KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA TERHADAP PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG DIBERHENTIKAN SECARA TIDAK HORMAT

Rajif Akbar, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

DOI : KW.2021.v10.i02.p05

ABSTRAK

Penulisan Jurnal ini bertujuan menjawab bagaimana upaya hukum serta prosedur dalam sistem Peradilan Tata Usaha Negara terhadap Pegawai negeri sipil yang merasa tak diuntungkan atas sanksi disiplin yang dilayangkan terhadapnya akibat tergabung dalam suatu partai politik berupa pemberhentian secara tidak hormat atau pencabutan atas jabatan melalui surat keputusan yang dilayangkan oleh pejabat yang berwenang menghukum didalam sebuah sengketa Tata Usaha Negara. Serta dalam metodenya menggunakan metode normatif serta melakukan pendekatan melalui peraturan-perundang-undangan yang berlaku dan mengacu pada studi kasus terkait problematika sengketa dalam ranah peradilan tata usaha negara. Upaya Hukum yang dapat diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan secara tidak hormat dengan alasan tindakan pelanggaran Disiplin Pegawai yakni melalui tiga Jalur yaitu Upaya Keberatan Administratif , Banding Administratif, dan Pengajuan Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Namun upaya administratif haruslah didahulukan dikarenakan Pengadilan barulah memiliki wewenang untuk melakukan pemeriksa, memberikan putusan, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara apabila keseluruhan upaya administratif telah dilaksanakan.

Kata Kunci: Upaya Hukum, Pegawai Negeri Sipil, Sengketa Tata Usaha Negara, Pencabutan Jabatan

ABSTRACT

This journal aims to answer how legal efforts and procedures in the State Administrative Court system against civil servants who feel disadvantaged by the disciplinary sanctions imposed on them due to joining a political party in the form of dishonorable dismissal or revocation of their position through a decree sent by an official in charge of punishing in a State Administration dispute. As well as in the method using the normative method and taking a statute approach and case approavh which related to the problem of disputes in the realm of state administrative courts. Legal remedies that can be filed by civil servants who are dishonorably discharged on the grounds of violations of employee discipline, namely through three channels, namely remedies of administrative objections, administrative appeals, and make a legal action to the State Administrative Court. However, administrative efforts must take precedence because the Court only has the authority to conduct examinations, give decisions, and resolve State Administrative disputes when all administrative efforts have been carried out.

Keywords: Legal Efforts, Civil Servants, State Administrative Disputes, Revocation of Position

  • I.     Pendahuluan

    1.1   Latar Belakang Masalah

Dalam pemerintahan yang bersifat demokratis, bersih serta memiliki marwah merupakan tuntutan masyarakat di masa pemerintahan pada era modern saat ini. Hal tersebut merupakan hal yang perlu diwujudkan. Demi mendukung terwujudnya

penyelenggaraan pemerintahan yang baik diperlukan perhatian khusus terkait upaya mereformasi pemerintahan yaitu menata setiap lapisan pemerintah yang terkandung di dalamnya seperti kelembagaan birokrasi di pemerintahan, sistematik, serta penataan manajemen sumber daya Aparatur Sipil Negara yang dulunya dikenal dengan istilah Pegawai Negeri. 1 Pengelolaan tata laksana Aparatur Sipil Negara merupakan hal yang memiliki urgensi tinggi dalam penjalanan roda pemerintahan, oleh karenanya terdapat pengaturan terkait manajemen ASN yang dimuat dalam aturan terkait kepegawaian. Ketentuan ini tecantum didalam “Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara disebutkan definisi manajemen Aparatur Sipil Negara (selanjutnya disingkat ASN) yakni pengelolaan ASN untuk menghasilkan Pegawai ASN yang professional, mempunyai nilai-nilai dasar, etika dalam berprofesi, terlepas dari intervensi politik, aksi korupsi, kolusi dan nepotisme.”2

Pegawai Negeri Sipil (selanjutnya disingkat PNS) memiliki peran yang sangat krusial didalam jalannya pemerintahan karena PNS sejatinya merupakan bagian di dalam ASN untuk menggapai tujuan pembangunan negara. Menilik dari pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tujuan negara yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh Tumpah Darah Indonesia yang bermaksud kepada seluruh masyarakat. Mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur serta selaras antara jasmani maupun rohani atas dasar Pancasila di lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan Tujuan pembangunan nasional menuju bangsa Indonesia yang memiliki karakter. Lancar atau tidaknya melaksanakan jalannya pemerintahan dan juga pembangunan negara sangatlah bergantung pada kualitas aparatur negara yang hakikatnya adalah Pegawai Negeri Sipil. Namun kelemahan serta hambatan dari kualitas kinerja Pegawai negeri masih saja ditemukan tentunya hal ini berkaitan dengan faktor internal maupun eksternal seperti benturan antara kepentingan sekelompok masyarakat dengan kepentingan pribadi sehingga sangat mungkin tercipta perselisihan antar badan atau pejabat TUN. Timbulnya sengketa kepegawaian dalam unit kerja di instansi dapat saja mengakibatkan dikeluarkannya keputusan disiplin tingkat sedang hingga tingkat berat dalam bentuk pemberhentian secara tidak hormat dalam jabatan Pegawai Negeri Sipil oleh pimpinannya ataupun yang memiliki kewenangan sebagai Pembina kepegawaian di tingkat pusat sampai daerah.

Definisi mengenai sengketa Tata Usaha Negara dicantumkan pada suatu peraturan “Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Sengketa Tata Usaha Negara yang menyebutkan bahwa Sengketa Tata Usaha Negara merupakan sengketa yang muncul di ranah tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara pada tingkat pusat maupun daerah, sebagai buntut dikeluarkannya keputusan tata usaha negara,” di antaranya sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku.

Apabila berbicara mengenai sengketa Tata Usaha Negara hal ini pun sempat dialami oleh Mantan Sekda Kab. Gianyar yakni Drs. Ida Bagus Gaga Adi Saputra,

M.SI., dimana menurut artikel yang penulis kutip dari Situs Berita Nusa Bali (11/08/2017) dikatakan bahwa Beliau diberhentikan dengan tidak hormat atas jabatannya sebagai Aparatur Sipil Negara. Pemberhentian tersebut didasari bahwa Gus Gaga dianggap telah tergabung dalam kepengurusan partai politik tanpa mengundurkan diri terlebih dahulu dari statusnya sebagai seorang PNS. Keputusan pemberhentian Gus Gaga dikeluarkan oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), melalui Surat Keputusan Presiden RI No. 00009/KEPKA/TDH/09/17 tertanggal 26 September 2017.3 SK pemberhentian itu atas dasar pertimbangan bahwa Gus Gaga, dengan surat Dewan Pimpinan Pusat Demokrat No: 65/SK/DPP.PD/DPD/VIII/2016 tertanggal 9 Agustus 2016. Didalam surat tersebut disebutkan bahwa yang bersangkutan telah menjabat sebagai pengurus sah Partai Demokrat Provinsi Bali periode 2016-2021, tanpa terlebih dahulu mengundurkan dirinya dari jabatannya sebagai Pegawai Negeri Sipil.

Semakin peliknya problematika yang menderai pemerintahan dan meningkatnya ilmu pengetahuan serta kesadaran masyarakat, hal ini pun tidak menutup kemungkinan munculnya konflik kepentingan (Conflict of Interest) antara pemerintah (Badan/Pejabat TUN) dengan seorang yang dirugikan oleh Keputusan TUN atau pun Keputusan lain dalam konteks Kepegawaian sehingga menimbulkan sebuah Sengketa Kepegawaian.

Implementasi dari tugas administrasi pemerintahan yang baik dan mecangkup seluruh hal terkait melayani masyarakat dan kaitan-kaitan terhadap urusan internal atau Kepegawaian, instansi-instansi pemerintah dalam hal ini Bidang atau Pejabat Tata Usaha Negara sukar dilepaskan dari suatu Keputusan Tata Usaha Negara. Terciptanya konflik kepentingan dimana melibatkan pemerintah (Badan/Pejabat TUN) dengan seseorang/ Badan Hukum, bias terselesaikan dengan damai lewat musyawarah mufakat, namun ada saatnya berkembang jadi sebuah sengketa hukum yang memerlukan penyelesaian melalui pengadilan.

Sesuai dengan yang tertulis di dalam “Undang-Undang No. 5 Tahun 1985 jo Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, dalam penyelesaian sebuah sengketa Tata Usaha Negara ataupun sengketa Kepegawaian dilakukan dengan 2 (dua) Tahapan, yakni di antaranya:

  • 1.    Upaya Administrasi (Pasal 48 jo Pasal 51 ayat (3);

  • 2.    Gugatan (Pasal 1 angka 5 jo pasal 53)”.

Upaya administrasi merupakan suatu sistem peradilan administrasi dimana hal ini memiliki bagian-bagian khusus yang berkenaan dengan Peradilam Tata Usaha Negara, dan berfungsi sebagai acuan dalam tercapainya tujuan dalam pemeliharaan keteraturan, kesinambungan dan stabilitas antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat luas. Pendapat ahli Indroharto,4 upaya administrasi adalah suatu langkah yang diatur pada sebuah peraturan perundang-undangan dan berfungsi sebagai langkah penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara yang dijalankan pada lapangan pemerintah dan bukanlah peradilan bebas dimana pada prosesnya terdiri atas prosedur keberatan serta prosedur banding administratif. Hal ini menunjukan bahwa Pengadilan barulah berwenang dalam memeriksa, memberikan putusan, dan

menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara jikalau semua upaya administratif yang bersangkutan sudah ditempuh.

Melalui permasalahan tersebut diatas, Drs. Ida Bagus Gaga Adi Saputra, M.SI atau yang biasa akrab dipanggil Gus Gaga merasa tidak terima dengan dikeluarkannya SK pemberhentian oleh Bupati Gianyar yang dituangkan melalui Surat Keputusan Bupati Gianyar No: 800/3070/BKPSDM tgl 22 Agustus 2017 sehingga mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Denpasar. Namun Majelis hakim tidak menerima gugatan tersebut, karena semestinya yang bersangkutan harus melalui proses keberatan kemudian banding administrasi sebelum menggugat ke PTUN. Sehingga melalui jurnal ini penulis bertujuan untuk menjelaskan upaya hukum apa yang dapat ditempuh oleh PNS yang diberhentikan secara tidak terhormat akibat tergabung dalam Partai politik serta menelaah apakah keputusan Hakim dalam menolak gugatan PNS yang bersangkutan telah tepat apabila dikaitkan dengan sistem Peradilan Tata Usaha Negara

Upaya keberatan yang diajukan oleh anggota PNS yang dilayangkan sanksi berupa hukuman berat yakni pemberhentian secara tidak hormat, adalah problematika hukum dengan klasifiakasi cukup serius. Pada hakikatnya Jabatan yang diberikan ke seorang PNS merupakan sebuah amanat negara terhadapnya sehingga harus dijalankan dengan sebaik-baiknya.5 Seperti kasus yang sempat dialami oleh mantan Sekda Kab. Gianyar, Drs. Ida Bagus Gaga Adi Saputra, M.SI., Dimana hal tersebut ialah salah satu bentuk sengketa kepegawaian sebagai konsekuensi pelanggaran kepada aturan disiplin PNS yang bias selesai melalui upaya administratif atas dasar ketidakpuasan akan sanksi disiplin yang dilauangkan terhadapnya berupa keberatan ataupun banding administratif.

Dalam melakukan pengamatan terhadap beberapa kajian mengenai topik serupa tentang Penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara melalui perspektif kewenangan PTUN, penulis menemukan beberapa penelitian yang tentunya memiliki perbedaan dalam hal arah permasalahan yang diangkat. Adapun penelitian yang pertama berjudul “Penyelesaian Sengketa Kepegawaian Akibat Sanksi Bagi Pegawai Negeri Sipil” sebuah jurnal ilmu hukum kertha wicara Fakultas Hukum Universitas Udayana yang menitik beratkan pembahasan pada penyebab adanya sebuah sengketa kepegawaian mulai dari permasalahan gaji PNS, pemberian cuti, kenaikan pangkat serta penjatuhan sanksi disiplin oleh atasan serta upaya yang dapat ditempuh oleh Pegawai Negeri Sipil akibat dijatuhkannya sanksi disiplin. Penelitian Kedua berjudul “Tinjauan Yuridis Mengenai Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Dikarenakan Melakukan Pelanggaran, Tindak Pidana, Dan Penyelewengan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 Tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil” sebuah jurnal ilmu hukum Kertha Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana dimana arah pembahasannya menuju pada pemberhentian terhadap Pegawai Negeri Sipil yang melakukan tindak pidana kejahatan yang berkaitan dengan jabatannya sebagai aparatur negara. Penelitian sejenis yang ketiga yakni berjudul “Penegakkan Sanksi Disiplin Bagi Pegawai Negeri Sipil Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.” Jurnal ilmu hukum Kertha

Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana dengan pembahasan yang mengarah pada faktor yang mempengaruhi kinerja Pegawai Negeri Sipil itu sendiri meliputi budaya kerja dan sistem pengawasan. Jurnal sejenis yang terakhir yakni berjudul “Revitalisasi Manajemen Aparatur Sipil Negara Melalui Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Bagi Pegawai Negeri Sipil Yang Terlibat Tindak Pidana Korupsi” sebuah jurnal panorama hukum yang membahas mengenai pemberhentian secara tidak hormat Aparatur Sipil Negara dikaji melalui perpektif hukum pidana.

Mengacu pada ke empat penelitian yang memiliki kesamaan topik pembahasan diatas, penulis merumuskan permasalahan yang memiliki titik pembeda dan lebih memfokuskan pada bagaimana penjatuhan sanksi terhadap Pegawai Negeri Sipil yang tergabung dalam partai politik serta bagaimana akibat hukum dari upaya yang diajukan tidak sesuai prosedur dalam lingkup kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara yang dikaji berdasarkan studi kasus yang dialami oleh Mantan Sekda Kab. Gianyar. Bahwa dalam setiap sengketa didalam ruang lingkup Tata Usaha Negara yang berhubungan dengan Pelanggaran Disiplin Pegawai Negeri terlebih dahulu harus melewati proses upaya administratif dan gugatan tersebut dinyatakan tak diterima dengan tidak menunggu ataupun terikat dengan alasan lainnya apabila pihak penggugat tidak mengajukan upaya administratif. Selain itu keunggulan dari tulisan ini ialah berperan sebagai sumbangsih pemikiran yang secara spesifik menyasar Aparatur Sipil Negara yang memiliki permasalahan di ranah sengketa kepegawaian serta Penegakkan kedisiplinan bagi ASN melalui perspektif Hukum Acara Peradila Tata Usaha Negara dalam rangka menciptakan aparatur negara yang memiliki kredibelitas dan tanggung jawab yang tinggi serta diharapkan dapat menuntun bagi kemajuan Hukum di Indonesia.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Merujuk pada uraian permasalahan diatas, maka penulis merangkumnya menjadi dua rumusan permasalahan yaitu :

  • 1.    Bagaimana Upaya hukum yang bisa diambil oleh Pegawai Negeri Sipil akibat penjatuhan sanksi disiplin berupa pemberhentian secara tidak hormat akibat Tergabung dalam Partai Politik?

  • 2.    Bagaimana akibat Hukum dari Upaya yang diajukan oleh PNS tidak sesuai prosedur dalam Peradilan Tata Usaha Negara?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan jurnal ini ialah untuk melihat upaya hukum apa yang dapat dilalui oleh seorang PNS akibat penjatuhan sanksi disiplin yakni pemberhentian secara tidak hormat akibat Tergabung dalam Partai Politik dan untuk mengetahui akibat dari Upaya hukum yang diajukan PNS tidak sesuai prosedur dalam sengketa Tata Usaha Negara.

  • II.    Metode Penelitian

Metode penelitian dalam jurnal ini yakni Metode Penelitian Hukum normatif menggunakan studi kasus normatif yang berangkat dari adanya persoalan-persoalan dalam Sengketa kepegawaian. Dasar yang dikaji yaitu hukum yang terkonsep menjadi norma-norma atau kaidah yang belaku di masyarakat sehingga membentuk pedoman bertingkah laku bagi semua orang. Pendekatan yang dilakukan yakni terdiri dari Pendekatan Kasus (Case Approach) dan Pendekatan Perundang-Undangan (The Statute Aproach).Penulisan jurnal ini menggunakan data yang bersumber dari

penelitian kepustakaan dimana penelitian dengan memanfaatkan bahan hukum seperti buku-buku hukum, jurnal-jurnal hukum atau literatur-literatur lain yang memiliki keterkaitan dengan permasalahan yang dibahas dengan metode Snow Ball Method. Serta dianalisa dengan Teknik deskriptif dengan menguraikan permasalahan terhadap proposisi hukum.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

  • 3.1    Pegawai Negeri Sipil yang Diberhentikan Secara Tidak Hormat Karena Tergabung dalam Partai Politik

Sarjana bernama F.J Stahl mengemukakan bahwasannya ciri-ciri dalam suatu negara hukum (Rechstaat) ialah dengan berlakunya pengakuan begitu pula perlindungan HAM, peradilan yang bebas dari intervensi kekuasaan dan kekuatan lainnya serta tak memihak, dan legalitas dengan segala bentuknya di dalam hukum.

Pada “pasal 1 ayat (3) UUD 1945 dirumuskan bahwa Indonesia merupakan negara hukum,” yang dimana hukum menjadi acuan terhadap segala hal yang berkaitan dengan permasalahan hukum. Hukum diberlakukan secara sama dan adilkepada seluruh lapisan masyarakat tak terkecuali dalam bidang hukum kepegewaian. Semua kegaiatan yang dilakukan Pemerintah maupun warga sipil haruslah berdasar pada hukum.6 Begitu pula dalam kaitannya terhaap hubungan hukum yang terjalin antara pemerintah dan jajarannya.

Bagi tatanan kehidupan masyarakat secara global maupun nasional, menghasilkan Good Governance dan Clean Government adalah tuntutan dan cita-cita yang bersifat fundamental.7 Demokrasi sebagai wujud pemerintahan yang baik, transparansi, pertanggungjawaban, supremasi hukum serta keadilan menjadi hal yang utama dalam mengimplemntasikan kerja pemerintah, maka dari itu diperlukan interdisipliner dalam meningkatkan peran pemerintah untuk menjadi baik dan bersih. Adapun faktor-faktor penghambat seperti kecendrungan etos kinerja PNS tergolong cukup rendah, disiplin dan rasa loyal untuk mengedepankan kepentingan masyarakat di depan kepentingan sendiri dalam hal ini keluarga, maupun golongan tertentu dan kelompok-kelompok serta kebiasaan yang mengakar contohnya tindakan korupsi, kolusi maupun nepotisme yang sudah ada turun menurun.

Posisi Pegawai Negeri berdasarkan “Pasal 3 ayat (1) UU No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yakni menjadi bagian dari komponen aparatur negara yang berperan menjadi bagian pelayananan masyarakat yang profesional, jujur, adil, dan merata dalam pelaksanaan kewajiban negara, pemerintahan, dan pembangunan.” Kedudukan PNS berpedoman terhadap pemikiran bahwasannya pemerintah dapat melaksanakan dan menggerakkan fungsi pembangunan demi kepentingan masyarakat luas demi kesejahteraan, artinya tidak hanya soal fungsi umum untuk ketertiban negara semata.

Seorang PNS bisa sewaktu waktu di berhentikan dari jabatannya apabila lalai dan tidak mengindahkan tugasnya hal ini selaras dengan berlakunya peraturan terkait dengan disiplin Pegawai Negeri Sipil Tersebut. Adapun aturan yang merumuskan hal terkait kedisiplinan PNS yaitu “PP No. 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang berhubungan dengan UU No. 5 Tahun 2014 Tentang ASN.”

Peraturan terkait Disiplin Pegawai ini sangatlah mutlak diperlukan dalam menjadi acuan menegakkan dan meningkatkan kedisiplinan, maka terjaminlah tata tertib serta profesionalisme dalam melaksanakan tugas yang berujung pada terdorongnya PNS agar lebih produktif sesuai dengan sistem karir dan sistem prestasi kerja.8 Oleh sebab itu seorang yang menjabat sebagai Pegawai Neger Sipil haruslah disiplin dalam menjalankan tugas dan pekerjaanya, karena selain membantu pembangunan nasional, PNS juga memiliki tanggung jawab dalam melayani masyarakat. Terkait hal penjatuhan sanksi atas ketidak disiplinan pegawai, pihak yang memiliki wewenang berhak menghukum serta melayangkan sanksi disiplin terhadap PNS yang melanggar ketentuan Pejabat yang memiliki wewenang menghukum yakni Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati serta perwakilan Republik Indonesia di negera lain.9

Menilik pada kasus yang dialami oleh Mantan Sekda Kab. Gianyar, Drs. Ida Bagus Gaga Adi Saputra, M.SI atau yang biasa akrab dipanggil Gus Gaga, permasalahan yang timbul yakni gus gaga dinilai telah menjadi pengurus sebuah partai tanpa terlebih dahulu melepas kedudukannya sebagai PNS. Hal ini menurut “Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 2004 tentang Larangan Pegawai Negeri Sipil Menjadi Anggota Partai Politik adalah sebuah bentuk tindakan pelanggaran disiplin bagi seorang aparatur negara,” dimana aturan tersebut dibentuk agar Pegawai Negeri Sipil bersikap netral.10 Melihat ketentuan “Pasal 2 ayat (1) PP nomor 37 tahun 2004 tentang Larangan Pegawai Negeri Sipil Menjadi Anggota Partai Politik menyebutkan Pegawai Negeri Sipil dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik dan jika Pegawai Negeri Sipil tersebut merupakan bagian ataupun menjabat di dalam partai politik, maka ia diberhentikan sebagai PNS berdasarkan Pasal 2 ayat (2) PP Nomor 37 Tahun 2004. Menurut bagian Penjelasan Umum PP yang sama, pemberhentian tersebut dapat dilaksanakan secara hormat maupun dengan tidak hormat.11 Meninjau ketentuan “Pasal 7 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil penjatuhan Hukuman pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS merupakan jenis hukuman pendisiplinan yang berat.”

Berdasar sumber portal berita online yang penulis kutip, Gus Gaga pun menyangkal bahwa telah tergabung dalam kepengurusan Parpol dan beliau berasumsi bahwa dikeluarkannya SK pemberhentian oleh Bupati Gianyar saat itu berdasar kepentingan politik belaka sehingga Gus Gaga melayangkan Gugatan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara sehingga menimbulkan sebuah sengketa Kepegawaian. Menurut Soegeng Prijodarminto sengketa kepegawaian adalah suatu sengketa yang

muncul dari Badan atau Pejabat yang berwenang terhadap dan kewajiban Pembinaan PNS akibat penetapan KTUN di lapangan kepegawaian.12

Sebagai seorang warga negara yang Hak nya diatur oleh undang-undang, PNS yang memiliki ketidakpuasan atau merasa rugi atas diterbitkannya suatu Keputusan Tata Usaha Negara bisa menempuh upaya hukum yakni Upaya administratif sesuai yang telah diatur dalam ketentuan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara bahwa yang dimaksudkan dengan upaya administratif merupakan langkah yang bisa diambil oleh seseorang ataupun badan hukum perdata jika dalam keadaan tidak dapat menerima suatu keputusan Tata Usaha Negara, yang telah terlaksana di ruang lingkup pemerintah tersebut. Upaya Administratif ini terdiri dari : 13

  • a.    Keberatan Administratif, adalah keadaan dimana penyelesaiannya harus dilakukan sendiri oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara sebagai pihak yang menerbitkan suatu keputusan, dalam hal ini pengajuan dilakukan kepada pejabat atau badan yang berwenang memberikan sanksi.

  • b.    Banding Administratif, dimaksud jika diselesaikan oleh instansi atasan ataupun instansi lain dari yang berwenang menerbitkan keputusan yang bersangkutan, dalam hal ini pengajuan dilakukan kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian (BAPEK).

Langkah lain yang dapat ditempuh yaitu dengan memberikan pengajuan gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara14, dengan demikian, pada “Pasal 48 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dapat dirumuskan seperti dibawah ini : 15

  • 1)    Dalam beberapa penyelesaian adiministratif sengketa Tata Usaha Negara haruslah selesai dengan upaya administratif yang ada dan terkait hal ini diberikan wewenang kepada Badan maupun Pejabat Tata Usaha Negara oleh atau sesuai dengan hukum positif di Indonesia.

  • 2)    Semua upaya administratif haruslah dilakukan terlebih dahulu maka selanjutnya barulah Pengadilan mendapatkan wewenangnya untuk melakukan pemeriksaan, pemutusan, dan penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara seturut dengan yang disebutkan dalam ayat (1).”

  • 3.2 Akibat Upaya Hukum yang diajukan oleh PNS tidak sesuai prosedur dalam Peradilan Tata Usaha Negara

Terkait dengan permasalahan dan isu yang diangkat dalam jurnal ini terkait dengan Sengketa yang terjadi didalam ranah Kepegawaian. Sengketa Kepegawaian merupakan suatu Sengketa Administrasi Negara / Sengketa TUN yang sifatnya

internal, dimana sengketa antara administrasi negara yang muncul dalam ruang ligkup administrasi Negara tersebut, walau hal itu terjadi di dalam satu departemen yang sama ataupun sengketa yang timbul di antara instansi yang berbeda.16 Sengketa kepegawaian mendapat celah akibat dimunculkannya sebuah Keputusan Tata Usaha Negara yang dalam implementasinya disebut Surat Keputusan dari pejabat tertentu. Sengketa penyelesaian ini diselesaikan sesuai dengan “Pasal 35 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yang secara garis besar menggambarkan bahwa :

  • 1)    Melalui Peradilan Tata Usaha Negara dapat diselesaikan.

  • 2)    Upaya banding administratif kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian (BAPEK) dilaksanakan karena adanya pelanggaran pada peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil yang mengakibatkan terjadinya Sengketa kepegawaian.

  • 3)    Badan yang dimaksud dalam ayat (2), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah yang berlaku.”

Berangkat melalui peraturan di atas dapat diartikan bahwa berdasar ketentuan UU Pokok-Pokok Kepegawaian terdapat dua pilihan yang dapat diambil oleh seorang Pegawai Negeri Sipil yang keberatan karenabsuatu Surat Keputusan yang berkenaan dengan dirinya sendiri yakni melaui Gugatan yang diajukan kepada PTUN serta Upaya Administratif. Sehingga segala betuk penyelesaian sengketa Kepegawaian berkaitan dengan pelanggaran Disiplin Pegawai Negeri, nantinya pasti berujung pada Peradilan Tata Usaha Negara. Penyelesaian sengketa kepegawaian melalui Badan Pertimbangan Kepegawaian sehubungan pelanggaran aturan disiplin ialah salah satu bentuk upaya administrasi. Apabila melihat yang diatur pada “Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai dan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2014 tentang Badan Pertimbangan Kepegawaian, upaya administrasi yang bisa dijalankan oleh seorang PNS yang dijatuhkan hukuman disiplin pegawai yakni diawali upaya keberatan administratif untuk beberapa sanksi bersifat ringan dan diajukan kepada Atasan yang berwenang menjatuhkan sanksi terhadap anggota PNS yang bersankutan dan setelah itu akan berlanjut ke upaya banding administratif dengan BAPEK.”

Kemudian melihat ketentuan Pasal 48 UU PTUN, maka setelah Badan Pertimbangan Kepegawaian dapat melakukan pemeriksaan dan memutuskan permohonan Banding Administratif dan selanjutnya permohonan tersebut tidak diterima, PNS tersebut barulah dapat mengajukan Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Maka dari itu penyelesaian dengan Upaya Administratif adalah usaha pertama yang harus dilalui, bilamana upaya ini tak menuai kepuasan bagi Pihak yang mengajukan selanjutnya dapat langsung dilanjutkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.17 Selain itu terkait upaya administratif yang juga diatur didalam ketentuan “Pasal 129 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang menentukan :

  • 1)    Sengketa Pegawai ASN diselesaikan melalui upaya administratif.

  • 2)    Upaya administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari keberatan dan banding administratif.

  • 3)    Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan secara tertulis kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum dengan memuat alasan keberatan dan tembusannya disampaikan kepada pejabat yang berwenang menghukum.

  • 4)    Banding administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada badan pertimbangan ASN.

  • 5)    Ketentuan lebih lanjut mengenai upaya administratif dan badan pertimbangan ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.”

Maka dari itu penulis berpendapat bahwa Upaya Administratif bersifat wajib dilalui dalam Sengketa TUN. Hal ini berarti segala penyelesaian sengketa haruslah diupayakan melalui Lembaga upaya administratif terlebih dahulu. Setelah seluruh upaya administratif ditempuh barulah kemudian gugatan dapat diajukan ke pengadilan.

Posisi pengadilan dalam hal ini adalah sebagai ultimum remidium untuk penyelesaian sengketa TUN. Hal ini dimaksudkan bahwa undang-undang dibentuk dengan bertujuan sebagai pendorong dengan maksud sengketa TUN tesebut memilki kesempatan untuk diselesaiakan terlebih dahulu lewat upaya administratif. Apabila semua upaya administratif telah selesai dijalankan namun belum juga ditemukan penyelesaian, baru lah sengketa dapat diajukan kepeda PTUN untuk kemudian diperiksa kemudian diputuskan.18

Sehingga dari argumen tersebut apabila dikaitkan dengan kasus Pemberhentian yang dialami mantan Sekda Kabupaten Gianyar, sah sah saja apabila Hakim memutuskan untuk menolak gugatan yang bersangkutan dikarenakan sebelumnya tidak melalui proses upaya administrasi. Hal tersebut juga sudah dinyatakan didalam “Pasal 48 ayat 2 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilann Tata Usaha Negara yang berbunyi Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) jika seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan.”

Sehingga dapat ditarik benang merah bahwa setiap sengketa didalam ruang lingkup Tata Usaha Negara yang berhubungan dengan Pelanggaran Disiplin Pegawai Negeri terlebih dahulu harus melewati proses upaya administratif dan gugatan tersebut dinyatakan tak diterima dengan tidak menunggu ataupun terikat dengan alas an lainnya apabila pihak penggugat tidak mengajukan upaya administratif. 19

  • IV. Kesimpulan

Upaya Hukum yang dapat diajukan oleh PNS yang diberhentikan secara tidak hormat dengan alasan tindakan pelanggaran Disiplin Pegawai yakni melalui 3 (Tiga) Jalur yaitu Upaya Keberatan Administratif dimana apabila penyelesaiannya mesti

diselesaikan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang menerbitkan keputusan itu. Dalam hal ini pengajuan dilakukan kepada pejabat atau badan yang berwenang memberikan sanksi. Selanjutnya yaitu Banding Administratif, bilamana penyelesaian dilaksanakan oleh instansi atasan atau instansi lain yang memiliki wewenang dalam memberikan keputusan yang bersangkutan. Dalam hal ini pengajuan dilakukan kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian (BAPEK). Upaya terakhir yaitu Pengajuan Gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara. Pengajuan atas penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara melewati Upaya Administratif ialah upaya yang hendak diambil sejak awal, jika upaya ini tidak menuai kepuasan bagi Pihak yang mengajukan maka dapat dilanjutkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Pengadilan berfungsi selayaknya ultimum remidium bagi penyelesaian sengketa TUN. Hal ini dimaksudkan bahwa undang-undang dibentuk dengan bertujuan sebagai pendorong supaya tiap sengketa TUN sebisa mungkin diselesaiakan terlebih dahulu melalui upaya administratif. Maka dari itu dalam hal pengajuan gugatan haruslah terlebih dahulu melewati seluruh upaya administrasi dikarenakan Pengadilan barulah memiliki wewenang untu melakukan pemeriksa, memberikan putusan, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara apabila keseluruhan upaya administratif telah dilaksanakan.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Indroharto. Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,2003. h.51

Miftah Thoha. Manajemen Kepegawaian Sipil di Indonesia. Jakarta: Prenada Media, 2014. h.1.

Philipus M. Hadjon. Kebutuhan Akan Hukum Administrasi Umum. dalam Muhadi, editor, Hukum Administrasi dan Good Governance. Jakarta: Universitas Trisakti, 2015. h.31.

Tedy Sudrajat. Hukum Kepegawaian. Jakarta: Sinar Grafika, 2008. h.129

Jurnal:

Anom Chandra Cahyadi, A.A. Ngurah; Parsa, I Wayan. “Penegakkan Sanksi Disiplin Bagi Pegawai Negeri Sipil Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.” Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum, Vol. 05, No. 01 (2017): 1-7

Ardiansah, “Konsepsi Hukum Islam dalam Mewujudkan Clean Governance dan Good Goverment”, Jurnal Hukum Respublica, Vol. 5 No. 1 (2005): 228-230.

E. Rompis, Adrian; M. Radjab, Abi. “Perbandingan Penyelesaian Sengketa Kepegawaian Melalui Gugatan Di Peradilan Tata Usaha Negara Upaya Banding Administasi Di badan Pertimbangan Kepegawaian”. Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 6, No.1, (2012): 1-15

Harahap, Nurmalita Ayuningtyas “Revitalisasi Manajemen Aparatur Sipil Negara Melalui Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Bagi Pegawai Negeri Sipil Yang Terlibat Tindak Pidana Korupsi”. Jurnal Panorama Hukum Vol. 3 No.2 (2018): 155-170.

Hartini, Sri. “Penegakkan Hukum Netralitas Pegawai Negeri Sipil (PNS)”, Jurnal Dinamika Hukum Vol. 9 No. 3 (2009): 296-305.

Hasnawati, “Pertautan Kekuasaan Politik dan Negara Hukum”, Jurnal Hukum Respublica, Vol. 3 No. 1, (2003): 102-110.

Jiwantara, Firzhal Arzhi. “Upaya Administratif dan Penerapannya dalam Penyelesaian Sengketa Administrasi” Jurnal Jatiswara Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Mataram Vol. 34 No. 2 (2019): 131-142

Kartikasari, Putu Santhi, dkk. “Proses dan Tahapan Penjatuhan Hukuman Disiplin Pegawai Negeri Sipil Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010”. Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum, Vol. 04, No. 02 (2016): 1-5

K. Rumokoy, Nike. “Peran P.TUN Dalam Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara” Jurnal Universitas Sam Ratulangi, Vol.XX/No.2,(2012): 126-139

Pitoy Wutabisu, Ronald. “Perlindungan Hukum Kepada Pegawai Negeri Sipil Dari Pencabutan Jabatan Yang Tidak Sesuai Dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil”, Lex Administratum, Vol. VI, No. 4, (2018): 167- 172

Sabda Wibawa, I Putu; Palguna, I Dewa Gede. “Tinjauan Yuridis Mengenai Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Dikarenakan Melakukan Pelanggaran, Tindak Pidana, Dan Penyelewengan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 Tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil”. Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum, Vol. 02, No. 03 (2014): 1-5

Yadnya, I Made Adi Sucipta; Pemayun, Cok Istri Anom; Suarita, I Ketut. “Penyelesaian Sengketa Kepegawaian Akibat Sanksi Bagi Pegawai Negeri Sipil”. Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum, [S.l.], v. 1, n. 01, (2012): 1-7

Sumber Internet:

Nusa    Bali,     (2017).    “Gus    Gaga    Dipecat    Sebagai    PNS”.

https://www.nusabali.com/berita/19985/gus-gaga-dipecat-sebagai-pns. Diakses pada 19 september 2020 pukul 15.47 WITA

Peraturan Perundang-Undangan:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 35

Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6

Peraturan Pemerintah nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74

Peraturan Pemerintah nomor 37 tahun 2004 tentang Larangan Pegawai Negeri Sipil Menjadi Anggota Partai Politik Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 128 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4440

Jurnal Kertha Wicara Vol. 10 No. 2 Tahun 2021, hlm. 151-162.