PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP

SEBAGAI PERBUATAN MELAWAN HUKUM

Made Krisnanda Wicaksana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]

Putu Ade Harriestha Martana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]

DOI : KW.2021.v10.i03.p02

ABSTRAK

Penulisan artikel ini bertujuan untuk memberikan gambaran normatif mengenai perbuatan pencemaran lingkungan hidup sebagai perbuatan melawan hukum sesuai ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata. Ketentuan tentang perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud pasal tersebut relevan digunakan untuk meminta pertanggungjawaban kepada pelaku perbuatan pencemaran lingkungan hidup secara keperdataan. Untuk menelaah hal tersebut, metode penelitian yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan serta menggunakan sumber bahan hukum berupa materi hukum yang memiliki kekuatan mengikat secara yuridis. Sementara hasil studi/penelitian yang didapatkan mencakup hubungan timbal balik antara kerugian yang ditimbulkan dari perbuatan pencemaran lingkungan hidup sebagai perbuatan melawan hukum serta kaitannya dengan tanggung jawab keperdataan.

Kata kunci: perbuatan melawan hukum, pencemaran lingkungan hidup, tanggung jawab keperdataan.

ABSTRACT

This article aims to provide a normative description of environmental pollution acts as an act against the law in accordance with the provisions of Article 1365 of the Civil Code. The provisions regarding acts against the law as referred to in the article are relevant to be used to hold accountable people who do environmental pollution in a civil manner. To examine this, the research method used in this article is a normative legal research method using purposive approach and legal material sources in the form of legal material which has a legally binding force. Meanwhile, the results of the study / research obtained include a reciprocal relationship between the losses arising from acts of environmental pollution as an act against the law and its relation to civil responsibility.

Keywords: Acts against the law, environmental pollution, civil responsibility

  • I.   PENDAHULUAN

    • 1.1.   Latar Belakang

Berita pencemaran lingkungan masih acapkali kita saksikan. Hal ini menjadi persoalan serius yang dihadapi oleh masyarakat dunia. Pencemaran lingkungan hidup bisa berupa pencemaran air, udara, tanah, serta pencemaran suara. Berbagai pencemaran tersebut tentunya dapat memberi berbagai dampak negatif bagi manusia, hewan, dan tumbuhan. Bagi manusia pencemaran lingkungan dapat berdampak pada kesehatan manusia yang tinggal di sekitar kawasan tercemar, sedangkan bagi hewan yaitu hilangnya sumber makanan, dan bagi tumbuhan yaitu kesuburan tanah menjadi berkurang.

Mengingat begitu besar dampak yang ditimbulkan dari pencemaran lingkungan hidup, maka upaya untuk melindungi lingkungan hidup dari perbuatan yang dapat mencemari lingkungan hidup, penting untuk dilakukan. Salah satu diantaranya adalah melalui instrumen hukum.

Berbagai pendekatan atau pilihan hukum disediakan untuk memberikan perlindungan terhadap lingkungan hidup. Salah satu diantaranya adalah melalui pendekatan hukum keperdataan sebagaimana diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) atau Burgerlijk Wetboek (BW) dengan mengkategorikan perbuatan yang menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan hidup sebagai perbuatan melawan hukum sesuai ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata, yang menyebutkan bahwa perbuatan melawan hukum sebagai “tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya, untuk menggantikan kerugian tersebut” .

Secara umum, perbuatan melawan hukum adalah gabungan suatu ajaran hukum yang mempunyai tujuan mengarahkan suatu perbuatan yang berbahaya atau menyimpang, demi memberikan tanggung jawab terhadap kerugian yang disebabkan oleh adanya hubungan sosial, dan demi bertanggung jawab kepada korban yang merasa dirugikan melalui suatu gugatan yang tepat.1 Mencermati hal tersebut, perlu ditelaah secara normatif hubungan kausalitas antara kerugian yang ditimbulkan dari perbuatan pencemaran lingkungan hidup sebagai perbuatan melawan hukum di satu sisi dengan tanggung jawab keperdataan di sisi lain.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

Terdapat dua masalah yang disajikan dalam tulisan ini, yakni:

  • a.    Bagaimanakah pengaturan perbuatan pencemaran lingkungan hidup menurut hukum Indonesia?

  • b.    Apakah perbuatan pencemaran lingkungan hidup dapat dipandang sebagai perbuatan melawan hukum dalam Pasal 1365 KUHPerdata?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Penulisan ini ditujukan untuk:

  • a.    Untuk mengatahui pengaturan perbuatan pencemaran lingkungan hidup menurut hukum di Indonesia.

  • b.    Untuk memahami kaitan perbuatan pencemaran lingkungan hidup merupakan perbuatan melawan hukum dalam sesuai Pasal 1365 KUHPerdata.

  • II.   METODE PENELITIAN

Penulisan karya ilmiah atau jurnal ini dilandasi dengan berbagai metode yang digunakan penulis sebagai acuan penelitian. Beberapa metode yang penulis gunakan dalam penulisan jurnal ini antara lain, metode penelitian hukum normatif yakni metode yang mempelajari kaidah serta asas-asas hukum. Metode ini digunakan dalam rangka

mencari aturan, prinsip, ataupun doktrin hukum sehingga dapat menjawab isu hukum yang dihadapi.2

Berdasarkan doktrin yang ada, yang dimaksud dengan penelitian hukum normatif adalah salah satu jenis metodologi penelitian hukum yang mendasarkan analisis pada perundang-undangan yang berlaku, yang relevan dengan persoalan hukum yang menjadi fokus penelitian.3 Bahan hukum atau pustaka yang penulis gunakan dalam penelitian ini seperti, perundang-undangan, KUHPerdata, buku-buku, jurnal, kamus atau ensiklopedi dan lain sebagainya.4 Disamping itu, pendekatan lain yang dipergunakan yakni pendekatan peraturan perundang-undangan yaitu dengan mempelajari peraturan perundang-undangan yang terkait dengan masalah yang dibahas,5 seperti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan Pasal 1365 KUHPerdata, serta pendekatan konsepsi yaitu melalui proses penghimpunan pendapat serta doktrin dari para ahli yang berkembang dalam ilmu hukum.6

Dalam rangka memperkaya analisis, penulis juga menggunakan sumber bahan hukum berupa materi hukum yang memiliki kekuatan yang mengikat secara yuridis seperti bahan hukum primer yang terdiri atas perundang-undangan dan bahan hukum sekunder yakni buku-buku, jurnal, serta artikel yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas. Sedangkan teknik yang dipakai oleh penulis dalam mengumpulkan bahan hukum yaitu teknik pengumpulan melalui studi pustaka. Pengumpulan bahan hukum ini dilaksanakan dengan mengelompokkan bahan hukum primer dan sekunder yang berhubungan dengan perbuatan melawan hukum serta perbuatan pencemaran lingkungan hidup. Dalam penelitian hukum normatif ini, teknik analisis bahan hukum dilaksanakan dengan cara pengolahan data melalui sistematikasi bahan-bahan hukum tertulis, selanjutnya data-data yang ada dianalisis secara deskriptif kualitatif. Setelah bahan hukum tersebut tersedia, dilanjutkan dengan proses untuk membahas, memeriksa dan mengelompokkan ke dalam suatu bagian yang untuk diolah menjadi data dan informasi. Selanjutnya, hasil analisis akan ditafsirkan dengan menggunakan metode tafsir sistematis, tafsir gramatikal dan tafsir teleologis.

  • III.    HASIL DAN PEMBAHASAN

  • 3.1.    Pengaturan Perbuatan Pencemaran Lingkungan Hidup Menurut Hukum Indonesia

Isu lingkungan hidup merupakan salah satu masalah yang menjadi perhatian IPU (Inter-Parliamentary Union) sejak tahun 1984 karena berpengaruh pada kepentingan umat manusia. Permasalahan lingkungan hidup ini memiliki efek global dan bersifat transnasional oleh karena itu permasalahan lingkungan hidup harus menjadi kepentingan bersama.7

Dewasa ini, isu lingkungan hidup menjadi persoalan yang cukup kompleks dan dilematis. Dengan memanfaatkan sumber daya alam demi keberhasilan pembangunan serta pertumbuhan ekonomi, hal tersebut dapat menyisakan dampak negatif terhadap lingkungan kedepannya.8

Pembangunan Kawasan industri, pemukiman atau perkebunan sering kali hanya mempertimbangkan aspek keuntungan ekonomi semata, namun mengabaikan aspek kelestarian lingkungan. Kegiatan di Kawasan industri tersebut jika tidak dikelola dengan baik, nantinya dapat menimbulkan limbah dan polusi yang jika dilepaskan, dapat mengurangi kualitas lingkungan.9

Kesalahan dalam pengelolaan lingkungan hidup bisa dipicu karena beberapa faktor seperti rendahnya pendidikan, persoalan ekonomi, pola hidup, kurang tegasnya pengawasan terhadap lingkungan hidup oleh aparat penegak hukum, lemahnya sistem peraturan perundang-undangan sehingga hal tersebut menimbulkan pencemaran atau perusakan terhadap lingkungan hidup.10

Mengenai faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan, Otto Soemarwoto menyebutkan terdapat 4 faktor yaitu,11 (a) pencemaran yang disebabkan karena lebih kuatnya tempo produksi dari zat tersebut ketimbang tempo dari pemakaian atau penurunannya secara kimia fisik; (b) terjadinya pencemaran disebabkan karena reaksi biologis yang menciptakan adanya zat yang dapat mencemarkan lingkungan, misalnya mikro organisme yang dapat menciptakan zat toksin seperti yang terdapat pada tahu bongkrek dan racun alfatoksin yang terdapat di sejumlah bahan makanan manusia atau ternak; (c) terjadinya pencemaran yang disebabkan karena adanya reaksi fisika-kimiawi non biologis, (d) pencemaran yang disebabkan karena terjadinya suatu insiden membuang bahan kimiawi tertentu ke dalam lingkungan hidup.

Memperhatikan dampak yang diakibatkan dari pencemaran lingkungan begitu besar, maka penting untuk mengatur perilaku manusia terhadap lingkungan hidup

dalam suatu aturan hukum. Di Indonesia, sejumlah instrumen hukum yang mengatur tentang lingkungan hidup telah diterbitkan. Instrumen hukum yang pertama kali diterbitkan adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selanjutnya dilakukan perubahan melalui terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Terakhir dengan terbitnya Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang hingga saat ini masih digunakan.

Ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup secara tegas mendefinisikan lingkungan hidup sebagai “kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain” .12

Selanjutnya Pasal 1 angka 14 undang-undang tersebut menyebutkan, “Pencemaran Lingkungan Hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui Baku Mutu Lingkungan Hidup yang telah ditetapkan”13.

Dalam Pasal 67 menjelaskan bahwa “ setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup” . Pasal 69 ayat (1) juga secara jelas mengatur tentang larangan-larangan untuk mencegah pencemaran lingkungan, sebagaimana dinyatakan bahwa, “setiap orang dilarang untuk melakukan perbuatan yang dapat mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang-undangan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ke media lingkungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia, memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, membuang limbah ke media lingkungan hidup, membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan hidup, melepaskan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin lingkungan, melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar, menyusun amdal tanpa memiliki sertifikasi kompetensi penyusun amdal dan memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi atau memberikan keterangan yang tidak benar”.

Kemudian ditegaskan dalam Pasal 87 ayat (1) undang-undang tersebut bahwa “Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu”.

Rumusan pasal tersebut mengandung makna, masing-masing penjamin usaha atau aksi, baik yang dilakukan perusahaan maupun badan hukum apabila menyebabkan terjadinya pencemaran atau perusakan lingkungan hidup, dinilai telah melakukan perbuatan melawan hukum, sehingga penjamin usaha wajib bertanggung

jawab terhadap kerugian yang timbul melalui kompensasi atau ganti rugi, jika memang telah terbukti melaksanakan perilaku yang dapat mencemari atau merusak lingkungan.

Pembuktian adanya perbuatan pencemaran lingkungan hidup menyangkut dua hal yakni apakah ada hubungan kausalitas antara kesalahan dengan kerugian ataupun tanpa perlu membuktikan adanya unsur kesalahan sesuai Pasal 88 Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

  • 3.2.    Perbuatan Pencemaran Lingkungan Hidup Sebagai Perbuatan Melawan Hukum Dalam Konteks Pasal 1365 KUHPerdata

Menurut Arrest Hoge Raad, selain perbuatan melawan hukum berlawanan dengan undang-undang (wet), juga merupakan perbuatan yang dilihat tidak patut dari segi pergaulan masyarakat. Aturan serta hukum yang berkembang saat ini di Indonesia sedikitnya dipengaruhi oleh definisi yang dinyatakan oleh Arrest Hoge Raad tersebut.14

Sebuah perbuatan dapat disebut perbuatan melawan hukum menurut Arrest 1919, jika “bertentangan dengan hak orang lain, bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri, bertentangan dengan kesusilaan, dan bertentangan dengan keharusan yang harus diindahkan dalam pergaulan masyarakat mengenai orang lain atau benda”. Lebih lanjut uraian unsur-unsur perbuatan melawan menurut Arrest 1919, dapat dijelaskan sebagai berikut:15

  • a.    Melanggar hak orang lain, yakni berlawanan atau melakukan pelanggaran terhadap hak subjektif dari suatu individu. Ciri khusus dari hak subjektif menurut Meijers adalah berupa pemberian otoritas kepada seseorang berdasarkan hukum dan digunakan untuk keperluannya.

  • b.    Melanggar kewajiban hukumnya sendiri, yaitu perilaku yang berlawanan dengan ketentuan dari undang-undang. Apabila perilaku tersebut telah berlawanan dengan kewajiban hukum si pelaku, maka perilaku tersebut dapat dikategorikan ke dalam perbuatan melawan hukum.

  • c.    Melanggar kesusilaan, yakni perilaku yang berlawanan dengan norma kesusilaan yang telah diterima dalam pergaulan hidup sebagai hukum tak tertulis. Sehingga perbuatan yang menyimpang dari kesusilaan dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum.

  • d.    Melanggar keharusan yang sudah semestinya ditaati dalam suatu pergaulan di masyarakat baik terkait orang ataupun benda, yakni tiap individu menyadari bahwa mereka adalah anggota dari suatu masyarakat dan oleh sebab itu dalam setiap perbuatan perlu melihat kepentingan dari masyarakat pula. Dalam berbuat sesuatu, seseorang harus mengikuti apa yang dianggap pantas dan layak oleh masyarakat serta menghindari perilaku-perilaku yang menyimpang dari kepatutan. Hal-hal yang dianggap menyimpang dari kepatutan yaitu:16

  • 1)    perilaku yang sangat merugikan kepentingan umum; dan

  • 2)    perilaku yang dapat membahayakan orang lain .

Dalam perspektif hukum perdata, perbuatan pencemaran/perusakan lingkungan hidup tergolong sebagai tindakan melawan hukum berdasarkan ketentuan pasal 1365 KUHPerdata.17 Pasal itu menentukan, “tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut”.18 Dalam RUU Perikatan, Mariam Darus Badrulzaman menegaskan, “a) suatu perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahan atau kelalaiannya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut; b) melanggar hukum adalah tiap perbuatan yang melanggar hak orang lain atau bertentangan dengan kepatutan yang harus diindahkan dalam pergaulan kemasyarakatan terhadap pribadi atau harta benda orang lain; dan c) seorang yang sengaja tidak melakukan suatu perbuatan yang wajib dilakukannya, disamakan dengan seorang yang melakukan suatu perbuatan terlarang dan karenanya melanggar hukum”.19

Ketentuan pasal di atas menyatakan bahwa seorang bertanggung gugat terhadap kerugian orang lain, jika telah memenuhi unsur-unsur:

  • a.    Perbuatan

Biasanya perbuatan melawan hukum diawali dengan adanya perbuatan pelaku. Secara umum terdapat kesan bahwa kata “perbuatan” yang dimaksud sebagai “berbuat sesuatu” atau “tidak berbuat sesuatu” .

  • b.    Perbuatan tersebut bersifat melanggar hukum

Pelaku harus melakukan perbuatan yang melawan hukum. Sebagaimana dijelaskan di atas, perbuatan tersebut bukan hanya melawan aturan hukum tertulis, tetapi juga aturan hukum tak tertulis, meliputi, melanggar hak orang lain atau pihak lain; melanggar kewajiban hukum dari si pelaku; melanggar kesusilaan di masyarakat; dan melanggar kecermatan yang mesti ditaati dalam masyarakat, baik terhadap diri sendiri maupun barang orang lain.20

  • c.    Adanya kerugian terhadap pihak lain

Setiap perbuatan melawan hukum mensyaratkan adanya suatu kerugian yang diderita oleh korban. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal tersebut. Kerugian-kerugian yang diakibatkan oleh adanya perbuatan melawan hukum bisa berbentuk: 1) kerugian materiil, yakni kerugian yang bisa dinilai dengan uang; dan

  • 2)    kerugian immaterial, yakni kerugian yang pada mulanya tidak dapat dikatakan memiliki nilai uang, namun setelah dirinci, dapat dinilai dalam sejumlah uang tertentu.21

  • d.    Timbulnya kerugian sebagai akibat dari perbuatan tersebut (hubungan kausalitas) Suatu perilaku bisa dikatakan sebagai sebab atau causa efficiens dari peristiwa tertentu. Selain itu oorzak (sebab atau alasan) adalah suatu yang menghasilkan perubahan dan menghasilkan akibat dikarenakan adanya suatu Tindakan.22

  • e.    Pelaku tersebut bersalah (kesalahan)

Pasal 1365 KUHPerdata menentukan bahwa individu yang menyebabkan suatu kerugian hanya bertanggung gugat jika suatu individu tersebut bersalah. Syarat adanya kesalahan sebagaimana terdapat dalam ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata yakni, menghendaki selain buruk/tercelanya suatu perbuatan (sifat melanggar hukum), syarat lainnya untuk bertanggung gugat yaitu dapat disesalinya pelaku perbuatan tersebut (kesalahan). Suatu perbuatan dianggap mengandung unsur kesalahan, yang merupakan syarat untuk bertanggung gugat, jika memenuhi unsur-unsur:23

  • 1)    Kesengajaan.

  • 2)    Kelalaian.

  • 3)    Tiadanya alasan pemaaf atau pembenar (recht vaardigingsgrond).

Jadi, berdasarkan unsur-unsur di atas, perbuatan pencemaran lingkungan merupakan perbuatan melawan hukum dalam hukum perdata karena adanya suatu perbuatan, seperti perbuatan yang dilakukan oleh orang atau korporasi, perbuatan yang dilakukan tersebut bersifat melanggar hukum seperti melanggar UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, adanya kerugian terhadap pihak lain baik dalam bentuk kerugian materiil atau immaterial, timbulnya kerugian sebagai akibat dari perbuatan tersebut (hubungan kausalitas) yaitu dari perbuatan pencemaran lingkungan tersebut menghasilkan suatu akibat/ dampak yang buruk bagi lingkungan, dan pelaku tersebut bersalah karena adanya unsur kesengajaan, kelalaian serta tiadanya alasan pemaaf atau pembenar (recht vaardigingsground).

IV. PENUTUP

Ketentuan hukum di Indonesia telah secara tegas mendefinisikan bahwa “Pencemaran Lingkungan Hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui Baku Mutu Lingkungan Hidup yang telah ditetapkan” . Perbuatan pencemaran lingkungan hidup dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 69 dan Pasal 87 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009; perbuatan melawan hukum yakni perilaku yang melanggar ketentuan hukum yang tertulis sebagaimana termaktub dalam undang-undang tersebut; kesalahan yakni perbuatan pelaku telah memenuhi unsur kesengajaan atau kelalaian serta tak adanya alasan pemaaf maupun pembenar; kerugian yang ditimbulkan akibat perbuatan pencemaran lingkungan hidup terhadap orang lain; dan hubungan timbal

balik dari perbuatan tersebut terhadap kerugian yang ditimbulkan perbuatan tersebut (conditio sine qua non).

DAFTAR PUSTAKA

Buku-Buku:

Marzuki, Peter Machmud, Penelitian Hukum, Kencana Pradana Media Group, Jakarta, (2011).

Remy Sjahdeini, Sutan, dkk, Naskah Akademis Peraturan Perundang-Undangan tentang Perbuatan Melawan Hukum, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman RI, Jakarta, (2007).

Soerjono, Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia, Jakarta (1986).

Jurnal Ilmiah:

Benuf, Kornelius, dan Muhamad Azhar, "Metodologi Penelitian Hukum sebagai Instrumen Mengurai Permasalahan Hukum Kontemporer", Gema Keadilan 7, No. 1, (2020).

Berliana, Stefani Petrycia, Tri Lisiani Prihatinah, dan Bambang Heryanto, "Tanggung Gugat Orangtua Atas Perbuatan Melawan Hukum yang Dilakukan oleh Anak yang Belum Dewasa (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Nomor 04/PDT. G/2017/PN. KPH)", Soedirman Law Review 2, No 1, (2020).

Dameria, Rini, Achmad Busro, dan Dewi Hendrawati. "Perbuatan Melawan Hukum Dalam Tindakan Medis dan Penyelesaiannya di Mahkamah Agung (Studi Kasus Perkara Putusan Mahkamah Agung Nomor 352/PK/PDT/2010)." Diponegoro Law Journal 6, no. 1 (2017).

Dewi, Dyah Adriantini Sintha, "Konsep Pengelolaan Lingkungan Hidup Menuju Kemakmuran Masyarakat", Jurnal Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang 1, No. 1, (2012).

Dwinanti Kinasih, Ananda dan M. Hudi Asrori S., “Penyelesaian Ganti Rugi Akibat Sengketa Penguasaan Hak Atas Tanah Secara Melawan Hukum (Tinjauan Beberapa Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)”, Jurnal Privat Law 7, No. 1, (2019).

Hayati, Mulida, "Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat Terhadap Pencemaran Lingkungan Akibat Budidaya Burung Walet" , Supremasi Hukum: Jurnal Penelitian Hukum 27 No. 1 (2018).

Herlina, Nina, “Permasalahan Lingkungan Hidup dan Penegakan Hukum Lingkungan di Indonesia”, Jurnal Ilmiah Galuh Justisi 3, No. 2, (2017).

Ismail, Yunita, "Kebijakan Pembangunan Kawasan Industri Yang Berwawasan Lingkungan (Eco-Industrial Park)", FIRM Journal of Management Studies 1, No.1, (2016).

Kotijah, Siti, "Tanggung Gugat hukum Perusahaan akibat pengelolaan Pertambangan Batubara", Yuridika 26, No. 3, (2011).

Kristiyanto, Eko Noer, “Jangkauan Hukum Nasional Terhadap Prostitusi Daring (State Laws Coverage on Online Prostitution)”, Jurnal Penelitian Hukum De Jure 19, No. 1, (2019).

Prayogo, Sedyo, “Penerapan Batas-Batas Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum dalam Perjanjian”, Jurnal Pembaharuan Hukum 3, No. 2, (2016).

Pujayanti, Adirini, "Inter-parliamentary union (IPU) dan lingkungan hidup", Jurnal Politica Dinamika Masalah Politik Dalam Negeri dan Hubungan Internasional 3, No.1, (2016).

Putra, I. Ketut Widyantara, and Kadek Agus Sudiarawan. "Mekanisme Penentuan Ganti Rugi Atas Kerusakan Lingkungan Hidup Oleh Perusahaan: Pendekatan Penyelesaian Sengketa Keperdataan." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 8, No. 10 (2010).

Putriyana, Nia, dan Shintiya Dwi Puspita, "Tanggung Jawab Hukum dalam Konteks Perbuatan Melawan Hukum terhadap Tindak Pidana Korupsi", Arena Hukum 7, No. 3, (2016).

Sidabukke, Sudiman, "Kasus Bank Century dalam Konstruksi Hukum Perdata ", Jurnal Yustika 11, No. 2, (2008).

Slamet, Sri Redjeki, “Tuntutan Ganti Rugi dalam Perbuatan Melawan Hukum: Suatu Perbandingan dengan Wanprestasi”, Lex Jurnalica 10, No. 2, (2013).

Sriyanto, “Kondisi Lingkungan Hidup di Jawa Tengah dan Prospek Pembangunan ke Depan”, Jurnal Geografi 4, No. 2, (2007).

Skripsi:

Adiguna, Erlangga. "Analisis perbandingan undang-undang kepailitan di Indonesia dengan undang-undang kepailitan negara Inggris dan Malaysia serta penerapan uji solvabilitas sebagai salah satu persyaratan kepailitan." PhD diss., Universitas Pelita Harapan, 2019.

Peraturan Perundang-Undangan:

Subekti, R. dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, (2006).

Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Jurnal Kertha Wicara Vol. 10 No. 3 Tahun 2021, hlm. 208-217.