PENGATURAN PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PENGURANGAN PENGGUNAAN SAMPAH PLASTIK DI PROVINSI BALI

I Gusti Agung Ayu Kusuma Dewi, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

I Nengah Suantra, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

DOI : KW.2021.v10.i08.p01

ABSTRAK

Tujuan dari penulisan jurnal ini ialah untuk mengkaji terkait pengaturan-pengaturan terkait pengurangan sampah plastik dan untuk mengetahui akibat hukum yang terjadi dalam penyelesaian konflik norma antara dua peraturan yang masih berlaku. Metode peneletian yang digunakan dalam penulisan ini ialah metode penelitian hukum normatif. Adanya perbedaan isi dari Peraturan Gubernur No 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai dan Peraturan Walikota Denpasar No 36 Tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik menibulkan suatu konflik norma. Hasil dari penelitian jurnal ini adalah penyelesaian terkait konflik norma tersebut dapat diselesaikan dengan menggunakan asas-asas yang ada dalam hukum. Selain itu juga telah dijelaskan terkait upaya pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah yaitu dengan pengawasan aposteriori yang mengandung unsur represif.

Kata Kunci: Pemerintah, Pengawasan, Sampah Plastik

ABSTRACT

This The purpose of writing this journal is to examine the regulations related to reducing plastic waste and to find out the legal consequences that occur in resolving the conflict of norms between the two regulations that are still in effect. The research method used in this paper is a normative legal research method. There are differences in the contents of Governor Regulation No. 97 of 2018 concerning Restrictions on the Generation of Single-use Plastic Waste and Denpasar Mayor Regulation No. 36 of 2018 concerning Reducing the Use of Plastic Bags, causing a conflict of norms. The result of this journal research is that the resolution related to the conflict of norms can be resolved using the principles contained in the law. In addition, it has also been explained related to the supervision efforts carried out by the government, namely the aposteriori supervision which contains repressive elements.

Key Words: Government, Surveillance, Plastic Waste

  • I . Pendahuluan

    1.1.    Latar Belakang Masalah

Lingkungan ialah keadaan atau kondisi di sekitar yang mempengaruhi perkembangan serta tingkah laku makhluk hidup. Seorang pakar lingkungan yaitu Otto Soemarno memberikan definisi bahwa lingkungan adalah jumlah semua benda dan kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan kita. Di era globalisasi ini, perkembangan dan pertambahan penduduk khususnya di Provinsi Bali sangatlah pesat. Keadaan lingkungan tentu secara otomatis akan terkena

pengaruhnya di berbagai bidang baik fisik ataupun non fisik yang salah satu bidangnya berhubungan dengan kelestarian lingkungan. Perkembangan dan pertambahan jumlah penduduk yang tinggi menjadi penyebab naiknya volume sampah, hal ini karena terus meningkatnya laju produksi sampah, yang tidak sejajar dengan peningkatan pertumbuhan penduduk tetapi sejajar dengan meningkatnya pola konsumsi di masyarakat.1 Pola sikap, pola tindak, dan pola pikir yang keliru pada aktivitas kehidupan manusia sehari – hari menjadi salah satu penyebab timbulnya sampah.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah “sampah adalah sisa kegiatan sehari – hari manusia dan/ atau proses alam yang berbentuk padat”, hal ini termuat dalam Pasal 1 angka 1. Permasalahan sampah merupakan fenomena sosial yang harus mendapat perhatian khusus dari semua pihak. Permasalahan sampah yang paling sulit diatasi yaitu terkait sampah plastik. Tergolong sampah non organik, sampah plastik sangat berbahaya karena membutuhkan proses serta waktu yang sangat lama yaitu 450 tahun untuk dapat diuraikan secara alami di air dan 1000 tahun untuk dapat terurai secara alami di tanah.

Timbulan sampah plastik seperti ini tentu akan menjadi masalah besar dan akan menyebabkan tercemarnya dan rusaknya lingkungan hidup. Sedangkan disadari bahwa kebutuhan akan keadaan lingkungan yang sehat dan baik merupakan hak konstitusional dan hak asasi seluruh masyarakat Indonesia. 2 Berdasarkan Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa: “setiap orang hidup sejahtera lahir maupun batin, bertempat tinggal serta memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak mendapat pelayanan kesehatan”. Untuk itu diperlukan suatu upaya untuk mengurangi dan menekan timbulan sampah plastik guna menjamin kelestarian lingkungan. Dalam Pasal 1 angka 39 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menentukan pula kewenangan terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan bukan hanya milik Pemerintah Pusat, tetapi juga menjadi kewenangan Pemerintah Daerah yang meliputi Gubernur, Bupati dan Walikota.

Pemerintah di Provinsi Bali telah mengambil tindakan dalam mengurangi sampah plastik. Pemerintah telah menerbitkan peraturan – peraturan terkait yaitu Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai dan Peraturan Walikota Denpasar Nomor 36 Tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik. Pemberlakuan kedua peraturan tersebut merupakan salah satu upaya solutif yang secara tidak langsung memungkinkan Pemerintah Daerah di Provinsi Bali untuk dapat melakukan otonomi sebagaimana secara konstitusional telah diinstruksikan dalam Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 18 ayat (6). Kemudian kewenangan ini dipertegas kembali dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Berdasarkan hal itu, konsep pelaksanaan otonomi sejatinya telah dilaksanakan oleh pemerintah daerah akan tetapi belum sepenuhnya memenuhi harapan sebagaimana

yang dimaksud. Otonomi yang diberikan tidak menutup adanya kemungkinan pembagian dan perimbangan urusan wajib daerah dengan pemerintah pusat.3

Ruang lingkup dari Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai dalam Pasal 3 terdiri atas “jenis dan pembatasan PSP; penggunaan produk pengganti PSP; rencana aksi daerah pembatasan timbulan sampah PSP; peran serta masyarakat; kerjasama; pembinaan dan pengawasan; penghargaan; pendanaan; dan sanksi administratif”. Sedangkan Ruang lingkup dari Peraturan Walikota Denpasar Nomor 36 Tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik dalam Pasal 2 ayat (3) terdiri atas “pengurangan penggunaan kantong plastik; dan penyediaan kantong plastik ramah lingkungan”.

Keseluruhan isi dari kedua peraturan tersebut tentunya bertujuan agar dapat mengurangi intensitas sampah plastik di Provinsi Bali yang terus meningkat. Namun, meski sudah dibuat pengaturan yang sedimikian rupa, pada pelaksanaannya masih saja terdapat kekurangan dan tidak sesuai dengan harapan. Masyarakat masih belum bisa lepas dari penggunaan plastik sekali pakai. Sehingga upaya pengawasan yang telah termuat dalam peraturan tersebut perlu dilaksanakan.

Pihak – pihak yang dapat melakukan pengawasan dalam upaya pengurangan timbulan sampah plastik dalam kedua aturan tersebut nampak berbeda. Berdasarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai menyebutkan bahwa pengawasan dilakukan oleh tim yang terdiri dari unsur instansi vertikal, perangkat daerah, akademisi, LSM, pengusaha, tokoh keagamaan dan tokoh masyarakat. Sedangkan dalam Peraturan Walikota Denpasar Nomor 36 Tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik, pengawasan dilakukan oleh tim yang hanya berasal dari unsur perangkat daerah. Hal ini tentu saja menimbulkan adanya konflik norma. Konflik norma ada yang bersifat horizontal maupun vertikal.4 Konflik norma horizontal adalah ketidakselarasan antara norma pada suatu peraturan yang memiliki kedudukan yang sejajar dalam tata urutan hierarki Peraturan Perundang-Undangan. Sedangkan konflik norma vertikal adalah ketidakselarasan antara norma pada aturan yang lebih tinggi dengan norma pada aturan yang lebih rendah sesuai dengan tata urutan hierarki Peraturan Perundang-Undangan. Adanya konflik norma atau aturan yang saling tumpang tindih satu sama lain tentu dapat mempersulit penerapan dan pelaksanaan dari aturan yang bersangkutan di masyarakat. Dengan demikian kedua aturan tersebut akan menjadi fokus pembahasan dan menjadi pertimbangan dalam penyusunan jurnal berjudul “URGENSI PENGATURAN PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PENGURANGAN PENGGUNAAN SAMPAH PLASTIK DI PROVINSI BALI” .

Tinjauan terhadap beberapa jurnal yang terkait dengan topik dalam penelitian ini telah dilakukan penulis, diantaranya adalah karya Putu Gita Rahayu Ananda Suwendra pada tahun 2019 yang berjudul “Alternatif Pengganti Plastik Sekali Pakai Pada Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018”. Dalam artikel ini terdapat kesamaan pada peraturan yang digunakan, namun dengan fokus pembahasan yang berbeda yaitu terkait kekaburan norma dalam salah satu pasal peraturan gubernur tersebut. Tulisan lainnya juga terdapat dari I Gede Druvananda Abhiseka pada tahun

2019 dengan judul “Implementasi Peraturan Walikota Denpasar Nomor 36 Tahun 2018 tentang Pengurangan Kantong Plastik”. Kesamaan dengan artikel ini yaitu pada peraturan yang digunakan, namun terdapat perbedaan pada isi dan metode yang digunakan yang mana artikel tersebut menggunakan metode penelitian hukum empiris. Keseluruhan tulisan yang telah disebutkan tersebut memiliki perbedaan dengan penulisan penelitian ini berdasarkan topik, rumusan masalah, tujuan penelitian dan hasil penelitiannya.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimanakah pengaturan pengawasan pengurangan penggunaan sampah plastik di Provinsi Bali?

  • 2.    Bagaimanakah akibat hukum dari penyelesaian konflik norma terhadap Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai dengan Peraturan Walikota Denpasar Nomor 36 Tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Setiap penulisan tentunya memiliki tujuan. Tulisan ini pun mengandung tujuan antara lain:

  • 1.    Agar lebih mengetahui dan memahami pengaturan pengawasan pengurangan sampah plastik

  • 2.    Untuk mengetahui akibat hukum yang terjadi dalam penyelesaian konflik norma antara dua peraturan

  • 2 .Metode Penelitian

Penyusunan jurnal ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, yang merupakan penelitian hukum dengan mengutamakan pengkajian terhadap asas-asas hukum umum atau ketentuan-kententuan hukum positif. Penelitian ini mendasar pada bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder.5 Penyusunan jurnal ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) yang mengkaji norma-norma/ asas-asas hukum positif yaitu dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang ada kaitannya dengan pokok permasalahan yang diangkat dan disesuaikan dengan bahan-bahan pustaka.6 Dalam penelitian ini bahan hukum yang digunakan untuk dikaji adalah Peraturan Daerah, Peraturan Gubernur dan Peraturan Walikota. Selanjutnya, bahan-bahan hukum tersebut diolah, diuraikan, diinterprestasikan dan dinarasikan secara deskriptif analitis. Oleh karena itu, maka perlu untuk dipahami bahwa sifat penelitian ini adalah deskriptif dan monodisipliner7

  • 3 .Hasil dan Pembahasan

    3.1.    Pengaturan Pengawasan Pengurangan Penggunaan Sampah Plastik

Lingkungan telah menjadi hal yang penting bagi siklus kehidupan manusia 8, segala aktivitas yang dilakukan manusia selalu berhubungan dengan lingkungan. Namun banyak yang belum sadar bahwa aktivitas dan kebiasaan yang dilakukan manusia menjadi faktor pencemaran lingkungan. Salah satu kebiasaan tersebut adalah dengan menggunakan plastik dalam berbagai hal, padahal pada kenyataannya plastik yang dibutuhkan dan sering digunakan masyarakat, berdampak buruk terhadap lingkungan.9 Pemerintah dan seluruh unsur masyarakat wajib tanggap dan ikut serta dalam pengurangan sampah plastik sebagai upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.10 Upaya pengurangan penggunaan sampah plastik sesungguhnya sudah ada sejak ditetapkannya Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yaitu pada ikhtiar konsideran menimbang huruf a yang menjelaskan adanya pertumbuhan jumlah penduduk dan perubahan pola konsumsi yang mengakibatkan pergerakan signifikan pada jenis, volume dan karakteristik dari sampah. Dalam peraturan ini belum terlalu membahas mengenai sampah plastik. Pada Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga yaitu dalam bagian Penjelasan Pasal 11 ayat (1) huruf a, angka 2 yang baru menggunakan istilah kantong plastik.

Pemerintah Provinsi Bali semakin menyadari bahwa sampah merupakan permasalahan yang krusial. Sampah menjadi masalah kultural yang berdampak pada berbagai sisi kehidupan.11 Pengurangan timbulan sampah khususnya sampah plastik menjadi perlu dilakukan. Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah pada Pasal 6 jo Pasal 8 telah memberikan Pemerintah Provinsi Bali tugas dan wewenang untuk turut serta melakukan pengelolaan sampah melalui tindakan implementatif atau penetapan kebijakan. Sebagai langkah awal Pemerintah Provinsi Bali membentuk Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah. Pengaturan ini juga tidak membahas dengan jelas mengenai sampah plastik namun pada salah satu pasalnya menentukan mengenai pembatasan timbulan sampah. Pembatasan timbulan sampah memiliki arti mengurangi segala sesuatu yang menyebabkan timbulnya sampah, yang kemudian lebih lanjut diatur dengan Peraturan Gubernur.

Pemerintah kemudian membuat pengaturan lebih lanjut yaitu melalui Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai. Dalam Peraturan tersebut telah dengan jelas mengatur mengenai sampah plastik dan menentukan definisi plastik sekali pakai, yaitu : “Plastik Sekali Pakai, yang selanjutnya disingkat PSP, adalah segala bentuk alat/ bahan yang terbuat dari atau mengandung bahan dasar plastik, lateks sintetis atau polyethylene, thermoplastic synthetic polymeric dan diperuntukkan untuk penggunaan sekali pakai”. Peraturan ini pun telah mengatur jenis – jenis dari PSP yaitu pada Pasal 4 ayat (1) yang menetapkan:

Jenis PSP, berupa:

  • a.    kantong plastik;

  • b.    polysterina (Styrofoam); dan

  • c.    sedotan plastik.

Pengaturan terkait juga terdapat pada Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 3 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Sampah dalam Pasal 11 ayat (3) yang mengamanatkan kegiatan pembatasan timbulan sampah, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. Berdasarkan amanat tersebut Walikota Denpasar menetapkan Peraturan Walikota No. 36 Tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik. Pengaturan ini juga bertujuan guna mengurangi timbulan sampah plastik yang jenisnya lebih spesifik yaitu kantong plastik. Pasal 1 angka 5 Peraturan Walikota Denpasar Nomor 36 Tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik menentukan bahwa “kantong plastik adalah kantong yang terbuat dari/atau mengandung bahan dasar plastik, lateks atau polyethylene, thermoplastic synthetic polymeric, atau bahan-bahan sejenis lainnya, dengan/atau tanpa pegangan tangan, yang digunakan sebagai media untuk mengangkat atau mengangkut barang”.

Kedua peraturan tersebut telah mengatur terkait sampah plastik. Baik Peraturan Gubernur Bali No. 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai dan Peraturan Walikota Denpasar No. 36 Tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik sama – sama merupakan upaya normatif yang dilakukan pemerintah dalam pengurangan penggunaan sampah plastik. Kedua aturan tersebut juga telah mengatur terkait upaya pengawasan pada setiap program dan kegiatan yang tentu sangat penting dilakukan guna menjamin agar keseluruhan kebijakan dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Pengawasan adalah serangkaian kegiatan berupa pemantauan, pemeriksaan dan evaluasi terhadap pelaksanaan suatu kebijakan publik. Fayol berpendapat bahwa pengawasan merupakan suatu upaya untuk memeriksa apakah semua sudah terlaksana sesuai dengan perintah yang telah dikeluarkan, rencana yang ditetapkan, dan sesuai prinsip yang dianut. Dimaksudkan juga untuk mengetahui adanya kesalahan dan kelemahan agar kejadian tersebut dapat dihindari dan tidak terulang di kemudian hari.12 Pengawasan terhadap produk hukum daerah ada dua jenis yaitu:

  • a.    Pengawasan preventif, ialah suatu bentuk pengawasan yang dilaksanakan sebelum suatu peraturan daerah diundangkan atau masih dalam bentuk rancangan peraturan daerah. Pengawasan ini bentuknya pengesahan atau penolakan dengan tujuan agar tidak menimbulkan kerugian bagi daerah dan masyarakat

  • b.    Pengawasan represif, merupakan pengawasan yang dilaksanakan setelah peraturan daerah diundangkan. Hal ini dilakukan dalam bentuk membatalkan atau menangguhkan berlakunya peraturan daerah.

Dilihat dari perspektif waktu pelaksanaannya, terdapat dua jenis pengawasan antara lain pengawasan apriori dan aposteriori. Pengawasan apriori ialah pelaksanaan pengawasan sebelum adanya ketetapan atau keputusan dari pemerintah, dalam hal ini terdapat unsur preventif yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kekeliruan. Sedangkan pengawasan aposteriori adalah suatu pengawasan yang dilakukan setelah adanya suatu ketetapan atau keputusan oleh pemerintah. Pelaksanaan pengawasan

dilakukan untuk mengetahui apakah dalam pengimplementasian ketetapan atau keputusan tersebut, sudah sesuai dengan tujuannya. 13

Berdasarkan pembahasan diatas pemerintah dapat melakukan upaya pengawasan terkait pengurangan sampah plastik yaitu dengan pengawasan aposteriori. Pengawasan ini mengandung unsur represif. Sehingga menjadi sangat tepat jika pemerintah menggunakan pengawasan ini terhadap produk hukum yang telah diterbitkan untuk mengurangi penggunaan sampah plastik.

  • 3.2.    Akibat Hukum Dari Penyelesaian Konflik Norma Terhadap Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai dengan Peraturan Walikota Denpasar Nomor 36 Tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik

Salah satu fungsi yaitu fungsi pengawasan (controlling) perlu dikembangkan agar dapat mewujudkan Pemerintahan yang efektif. Di era otonomi daerah, pelaksanaan kegiatan pengawasan menjadi sangat penting, karena pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk mengelola sendiri berbagai urusan dan kebijakan ditingkat daerah. Sehingga Pemerintah Daerah dapat secara langsung melakukan pengawasan di daerahnya. Terkait pengurangan sampah plastik, Peraturan Gubernur Bali No. 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai dan Peraturan Walikota Denpasar Nomor 36 Tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik memang sudah mengatur mengenai upaya pengawasan. Namun kedua aturan tersebut memberikan amanat yang berbeda terkait unsur pelaksana dari upaya pengawasan yang telah ditentukan.

Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 mengatur terkait upaya pengawasan yaitu pada Pasal 17 ayat (1) yang menentukan bahwa “Gubernur melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Pembatasan Timbulan Sampah PSP”. Kemudian pada ayat (3) pasal ini bahwa “Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Tim” kemudian pada ayat (4) pada pasal ini yang menetapkan yaitu Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri dari unsur:

  • a.    instansi vertikal;

  • b.    Perangkat Daerah;

  • c.    akademisi;

  • d.    lembaga swadaya masyarakat;

  • e.    pengusaha;

  • f.    tokoh keagamaan; dan

  • g.    tokoh masyarakat

Berbeda dengan upaya pengawasan pengurangan sampah plastik pada Peraturan Walikota Denpasar No. 36 Tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik. Pada Pasal 7 ayat (1) disebutkan “Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan melakukan pengawasan dalam pengurangan penggunaan kantong plastik terhadap : a. pelaku usaha; dan b. masyarakat” Kemudian pada ayat (2) menentukan bahwa “Dalam hal melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk Tim yang terdiri dari unsur Perangkat Daerah”

Berdasarkan hal tersebut isi dari Pasal 17 ayat (4) Peraturan Gubernur Bali No. 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai dengan Pasal 7 ayat (2) Peraturan Walikota Denpasar No. 36 Tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik menimbulkan konflik norma mengenai unsur dari tim pelaksana pengawasan. Hal ini tentu tidak dapat dibiarkan karena disadari bahwa hukum yang merupakan suatu sistem dan pedoman tidak menghendaki adanya suatu konflik.

Sehingga terkait adanya konflik norma tersebut, diketahui apabila terdapat 2 (dua) aturan yang berbeda namun mengatur hal yang sama, maka untuk menyelesaikan konflik norma yang terjadi dapat menggunakan asas-asas hukum yang ada. Maka dapat dilakukan penyelesaian untuk mengakhiri konflik norma yang terjadi yaitu dengan menggunakan acuan pada prinsip – prinsip atau asas - asas hukum yaitu:14

  • a.    Lex specialis derogate legi generalis, yaitu suatu peraturan atau undang-undang yang mengatur ketentuan yang sifatnya khusus (specialis) mengenyampingkan peraturan atau undang-undang yang sifatnya lebih umum (generalis)

  • b.    Lex posteriori derogate legi priori, yang artinya peraturan atau undang-undang yang disahkan belakangan (posteriori) mengesampingkan peraturan atau undang-undang yang disahkan lebih dulu (priori)

  • c.    Lex superiori derogat legi inferiori, artinya bahwa undang-undang atau peraturan yang lebih tinggi (superiori) mengesampingkan undang-undang atau peraturan yang lebih rendah

Berdasarkan hal tersebut, sesuai dengan pembentukannya Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai disahkan belakangan dibandingkan dengan Peraturan Walikota Denpasar Nomor 36 Tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik. Sehingga jika dikaitkan dengan asas yang ada maka yang diakui pemberlakuannya adalah Peraturan Gubernur Bali No. 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai mekipun Peraturan Walikota Denpasar No. 36 Tahun 2018 juga masih diberlakukan. Selain berdasarkan asas tersebut, menjadi benar pula untuk melakukan pengawasan berdasakan apa yang telah tercantum pada Peraturan Gubernur Bali No. 97 Tahun 2018 yaitu pada Pasal 17 ayat (4). Karena yang menjadi unsur dari pelaksana pengawasan tidak hanya Pemerintah Daerah tetapi juga unsur – unsur lain yang ada di masyarakat. Sehingga upaya pengawasan yang dilakukan pemerintah menjadi lebih efektif, maksimal dan tepat sasaran15

4. Kesimpulan

Kebersihan dan kelestarian lingkungan hidup merupakan kewajiban bagi pemerintah dan masyarakat untuk menjaganya. Sudah menjadi kewajiban bersama untuk menjaga kebersihan lingkungan dari timbulan sampah plastik. Selain itu, menyadari banyaknya dampak yang ditimbulkan dari penggunaan plastik maka

Pemerintah Daerah Provinsi Bali telah menetapkan Peraturan Gubernur Bali No. 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai serta Peraturan Walikota Denpasar No. 36 Tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik. Kedua aturan tersebut merupakan upaya solutif pemerintah dalam mengatasi bertambahnya volume sampah plastik di Provinsi Bali. Dengan ditetapkannya aturan tersebut juga pemerintah dapat mengawasi segala kegiatan masyarakat dan membatasi kegiatan yang dilakukan masyarakat yang menggunakan plastik. Dalam Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai dan Peraturan Walikota Denpasar Nomor 36 Tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik juga telah mengatur secara jelas mengenai upaya pengawasan pengurangan sampah plastik. Meskipun terdapat konflik norma, namun hal tersebut dapat diatasi dengan menggunakan asas-asas hukum yang telah ada. Yaitu dengan menggunakan asas Lex posteriori derogate legi priori, yang artinya undang-undang/ peraturan yang disahkan belakangan (posteriori) mengesampingkan undang-undang/ peraturan yang disahkan lebih dulu (priori). Sehingga upaya pengawasan yang dilakukan pemerintah dapat berjalan sebagaimana mestinya dan apa yang menjadi tujuan dari ditetapkannya kedua aturan tersebut dapat dicapai.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Ali, Zainudin. “Metode Penelitian Hukum” (Surabaya: Sinar Grafika, 2017)

Ibrahim, Johny. Teori Dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Malang: Bayumedia Publishing, 2010)

Marzuki, Peter Mahmud. “Penelitian Hukum” (Jakarta: Prenada Media Group)

Jurnal Ilmiah

Fauzi, Achmad. "Peran Inspektorat Kabupaten/Kota Sebagai Lembaga Pengawasan Internal Pemerintah Daerah Menuju Tata Kepemerintahan Daerah yang Baik." Jurnal Ilmiah Hukum Dan Dinamika Masyarakat 10, no. 2 (2016): 35-45.

Lathif, Nazaruddin. "Kewenangan Penyelenggaraan Program Pengurangan Kantong Plastik Di Wilayah Kota Bogor." Jurnal Gagasan Hukum 1, no. 01 (2019): 41-62.

Muin, Fatkhul. "Otonomi daerah dalam perspektif pembagian urusan pemerintah-pemerintah daerah dan keuangan daerah." Fiat Justisia 8, no. 1 (2014): 69-79.

Permadi, I. Made Ari, and R. Murti. "Dampak Pencemaran Lingkungan Akibat Limbah Dan Upaya Penanggulangannya Di Kota Denpasar." (2009): 1-5.

Podungge, Hasanuddin. "Konflik Norma Dalam Pengawasan APBD Kabupaten/Kota." Gorontalo Journal of Public Administration Studies 2, no. 1 (2019): 23-34.

Riswan, R., Henna Rya Sunoko, and Agus Hadiyarto. "Pengelolaan sampah rumah tangga di Kecamatan Daha Selatan." Jurnal Ilmu Lingkungan 9, no. 1 (2011): 3138.

Sahwan, Firman Laili. "Sistem pengelolaan limbah plastik di Indonesia." Jurnal teknologi lingkungan 6, no. 1 (2005): 311-318.

Susetio, Wasis. "Disharmoni peraturan perundang-undangan di bidang agraria." Lex Jurnalica 10, no. 3 (2013): 135-147.

Usman, Said. Sampah Perkotaan, Analisis SWOT. "Strategi Pengelolaan Sampah Rumah Tangga di Kota tarakan Kalimantan Utara." Jurnal Ekonomi Pembangunan 5, no. 0 (2016): N0-3. 349-359.

Vioya, Arrauda. "Tahapan Perkembangan Kawasan Metropolitan Jakarta." Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 21, no. 3 (2010): 215-226

Wibawa, I. Putu Sastra. "Politik Hukum Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Menuju Ekokrasi Indonesia." Kanun Jurnal Ilmu Hukum 18, no. 1 (2016): 51-68

Zarkasi, A. "Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah." Jurnal Ilmu Hukum Jambi 2, no. 1 (2011): 49-61

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851

Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679

Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5347

Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor 5

Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Sampah, Tambahan Lembaran Daerah Kota Denpasar Tahun 2015 Nomor 3

Peraturan Gubernur Provinsi Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Penggunaan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai, Berita Daerah Provinsi Bali Tahun 2018 Nomor 97

Peraturan Walikota Denpasar Nomor 36 Tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik, Berita Daerah Kota Denpasar Tahun 2018 Nomor 36

Jurnal Kertha Wicara Vol.10 No.8 Tahun 2021, hlm. 576-585