PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN

DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN
SISTEM PEMBAYARAN BERBASIS QR CODE

I Kadek Krisma Eka Suastrawan, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

Anak Agung Gede Agung Dharma Kusuma, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

DOI : KW.2021.v10.i06.p04

ABSTRAK

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis tentang standar keamanan dalam konteks QR Code sebagai alat pembayaran dalam transaksi komersial dan untuk mengetahui dan menganalisis tentang perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna yang menggunakan QR Code sebagai alat pembayaran dalam transaksi komersial. Metode penelitian ini merupakan penelitian normatif yang berguna untuk untuk meninjau serta memecahkan masalah yang terdapat pada isu hukum ini menggunakan pendekatan norma-norma atau perundang-undangan yang terkait perlindungan hukum terhadap pengguna dalam transaksi elektronik. Hasil penelitian ini memuat bahwa suatu prinsip perlindungan konsumen yang wajib diterapkan oleh penerbit selain itu penerbit diwajibkan untuk memberikan kompensasi finansil kepada pengguna selama penyebab kerugian itu tidak dari kesalahan pengguna dan juga penerbit diwajibkan meningkatkan pengawasan serta pertanggung jawaban.

Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Konsumen, Sistem Pembayaran, QR Code

ABSTRACT

The purpose of this paper is to identify and analyze security standards in the context of QR Code as a means of payment in commercial transactions and to find out and analyze legal protection for consumer consumers who use QR Code as a means of payment in commercial transactions. This research method is a normative research that is useful for reviewing and solving problems contained in this legal issue using the approach of norms or legislation related to legal protection of users in electronic transactions. The results of this study indicate that a consumer protection principle that must be applied by publishers, besides that publishers are required to provide financial compensation to users as long as the cause of the loss is not from user error and also the publisher is required to increase supervision and responsibility.

Key Words: Legal Protection, Consumer, Payment System, QR Code

  • 1.    Pendahuluan

    1.1.    Latar Belakang

Bersumber Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dikatakan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum. Pernyataan yang tercantum mengandung arti bahwa negara Indonesia dilandasi oleh aturan hukum yang berlaku dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara. Menurut undang-undang, semua aspek masyarakat, kebangsaan dan status bangsa, termasuk peradaban, harus didasarkan pada undang-undang yang sesuai dengan sistem hukum nasional. Hukum nasional memiliki sistem hukum yang berlaku di Indonesia yang semua unsurnya saling mendukung untuk memprediksi dan mengatasi permasalahan

yang muncul dalam masyarakat, bangsa dan kehidupan berbangsa. Indonesia berstatus negara hukum yang mencerminkan hukum yang berlaku dengan diikuti oleh seluruh masyarakat untuk dapat menjunjung tinggi hukum tanpa terkecuali.

Untuk mewujudkan aspek kehidupan keperdataan, Indonesia mempunyai berbagai macam sumber hukum dalam ranah keperdataan yang salah satunya berupa KUH Per. Pada sumber hukum yang terdapat pengaturan tentang perjanjian yang dimana menjadi prasyarat penting di dalam upaya perlindungan konsumen. Perlindungan konsumen sendiri diatur terpisah pada UU No. 8/99. Sesuai dengan isi Bab 1 Pasal 1 (1) yang mengatakan ; “perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”. Merujuk pada pernyataan tersebut maka dewasa ini perlindungan konsumen harus mendapat perhatian lebih, karena investasi asing telah menjadi bagian dari pembangunan ekonomi Indonesia, dan perekonomian Indonesia sangat erat kaitannya dengan perekonomian dunia.1 Sangatlah amat harus diperhatikan mengingat di era yang segala keperluan dan juga kebutuhan memanfaatkan teknologi. Sebagai contoh yang dapat diambil adalah tentang perkembangan sistem pembayaran berbasis digital.

Perkembangan sistem pembayaran berbasis digital ini sudah berdampak sangat signifikan pada era dan generasi saat ini serta menjadi solusi dalam sistem pembayaran guna memberikan kemudahan serta keserdahanaan dalam melakukan proses transaksi. Perkembangan sistem pembayaran berbasis digital atau non-tunai yang saat ini dikenal ada yang berbentuk kertas (Cek/Bilyet Giro), kartu (Kartu Kredit, Kartu Debet) dan versi elektronik.2 Dan telah terbagi menjadi beberapa kelompok yang diantaranya seperti E-Money, E-Wallet, Payment Gateaway, Fintech dan yang paling terbaru adalah QR Code atau Quick Response Code. QR Code atau bisa dikatakan sebagai kode respon cepat merupakan gambar dua dimensi yang memperlihatkan data dalam bentuk teks yang memiliki maksud untuk menyajikan data secara cepat dan memperoleh respon yang cepat. Pemindai dapat dengan mudah membaca fungsi utama QR Code.3 Di Indonesia, KOMPAS memperkenalkan QR Code untuk pertama kalinya dan telah digunakan sebagai alternatif lain dalam proses transaksi digital pada saat ini selain yang sudah disebutkan sebelumnya. Seiring berjalannya waktu, keberadaan dan penggunaan QR Code sudah semakin masif karena hampir disetiap tempat kini telah menggunakan sistem ini sebagai sistem pembayaran yang efektif.

QR Code menawarkan kemudahan kepada masyarakat sebagai pengguna dan konsumen dalam melakukan transaksi apapun karena dengan hanya sekali tap, transaksi telah berhasil dilakukan. Namun disamping kemudahan yang ditawarkan, QR Code masih menyimpan banyak kendala karena pembayaran ini berbasis digital haruslah diperlukan koneksi internet yang stabil. Selain hal itu masih banyak tempat-tempat yang belum menyediakan alat untuk melakukan transaksi menggunakan QR Code ini, maka pada akhirnya tetap sama saja akan menggunakan uang tunai. Faktor keamanan juga menjadi kendala disini karena indra penglihatan manusia tidak bisa

membedakan QR Code yang asli dan yang palsu. Saat adanya QR code resmi asli dari merchant lalu diubah dan ditambahkan link virus serta malware yang dapat menyedot rekening. Sulit bagi pengguna maupun merchant untuk tahu tentang keaslian QR Code tersebut. Kendala lainnya yang akan ditemui adalah masih sering terjadinya penipuan terhadap pengguna uang elektronik seperti kasus pada tahun 2017 di negeri China yang merugikan konsumen hingga lebih dari US$13 juta atau sekitar Rp188 miliar yang diakibatkan oleh penipuan QR code.4 Karena uang elektronik pada prinsipnya sama dengan uang tunai, jika hilang tidak bisa dilacak dan diblokir.5 Melihat situasi saat ini yang semakin banyaknya penggunaan transaksi berbasis online bukan tidak mungkin pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab tersebut juga akan memengaruhi QR Code. Perangkat hukum guna melindungi masyarakat disini haruslah mendukung suatu kegiatan yang dilakukan dengan menggunakan media elektronik.6

Berdasarkan hal tersebut penerapan prinsip perlindungan hukum terhadap konsumen amat sangat diperlukan berkaitan seperti yang dijelaskan pada PBI No. 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik. Penjelasan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1365 yang tidak disebutkan secara detail pada tulisan ini juga menerangkan bahwa apabila terjadi suatu kerugian yang disebabkan oleh seseorang maka orang tersebut wajib untuk mengganti kerugian tersebut.7 Maka dari hal tersebut topik dari penulisan ini adalah “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN SISTEM PEMBAYARAN BERBASIS QR CODE”.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

Bersumber pada apa yang menjadi latar belakang diatas, maka uraian pertanyaan yang diajukan diantaranya :

  • 1.    Bagaimanakah standar keamanan dalam konteks QR Code sebagai alat pembayaran dalam transaksi komersial?

  • 2.    Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna yang menggunakan QR Code sebagai alat pembayaran dalam transaksi komersial?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Penelitian ini memiliki 2 tujuan, antara lain: (1) untuk mengetahui dan menganalisis tentang standar keamanan dalam konteks QR Code sebagai alat pembayaran dalam transaksi komersial; dan (2) untuk mengetahui dan menganalisis tentang perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna yang menggunakan QR Code sebagai alat pembayaran dalam transaksi komersial.

  • 2.    Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan metode pemecahan masalah atau menggunakan metode ilmiah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.8 Dalam penulisan ini menggunakan jenis penelitian normatif. Penelitian normatif dalam penulisan ini berguna untuk meninjau serta memecahkan masalah yang terdapat pada isu hukum ini menggunakan pendekatan norma-norma atau perundang-undangan yang terkait perlindungan hukum terhadap pengguna dalam transaksi elektronik.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1.    Standar keamanan dalam konteks QR Code sebagai alat pembayaran dalam transaksi komersial

Melakukan pembayaran dengan sistem digital merupakan pilihan yang sangat efektif bagi setiap konsumen dewasa ini karena kemudahan yang ditawarkan serta dapat dilakukan kapanpun dan dimanapun. QR Code adalah salah satu dari sekian jenis sistem pembayaran yang ada saat ini. Penggunaan QR Code sebagai sistem pembayaran sudah sangat masif dilakukan mulai dari e-commerse, startup-startup, gerai serta pusat penunjang kebutuhan sehari-hari lainnya sudah mulai menggunakan sistem ini. Di Indonesia sendiri kini QR Code lebih dikenal sebagai QRIS atau Quick Response Indonesian Standard yaitu QR Code yang disempurnakan regulator dan ASPI atau Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia yang memiliki maksud untuk menyederhanakan sistem pembayaran digital dengan aman, meningkatkan efisiensi pemerintah, dan mempercepat inklusi keuangan digital. QRIS adalah QR Code untuk segala jenis transaksi pembayaran digital.9 Pengembangan QRIS dilakukan oleh industri sistem pembayaran bersama dengan Bank Indonesia agar dalam melakukan transaksi menggunakan QR Code menjadi lebih efisien serta terjamin keamanannya. Dengan adanya hal tersebut seluruh penyelenggara jasa sistem pembayaran yang menggunakan QR Code wajib menggunakan QRIS.

Saat melakukan transaksi pembayaran, kita dapat melihat perbedaan antara pembayaran QRIS dan pembayaran QR Code yang ada dimana hanya perlu satu QR Code. Oleh karena QR Code telah terintegrasi dengan seluruh aplikasi penyedia atau penerima pembayaran menggunakan QR Code. Pembayaran yang dapat dilakukan dengan memanfaatkan QR Code terbagi menjadi 2 metode pembayaran, yaitu Merchant Prompt Mode dan Customer Prompt Mode. Merchant Prompt Mode atau push payment merupakan transaksi yang dipicu oleh penerbit mentransfer uang dari rekening pelanggan. Metode ini merupakan standar yang membutuhkan respon cepat. Merchant Prompt Mode Dynamic tidak membutuhkan investasi yang besar, karena hanya berupa stiker, sedangkan Merchant Prompt Mode Dynamic membutuhkan investasi EDC. Selanjutnya Merchant Presented Mode Static sangat diperuntukan bagi usaha kecil dan mikro (support financial inclusion), sedangkan Merchant Prompt Mode Dynamic ditujukan khusus untuk usaha menengah dan besar. Sedangkan Customer Prompt Mode atau pull payment merupakan transaksi yang dimana pedagang mengkredit pembayaran ke rekening pelanggan melalui bank penerima. Metode ini membutuhkan standar untuk Quick Response, scanner, dan juga aplikasi POS. Selain itu Customer Prompt Mode membutuhkan investasi untuk scanner, aplikasi POS dan edukasi yang lebih

koprehensif kepada merchant. Customer Prompt Mode cocok untuk perusahaan besar dan menengah, merupakan pelengkap pembayaran non tunai yang sudah ada dan alternatif pembayaran transportasi karena dapat digunakan tanpa sinyal.

Jika menilik dari segi keamanan, QR Code sudah tercipta sebagai suatu perangkat modern yang memang mengutamakan keamanan dari setiap data atau informasi penggunanya, oleh sebab itu pengguna lain tidak dapat menggunakan perangkat yang bukan miliknya. Sebelum menggunakan QR Code dapat dipastikan kita akan membuat user terlebih dahulu untuk dapat login dan menggunakannya sebagai alat pembayaran. Dengan mengunduh pemindai QR Code melalui perangkat smartphone maka sangat mudah untuk menggunakan kode ini pada perangkat seperti smartphone, kemudian melakukan scan yang nantinya terlihat pada kamera smartphone. Hadapkan kamera ke pemindai QR dan secara otomatis akan mendapatkan gambar dari QR Code tanpa perlu penutup kamera di smartphone.10

Permasalahan yang kini menjadi fokus utama dalam meminimalisir kasus-kasus pencurian data pengguna dan juga sebagai pengoptimalan sistem pembayaran menggunakan QR Code ini, karena penerapannya saling berkaitan antara aplikasi satu dengan aplikasi lainnya melewati tata cara yang telah disepakati sebelumnya adalah dengan cara standarisasi format data yang akan dipertukarkan. Bagi penyedia jasa sistem pembayaran (PJSP) sendiri telah melakukan pengoptimalan disaat terjadinya pertukaran data yang memakai platform yang berbeda. Umumnya setiap PJSP telah memiliki platformnya sendiri dengan cara dibuat sedemikian rupa sesuai kebutuhan keamanan. Sejalan dengan pemecahan masalah keamanan, QR Code yang terdapat pada penyedia jasa sistem pembayaran juga tak semuanya sama. Hal tersebut dikarenakan perusahaan penyedia produk dan jasa masih belum memiliki standarisasi yang digunakan oleh bank-bank pada umumnya. Ini menjadi sangat penting mengingat QR Code merupakan penghubung antara aplikasi satu dengan aplikasi lainnya.

Implementasi QR Code sebagai uang elektronik bisa dikatakan mempunyai pengaruh yang sangat besar dan kuat pada inklusi keuangan serta memajukan perekonomian Indonesia.11 Namun dibalik itu semua masih menjadi sebuah tantangan sendiri khususnya di Indonesia, karena banyaknya konsumen yang masih tersebar di wilayah terpencil dengan minimnya akses internet yang mereka dapatkan. Tidak hanya akses internet yang masih minim, infrastruktur lain yang mendukung seperti listrik juga masih belum merata. Akses internet serta listrik yang stabil sangat diperlukan mengingat persoalan-persoalan mendasar berkaitan dengan sistem pembayaran yang harus online ini. Berkaitan dengan hal tersebut diharapkan pemerintah dapat segera turun tangan menyikapi permasalah semua yang berhubungan dengan persoalan-persoalan mendasar seperti listrik dan akses internet guna dapat terhubungnya semua kalangan konsumen dari pedalaman serta dapat menyebarkan penggunaan QR Code ini secara merata dengan mendukung mereka masyarakat yang tinggal dipedalaman untuk bisa juga merasakan menjadi penyedia jasa atau barang yang diperjualbelikan dengan menggunakan QR Code.

Hal-hal apapun yang akan terjadi kedepannya, melihat QR Code yang saat ini menjadi pilihan yang digunakan sebagai sistem pembayaran yang lebih cepat. Bahkan diluar perkiraan banyak orang, maka dengan hal itu bank serta orang-orang yang bergerak pada industri pembayaran lainnya diharuskan untuk melakukan tinjauan pada strategi mereka agar dapat mengambil keuntungan secara mutlak dari sistem pembayaran yang sangat canggih ini. Dimana, hal tersebut perlu dipikirkan matang-matang kembali apakah akan segera menerapkan sistem pembayaran melalui QR Code atau akan tetap mempertahankan menggunakan cara yang lama.

Pembekalan yang perlu disiapkan oleh masyarakat jika sewaktu-waktu terjadinya peretasan, sabotase, ataupun pencurian data-data dari QR Code adalah mencari tahu dan menggali lebih banyak lagi produk-produk hukum apa saja yang terkait dalam hal perlindungan sebagai konsumen. Karena jika lengah atau bahkan tidak mau peduli dengan kejadian yang akan dialami maka sangat dapat dipastikan kejadian peretasan, sabotase, dan juga pencurian data-data akan terus ada dan akan selalu menyasar user-user yang tidak dapat perlindungan apapun.

  • 3.2.    Perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna yang menggunakan QR Code sebagai alat pembayaran dalam transaksi komersial

Dibalik mudah dan praktisnya melakukan transaksi pembayaran dengan menggunakan QR Code, pastinya terdapat beberapa risiko yang akan ditimbulkan dari penggunaan QR Code ini karena hal tersebut akan terjadi tanpa disadari sendiri Hal ini diperlukan untuk mengambil tindakan pencegahan dari pengguna, diantaranya :

  • 1.    Tidak semua tempat menerima pembayaran dengan menggunakan alat pembayaran secara elektronik

Sekalipun dewasa ini adalah era digital yang segala kebutuhan dapat dilakukan dan dapat diperoleh dengan mudah akan tetapi pada akhirnya tidak semua tempat menyediakannya. Sama halnya dengan uang elektronik disini dimana tidak semua tempat dapat menerima pembayaran secara elektronik, tetap saja akan memerlukan uang tunai. Misalnya, kita akan menggunakannya saat pergi ke daerah yang lebih kecil atau daerah pedesaan, atau bepergian di daerah yang jauh dari pusat bisnis dan akses internet. Di kawasan tersebut, akan kesulitan menemukan toko dengan pemindai untuk menggunakan uang elektronik. Selain itu, saat pemindai offline atau rusak, tidak ada pilihan selain terus menggunakan uang tunai untuk pembayaran.

  • 2.    Risiko uang elektronik lainnya

Yang masih sering terjadi belakangan ini adalah hilangnya uang elektronik dan dalam kasus ini juga bisa digunakan orang lain, karena pada dasarnya uang elektronik sama dengan uang tunai. Jika hilang, uang elektronik tidak akan dapat dilakukan pelacakan dan juga pemblokiran. Selanjutnya pemahaman pengguna dalam menggunakan uang elektronik masih kurang, yang digunakan dengan cara mengetuk 2 kali pada alat pembaca untuk melakukan transaksi yang sama, lalu nilai uang elektronik tersebut turun lebih dari nilai transaksinya.12 Dan yang terakhir, kecenderungan akan menjadi boros. Hal ini dapat terjadi karena tidak adanya perasaan akan mengeluarkan uang tunai saat bertransaksi jadi adanya perasaan tidak

akan menghabiskan uang secara psikologis. Kejadian itupun menimbulkan perasaan tidak keberatan untuk terus menerus menggunakan uang elektronik serta jika tidak diimbangi dengan mengecek sisa saldo uang elektronik yang ada.

Merujuk pada penjelasan di atas maka suatu konsep perlindungan hukum perlu diketahui. Istilah perlindungan hukum dalam bahasa Belanda disebut Rechts bescherming. Secara etimologis, perlindungan hukum terdiri dari dua suku kata yaitu perlindungan dan hukum. Jika melihat pendapat dari seorang ahli tentang apa yang dimaksud dari konsep perlindungan hukum itu, Satjipto Rahardjo mengemukakannya sebagai suatu hal perlindungan terhadap hak asasi manusia yang dirugikan oleh orang lain, dan agar dapat menikmati semua hak yang diberikan oleh hukum untuk melindungi masyarakat.13 Jika merujuk seperti apa yang dikatakan oleh Satjipto Rahardjo memang benar bahwa disini hak asasi manusia dari pengguna sudah dirugikan jika terjadi kasus hilangnya uang elektronik yang berpindah dan digunakan orang lain yang tidak bertanggung jawab. Oleh sebab demikian perlunya menjabarkan produk-produk hukum mana saja yang dapat dipakai oleh pengguna sebagai orang yang dirugikan untuk mendapatkan suatu perlindungan hukum yang mutlak. Hal-hal yang akan didapatkan pengguna selain perlindungan hukum adalah pengguna juga dapat mengaspirasikan pendapat mereka agar produk hukum yang bersangkutan dilakukan proses peremajaan guna menjadi produk hukum yang nantinya lebih bisa dipakai dengan benar benar kompeten.

Terdapat macam-macam bentuk perlindungan hukum yang dapat dijumpai seperti Philipus M. Hadjon berkeyakinan bahwa memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat dengan memisahkan dua metode perlindungan hukum, yakni:

  • a)    Sarana Perlindungan Hukum Preventif. Perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya perselisihan.

  • b)    Sarana Perlindungan Hukum Represif. Sementara itu perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa.14

Sedangkan pendapat berbeda dikemukakan oleh Muchsin, perlindungan hukum dibagi dua bagian, diantaranya:

  • a)    Perlindungan Hukum Preventif. Perlindungan hukum preventif disini adalah perlindungan yang diberikan untuk mencegah terjadinya pelanggaran.

  • b)    Perlindungan Hukum Represif. Sebaliknya perlindungan hukum yang represif adalah perlindungan pamungkas berupa sanksi dalam hal terjadi perselisihan atau tindak pidana.15

Berdasarkan kedua uraian tersebut maka dapat ditarik suatu kesimpulan yaitu ada dua bentuk perlindungan hukum, termasuk perlindungan hukum preventif dimana mengarahkan agar dilakukannya tindakan pencegahan sebelum terjadinya sengketa atau pelanggaran. Sedangkan perlindungan hukum represif lebih mengarahkan agar suatu sengketa atau pelanggaran dapat diselesaikan apakah itu

dengan dikenakan denda atau kurungan penjara. Sebagai upaya perlindungan hukum guna mengawasi serta mengatur perkembangan sistem pembayaran, maka BI mengeluarkan PBI No. 16/8/PBI/2014 Tentang E-money.

Ketentuan BI tersebut mencantumkan sanksi yang dikenakan kepada pihak pengakuisisi, penerbit, prinsipal, penyelenggara kliring dan penyelenggara penyelesaian akhir yang diantaranya:

  • 1.    Sanksi administratif yang berupa teguran, denda, sampai pemberhentian sementara sebagian bahkan seluruh aktivitas uang elektronik;

  • 2.    Sanksi pencabutan lisensi penyelenggaraan e-money.

Pasal 47 PBI Uang Elektronik mencantumkan pencabutan, dan pencabutan lisensi penyelenggara kegiatan uang elektronik, yaitu Bank Indonesia yang dikenakan sanksi dapat dibekukan sementara, dicabut sebagai pengakuisisi, penerbit, bank, Prinsipal Lembaga Selain Perbankan (LSB), penyelenggara kliring dan penyelenggara penyelesaian akhir, dan pencabutan lisensi yang diberikan.

Dari keterangan-keterangan yang sudah dijelaskan diatas memang sangat diperlukan suatu perlindungan hukum terhadap QR Code sebagai salah satu alat pembayaran elektronik dalam transaksi komersial. Yang menjadi fokus bahasan disini adalah salah satunya banyak terjadinya kasus kehilangan uang elektronik yang dimana hal tersebut dapat meresahkan karena hal tersebut bisa saja telah diambil oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Dalam perlindungan hukum terhadap konsumen terdapat suatu hal yang sangat diperhatikan yaitu prinsip tanggung jawab. Diperlukan ketelitian serta kehati-hatian untuk menganalisis siapa saja yang terlibat untuk dapat dimintai pertanggungjawaban dan juga seberapa besar pertanggungjawaban tersebut dapat dibebankan pada pihak yang bersangkutan dalam hal pelanggaran hak konsumen. Secara umum asas-asas pertanggungjawaban dapat dibedakan menjadi beberapa bagian diantaranya16 :

  • 1.    Asas tanggung jawab didasarkan atas suatu kesalahan

  • 2.    Asas prasangka diharuskan untuk bertanggung jawab

  • 3.    Asas prasangka tidak diharuskan untuk bertanggung jawab

  • 4.    Asas tanggung jawab sepenuhnya sebagai bentuk dasar tanggung jawab dengan pembatasan.

Secara garis besar terdapat tiga kewajiban yang wajib dipenuhi oleh penyelenggara yang menentang kegiatan alat pembayaran nontunai dimana pengguna uang elektronik mengalami kerugian17 :

  • 1.    Kewajiban atas produk

  • 2.    Kewajiban atas informasi produk

  • 3.    Kewajiban atas keamanan produk.

Kewajiban atas produk disini disebabkan karena ketidakseimbangan tanggung jawab antara produsen dan konsumen. Selanjutnya, kewajiban mengenai informasi produk merupakan tanggung jawab pelaku usaha dalam pemberian informasi produk. Dan yang terakhir, kewajiban atas keamanan produk adalah tanggung jawab pelaku

usaha yang berkaitan dengan kewajiban pelaku usaha untuk menjaga keamanan konsumen pada saat melakukan transaksi misalnya pada transaksi berbasis elektronis.

Terhadap kerugian yang dialami oleh pemegang uang elektronik PBI No. 20/6/PBI/2018 telah mengaturnya yaitu pada Pasal 43 (1) yang menunjukkan penerbit diwajibkan untuk menerapkan prinsip perlindungan konsumen. Kemudian Pasal 42 (2) huruf c PBI No. 20/6/PBI/2018 tentang E-money menyatakan bahwa penerbit diwajibkan untuk memiliki mekanisme kompensasi finansil kepada pengguna selama penyebab kerugian itu tidak dari kesalahan pengguna. Berdasarkan bunyi pasal tersebut maka penerbit dapat dimintai pertanggungjawaban selama kelalaian ataupun kesalahan tersebut tidak disebabkan oleh pengguna e-money.

Sedangkan jika kerugian tersebut disebabkan oleh kesalahan dan kelalaian pengguna maka penerbit tidak dapat dimintai pertanggungjawaban mengingat posisi dari si pengguna uang elektronik adalah sebagai konsumen bukan nasabah maka hal tersebut bersifat jual beli sehingga hubungan hukumnya selesai dan klaim kehilangan jumlah pada kartu karena transaksi pembayaran yang salah tidak dapat dilakukan karena tidak adanya hubungan hukum lagi antara penjual dan pembeli setelah dilakukan transaksi jual beli.

  • 4.    Kesimpulan

Standar keamanan QR Code sebagai alat pembayaran dalam transaksi komersial di Indonesia dapat dikatakan cukup aman karena Quick Response Code sudah tercipta sebagai suatu perangkat yang modern yang memang mengutamakan keamanan dari setiap data atau informasi penggunanya dimana pada saat sebelum menggunakan QR Code dapat dipastikan kita akan membuat user terlebih dahulu untuk dapat login dan menggunakannya sebagai alat pembayaran. Meskipun demikian, perlu diperhatikan pula hal-hal apapun yang akan terjadi kedepannya agar dapat tetap merasakan QR Code ini menjadi pilihan sebagai sistem pembayaran yang lebih cepat dan juga aman tentunya. Perlindungan hukum apabila terjadinya peristiwa kehilangan uang elektronik yang dimana hal tersebut dapat meresahkan pengguna maka berdasarkan peraturan yang berlaku tercermin pada PBI No. 20/6/PBI/2018 yaitu pada Pasal 43 (1) yang menyatakan bahwa prinsip perlindungan konsumen wajib diterapkan oleh penerbit. Kemudian Pasal 42 (2) huruf c PBI No. 20/6/PBI/2018 tentang E-Money menyatakan bahwa penerbit diwajibkan untuk memberikan kompensasi finansil kepada pengguna selama penyebab kerugian itu tidak dari kesalahan pengguna. Selanjutnya bagi penyelenggara kegiatan uang elektronik sebagaimana yang telah diatur di dalam PBI No. 16/8/PBI/2014 Tentang E-money agar lebih meningkatkan dari segi pengawasan serta pertanggung jawaban seandainya terdapat hal-hal yang tidak diinginkan nantinya. Penyelenggara kegiatan uang elektronik harus mau mendengarkan serta mempertanggung jawabkan keluhan-keluhan dari pengguna mereka agar kedepannya tidak akan terjadi suatu pencabutan izin, penghentian sementara ataupun pembatalan penyelenggara kegiatan uang elektronik seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Badrulzaman, Mariam Darus. "Kompilasi hukum perikatan." Bandung: Citra Aditya Bakti (2001).

Jonaedi Efendi, S. H. I., S. H. Johnny Ibrahim, and MM SE. Metode Penelitian Hukum:

Normatif dan Empiris. Prenada Media, 2018.

Rosmawati, S. H. Pokok-Pokok Hukum Perlindungan Konsumen. Kencana.

Jurnal Ilmiah

Jawi, I., and S. T. Heru Supriyono. "Pemindaian QR Code Untuk Aplikasi Penampil Informasi Data Koleksi Di Museum Sangiran Sragen Berbasis Android." PhD diss., Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2018., Jurnal Emitor, 17(1)

Mamengko, Rudolf S. "Product Liability dan Profesional Liability di Indonesia." Jurnal Ilmu Hukum, 3(9)

Muryatini, Ni Nyoman dan I Komang Setia Buana. and I. Komang Setia Buana. "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK PENYANDANG DISABILITAS YANG DITELANTARKAN OLEH ORANG TUANYA." Jurnal Advokasi, 9(1)

Nurjanah, Anis. "PERSEPSI PENGGUNAAN OVO TERHADAP MINAT DAN KEPUASAN DIKALANGAN MAHASISWA (Studi Kasus Mahasiswa Jawa Barat)." Prisma (Platform Riset Mahasiswa Akuntansi) 1(2)

Ranto, Roberto. "Tinjauan Yuridis Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Transaksi Jual Beli Melalui Media Elektronik." Jurnal Ilmu Hukum: ALETHEA 2, no. 2 (2019): 145-164.

Rongiyati, Sulasi. "Pelindungan Konsumen dalam Transaksi Dagang Melalui Sistem Elektronik (Consumer Protection in E-Commerce)." Negara Hukum: Membangun Hukum untuk Keadilan dan Kesejahteraan 10, no. 1 (2019): 1-25.

Saputri, Oktoviana Banda. "Preferensi konsumen dalam menggunakan quick response code indonesia standard (qris) sebagai alat pembayaran digital." KINERJA 17(2), 237-247

Setyowati, Yashinta, Ayu Nadia Ramadhani, Debby Ratna Daniel, and AA Gde Satia Utama. "E-Money Banyuwangi Tourism: Qr Code Sebagai Alat Transaksi Di Wisata Pulau Merah." Jurnal Riset Akuntansi Dan Bisnis Airlangga, 2(2)

Sihaloho, Josef Evan, Atifah Ramadani, and Suci Rahmayanti. "Implementasi Sistem Pembayaran Quick Response Indonesia Standard Bagi Perkembangan UMKM di Medan." Jurnal Manajemen Bisnis, 17(2), 287-297

Susanti, Ni Desak Made Eri, Ida Bagus Putra Atmadja, and AA Sagung Wiratni Darmadi. "PERLINDUNGAN. HUKUM BAGI PEMILIK E-MONEY YANG DITERBITKAN OLEH BANK DALAM TRANSASKSI NON TUNAI.", Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum, 7(11) (2019)

Tarantang, Jefry, Annisa Awwaliyah, Maulidia Astuti, and Meidinah Munawaroh. "PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN DIGITAL PADA ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0 DI INDONESIA."JURNAL AL-QARDH 4(1) (2019)

Wahyudi, Dian Barry. Tanggung Jawab Penerbit E-Money Sebagai Alat Pembayaran Non Tunai Apabila Terjadi Kerugian Pada Pengguna E-Money, Jurnal Kertha Desa, 8(4)

Website

Jonathan Patrick, 2018, “Peranan QR Code, Ancaman Keamanan di Balik Kemudahan”, https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20181128150502-185-349939/peranan-qr-code-ancaman-keamanan-di-balik-kemudahan

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Lembaran Negara Nomor 42 Tahun 1999 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 Tentang Uang Elektronik (e-money).

Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 Tentang Uang Elektronik.

Jurnal Kertha Wicara Vol. 10 No. 6 Tahun 2021, hlm. 419-429