SUBTITLING PADA KONTEN VIDEO BERBAHASA

ASING TANPA IZIN PENCIPTA ATAU PEMEGANG HAK CIPTA

I Gusti Agung Alit Agung Sri Arsedi, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

A.A. Sri Indrawati, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

DOI : KW.2021.v10.i02.p04

ABSTRAK

Studi ini bertujuan untuk mengkaji legalitas subtitling pada konten video berbahasa asing serta akibat hukum terhadap subtitling pada konten video berbahasa asing tanpa izin Pencipta ataupun Pemegang Hak Cipta. Studi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan serta pendekatan konsep. Hasil studi menunjukan bahwa subtitling pada suatu konten video berbahasa asing dapat dilakukan secara sah apabila mendapat izin berupa lisensi dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sesuai dengan ketentuan pada Pasal 9 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Apabila dilakukan tanpa persetujuam dari Pemegang Hak Cipta ataupun Pencipta, maka dapat melanggar hak ekonomi yang dimilikinya. Akibat Hukum dari subtitling tanpa memperoleh izin Pencipta ataupun Pemegang Hak Cipta dengan mendapat suatu keuntungan finansial dapat dikenakan sanksi berdasarkan ketentuan Pasal 113 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta dalam hal terdapat pengaduan dari Pencipta ataupun Pemegang Hak Cipta yang merasa dirugikan.

Kata Kunci: Subtitling, Konten Video Berbahasa Asing, Hak Cipta.

ABSTRACT

This study aims to examine the legality of subtitling on foreign language video content and the legal consequences of subtitling on foreign language video content that is done without the permission of the Creator or Copyright Holder. This study uses a normative legal research method with a statutory approach and a conceptual approach. The results of the study suggest that subtitling on a foreign language video content can be done legally if a license is obtained from the Creator or Copyright Holder following the provisions in Article 9 Paragraph (2) of Law Number 28 The Year 2014 concerning Copyright. If it is conducted without permission from the Copyright Holder or the Creator, it can violate the economic rights of the Creator or Copyright Holder. Legal consequences of subtitling without obtaining permission of the Creator or Copyright Holder by obtaining a financial gain may be subject to sanctions based on the provisions of Article 113 Paragraph (2) of Law Number 28 The Year 2014 concerning Copyright in the event that there is a complaint from the Creator or Copyright Holder who feels aggrieved.

Key Words: Subtitling, Foreign Language Video Content, Copyright.

  • I.    Pendahuluan

    1.1.    Latar Belakang Masalah

Kemajuan teknologi menjadi begitu pesat dari waktu ke waktu dan hampir segala kegiatan manusia tidak dapat terlepas dari teknologi. Adanya teknologi yang berkembang kian pesat ini merupakan hasil pemikiran atau intelektual yang dimiliki manusia untuk memenuhi segala kebutuhannya yang selalu dinamis agar menjadi lebih mudah dan praktis. Hasil usaha intelektual manusia ini merupakan bentuk dari Kekayaan Intelektual (KI). Dikutip dalam Kholis Roisah, KI didefinisikan sebagai suatu hak yang bermanfaat dan memiliki nilai ekonomi yang bisa menunjang kehidupan, yang berasal dari hasil buah pikir seseorang yang diungkapkan ke publik dalam berbagai bentuk.1 Salah satu instrumen hukum internasional yang mengatur mengenai KI ialah TRIPs yang merupakan bagian dari perjanjian WTO. TRIPs mengatur tujuh jenis KI, yakni: Hak Cipta, Paten, Desain Industri, Merk Dagang, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Indikasi Geografis, serta Informasi Tertutup.2

Hak cipta sebagai salah satu jenis KI melindungi ciptaan manusia dalam aspek ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang mana erat kaitannya dengan benda tidak berwujud ataupun benda immaterial yang berasal dari pikiran manusia. Pertumbuhan dan perkembangan terkait aspek tersebut saat ini memegang peranan penting bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat. 3 berkaitan dengan hal ini, Indonesia sebagai negara yang produktif dalam hal karya cipta yang terkait dengan aspek ilmu pengetahuan, seni, dan sastra tentunya sangat perlu guna melakukan perlindungan hukum terhadap karya cipta berkenaan dengan aspek-aspek tersebut. Hukum yang mengatur mengenai hak cipta di Indonesia tertuang dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta yang selanjutnya disebut UUHC. Karya-karya di aspek seni, sastra, serta ilmu pengetahuan ini hanya bila diwujudkan dalam bentuk nyata yang sudah bisa dibaca, dilihat, maupun didengarkan baru akan memperoleh perlindungan hukum.4 Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa suatu karya cipta yang masih belum diwujudkan secara nyata, yang masih dalam bentuk ide ataupun gagasan tidak termasuk dalam ciptaan yang mendapat perlindungan hukum hak cipta di Indonesia. Pelindungan hukum dalam hal ini akan memperlihatkan adanya kejelasan interaksi antara Ciptaan dengan Pencipta ataupun Pemegang Hak Cipta maupun dengan orang yang memanfaatkannya, yang mana akan membantu dalam penegakkan hukum.5

Berdasarkan Pasal 1 Angka 1 UUHC mendefinisikan hak cipta dengan suatu hak yang bersifat eksklusif, yang mana lahir secara langsung sesudah suatu ciptaan itu diwujudkan pada bentuk yang nyata. Pencipta dalam pengertian hak cipta berdasarkan UUHC tersebut ialah individu atupun komunal yang dengan mandiri ataupun bersamaan melahirkan suatu karya cipta yang memiliki pembeda khusus dengan yang lain. Kemudian, Pencipta sebagai pemilik hak cipta, orang ataupun

badan hukum yang memperoleh hak tersebut dengan legal dari Pencipta, serta seseorang yang menerima lebih lanjut hak dari yang menerima hak tersebut dengan legal disebut Pemegang Hak Cipta. Ciptaan yang dilindungi Hukum yang mengatur mengenai hak cipta mencakup setiap hasil karya cipta dalam aspek seni, sastra, serta ilmu pengetahuan yang dihasilkan dari buah pikiran ataupun ide yang diekspresikan dalam bentuk nyata. Suatu Ciptaan tentunya selalu terkait dengan hak eksklusif, dimana hak ini merupakan hak yang semata-mata ditujukan untuk Pemegang Hak Cipta ataupun Pencipta, jadi pihak lainnya yang tidak boleh mengeksploitasi hak itu dengan tidak memperoleh persetujuan tertulis dari Pemegang Hak Cipta ataupun Pencipta.6 Hak ini adalah hak yang timbul secara langsung, yaitu tidak melalui tahap pendaftaran lebih dahulu dimana Pencipta langsung mendapatkan perlindungan hukum atas hasil karya ciptanya berdasarkan prinsip deklaratif, suatu prinsip dimana pemakai pertama dari ciptaan tersebut yang memperoleh perlindungan hukum. 7 Selain itu, pada Hak eksklusif menempel dua hak lainnya, yakni hak ekonomi serta hak moral. Hak moral berkaitan dengan hak seorang Pencipta yang tidak bisa direnggut oleh pihak lain,8 sedangkan hak ekonomi berkaitan dengan masalah yang bersangkutan dengan keuangan dan penjualan hasil karya, dimana hak ini bisa dilisensikan kepada pihak lain dengan menerima royalti.9

Salah satu teknologi yang menjadi kebutuhan hampir seluruh lapisan masyarakat di dunia adalah internet, dimana sebagian besar perangkat elektronik ataupun perangkat komunikasi memanfaatkan jaringan internet untuk mengakses berbagai informasi seperti data, berita, hingga konten hiburan dengan skala yang luas bahkan dapat melewati batas-batas negara. Kebutuhan akan penggunaan internet kini semakin besar, terlebih lagi dengan munculnya pandemi yang sedang melanda seluruh dunia, menyebabkan hampir segala aktivitas masyarakat terkendala dalam memenuhi keperluan yang harus dilakukan di luar rumah. Hal ini tentu saja turut meningkatkan konsumsi masyarakat akan penggunaan internet yang pada masa ini sangat dibutuhkan baik untuk pekerjaan, pendidikan maupun untuk hiburan. Salah satu hiburan yang banyak diminati masyarakat Indonesia sekarang ini adalah menonton berbagai konten video berbahasa asing seperti drama dan variety show korea, film Hollywood, bahkan anime (istilah animasi yang dikhususkan untuk produksi animasi Jepang). Dalam hal ini, tentunya tidak semua orang memiliki keahlian dalam berbahasa asing, jadi untuk dapat mengerti alur cerita pada konten video berbahasa asing seperti itu diperlukan subtitle, yaitu teks terjemahan yang biasanya ada di bagian bawah layar. Biasanya, Konten video berbahasa asing kebanyakan masih dalam bentuk “raw” atau mentah (belum pernah dirilis dengan subtitle) dan kebutuhan akan ketersedian subtitle untuk melengkapi konten video berbahasa asing ini menjadi salah satu faktor munculnya fansub, yaitu subtitle dari hasil subtitling yang dilakukan pengemar ataupun komunitas tertentu, yang mana sudah banyak tersedia di berbagai website. Hal tersebut memang sangat membantu

masyarakat untuk dapat dengan mudah menikmati konten video berbahasa asing berserta subtitle di berbagai website atau situs streaming yang tersedia di internet. Subtitling yang dilakukan penggemar tersebut sering kali dilakukan dengan tidak memperoleh persetujuan tertulis dari Pencipta ataupun Pemegang Hak Cipta dan terdapat juga beberapa pihak yang dengan sengaja memanfaatkan hal ini untuk tujuan komersial dengan maksud mendapat keuntungan. Hal tersebut tentu saja menjadi suatu pertanyaan besar bagi masyarakat dimana pemanfataan dengan tujuan komersial tersebut tentunya dapat melanggar hak ekonomi dari Pencipta ataupun Pemegang Hak Cipta. Melihat hal ini penulis tertarik untuk mengkaji mengenai legalitas subtitling pada konten video berbahasa asing, serta mengenai akibat hukum terhadap subtitling pada konten video berbahasa asing tanpa izin Pencipta ataupun Pemegang Hak Cipta.

Tulisan ini, apabila dibandingkan dengan studi-studi terdahulu memiliki kesamaan topik yang mengkaji hak cipta berkaitan dengan penerjemahan subtitle, namun fokus kajiannya berbeda. Studi terdahulu dilakukan oleh Muchamad Ilham pada tahun 2019 mengenai legalitas perbuatan fan-subtitle (fansub) yang menerjemahkan dan mengunggah anime yang berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta. Fokus dalam studi ini adalah perbuatan fansub dalam menerjemahkan dan menggunggah anime dalam selain bahasa asli (bahasa jepang).10 Selain itu, I Putu Bagus Indra Prananda Nugraha dan Ni Luh Gede Astariani pada tahun 2018 juga melakukan studi mengenai perlindungan hukum karya cipta film drama bersubtitle yang diunggah komunitas tanpa izin pencipta. Fokus studi ini adalah mengkaji perihal kepastian hukum bagi pencipta film drama yang termasuk film drama korea terkait dengan perlindungan hukum pada karya sinematografi, yang salah satunya menyangkut translasi terhadap karya tersebut. 11

Apabila dilihat dari dua studi terdahulu di atas, pada dasarnya fokus yang dibahas berbeda, dimana tulisan ini lebih menekankan pada pengaturan terhadap subtitling pada konten video berbahasa asing tanpa adanya izin Pencipta ataupun Pemegang Hak Cipta. Dengan kata lain, yang dikaji adalah legalitas serta akibat hukum terkait kegiatan subtitling itu sendiri, dimana Undang-Undang Hak Cipta tidak menyebutkan secara eksplisit mengenai istilah subtitling, namun hanya ada melalui istilah penerjemahan yang sangat berpotensi menimbulkan kekaburan norma, sehingga perlu dilakukan pengkajian dengan sejelas-jelasnya. Dengan demikian, penulis melakukan studi yang berjudul “SUBTITLING PADA KONTEN VIDEO BERBAHASA ASING TANPA IZIN PENCIPTA ATAU PEMEGANG HAK CIPTA”.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimanakah legalitas subtitling pada konten video berbahasa asing?

  • 2.    Bagaimanakah akibat hukum subtitling pada konten video berbahasa asing tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Mengenai tujuan dari penulisan jurnal ini ialah guna mengkaji legalitas subtitling pada konten video berbahasa asing, serta mengetahui akibat hukum terhadap perbuatan subtitling pada konten video berbahasa asing yang dilakukan tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.

  • II.    Metode Penelitian

Pada penulisan artikel ini, metode penelitian yang digunakan untuk mengkaji permasalahan pada jurnal ini merupakan metode penelitian hukum normatif yang mana lebih menekankan pada sumber hukum nasional yang terkait. Dalam kajian jurnal ini digunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dengan memfokuskan analisis pada norma yang tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, serta digunakan juga pendekatan konsep (conceptual approach) untuk menyempurnakan argumen dengan menafsirkan pendapat ataupun konsep dari para ahli terkait pokok bahasan. Bahan hukum yang dikumpulkan melalui teknik studi kepustakaan, sedangkan analisis dilakukan secara kualitatif.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1.    Legalitas Subtitling pada Konten Video Berbahasa Asing Tanpa Izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta

Perkembangan di bidang teknologi yang pesat sekarang ini, memudahkan setiap orang untuk dapat memanfaatkan teknologi seperti internet untuk memenuhi segala kebutuhannya, termasuk untuk menikmati konten video berbahasa asing yang tentunya dengan dilengkapi subtitle yang juga dapat ditemukan dengan mudah di berbagai website di internet. Subtitle merupakan istilah untuk teks terjemahan yang telah diterjemahkan dari dialog film atau drama dalam bahasa asal ke bentuk teks dalam bahasa sasaran, umumnya ada di bagian bawah layar. Ada beberapa jenis subtitle yaitu subtitle resmi dan fansub, dimana fansub ini merupakan istilah untuk subtitle yang diproduksi atau diterjemahkan oleh penggemar yang awalnya ditujukan untuk program anime jepang saja namun kini juga digunakan untuk produk audiovisual lainnya.12 Subtitle untuk konten video berbahasa asing dapat dengan mudah ditemukan di berbagai website atau situs fansub dan biasanya tersedia dalam bentuk SRT, dimana subtitle ini umumnya merupakan hasil dari subtitling yang dilakukan oleh penggemar ataupun komunitas tertentu.

Subtitling menurut Szarkowska, yaitu “subtitling is a translation of the spoken source language dialogue into the target language in the form of synchronized captions, usually at the bottom of the screen, in the form that alters the source text to the least possible extent and enables the target audience to experience the foreign and be aware of its ‘foreigness’ at all times”.13 Definisi tersebut dapat diartikan bahwa subtitling merupakan penerjemahan dari dialog suatu bahasa sumber yang dibicarakan dalam bentuk bahasa sasaran dan diubah menjadi bentuk teks tersinkronasi, biasanya ada di bagian bawah layar, dimana dalam pengubahan bentuk sumber teks ini dilakukan seminimal mungkin dan memungkinkan penonton untuk lebih mudah memahami dan tidak merasa asing pada

bahasa atau istilah yang digunakan. Selain itu, berdasarkan pendapat Yves Gambier yang dikutip dalam tulisan Supardi M. diberikan definisi bahwa “subtitling is one of two possible method for providing translation of a movie dialogue, where the original dialogue soundtrack is left in place and the translation is printed along the bottom of the film”.14 Yang berarti subtitling merupakan salah satu dari dua metode untuk menerjemahkan dialog film dimana terjemahan dialog film ini dituliskan pada layar bagian bawah. Maka dapat dipahami bahwa subtitling merupakan pengalihan suatu bahasa dalam bentuk tertulis yang berasal dari satu bahasa sumber ke dalam bahasa lainnya tanpa mengubah makna aslinya, misalnya dialog film Bahasa Inggis yang diterjemahkan ke dalam teks Bahasa Indonesia. Dengan kata lain, subtitling adalah alih bahasa yang mengubah pengucapan (bahasa lisan) dalam bahasa sumber ke bahasa sasaran dalam bentuk teks.

Berdasarkan ketentuan Pasal 40 huruf n UUHC diatur bahwa Ciptaan yang mendapat perlindungan mencakup karya cipta dalam aspek seni, sastra, serta ilmu pengetahuan, yakni: terjemahan, adaptasi, tafsir, aransemen, saduran, basis data, bunga rampai, modifikasi serta karya lain yang berasal dari hasil transformasi. Subtitle termasuk terjemahan yang mendapat perlindungan hukum dalam UUHC. Ciptaan yang dilindungi UUHC terkait dengan hak eksklusif milik Pencipta ataupun Pemegang Hak Cipta, dimana hak eksklusif ini terdiri atas hak moral serta hak ekonomi. Hak moral merupakan hak yang tidak terlepas pada diri pencipta ataupun pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak bisa dihilangkan dengan alasan apapun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah beralih.15 Pada dasarnya, hak moral ini adalah hak untuk menentang segala bentuk perubahan dalam karya hak cipta yang dapat mengganggu reputasi Pencipta.16 Pasal 5 Ayat (1) UUHC mengatur hak moral ialah hak Pencipta yang mengikuti secara pribadi terkait dengan pemakaiannya untuk publik guna tetap ataupun tidak mencantumkan namanya pada salinan suatu karya cipta baik dengan memakai nama aslinya ataupun nama samaran; mengubah judul serta anak judul atas Ciptaannya; mengubah Ciptaannya sesuai dengan kepantasan dalam masyarakat; serta mempertahankan haknya dalam hal terjadi modifikasi, mutilasi, distorsi terhadap suatu Ciptaan, ataupun terkait dengan hal yang bisa merugikan kehormatan diri maupun reputasinya. Terkait dengan hak ekonomi ialah hak eksklusif Pemegang Hak Cipta ataupun Pencipta guna memperoleh manfaat ekonomi dari Ciptaannya (Pasal 8 UUHC). Hak Ekonomi sebagaimana dijelaskan pada pasal tersebut dapat berupa keuntungan finansial yang mana diperoleh dari penggunaan oleh pihak lain berdasarkan lisensi. 17

Konten video berbahasa asing dalam hal ini dapat dikatakan sebagai karya cipta yang termasuk karya sinematografi, yang mana adalah Ciptaan yang dilindungi menurut Pasal 40 huruf m UUHC. Pada konteks ini, subtitling yang dilakukan pada suatu konten video berbahasa asing berarti bahwa telah dilakukan kegiatan penerjemahan pada suatu Ciptaan. Ketentuan pada Pasal 9 Ayat (1) huruf c UUHC

mengatur bahwa penerjemahan ciptaan itu ialah satu di antara hak ekonomi Pemegang Hak Cipta maupun Pencipta. Ketentuan Ayat (2) daripada pasal tersebut juga mengatur bahwa setiap orang yang menggunakan hak ekonomi haruslah memperoleh izin Pemegang Hak Cipta ataupun Pencipta. Jadi subtitling pada suatu konten video berbahasa asing dapat dilakukan secara sah apabila sudah memperoleh izin dari Pemegang Hak Cipta ataupun Penciptanya. Izin yang dimaksud disini adalah Lisensi, yaitu persetujuan tertulis yang didapatkan dari Pemilik Hak Terkait ataupun Pemegang Hak Cipta kepada pihak lain guna memakai hak ekonomi atas Ciptaanya itu berdasarkan suatu syarat tertentu, sesuai dengan ketentuan Pasal 1 Angka 20 UUHC.

  • 3.2.    Akibat Hukum Subtitling Pada Konten Video Berbahasa Asing Tanpa Izin

    Pencipta Atau Pemegang Hak Cipta

Sekarang ini dengan berkembangnya kemampuan setiap orang untuk dapat memanfaatkan dan mengakses internet, menemukan subtitle untuk konten video berbahasa asing bukanlah hal yang sulit dan dapat dengan mudah ditemukan pada berbagai website di internet seperti Opensubtitles.org, isubtitles. net, atau Moviesubtitles.org. Subtitle yang disediakan di website tersebut pada umumnya merupakan fansub, yaitu subtitle yang diproduksi dan dirilis oleh penggemar baik secara individu maupun kelompok yang biasanya merupakan hasil subtitling yang dilakukan tanpa memperoleh persetujuan Pencipta ataupun Pemegang Hak Cipta, yang mana berpotensi menjadi pelanggaran hak cipta. Terkait dengan hal tersebut, sebenarnya sudah ada beberapa situs resmi yang menyediakan berbagai konten video berbahasa asing yang memiliki subtitle yang legal dan berbayar, namun munculnya berbagai website yang menawarkan konten video berbahasa asing beserta subtitle secara gratis seakan menjadi jalan mudah bagi banyak orang, sehingga menjadikan konten video berbahasa asing dan subtitle dengan subtitling yang illegal masih lebih tinggi peminatnya. Dalam hal ini, sebagian besar masyarakat Indonesia menganggap pelanggaran hak cipta itu bukanlah hal yang genting, bahkan tidak sedikit orang yang secara tidak sadar melakukan suatu pelanggaran terhadap hak milik Pemegang Hak Cipta.18

Kegiatan subtitling yang dilakukan oleh penggemar maupun pihak lainnya memang biasanya dilakukan tanpa memperoleh persetujuan tertulis dari Pencipta ataupun Pemegang Hak Cipta. Namun, dalam melakukan kegiatannya mereka menilai bahwa tindakan ini tidak melanggar hukum karena subtitle tersebut dibuat untuk penggemar oleh penggemar.19 Umumnya akan ditemukan semacam kalimat pemberitahuan bahwa ini merupakan fansub gratis, apabila anda membayar untuk ini anda telah ditipu. Pada dasarnya, subtitling fansub ini memang diawali dengan suatu prinsip yang beredar dan disepakati di kalangan penggemar bahwa fansub tersebut dibuat oleh penggemar dan untuk penggemar, yang mana tidak ditujukan untuk keuntungan komersial karena sebagian penggemar mengetahui bahwa fansub tidak boleh dijual dengan maksud mencari keuntungan finansial. Namun, ada saja beberapa pihak yang dengan sengaja memanfaatkan subtitling konten video berbahasa asing untuk mendapatkan kuntungan ataupun hanya semata-mata untuk mengembangkan websitenya dengan mengadakan sistem donasi. Selain itu, biasanya pihak yang

mencari keuntungan tersebut akan memenuhi websitenya dengan berbagai iklan, biasanya menggunakan shortlink atau tautan pendek.20 Shortlink yang banyak ditemukan salah satunya ialah adf.ly atau semacamnya dan akhirnya pihak-pihak tersebut mendapat uang dari hal tersebut. Hal ini jelas dapat menjadi pelanggaran hak ekonomi bagi Pencipta ataupun Pemegang Hak Cipta. Subtitling yang dilakukan tanpa izin Pencipta ataupun Pemegang Hak Cipta dengan mendapat keuntungan finansial seperti itu dapat dikenakan sanksi berdasarkan ketentuan Pasal 113 Ayat (2) UUHC yang menegaskan setiap orang yang tidak berhak maupun tidak memperoleh persetujuan terlulis dari Pemegang Hak Cipta ataupun Pencipta, malakukan penyimpangan pada hak ekonomi milik Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk digunakan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 120 menyatakan bahwa tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini merupakan delik aduan. Delik aduan yang dimaksud berarti bahwa tindak pidana pelanggaran hak cipta baru boleh dilakukan penyelidikan dan/atau penyidikan setelah adanya pengaduan dari Pencipta ataupun Pemegang Hak Cipta sebagai pihak yang dirugikan.21 Dengan demikian, apabila Pencipta maupun Pemegang Hak Cipta merasa dirugikan dan/atau ingin mempertahankan hak ekonomi yang dimiliki atas Ciptaannya, maka ia dapat melakukan pengaduan sesuai dengan ketentuan Pasal 120 tersebut.

  • IV.    Kesimpulan

Subtitling dikualifikasikan sebagai kegiatan penerjemahan pada suatu ciptaan. Ketentuan pada Pasal 9 Ayat (1) huruf c UUHC mengatur bahwa penerjemahan Ciptaan itu ialah satu di antara hak ekonomi Pemegang Hak Cipta maupun Pencipta. Ketentuan Pasal 9 Ayat (2) juga mengatur bahwa setiap orang yang menggunakan hak ekonomi haruslah memperoleh izin Pemegang Hak Cipta ataupun Pencipta. Maka dalam hal ini, subtitling pada suatu konten video berbahasa asing dapat dilakukan secara sah apabila sudah memperoleh izin dari Pemegang Hak Cipta ataupun Penciptanya. Izin yang dimaksud disini adalah Lisensi sesuai dengan ketentuan Pasal 1 Angka 20 UUHC. Kemudian, akibat hukum dari subtitling yang dilakukan tanpa memperoleh persetujuan Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dengan mendapat keuntungan finansial dapat dikenakan sanksi berdasarkan ketentuan Pasal 113 Ayat (2) UUHC. Namun diperlukan adanya penegasan bahwa tindak pidana sebagaimana dimaksud merupakan delik aduan sesuai dengan ketentual pasal 120 UUHC. Apabila Pencipta atau Pemegang Hak Cipta merasa dirugikan dan/atau ingin mempertahankan hak ekonomi yang dimiliki atas Ciptaannya, maka ia dapat melakukan pengaduan.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Dharmawan, Ni Ketut Supasti. Harmonisasi Hukum Kekayaan Intelektual Indonesia (Denpasar, Swasta Nulus, 2018).

Hidayah, Khoirul. Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Malang, Setara Press, 2018).

Wiryawan, I Wayan. Buku Ajar Hak Atas Kekayaan Intelektual (Denpasar, Swasta Nulus, 2018).

Jurnal

Dewi, Anak Agung Mirah Satria. “Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Cover Version Lagu di YoutubeUdayana Master Law Journal 6, No. 4 (2017): 517.

Dewi, Gusti Agung Putri Krisya dan I. Wayan Novy Purwanto. “Pelaksanaan Hukum Terhadap Pelanggaran Hak Cipta Di Bidang Pembajakan Sinematografi (Film/Video)” Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 5, No.1 (2017): 8.

Fithri, Ayyuhatsanail dan Ichwan Suyudi. “English Wordplay Translation Into Indonesian In The Subtitle Of Friends Television Series” CaLLs (Journal of Culture, Arts, Literature, and Linguistics) 5, No. 1 (2019): 27.

Ilham, Muchamad. “Legalitas Perbuatan Fan-subtitle (Fansub) Yang Menerjemahkan dan Menggunggah Anime Menurut Pasal 9 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta” Dinamika: Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum 25, No. 7 (2019): 1.

Labetubun, Muchtar Anshary Hamid. “Aspek Hukum Hak Cipta Terhadap Buku Elektronik (E-Book) Sebagai Karya Kekayaan Intelektual” SASI 24, No. 2 (2018): 139.

Ningsih, Ayup Suran dan Balqis Hediyati Maharani. “Penegakan Hukum Hak Cipta Terhadap Pembajakan Film Secara Daring” Meta-Yuridis 2, No. 1 (2019): 16.

Nugraha, I Putu Bagus Indra Prananda dan Ni Luh Gede Astariani. “Perlindungan Hukum Hak Cipta Film Drama Korea Bersubtitle Yang Diunggah Komunitas Tanpa Izin Pencipta” Jurnal Kertha Negara: Journal Ilmu Hukum 8, No. 3 (2020): 24.

Panjaitan, Hulman. “Undang Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta Dan Perlindungan Hukum Bagi Pencipta Karya Cipta Musik Dan Lagu” to-ra 5, No. 1 (2019): 24.

Pricillia, Luh Mas Putri dan I. Made Subawa. “Akibat Hukum Pengunggahan Karya Cipta Film Tanpa Izin Pencipta di Media Sosial” Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 6, No. 11 (2018): 2.

Roisah, Kholis. “Kebijakan Hukum “Tranferability” Terhadap Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia” Law Reform 11, No. 2 (2015): 243.

Setiawan, Andry, Rindia Fanny Kusumaningtyas, dan Ivan Bhakti Yudistira. “Diseminasi Hukum Hak Cipta pada Produk Digital di Kota Semarang” Jurnal Pengabdian Hukum Indonesia 1, No. 01 (2018): 61.

Supardi, M., dan D. A. Putri. "Audio-Visual Translation: Subtitling and Dubbing Technique-Movie Soundtrack in Frozen: Let it Go." Buletin Al-Turas 24, No. 2 (2018): 390.

Szarkowska, Agnieszka. “The Power of Film Translation” Translation Journal 9, No. 2 (2005): 1.

Wibawa, Dewa Gede Yudi Putra dan I. Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati. “Upaya Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa Pelanggaran Hak Cipta” Jurnal Kertha Wicara, Fakultas Hukum Universitas Udayana 8, No. 01 (2019): 3.

Wiradirja, Imas Rosidawati. “Pelanggaran Hak Moral Atas Karya Cipta Dalam Penerbitan Elektronik” Litigasi 14, No. 1 (2013): 12.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599).

Jurnal Kertha Wicara Vol. 10 No. 2 Tahun 2021, hlm. 141-150.