PENGATURAN PENYELESAIAN KREDIT MACET MELALUI EKSEKUSI JAMINAN HAK TANGGUNGAN BERDASARKAN HUKUM PERBANKAN

I Komang Tri Atmaja, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

Ni Putu Purwanti, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

DOI : KW.2021.v10.i10.p04

ABSTRAK

Tujuan studi ini untuk mengkaji kreteria kredit macet dan menganalisis penyelesaian kredit macet melalui eksekusi jaminan hak tanggungan berdasarkan hukum perbankan. Metode yang digunakan adalah metode normatif dengan cara deskriptif melalui pendekatan konseptual dan peraturan perundang-undangan. Hasil studi menunjukkan bahwa pengaturan kredit macet diatur dalam Penjelasan Pasal 44 Undang-UndangPerbankan, dan Pasal 10 sampai 12 PBI Nomor: 14/ 15 / PBI/ namun sudah diperbaharui dengan POJK Nomor 40/Pojk.03/2019, untuk pengaturan eksekusi jaminan hak tanggungan diatur dalam undang-undang perbankan yaitu Pasal 12A ayat (1) dan ayat (2) beserta penjelasannya.

Kata Kunci: Bank, Kredit Macet, Eksekusi, Hak Tanggungan

ABSTRACT

The purpose of this study is to examine the criteria for bad credit and to analyze the settlement of bad loans through the execution of a guarantee of mortgage under banking law. The method used is a normative method with a descriptive method through a conceptual approach and statutory regulations. The results of the study show that the regulation of bad credit is regulated in the Elucidation of Article 44 of the Banking Law, and Articles 10 to 12 of PBI Number: 14/15 / PBI / but has been updated with POJK Number 40 / Pojk.03 / 2019, to regulate the execution of guarantees of insurance rights. regulated in the banking law, namely Article 12A paragraph (1) and paragraph (2) along with the explanations thereof.

Key Words: Bank, Bad Credit, Exection, Rights Guarantee

  • I.    Pendahuluan

    1.1.    Latar Belakang Masalah

Pembangunan infratrukstur di Indonesia semakin meningkat, hal itu tidak lepas dari perkembangan ekonomi yang semakin baik. Sehingga menyebabkan banyak para pengusaha ingin turut serta dalam pembangunan infrastruktur tersebut, namun terhambat karena persedian modal yang kurang cukup, oleh karena itu dibutukan pihak yang bersedia memberikan piutang agar para pengusaha, pemborong maupun pihak lainnya, dapat memaksimalkan kinerja mereka untuk turut serta dalam

pembangunan, dan salah satu pihak yang dapat untuk memberikan kredit adalah lembaga keuangan bank. 1

Bank menurut penjelasan ahli yaitu Simorangkir adalah “Salah satu badan usaha lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit dan jasa-jasa.”2 Eksistensi bank memegang peranan penting dalam pembangunan di negara Indonesia, bank memiliki tugas yaitu mengumpulkan dan mengembalikan dana masyarakat dalam bentuk kredit, untuk sebuah pemberian fasilitas kredit selain kepercayaaan, kreditor juga wajib memperhatikan prinsip lainnya yaitu kehati-hatian, 5C serta 7P, jika beberapa prinsip tersebut sudah terpenuhi maka bank dapat memberikan fasilitas kredit, kredit yang disalurkan oleh bank kepada debiturnya akan dibuat sebuah perjanjian tertulis berupa perjanjian kredit, Menurut pandangan ahli H.Saherodji perjanjian adalah “suatu peristiwa dengan nama dua orang/pihak atau lebih saling berjanji untuk melakukan suatu prestasi.”3 Perjanjian kredit merupakan aspek terpenting yang terpenting dalam suatu pemberian kredit karena terdapat kesepakatan-kesepakatan mengenai kewajiban maupun hak dari masing-masing pihak kedua pihak mengenai pemberian kredit.4

Pemberian kredit bank harus menganalisis menggunakan prinsip 5C, yang dimaksud 5C yaitu sebagai berikut: 5a) Character, yang bermakna watak, sifat, kebiasan debitur (pihak yang berutang) sangat berpengaruh pada pemberian kredit. Kreditur dapat meneliti apakah calon debitur tersebut masuk dalam Daftar Orang Tercela (DOT) atau tidak. Untuk itu kreditur juga dapat meneliti biodatanya dan informasi dari lingkungan usahanya. b) Capacity, Kapasitas adalah berhubungan dengan kemampuan seorang debitur untuk mengembalikan pinjaman. Untuk mengukurnya, kreditur dapat meneliti kemampuan debitor dalam bidang manajemen, keuangan, pemasaran, dan lain-lain. c) Capital, Melihat banyaknya modal yang dimiliki oleh debitor atau melihat berapa banyak modal yang ditanamkan debitur dalam usahanya, kreditur menilai modal debitur tersebut. d) Collateral, jaminan yang digunakan untuk berjaga-jaga seandainya debitur tidak dapat mengembalikan pinjamannya. Biasanya nilai jaminan lebih tinggi dari jumlah pinjaman. Bank harus pandai menilai atau melakukan penilaian harta kekayaan yang dimiliki oleh calon debitur yang akan dijadikan jaminan. Agar bank tidak mendapatkan kerugian akibat dari debitur yang tidak bisa mengembalikan dana tersebut. Biasanya nilai jaminan atau agunan lebih besar dari utang atau kredit yang diberikan oleh debitur; e) Condition of Economy, dilihat dari keadaan perekonomian disekitar tempat tinggal calon debitur juga harus diperhatikan untuk memperhitungkan kondisi ekonomi yang akan terjadi di masa datang. Kondisi ekonomi yang perlu diperhatikan antara lain masalah daya beli masyarakat, luas pasar, persaingan, perkembangan teknologi, bahan baku, pasar modal, dan lain sebagainya.

Salah satu aspek dari 5C tersebut adalah Collateral yang artinya adalah agunan, berdasarkan Undang-Undang Perbankan, “Agunan adalah jaminan tambahan yang

diserahkan Nasabah Debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.” Bank jika memberikan fasilitas kredit kepada debitur pasti akan meminta agunan, agunan berfungsi sebagai jaminan tambahan jika debitur wanprestasi yaitu tidak melakukan kewajibannya membayar cicilan dan/atau bunga kepada bank, maka bank akan menjual agunan tersebut untuk melunasi kewajiban hutang dari debitur.

Jaminan dapat dibedakan menjadi 2 diantaranya jaminan perorangan dan jaminan kebendaan. Jaminan yang dijadikan agunan oleh debitur dalam mengajukan kredit ke bank adalah jaminan kebendaan, jamian kebendaan bisa berupa benda bergerak dan tidak bergerak. Agunan diserahkan debitur kepada pihak bank adalah berupa agunan tanah, menggunakan tanah sebagai jaminan tambahan dalam perjanjian kredit, dinilai lebih aman oleh bank, karena tanah memiliki nilai jual yang tetap bahkan bisa meningkat sewaktu-waktu, selain memiliki nilai harga yang tetap penggunaan tanah sebagai jaminan tambahan juga memiliki nilai kepastian hukum, karena tanah akan terikat dengan akta hak tanggungan yang dibuat oleh PPAT dan didaftarakan pada lembaga hak tanggungan karenanya juga akan memberikan kedudukan yang utama bagi bank selaku kreditor.6 Selain itu juga penggunaan tanah sebagai jaminan tambahan kredit karena bank dapat mengeksekusi jaminan hak tanggungan secara langsung, pengaturan tersebut tercantum dalam akta autentik hak tanggungan sesuai dengan Undang-Undang Hak Tanggungan, terdapat irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.” Debitur dalam melakukan kewajibannya untuk membayar cicilan dan bunga bisa saja lalai melakukan kewajibannya tersebut, sehingga melanggar perjanjian tindakan itu disebut Wanprestasi, Wanprestasi yang dilakukan oleh debitur akan berdampak pada status kredit debitur, tindakan wanprestasi debitur adalah tidak membayar cicilan tepat waktu berdasarkan yang telah diperjanjikan. Kredit yang tidak dibayar pada waktunya atau menunggak ini dapat dikatakan sebagai kredit bermasalah dan jika hal tersebut terjadi terus-menerus dan lebih dari 270 hari belum membayar cicilan maka kredit tersebut dinamakan kredit macet.

Kemacetan kredit debitur sangat berpengaruh terhadap banyak pihak dari bank sebagai kreditor, masyarakat maupun debitur itu sendiri, contoh dampak dari kemacetan kredit yaitu berpengaruh pada pememutar modal bank, artinya modal dari bank itu sendiri harus tetap berputar dan harus disalurkan ke masyarakat jika ada kemacetan kredit maka penyaluran dana ke masyarakat tidak efektif dan maksimal, secara tidak langsung akan berdampak pada keuangan bank itu sendiri yang tidak ada perkembangan, selain itu berdampak juga ke debitur, debitur akan dinilai tidak memiliki itidak baik dalam melakukan kewajibannya dan hal ini juga akan menjadi pertimbangan bank, jika nantinya debitur ingin kembali mengajukan kredit.

Bank jika sudah mengetahui kredit debitur dalam keadaan bermasalah apalagi hinga macet, bank akan melakukan analisis terkait ketidaklancaraan debitur melakukan kewajibannya setelah itu, bank akan menyelamatkan kredit tersebut dengan cara-cara yang sudah diatur dalam hukum perbankan, namun jika permasalahan kredit itu berlangsung lama dan tidak dapat diselamatkan maka akhirnya pihak bank akan melakukan cara terakhir agar debitur dapat melakukan kewajiabnnya membayar hutangnya adalah dengan eksekusi, eksekusi dilakukan terhadap agunan dari perjanjian kredit debitur, untuk eksekusi ada beberapa cara yang

bisa dilakukan oleh bank tergantung jenis agunannya, setelah penulis melakukan pengataman dengan mengkaji penelitian dengan topik yang sama namun topik permasalahan yang berbeda. Adapun penelitian yang pertama dengan judul “Penyelesaian Kredit Macet Bank Melalui Parate Eksekusi” yang dibuat oleh Chadidhaj Rizki Lestari, dan penelitian kedua berjudul “Penyelesaian Kredit Macet Perseroan Melalui Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan Atas Nama Pribadi” yang dibuat oleh Ragga Bimantara. Pada pembahasan jurnal pertama lebih menjelaskan mengenai penyelesaian kredit macet dengan parate eksekusi, sedangkan dalam pembahasan jurnal kedua menjelaskan penyelesaian kredit macet tetapi lebih khusus yaitu mengenai jaminan hak tanggungan atas nama pribadi, berdasarkan penelitian jurnal tersebut diperlukan sebuah karya tulisan jurnal dengan judul “Pengaturan Penyelesaian Kredit Macet Melalui Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan Berdasarkan Hukum Perbankan.”

  • 1.2.    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana pengaturan kredit macet berdasarkan hukum perbankan di Indonesia?

  • 2.    Bagaimana pengaturan penyelesaian kredit macet melalui eksekusi jaminan hak tanggungan berdasarkan hukum perbankan Indonesia ?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui tentang pengaturan kredit macet di Indonesia serta untuk mengetahui pengaturan penyelesaian kredit macet melalui eksekusi jaminan hak tanggungan berdasarkan hukum perbankan.

  • 2.    Metode Penelitian

Metode untuk penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan metode deskriptif yang bertujuan untuk mencari kebenaran dengan pembuktian melalui hukum tertulis dengan pendekatan peraturan perundang-undangan, dengan mengunakan pasal-pasal yang berhubungan dengan topik yang terkait dengan penelitian, sumber bahan hukum yang digunakan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (Undang-Undang Perbankan), sedangkan data sekunder yang digunakan data yang didapat dari skripsi, jurnal ilmiah huku, buku hukum, tesis, disertasi, dan putusan pengadilan (yurisprudensi)

  • 3.    Pembahasan

    3.1    Pengaturan Kredit Macet Berdasarkan Hukum Perbankan Di Indonesia

Istilah kata kredit awalnya bersumber dari bahasa latin “credere” yang berati kepercayaan. Kepercayaan adalah hal mendasar yang dimiliki oleh kreditor kepada debitur.7 Menurut KBBI, “kredit adalah pinjaman uang dengan pengembalian secara mengangsur atau pinjaman hingga batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain”. Pengertian kredit berdasarkan Undang-Undang Perbankan, Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersama-kan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka

waktu tertentu dengan pemberian bunga.”menyatakan pada intinya bahwa kredit adalah penyediaan dana oleh bank kepada debitur, dan pihak debitur mempunyai kewajiban melunasi hutangnya serta bunga pada waktu yang sudah disepakati oleh para pihak dalam perjanjian kredit.8 Berdasarkan pengertian kredit terdapat beberapa unsur yang ada dalam kredit yaitu: kepercayaan, waktu, resiko, dan prestasi atau kewajiban. 9 Bank dalam memberikan Kredit tentu memiliki fungsi dan tujuan. Fungsi kredit yang diberikan kepada nasabah adalah meningkatkan perkembangan ekonomi daerah maupun nasional artinya kredit yang diberikan kepada nasabah atau debitur dalam bentuk uang, akan berkembang dan menjadi berguna, untuk keperluan usaha, konsumsi, investasi ataupun hal lainnya tergantung jenis kredit yang debitur ajukan, yang secara tidak langsung jika masyarakat sudah bisa mengembangkan usahanya maka kondisi ekonomi di daerahnya akan meningkat sehingga akan berpengaruh kepada perekonomian negara. Untuk tujuan kredit adalah mencari keuntungan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Kredit dalam perkembangnnya mempunyai penggolongan, istilah penggolongan kredit atau kualitas kredit dapat ditentukan berdasarkan kelancaran pembayaran cicilan oleh debitur dan kolektibilitas kredit, Berdasarkan PBI Nomor: 14/ 15 / PBI/ 2012 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, yang pada Pasal 12 ayat (3) yang menyatakan “kualitas kredit yang dibagi menjadi beberapa kategori yaitu, Lancar, Dalam Perhatian Khusus, Kurang Lancar, Diragukan, dan Macet”. Kulitas kredit dapat dijabarkan yaitu, yaitu Kredit Lancar yaitu kredit yang memiliki beberapa kreteria-kreteria seperti melakukan kewajiabn bayar hutang sesuai tanggal. Kredit dalam perhatian khusus yaitu kredit yang memiliki kreteria seperti adanya tunggangan hutang melebihi 90 hari. Kredit kurang lancar yaitu kredit yang kreteria hutangnya tidak melebihi 90 hari, terdapat beberapa kali cerukan, kurang adanya mutasi rekening, adanya perjanjian yang lewat batas waktu, adanya masalah-masalah keuangan, danbeberapa dokumentasi terkait pinjaman tidak baik. Kredit yang diragukan adalah kredit yang memiliki hutang lebih dari 180 hari belum di bayar, terdapat beberapa cerukan, adanya cidera janji lebih dari waktu yang ditentukan, terdapat peningkatan hutang bunga, serta adanya dokumn-dokumen kredit yang kurang baik. Kredit macet adalah kredit yang memiliki beberapa kreteria yang dimana jika sudah dinyatakan macet berarti sudah berada dalam keadaan darurat yang biasanya kredit macet memenuhi beberapa kreteria yaitu belum bayar utang lebih dari 270 hari sesuai dengan tanggal yang ditentukan, timbulnya beberapa kerugian operasional dari bank itu sendiri sehingga kerugian-kerugian tersebut ditutup dengan pinjaman-pinjaman baru selain itu jika kredit sudah dinyatakan macet biasanya nilai jual dari jaminan tambahan tidak bisa dicairkan dengan harga yang sesuai.10

Kreteria-kreteria dari kredit macet, tentu kredit bisa dinyatakan macet memeliki beberapa faktor dan biasanya faktor tersebut timbul dari faktor internal bank maupun faktor eksternal dari debitur, faktor dari debitur yaitu sebagai berikut :

  • 1.    Penyalahgunaan kredit oleh debitur artinya debitur menggunakan kredit yang difasilitasi oleh bank tidak sesuai dengan tujuan dari pemakaian dalam kontrak.

Dalam setiap kredit yang dimohonkan debitur kepada bank pasti memiliki tujuannya dan pasti dari pihak bank juga akan menganalisis dan menanyakan terkait dari tujuan pemakaian kredit kepada debitur, tujuan pemakaian kredit tersebut akan dicantumkan dalam perjanjian kredit. Namun dalam pemakaiannya debitur tidak melakukan sesuai yang diperjanjikan sehingga hal ini bisa menyebabkan ketidaklancaran pembayaran cicilan oleh nasabah, contohnya nasabah mengajukan permohonan kredit untuk usaha dibidang transportasi tetapi debitur menggunakan uang dari kredit untuk membeli bibit jagung, ketika panen gagal maka debitur tidak dapat membayar kewajibannya untuk pelunasan kredit.

  • 2.    Debitur kurang profersional memanajemen usahanya artinya debitur yang sudah menerima fasilitas kredit dari bank untuk mengembangkan usahanya, namun debitur tidak bisa memanajemen usaha yang sudah diberikan kredit oleh bank tersebut, tidak bisa memanajemen dalam hal keuangan, teknis marketing dan lainnya sehingga akan berdampak pada minat dan konsumsi masyarakat dan akan berpengaruh pada penghasilan dari usaha tersebut yang tidak maksimal sehingga dapat menyebabkan ketidaklancaran pembayaran cicilan dan/atau bungan kepada pihak bank selaku kredtitor.

  • 3.    Nasabah tidak memiliki itikad baik artinya terdapat beberapa nasabah yang menggunakan segala cara agar mendapatkan kredit bank dengan tujuan yang tidak baik. Setelah nasabah tersebut mendapatkan kredit digunakan tetapi tidak dipertanggungjawabkan, bahkan sebelum jatuh tempo nasabah tersebut sudah melarikan diri agar tidak perlu melakukan kewajibannya membayar cicilan pokok dan/atau bunga kepada pihak bank selaku kreditor.11

Sedangkan Faktor yang bersumber dari bank diantaranya sebagai berikut :

  • 1.    Kualitas Pegawai Bank artinya setiap petugas atau pegawai dari bank harus mempunyai integritas yang tinggi. Dalam melakukan tugas serta kewenangnnya harus dituntut untuk melaksanakannya dengan penuh profesional, dari adanya integritas dan profesional dalam melakukan pekerjaan maka akan tercipta pelayanan masyarakat yang baik. Walaupun dalam praktiknya tidak semua pegawai bank memiliki integritas dan profesional dalam melakukan tugasnya untuk hasil yang terbaik pun masih jauh harapannya, terutama bagi pegawai yang bertugas dalam pemberian kredit, jika pegawai tersebut tidak profersional dalam menganalisis calon debitur yang mengajukan kredit serta tidak tepat memberikan kredit maka hal itu dapat menyebabkan kredit yang diberikan susah kembali kepada pihak bank berupa cicilan pokok dan/atau bunga dari nasabah.

  • 2.    Persaingan Antarbank artinya perkembangan jumlah bank setiap harinya semakin bertambah hal ini seimbang dengan pertumbuhan penduduk yang juga berkembang pesat serta tuntunan kehidupan yang semakin banyak sehingga menyebabkan banyak masyarakat ingin mendapatkan kredit untuk pemenuhan kebutuhan pokok, sekunder mauapun tersier. Dengan bertambahnya minat masyarakat ingin memperoleh kredit maka makin banyak juga bank yang akan menawarkan kredit, setiap bank akan bersaing untuk memberiakan faslitas kredit dengan berbagai kemudahan dan keuntungan agar masyarakat tertarik, hal ini juga akan berpengaruh pada bank yang bisa melakukan tindakan spekulatif agar dapat memperoleh nasabah yang banyak dan mempertahankan nasabah

sebelumnya agar tidak pidak bank, tetapi tindakan spekulatif yang dilakukan oleh bank harus tetap memperhatikan prinsip kepercayaan dalam menyalurkan kredit agar nanti bank tidak rugi.

  • 3.    Hubungan Intern dari Bank artinya artinya kredit macet dapat timbul karena hubungan intern dari pihak bank, karena pihak bank sangat meemperhatikan hubungan kedalam bank, sehingga penyaluran fasilitas kredit tidak merata kepada seluruh masyarakat dan lebih sering diberikan kepada pegawai bank. Sesuai yang disampaikan J.B. Sumarlin, yang mengatakan “bahwa pada tahun 1992 kredit macet yang terjadi di bank pemerintah karena pemilik bank menikmati fasilitas kredit yang melampaui batas yang ditentukan (batas maksimum pemberian kredit).” Selain itu hubungan intern yang dimaksud juga mengenai bank yang lebih mengutamakan hubungan dengan perusahaan induk, cabang dan unit dalam pemberian kredit. Memang secara ekomoni mereka satu-kesatuan namun secara hukum mereka berdiri sendiri-sendiri.

  • 4.    Lemahnya pengawasan bank, artinya lemahnya pengawasan terhadap bank oleh Bank Indonesia namun setelah 2012 pengawasan oleh OJK. Pengawasan itu penting bahkan pengawasan dari proses pemberian kredit, agar nantinya kredit yang disalurkan tepat dan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum perbankan sehingga meminimalisir adanya kredit yang macet.

Pengaturan kredit macet di Indonesia dapat dilihat dalam peraturan di bangsa Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Perbankan, khususnya dalam penjelasan Pasal 44 yang menyatakan “Dalam ketentuan yang akan ditetapkan lebih lanjut oleh Bank Indonesia antara lain diatur mengenai tata cara penyampaian dan permintaan informasi serta bentuk dan jenis informasi tertentu yang dapat dipertukarkan, seperti indikator secara garis besar dari kredit yang diterima nasabah, agunan, dan masuk tidaknya debitur yang bersangkutan dalam daftar kredit macet. ” Namun dalam Undang-Undang perbankan tersebut, tidak menjelaskan secara eksplisit mengenai pengertian maupun kreteria kredit macet. Oleh karena itu pengertian kredit macet dapat dilihat dari pendapat ahli, menurut ahli Hariyani, “kredit macet adalah suatu kondisi pembiayaan yang terdapat penyimpangan terhadap hal yang disepakati dan mengakibatkan keterlambatan pembayaran cicilan oleh debitur sehingga dipelukan tindakan yuridis.”

Pengaturan kredit macet selain dalam Undang-Undang Perbankan, terdapat dalam PBI Nomor: 14/ 15 / PBI/, yang dalam Peraturan BI terdapat pasal yang mengatur tentang penilaian pentetapan kualitas kredit yang diatur dalam Pasal 10 dan Pasal 11, untuk kualitas dari kredit diatur dalam Pasal 12. Setelah berjalannya waktu diundangkanlah Undang–Undang Otoritas Jasa Keuangan, yang menjelaskan bahwa fungsi, tugas dan wewenang pengawasan di sektor perbankan sejak 31 desember 2012 beralih dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan, sehingga untuk pengaturan tentang kredit macet diatur kembali oleh OJK, khusunya dalam POJK Nomor 40/Pojk.03/2019, yang dalam POJK ini terdapat pasal yang mengatur kembali mengenai faktor penilaian kualitas kredit, penggolongan dari suatu kredit serta pengaturan pengajuan pencairan klaim agunan oleh bank, khususnya diatur dalam Pasal 10 menjelaskan tentang faktor penilaian kualitas kredit, Pasal 11 mengatur mengenai kreteria-kreteria penilaian dari kualitas kredit, Pasal 12 menjelaskan tentang penetapan kualitas, dan yang terakhir untuk Pasal 30 ayat (1) menjelaskan tentang pencairan agunan bahwa bank wajib melakukan pencairan agunan paling lambar 7 hari setelah debitur Wanprestasi.

  • 3.2    Pengaturan Penyelesaian Kredit Macet Melalui Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan Oleh Bank Berdasarkan Hukum Perbankan

Eksekusi agunan dari debitur, sebelumnya harus terlebih dahulu mengetahui konsep jamian yang digunakan. jaminan umum adalah suatu jaminan yang penanggungan hutang yang tidak memberikan kepastian hukum kepada kredtitor tentang pelunasan hutang, karena kreditur tidak memiliki keistimewaan sehingga semua kreditur dianggap sama.12 Pada prinsipnya menurut hukum, jaminan umum merupakan jaminan yang harta debiturnya menjadi jaminan. Hal tersebut diatur dalam pasal 1131 KUH Perdata yaitu “Segala kebendaan si berutang baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan”.13

Jaminan khusus dibagi menjadi dua yaitu yang pertama adalah jaminan perorangan serta yang kedua adalah jaminan kebendaan. Jaminan perorangan adalah sebuah jaminan memerlukan pihak ketiga sebagai jaminan utang piutang. Sedangkan jaminan kebendaan adalah jaminan tambahan oleh debitur yang diserahkan secara khusus kepada kreditor sebagai penjamin bahwa debitur dapat menulasi hutannya pada kreditor. Untuk dunia perbankan yang paling sering digunakan dalam perjanjian hutang piutang khususnya perjanjian kredit dengan bank adalah jaminan kebendaan, karena jaminan kebendaan memiliki beberapa keunggulan dari jaminan perorangan diantaranya seperti: 1). Hak kebendaan sifatnya mutlak artinya hak kebendaan dapat dijadikan bukti kepada orang lain bukan hanya pihak yang membuat kontrak melainkan pihak-pihak yang kemudian hari terikat dalam kontrak. 2). Hak mengikuti artinya hak kebendaan itu akan mengikuti dan melekat pada bendanya kemana ia berpindah tangan. 3). Hak kebendaan menganut asas prioritas yang berarti hak kebendaan akan diutamakan dari yang lainnya. 4). Hak kebendaan mempunyai hak terlebih dahulu artinya pihak yang memiliki hak kebendaan pembayaran hutangnya harus diutamakan dari kreditor lainnya yang tidak memiliki hak kebendaan.14 Jaminan kebendaan terdiri dari jaminan hak tanggungan, jaminan fidusia, jaminan gadai dan jaminan hipotek.15 Untuk jaminan yang digunakan oleh debitur dalam mengajukan kredit ke bank adalah jaminan hak tanggungan serta jaminan fidusia.

Jaminan hak tanggungan merupakan jaminan yang didasarkan Undang-Undang Hak Tanggungan. Pengertian hak tanggungan berdasarkan Undang-Undang Hak Tanggungan adalah “Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor

lain.” Objek dari hak tanggungan berdasarkan adalah “hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai atas Tanah Negara.” Untuk subjek dari hak tanggungan adalah “perseorangan dan badan hukum.”

Eksekusi objek jaminan oleh pihak bank, bank dapat melakukannya dengan berdasar Undang-Undang Perbankan, khususnya Pasal 12A ayat (1) dan ayat (2) berserta penjelasan pasalnya. Pasal 12 ayat (1) yang menjelaskan tentang pembelian agunan oleh bank, dilanjutkan pada ayat (2) bahwa ketentuan mengenai penjualan dan pencairan agunan oleh bank diatur dengan Peraturan Pemerintah. Untuk penjelasan pasal 12 ayat (1) menjelaskan tentang melakukan pembelian agunan diluar maupun didalam pelelangan yang bertujuan untuk membantu dalam menyelesaikan kewajiban dari debitur, setelah membeli agunan bank ahrus secepatnya mencairkan sehingga dapat dimanfaatan oleh bank. Dilanjutkan pada penjelasan ayat (2) menjelaskan pada intinya hal-hal yang harus diatur dalam Peraturan Pemerintah tentang penjualan dan pencairan agunan.

  • 4.    Kesimpulan

Pengaturan kredit macet di Indonesia dapat ditemukan dalam Penjelasan Pasal 44 Undang-Undang Perbankan, selain itu juga terdapat dalam PBI Nomor: 14/ 15 / PBI/ 2012, dan sudah diperbaharui dengan POJK Nomor 40/Pojk.03/2019 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum. Pengaturan eksekusi jaminan hak tanggungan oleh bank, diatur dalam Undang-Undang Perbankan dalam Pasal 12A ayat (1) dan ayat (2) dan penjelasan pasalnya.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Hermansyah. “Hukum Perbankan Nasional Indonesia.” (PrenadaMedia, Jakarta, 2014) Jaya Subadi Eka. “Restrukturisasi Kredit Macet” (Nusa Media, Yogyakarta, 2019) Serimbing Sentosa. “Hukum Perbankan Edisi Revisi.” ( CV. Mandar Maju, Bandung, 2012)

Jurnal:

Bimantara, Ragga. "Penyelesaian Kredit Macet Perseroan Melalui Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan Atas Nama Pribadi." Jurnal Bina Mulia Hukum 3, no. 2 (2019): 242-258.

Goni, Ravando Yitro. "Penyelesaian Kredit Macet Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan." Lex Crimen 5, no. 7 (2016).

Hidayat, Nurman. "Tanggung Jawab Penanggung Dalam Perjanjian Kredit." PhD diss., Tadulako University, 2014.

Intansari, Mitia, and I. Made Walesa Putra. "Kedudukan Kreditur Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Debitur Wanprestasi." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 5, no. 2 (2017).

Lailiyah, Ashofatul. "Urgensi Analisa 5c Pada Pemberian Kredit Perbankan Untuk Meminimalisir Resiko." Yuridika 29, no. 2 (2014).

Lestari, Chadijah Rizki. "Penyelesaian Kredit Macet Bank Melalui Parate Eksekusi." Kanun Jurnal Ilmu Hukum 19, no. 1 (2017): 81-96.

Maiwati, S., and R. Widayati. "Aktivitas Pemberian Kredit Komersil Pada Bank Nagari Cabang Sijunjung." Jurnal Keuangan Dan Perbankan (2019): 1-12.

Murwadji, Tarsisius. "Transformasi Jaminan Kebendaan Menjadi Jaminan Tunai dalam Penjaminan Kredit Sindikasi Internasional." Jurnal Hukum Ius Quia Iustum 20, no. 1 (2013): 98-118.

Paparang, Fatma. "Implementasi Jaminan Fidusia Dalam Pemberian Kredit Di Indonesia." Jurnal LPPM Bidang EkoSosBudKum 1, no. 2 (2014): 56-70.

Prasetyawati, Niken, and Tony Hanoraga. "Jaminan Kebendaan Dan Jaminan Perorangan Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Bagi Pemilik Piutang." JURNAL SOSIAL HUMANIORA (JSH) 8, no. 1 (2015): 120-134.

Suyatno, RM Anton. "Perlawanan Dalam Eksekusi Obyek Jaminan Hak Tanggungan Berdasarkan Titel Eksekutorial." Jurnal Hukum dan Peradilan 3, no. 1 (2018): 110.

Usanti, Trisadini Prasastinah. "Lahirnya Hak Kebendaan." Perspektif 17, no. 1 (2012): 44-53.

Peraturan Perundang – Undangan:

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3472)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3790)

Peraturan Bank Indonesia Nomor: 14/ 15 / PBI/ 2012 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 40/Pojk.03/2019 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Berserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (Lembaran Negara Tahun 1996)

Jurnal Kertha Wicara Vol. 10. No. 10 Tahun 2021 hlm. 802-811