersial, berperan sebagai bukti kuat agar dapat menuntut hak dan kewajiban dari pihak lain yang terikat dalam perjanjian tersebut dan dalam perjanjian tertulis itu yang nantinya membuat kwmungkinan para pihak untuk menyangkal kewajiban masing-
masing menjadi terminimalisir.13 Dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Disamping itu, Hak Cipta memiliki hak moral, di dalam Pasal 5 ayat 1 huruf C Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta menyebutkan bahwa “Hak Moral merupakan hak yang melekat secara abadi pada diri pencipta untuk mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan di dalam masyarakat.” Hak moral tersebut dianggap sebagai hak pribadi yang dimiliki oleh seorang pencipta untuk mencegah terjadinya penyimpangan atas karyanya tersebut.
Perlindungan hukum dibagi menjadi dua, yaitu perlindungan hukum secara preventif serta perlindungan hukum secara represif. Perlindungan hukum secara preventif merupakan proteksi yang diberikan oleh penguasa demi memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan kewajiban dengan tujuan yakni untuk mencegah sebelum terjadinya sengketa atau pelanggaran. Belum ada pengaturan khusus mengenai perlindungan hukum ini di Indonesia walaupun begitu dengan adanya perlindungan hukum ini yang dimana dalam pengambilan keputusan yang didasarkan pada diskresi menjadikan pemerintah berhati-hati dalam mengambil keputusan. Perlindungan hukum secara represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa dengan proteksi akhir yaitu pemberian sanksi atau penalti seperti penjara, denda, serta tambahan sanksi lainnya. Penindakan penaungan hukum yang dilakukan oleh Pengadilan Umum dan Pengadilan Administrasi di Indonesia tertera dalam perlindungan hukum secara represif. Landasan perlindungan hukum yang mendasari penaungan hukum akan tindak pemerintah yakni hak asasi manusia serta negara hukum. Dengan adanya perlindungan hukum yang diberikan untuk pencipta yakni guna melindungi hak moral dan hak ekonomi yang merupakan dua esensi kewenangan yang terkandung didalam hak cipta agar tetap terjaga.
Undang-Undang Hak Cipta memberikan solusi atau jalan keluar terhadap sebuah pelanggaran hak cipta yang terjadi secara perdata oleh pihak yang dirugikan atau yang merasa dirugikan kewenangan perdatanya yaitu dengan penyelesaian secara perdata menempuh jalur arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa lainnya. Dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Pasal 1 Angka 10 ,alternatif penyelesaian sengketa yaitu pemecahan suatu perselisihan yakni pemecahan konflik dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli melalui prosedur yang disepakati para pihak tidak dengan melalui pengadilan atau diluar pengadilan. Di Indonesia lebih mengembangkan jenis alternatif penyelesaian di sistem peradilan yaitu jenis Alternative Dispute Resolution (ADR) atau Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS).14
Konsultasi merupakan sebuah layanan konseling yang bersifat personal dengan pihak ketiga (konsultan) terkait dengan sengketa yang dihadapi dengan tujuan memperoleh pemahaman, wawasan, serta terselesaikannya masalah sengketa tersebut yang dimana pihak konsultan memberikan nasihatnya atau pendapatnya kepada klien. Dengan adanya layanan konsultasi, seorang yang ahli memberikan bantuan penanganan perkara kepada klien secara langsung (konsultasi) diharapkan dapat mecapai tahap-tahap kemandirian berikut ini:
-
1) Dapat mengerti dan menerima secara positif dan bersemangat diri sendiri
-
2) Mengerti dan menerima lingkungan dengan obyektif, positif dan bersemangat
-
3) Dapat memetik kesimpulan yang tepat dan positif
-
4) Menuntun dirinya dapat sesuai dengan kesimpulan yang telah diambil
Negosiasi ialah sebuah cara untuk mencapai suatu kesepakatan atau mencari cara penyelesaian masalah melalui musyawarah (diskusi) dimana pihak-pihak yang terlibat akan membentuk interaksi sosial dan mencari jalan guna saling mengatasi tujuan yang berlainan dan bertentangan tersebut. Negosiasi merupakan komunikasi dua arah dan merupakan hal yang biasa dilakukan setiap orang untuk tercapainya kesepakatan guna memenuhi kepuasaan para pihak yang memiliki kepentingan. Negosiasi yang panjang serta kemungkinan tidak berhasil dapat terjadi jika negosiasi tidak dimulai dengan komunikasi antar pihak yang berkonflik terlebih dahulu, hal ini dilakukan untuk mengetahui pokok permasalahan dan mutlak dilakukan maka dengan itu pentingnya untuk memulai suatu komunikasi terlebih dahulu sangat dianjurkan sehingga negosiasi dapat berjalan dengan efektif dan mencapai kesepakatan.
Merupakan bentuk dari Alternative Dispute Resolution (ADR) yang merupakan suatu proses penyelesaian sengketa untuk memperoleh kesepakatan para pihak yang dibantu oleh pihak ketiga yaitu mediator yang dimana guna memungkinkan para kubu yang berselisih membicarakan pertentangannya yang dibantu kubu ketiga yaitu mediator sebagai pihak yang bersifat netral. Mediator ialah kubu yang netral yaitu pihak nonblok guna membantu para pihak melalui cara mediasi untuk mengetahui berbagai peluang pemecahan sengketa tanpa melalui proses memaksakan sebuah jalan keluar. Mediasi akan tercapai dengan upaya dari mediator tersebut untuk mempertemukan kemauan dari para pihak yang bersengketa dan mencapai jalan keluar yang saling bermanfaat atas persoalam yang dialami para pihak serta para pihak saling diuntungkan. Dalam pelaksanaannya seorang mediator dapat melakukan hal berikut, diantara yaitu :
-
1) Mengadakan analisis masalah
-
2) Mengenali persoalan dan keperluan penting yang kritis para pihak
-
3) Membuat jadwal
-
4) Menuntun serta mempermudah hubungan berkomunikasi
-
5) Mengajarkan para pihak untuk bernegosiasi
-
6) Mendukung dalam hal mengumpulkan informasi penting, dan mengadakan pilihan-pilihan kepada para pihak untuk mempermudah penyelesaian masalah.
Fungsi dari seorang mediator yaitu :
-
a. Selaku pembuat perubahan
-
b. Selaku penerjemah c. Selaku narasumber d. Selaku pendidik e. Selaku agen realitas f. Selaku kambing hitam g. Selaku penyandang berita jelek
Kosiliasi merupakan suatu usaha konsiliator (orang yang memberikan konsiliasi) untuk mendiskusikan agar dapat mempertemukan apa yang diinginkan para pihak yang sedang bersengketa untuk mecapai kesepakatan saling menyetujui dan jalan keluar. Dalam mencari suatu pemecahan sebuah perdebatan konsiliator tidak memihak pada yang bersengketa serta mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk memberitahukan tanggapan berupa pendapat dengan terbuka serta tidak berhak untuk membuat keputusan dalam sengketa. Diantara konsiliasi dengan mediasi terdapat persamaan yaitu dimana konsiliasi dan mediasi keduanya memiliki cara menyelesaikan sengketa secara damai dengan melibatkan pihak ketiga, namun ketidaksamaan diantara konsiliasi dan mediasi ialah mediasi lebih tidak formal dibandingkan dengan konsiliasi. Konsiliasi dapat juga diselesaikan oleh perseorangan atau suatu badan disebut komisi konsiliasi. Komisi konsiliasi yang sudah terlembaga maupun adhoc dan bertanggung jawab untuk menetapkan persyaratan jalan keluar yang akan para pihak terima, akan tetapi putusannya tidak mengikat para pihak. Menghadirkan pihak-pihak yang bersangkutan dan secara bersama untuk menemukan pemecahan masalah untuk mendapatkan jalan keluar permasalahan merupakan tujuan dari diskusi konsiliasi dengan mencari jalan tengah untuk menyelesaikan perselisihan dan bisa diterima oleh pihak keduanya supaya kedua belah pihak bisa melalui permasalahan tersebut. Semua informasi dalam konsiliasi yang didapat, kerahasiaannya terjaga serta sebagai bagian dari proses peradilan tidak akan terbuat.
Arbitrase adalah cara-cara penyelesaian hakim partikulir yang tidak terkait dengan dengan berbagai formalitas, cepat dan memberikan keputusan, karena dalam instansi terakhir serta mengikat, yang mudah untuk melaksanakan karena akan di taati para pihak.15 Arbitrase merupakan suatu prosedur yang oleh para pihak yang berselisih secara suka rela setuju untuk terikat pada putusan pihak ketiga yang netral di luar proses peradilan yang normal. Menurut UU No 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa pasal 1 angka 1, arbitrase ialah suatu proses pemecahan masalah persengketa yang didasarkan pada perjanjian arbitrase dengan para pihak yang membuatnya serta pihak yang bersengketa secara tertulis dan arbitrase ialah suatu cara menyelesaikan sengketa perdata diluar peradilan umum. Upaya penyelesaian melalui jalur pengadilan (litigasi) yakni Litigasi ialah suatu cara untuk menyelesaian sengketa di pengadilan, dimana semua pihak yang bersengketa saling berhadapan satu sama lain untuk mempertahan hak-haknya dimuka pengadilan. Hasil akhir dari suatu penyelesaian sengketa secara litigasi adalah putusan yang menyatakan win-lose solution.
Upaya yang dapat dilakukan dari media sosial terkait hal ini yaitu dapat memblokir maupun melaporkan pada pihak sosialmedia dengan cara
melakukanreportakun onlineshop maupun pihak di jejaring sosial yang meng upload potret tanpa ijin dari pemegang hak cipta agar akun tersebut ditutup.16 Namun hal ini tentunya berlaku jika dari pemegang hak cipa sendiri yang melakukan pengaduan kepada pihak media sosial tersebut, jika tidak melakukan pengaduan otomatis akun tersebut akan tetap ada di jejaring sosial.17
3.2.1 Sanksi Hukum Bagi Pelanggaran Karya Cipta Fotografi yang Diambil Tanpa Izin
Ketentuan pidana bidang hak cipta terutama didalam bidang fotografi apabila tindakan yang terjadi sudah menyebabkan sebuah kerugian kepentingan ekonomis dari pemilik hak cipta, maka tindakan tersebut sudah dianggap melanggar hak cipta. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta menjelaskan bahwa sanksi hukum yang dapat dikenakan kepada orang yang melakukan pelanggaran karya hak cipta fotografi yang diambil tanpa melakukan sebuah proses izin terlebih dahulu di media sosial hanya dapat dipidana apabila pemegang hak karya cipta tersebut melaporkan tindakan orang yang menyebarkan dan menggunakan karya ciptanya di media sosial yang dijadikan kegiatan komersial kepada pihak yang berwajib. Pasal 120 UUHC menyebutkan bahwa “Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini merupakan delik aduan”. Sehingga dalam kasus mempublikasikan sebuah hasil karya cipta fotografi pemilik hak cipta memiliki tanggung jawab penuh atas karyanya dan dapat melaporkannya ke pihak yang berwajb. Ancaman sanksi diatur dalam Pasal 9, Pasal 113 ayat (1) UU Hak Cipta. Berdasarkan sanksi hukumnya juga dapat dikaitkan dengan Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik karena sanksi hukum terhadap pelanggaran karya cipta fotografi yang diambil tanpa izin di Media Sosial mengatur secara umum tentang informasi serta transaksi elektronik, atau teknologi informasi secara umum,18 beberapa Pasal dalam UUITE mengatur terkait dengan Hak Kekayaan Intelektual, seperti pasal 25, Pasal 32 ayat (1), dan Pasal 36.
Kedua pasal tersebut, menjelaskan bahwa setiap orang yang dianggap tidak memiliki izin pencipta yang menggunakan hasil ciptaan si pencipta secara komersial dianggap telah melanggar Hak Ekonomi dari Pencipta sehingga dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah) sesuai ketentuan Pasal 113 ayat 10 (1). Dalam hal ini pelaku yang mengunggah foto yang bukan hasil ciptaannya di media sosial dianggap telah melanggar Hak Ekonomi yang dimiliki oleh si pencipta dari hasil karya fotografi tersebut, karena hasil fotografi yang seharusnya dapat dimanfaatkan secara ekonomi oleh sang pencipta tidak lagi dapat dimanfaatkan secara ekonomi sebab telah disebarkan secara luas terlebih dahulu sehingga pihak lain tentunya bisa dengan mudah mengambil hasil karya fotografi tersebut tanpa membayar royalty kepada pencipta. Berdasarkan sanksi hukumnya juga dapat dikaitkan dengan Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
karena sanksi hukum terhadap pelanggaran karya cipta fotografi yang diambil tanpa izin di Media Sosial mengatur secara umum tentang informasi serta transaksi elektronik, atau teknologi informasi secara umum,6 beberapa Pasal dalam UUITE mengatur terkait dengan Hak Kekayaan Intelektual, seperti pasal 25, Pasal 32 ayat (1), dan Pasal 36. Pengertian dalam Pasal ini mengandung artian, apabila seseorang yang dianggap melanggar ketentuan pada Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 dan juga dianggap mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Seperti penjelasan sebelumnya tentang pelanggaran pada Pasal 32, dimana seseorang tersebut telah menyebarluaskan hasil karya cipta orang lain di media sosial yang tentunya dapat menyebabkan kerugian dari segi materi berdasarkan hak ekonomi yang dimilikinya sebagai pencipta hasil karya cipta fotografi tersebut. Mengenai Ketentuan Pidana atau sanksi atas pelanggaran yang dilakukan berdasarkan Pasal 32 ayat (1) diatur dalam undang-undang ini dalam Pasal 48 ayat (1) yang berbunyi: “Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).” Artinya seorang yang dianggap telah melanggar ketentuan Pasal 32 ayat (1) yang dimana dalam kasus ini orang tersebut dikatakan telah melanggar karena telah menghilangkan suatu informasi mengenai siapa pencipta dari dokumen elektronik dalam bentuk fotografi tersebut yang telah disebarluaskan olehnya melalui media sosial, maka orang tersebut dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Sedangkan Ketentuan Pidana atau sanksi yang dilanggar berdasarkan Pasal 36 diatur dalam undang-undang ini melalui Pasal 51 ayat (2) yang berbunyi : “Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).” Dalam Pasal tersebut mengandung arti, apabila seseorang merugikan orang lain dengan melakukan pelanggaran berdasarkan ketentuan pada Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 dapat dipidana paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
4. Kesimpulan
Berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta yang memberikan jaminan dan perlindungan terhadap kewenangan yang dimiliki oleh pencipta karya fotografi dan pemilik online shop. Sehingga segala bentuk hasil karya di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, imajinasi, dan kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituang dalam bentuk nyata terjamin perlindungannya. Karya fotografi yang dihasilkan oleh kamera khusus untuk mengambil foto produk dan diunggah pada online shop milik pribadi merupakan suatu karya ciptaan yang dilindungi karena karya fotografi tersebut dihasilkan atas keahlian dan kemampuan penciptanya dan setiap orang yang melaksanakan hak ekonomi wajib mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta. Adapun upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pemilik hak cipta atas kerugian yang terjadi yaitu dengan menyelesaikan sengketa di dalam pengadilan maupun di luar pengadilan. Jenis alternatif penyelesaian di sistem peradilan yang dapat dipilih untuk ditempuh yaitu jenis Alternative Dispute Resolution (ADR) atau Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) yang terdiri dari konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan arbitrase. Sanksi yang dikenakan kepada pelanggar akan mendapatkan ancaman berupa denda hingga kurungan penjara yang diatur dalam Pasal 9, Pasal 113
ayat (1) UU Hak Cipta. Adapun saran dari penulis bahwa perlu diadakannya sosialisasi untuk masyarakat luas tentang Hak Kekayaan Intelektual dalam pelaksanaan Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta khususnya bagi mereka yang memiliki usaha online shop yang memiliki hak penuh terhadap karya fotografi nya yang di bagikan dalam sosial media agar tetap terlindungi hak dari karyanya. Setiap orang yang ingin menggunakan karya foto orang lain yang selanjutnya akan digunakan untuk kegiatan komersil sebaiknya membuat perjanjian atau izin terhadap pencipta karya tersebut agar tidak menimbulkan suatu sengketa dikemudian hari yang nantinya bisa dikenakan sanksi yang sebagaimana diatur dalam UUHC.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Adolf, H., 2006. Hukum perdagangan internasional. PT RajaGrafindo Persada.
Burhanuddin, S.E,M.Si. Fotografi. Yogyakarta: Graha Ilmu. (2014).
Dharmawan, N.K.S., 2018. Harmonisasi hukum kekayaan intelektual Indonesia. Swasta Nulus.
Isnaini, Y., 2009. Hak Cipta dan Tantangannya di Era Cyber Space. Bogor: Ghalia Indonesia.
Sembiring, J.J. and SH, M., 2011. Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan. Visimedia.
Jurnal :
Aji, H.F.R. and Rosando, A.F., 2019. Perlindungan Hukum Terhadap Hasil Foto Pribadi Yang Digunakan Orang Lain Di Instagram. Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune, 2(1), pp.66-76.
Dewi, D.A.P.A. and Darmadi, A.S.W., Pengaturan Perlindungan Karya Cipta Fotografi Yang di Ambil Tanpa Izin Melalui Media Sosial Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum, 4(2), pp.1-14.
Donandi, S. and Susilowati, E., 2015. ARTI PENTING PERJANJIAN TERTULIS ANTARA PEMILIK DAN PENGGUNA KARYA SENI FOTOGRAFI UNTUK KEPENTINGAN PROMOSI KOMERSIAL. LAW REFORM, 11(1), pp.43-52.
Kusuma, I.G.A.L. and Wiryawan, I.W., AKIBAT HUKUM ATAS KARYA FOTOGRAFI YANG DIKOMERSIALISASIKAN TANPA IZIN DI MEDIA SOSIAL. Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum, 7(4), pp.1-15.
Manika, N. P. M., &Sukihana, I. A. PerlindunganHukumTerhadapSubjekDalamPotret Yang DiunggahkeAkunMedia Sosial.KerthaSemaya: Journal IlmuHukum,6(12), 4
Munawar, A. and Effendy, T., 2016. Upaya Penegakan Hukum Pelanggaran Hak Cipta Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Al-Adl: Jurnal Hukum, 8(2).
Peranika, N.W.P. and Martana, I.N.A., 2018. Perlindungan Karya Fotografi yang Diunggah Melalui Sistem Internet Dan Sanksi Hukum Bagi Pengguna Ilegal. Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum, 6(4), pp.1-15.
Purnamasari, P.R., Budiartha, I.N.P. and Ujianti, N.M.P., 2020. Perlindungan Hukum terhadap Hak Cipta Karya Fotografi yang Digunakan tanpa Izin. Jurnal Konstruksi Hukum, 1(1), pp.203-208.
Rahmaniar, M., Saptono, H. and Njatrijani, R., 2019. PERLINDUNGAN HAK CIPTA PADA KARYA FOTOGRAFI PRODUK ONLINE SHOP ATAS TINDAKAN PENGGUNAAN TANPA IZIN UNTUK KEPENTINGAN
KOMERSIAL. Diponegoro Law Journal, 8(3), pp.2177-2185.
Sufiarina, S., 2012. Hak Prioritas Dan Hak Ekslusif Dalam Perlindungan Hki. ADIL: Jurnal Hukum, 3(2), pp.265-282.
Surniandari, A., 2016. UUITE Dalam Melindungi Hak Cipta Sebagai Hak Atas Kekayaan Intelektual (HKI) Dari Cybercrime. Cakrawala-Jurnal Humaniora, 16(1).
Internet :
Albert Aries, S.H., M.H, 2013, “Perbuatan Melawan Hukum dalam Hukum Perdata dan Hukum Pidana”
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5142a15699512/perbu atan-melawan-hukum-dalam-hukum-perdata-dan-hukum-pidana diakses
tanggal 11 Januari 2021, pukul 15.30 WITA
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementrian Hukum dan HAM, Pengenalan Hak Cipta https://dgip.go.id/pengenalan-hak-cipta diakses tanggal 11 Januari, pukul 15.00 WITA
Media Sosial Wikipedia https://id.wikipedia.org/wiki/Media_sosial diakses tanggal 11 Januari, pukul 15.17 WITA
Melaporkan Akun Yang Merugikan Agar Akun
Dihapus,https://www.mastekno.com/id/cara-report-akun-instagram/ diakses pada tanggal 5 Februari 2021, pukul 22.00 WITA
Perundang-Undangan :
Undang-Undang No.28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
Jurnal Kertha Wicara Vol. 10. No. 9 Tahun 2021 hlm. 736-748
Discussion and feedback