PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DEBITUR DALAM PINJAMAN ONLINE BERBASIS PEER TO PEER LENDING

Tika Purnami, Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail : [email protected]

Suatra Putrawan, Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail : [email protected]

DOI : KW.2020.v09.i12.p06

ABSTRAK

Dengan adanya perkembangan teknologi yang begitu pesat aktivitas masyarakat tidak dapat terlepas dari bantuan teknologi khususnya dibidang jasa keuangan, hal ini menyebabkan adanya pergeseran lembaga keuangan dari lembaga konvensional ke lembaga dengan basis teknologi atau yang disebut Financial Technology (Fintech). Munculnya layanan kredit online dengan sistem Peer To Peer Lending (P2P L) mempermudah masyarakat dalam mendapatkan kredit tanpa perlu waktu serta persyaratan yang banyak namun tidak hanya itu, munculnya layanan kredit seperti ini tidak hanya menimbulkan sisi positif namun juga banyak memunculkan permasalahan yang menyebabkan kerugian pada debitur. Tujuan penulisan jurnal ini ialah untuk mengetahui dan mengkaji bagaimana perlindungan hukum kepada debitur dalam kredit online berbasis Peer To Peer Lending (P2P L) serta metode penelitian hukum yang dipakai yakni penelitian hukum normatif dengan pendekatan yang digunakan ialah pendekatan perundang-undangan. Hasil penulisan jurnal ini menunjukkan peraturan mengenai layanan pinjam meminjam secara online diatur dalam Peraturan OJK No. 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Adapun perlindungan hukum yang diberikan apabila ditemukannya adanya kerugian bagi pihak debitur yaitu pemberian bantuan dan pembelaan hukum terhadap kepentingan debitur yakni berupa pendampingan pengajuan gugatan dipengadilan. Mekanisme penyelesaian sengketa diatur dalam POJK No. 18/POJK.07/2018 Tentang Layanan Pengaduan Konsumen di Sektor Jasa Keuangan, dimana upaya penyelesaian pengaduan dapat dilakukan secara Internal Dispute Resolution atau secara External Dispute Resolution.

Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Pinjaman Online, Penyelesaian Sengketa

ABSTRACT

With the rapid development of technology, people's activities cannot be separated from technological assistance especially in the field of financial services, this has led to a shift in financial institutions from conventional institutions to institutions based on technology or what is called Financial Technology (Fintech). The emergence of online credit services with the Peer To Peer system makes it easier for people to get credit without requiring a lot of time and requirements but not only that, the emergence of credit services like this not only raises a positive side but also raises many problems that cause losses to debtors.The purpose of the study is to find out and examine how legal protection is provided to debtors in Peer To Peer Lending (P2P L)-based online loans. This study uses normative legal research methods using statutory and conceptual approaches. The results of the study show that the regulations regarding online lending and borrowing services are regulated in the OJK Regulation, namely the Financial Services Authority Regulation (POJK) Number 77 / POJK.01 / 2016 concerning Information Technology-Based Lending and Borrowing Services. As for the legal protection provided if a loss is found for the debtor, namely the provision of legal assistance and defense for the interests of the debtor, namely in the form of assistance in filing a lawsuit in court. The dispute resolution mechanism is regulated in OJK Regulation Number 18 / POJK.07 / 2018 concerning Consumer Complaint Services in the Financial Services Sector, where efforts to resolve complaints can be carried out by Internal Dispute Resolution or External Dispute Resolution.

Keywords: Legal Protection, Online Loans, Dispute Resolution

  • I.    Pendahuluan

    • 1.1    Latar Belakang

Munculnya globalisasi membuat perubahan besar di berbagai bidang kehidupan dimana salah satu contohnya ialah dibidang teknologi. Berkembangnya teknologi membuat seluruh orang berlomba-lomba untuk menciptakan suatu produk yang diminati sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Produk-produk ini diciptakan dimaksudkan untuk memudahkan pekerjaan baik dari segi tenaga, biaya maupun waktu. Dengan adanya teknologi informasi sebagai alat untuk membantu manusia, tak dapat dipungkiri pekerjaan yang dikerjakan jauh menjadi lebih mudah.1

Pemanfaatan teknologi yang begitu besar tentu saja akan berpengaruh terhadap perkembangan diberbagai sektor salah satunya ialah sektor jasa keuangan. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya muncul variasi organ keuangan dalam sistem finansial disektor bank maupun nonbank. Misalnya seperti lembaga asuransi, lembaga perbankan syariah, lembaga sekuritas dan lembaga keuangan lainnya. Dengan adanya perkembangan teknologi yang begitu pesat aktivitas masyarakat tidak dapat terlepas dari bantuan teknologi khususnya dibidang jasa keuangan, hal ini menyebabkan adanya pergeseran lembaga keuangan dari lembaga konvensional ke lembaga dengan basis teknologi atau yang disebut Financial Technology (Fintech).

Fintech adalah bentuk penerapan dan penggunaan teknologi dalam hal meningkatkan layanan dalam dunia perbankan serta keuangan yang pada umumnya dilaksanakan startup-startup menggunakan bantuan teknologi perangkat lunak, jaringan internet serta komputasi terkini.2 Contoh layanan yang disediakan oleh lembaga Fintech ialah layanan kredit online yang sering disebut “Peer To Peer Lending”disingkat P2P L. Lahirnya P2P L ini bermula karena adanya kebutuhan dari masyarakat, khususnya bagi pengusaha kecil yang ingin mengembangkan usahanya namun memiliki keterbatasan dari segi dana.

Hadirnya bank ataupun lembaga pinjaman non bank tidak selalu menjadi harapan bagi masyarakat dalam melakukan kredit, hal ini dikarenakan ketidakmudahan untuk mendapatkan pinjaman akibat syarat-syarat yang banyak serta langkah-langkah yang banyak sehingga membutuhkan waktu yang lumayan lama. Dengan munculnya lembaga keuangan berbasis teknologi khususnya layanan P2P L memudahkan masyarakat untuk mendapatkan pinjaman. Sistem P2P Lending ini awalnya dikenalkan di Inggris oleh perusahaan bernama Zopa dan kemudian diikuti oleh Amerika. Masyarakat yang membutuhkan pinjaman dalam jumlah yang tidak terlalu banyak dengan adanya layanan Peer To Peer Lending (P2P L) bisa secara cepat memperoleh kredit tanpa ke bank.

Di Indonesia, peraturan mengenai sistem pinjaman berbasis teknologi ini dimuat pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi pada Desember 2016. Sistem P2P L ini pada dasarnya hampir sama dengan sistem marketplace yang dimana pengusaha platform menyediakan wadah sebagai tempat untuk penjual dan pembeli bertemu. Begitupun padalayanan Peer To Peer Lending (P2P L), dimana nantinya yang

menghubungkan calon debitur dengan calon kreditur dalam suatu wadah yakni platform. Adanya sistem ini, membuat suatu gebrakan didalam masyarakat untuk mempermudah mendapatkan pinjaman tanpa harus menggunakan lembaga-lembaga keuangan yang resmi misalnya koperasi dan bank.

Layanan kredit dengan sistem P2P L tidak hanya memberikan dampak positif namun juga banyak membawa permasalahan misalnya dalam pengajuan pinjaman, syarat-syarat yang mudah dimana hanya membutuhkan KTP untuk pengisian identitas menyebabkan banyak masyarakat yang tertarik untuk mengajukan kredit, namun tidak sedikit dari masyarakatyang tidak memperhitungkan mengenai bunga pinjaman yang ditentukan oleh kreditur, sehingga banyak munculnya permasalahan khususnya yang terjadi pada debitur misalnya seperti debitur terperangkap pada bunga yang tiba-tiba melonjak tinggi. Belum ada aturan tentang batas bunga pinjaman pada layanan P2P L ini dan tindakan penagihan kredit dengan intimidasi menyebabkan masyarakat menjadi resah.3

Adapun tinjauan kajian terdahulu dalam penulisan jurnal ini diambil dari sebuah skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Debitur Pada Layanan Pinjaman Uang Berbasis Financial Technology” yang ditulis oleh Muhammad Yusuf, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2019. Dalam skripsi tersebut, penulis sama-sama membahas mengenai aspek perlindungan hukum yang diberikan kepada debitur namun dalam penulisan jurnal ini hanya berfokus kepada salah satu sistem layanan pinjaman online yaitu Peer To Peer Lending (P2P L) sedangkan dalam skripsi tersebut membahas pada layanan Financial Technology secara umum. Selain itu, terdapat perbedaan hasil penelitian yang ditemukan khususnya dalam mekanisme penyelesaian sengketa dalam pinjaman online berbasis Peer To Peer Lending (P2P L) yang mana dalam jurnal ini mengemukakan sengketa mengenai pinjaman online pada layanan berbasis Peer To Peer Lending dapat diselesaikan dengan dua cara yakni Internal Dispute Resolution dan External Dispute Resolution sedangkan dalam skripsi tersebut hanya membahas mengenai Internal Dispute Resolution.

Berdasarkan uraian diatas, penulis mencoba mengkaji dan menelaah tentang bagaimana perlindungan hukum yang diberikan terhadap debitur kredit online dan dituangkan dalam sebuah jurnal ilmiah yang berjudul “Perlindungan Hukum Bagi Debitur Dalam Pinjaman Online Berbasis Peer To Peer Lending ”.

  • 1.2 . Rumusan Masalah :

Berdasarkan latar belakang diatas, adapun rumusan masalah yang didapatkan yakni :

  • 1.    Bagaimana perlindungan hukum kepada debitur dalam pinjaman online berbasis Peer To Peer Lending (P2P L)?

  • 2.    Bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa dalam layanan pinjaman online berbasis Peer To Peer Lending (P2P L)?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Tulisan ilmiah ini ditujukan untuk mengkaji lebih jauh mengenai perlindungan hukum bagi debitur dalam pinjaman online berbasis Peer To Peer Lending (P2P L)

ini serta mekanisme penyelesaian apabila terjadi sengketa antara debitur dankreditur layanan kredit online berbasis Peer To Peer Lending (P2P L).

  • II.    Metode Penelitian

Adapun jenis dari penelitian dalam tulisan ilmiah ini yaitu jenis penelitian hukum normatif. Penelitian jenis normatif ditujukan meneliti konflik norma yang dibatasi dengan bahan referensi yakni data sekunder terbagi dari bahan hukum primer, sekunder serta tersier.4 Adapun jenis pendekatan didalam penelitian ini adalah pendekatan normatif. Acuan pendekatan ini adalah pada norma hukum termuat didalam suatu aturan perundang-undangan, yurisprudensi dan hukum yang tumbuh dimasyarakat.5 Penulisan jurnal ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (Statue Approach), dimana permasalahan yang dikaji memakai regulasi serta legislasi. Adapun bahan hukum yang dipakai yakni pertama, bahan hukum primer yaitu Peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi. Kedua, bahan hukum sekunder yakni berupa hasil penelitian, pendapat ahli atau sarjana hukum, buku-buku tentang hukum, serta jurnal-jurnal tentang hukum sebagai data dasar yang ada kaitannya pada bahan hukum primer.6 Dan terakhir, bahan hukum tersier dipakai untuk rujukan dalam memahami suatu konsep hukum yang ada misalnya seperti kamus.

  • III.   Hasil dan Pembahasan

    • 3.1 . Perlindungan Hukum Kepada Debitur Dalam Pinjaman Online Berbasis Peer To Peer Lending (P2P L)

Financial technology ialah bentuk penggunaan dari berkembangnya teknologi serta informasi dalam peningkatan layanan dalam bidang keuangan.7 Seiring berkembangnya teknologi dan informasi, juga menuntut perkembangan dalam layanan Fintech sehingga memunculkan banyak bidang-bidang layanan Fintech, salah satunya ialah layanan yang berjalan dalam sektor “Peer To Peer Lending” selanjutnya disebut “P2P L” yakni layanan pinjam meminjam yang mempertemukan kreditur dan debitur yang mana proses transaksinya didalam media elektronik tanpa melakukan tatap muka. Perjanjian dalam P2P Lending terjadi dikarenakan satu orang mengikatkan diri terhadap pihak lainnya guna untuk memberikan fasilitas berupa pinjaman dana melalui website oleh pihak pemberi pinjaman selaku kreditur kepada peminjam dana selaku debitur.8 Cara kerja layanan “Peer To Peer Lending” atau yang disingkat “P2P Lending” atau sering disebut “P2P L” ini yakni dengan menghubungkan calon kreditur dengan debitur didalam suatu platform. Pengajuan pinjaman dilakukan oleh debitur dengan memenuhi seluruh persyaratan administrasi yang diberikan oleh pihak kreditur atau pihak perusahaan penyedia jasa pinjaman online untuk selanjutnya disetujui. Proses persetujuan pinjaman oleh kreditur sangat ditentukan oleh beberapa faktor seperti besarnya pinjaman, kelengkapan administrasi serta riwayat kredit yang

buruk. Selanjutnya, apabila telah disetujui oleh pihak pemberi pinjaman atau investor maka suku bunga pinjaman akan ditetapkan dan pengajuan peminjaman tersebut akan dimasukan dan dicatat secara otomatis dalam marketplace. Adapun manfaat adanya P2P Lending untuk pihak peminjam antara lain mendobrak inklusi keuangan dan memudahkan para peminjam atau calon debitur untuk mendapatkan pinjaman dengan proses dan syarat yang lebih mudah sedangkan manfaat bagi pemberi dana atau investor ialah nominal preferensinya cukup rendah. Namun resiko dari pinjaman online berbasis P2P Lending ialah suku bunga pinjaman yang tinggi, adanya biaya penagihan ketika terlambat membayar dan bocornya data pribadi oleh oknum-oknum perusahaan pinjaman online yang tidak terdaftar di OJK.

Didalam KUH Perdata Pasal 1754 yang pada intinya menegaskan yakni seseorang yang memberi pinjaman berupa uang ataupun barang-barang bagi orang tertentu, ia harus memberikan balik barang ataupun uang itu seperti yang ada dalam persetujuan yang sudah disepakati kepada orang yang bersangkutan. Pasal 1754 KUH Perdata tersebut merupakan dasar hukum adanya pinjam meminjam khususnya dilembaga konvensional seperti bank. Sedangkan dasar hukum adanya pinjam meminjam dengan system P2P Lending masih diatur dalam Peraturan OJK yakni Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi selanjutnya diturunkan dalam bentuk Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No18/SEOJK.02/2017. Dalam Pasal 2 Ayat (6) POJK ini memuat bahwa“Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah badan hukum Indonesia yang menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi”. Demikian juga dalam Pasal 2 Angka (6) menyebutkan “Pemberi Pinjaman adalah orang, badan hukum, dan/atau badan usaha yang mempunyai piutang karena perjanjian Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi”. Sedangkan dalam Pasal 2 Ayat (7) menyebutkan bahwa “Penerima Pinjaman adalah orang dan/atau badan hukum yang mempunyai utang karena perjanjian Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi”.

Perjanjian kredit pada P2P L ini termasuk kedalam jenis kontrak elektronik, hal ini dikarenakan kesepakatan yang terjadi didalam layanan ini dibuat sepenuhnya didalam media elektronik dan tanpa bertatap muka. Kontrak elektronik secara umum merupakan suatu kontrak yang telah dibuat dalam wujud elektronik9. Secara garis besar dapat diketahui bahwa kontrak elektronik serupa dengan kontrak konvensional karena kontrak elektronik mengikat para pihak jika sudah terpenuhi seluruh syarat sahnya perjanjian.10 Perjanjian antara debitur dan kreditur dalam layanan P2P Lending dimuat dalam Pasal 18 huruf b POJK, yang selanjutnya diatur lebih lanjut didalam Pasal 20. Dalam Pasal 20 menyebutkan semua perjanjian dimuat pada dokumen elektronik yang minimal berisi nomor perjanjian, tanggal berlangsungnya perjanjian, identitas para pihak, kewajiban serta hak-haknya, banyaknya pinjaman, besarnya bunga, jumlah angsuran, objek yang jaminkan, denda serta alternatif penyelesaian apabila terjadi sengketa. Serta pihak kreditur berkewajiban memberikan akses

informasi mengenai posisi pinjaman yang diterima kepada pihak debitur dan wajib merahasiakan informasi terkait identitas penmberi pinjaman.

Walaupun telah adanya aturan mengenai pinjaman secara Technology Financial, tetap saja masih ada masalah muncul mengenai layanan berbasis Fintech ini. Hal ini dapat dilihat dari ada banyaknya aduan yang masuk kepada Lembaga Bantuan Hukum oleh debitur layanan pinjaman online. Terhitung sejak Bulan Mei Tahun 2018, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta mendapatkan aduan kurang lebih sebanyak 3000 mengenai penyelenggaraan teknologi berbasis P2P L11. Dari banyaknya aduan tersebut, permasalahan yang dialami para debitur layanan pinjaman online didominasi adanya tindak pidana penipuan akibat besarnya suku bunga yang tiba-tiba melonjak tanpa sepengetahuan debitur, hal ini dikarenakan tidak adanya aturan mengenai besar bunga yang ditentukan didalam POJK LPMUBTI. Besar bunga yang telah disepakati AFPI (Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia) ialah 0,8% yang terdiri atas besar bunga, biaya untuk transfer bank, biaya untuk verifikasi, banyaknya denda serta lain sebagainya.

Apabila dibandingkan dengan pinjaman konvesional, biaya pinjaman serta bunga berbasis Fintech P2P L ini jauh lebih tinggi. OJK (Otortitas Jasa Keuangan) selaku instansi resmi yang memiliki tanggung jawab untuk mengendalikan serta mengontrol kegiatan disektor keuangan. OJK mempunyai 2 fungsi yakni untuk mengawasi agar seluruh kegiatan yang ada pada sector keuangan dapat terintegrasi dan fungsi penyelenggaraan sistem pengaturan.12 Dalam hal ini, OJK bertindak sebagai pemberi izin penyelenggaraan sistem dan pemberi persetujuan pengajuan pendaftaran. Disamping itu, OJK juga berhak mendapat laporan secara berkala terkait aktivitas penyelenggaraan sistem pinjam meminjam dengan berbasis teknologi.

Dalam hal perlindungan hukum yang diberikan kepada debitur pinjaman berbasis P2P L saat ini, OJK telah mengeluarkan peraturan yang mengatur mengenai penyelenggaraan pinjam meminjam dengan layanan P2P L. Penyelenggara layanan P2P L wajib untuk melaksanakan serta memperhatikan ketentuan-ketentuan yang telah tertuang dalam POJK No 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi serta peraturan berupa Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No 18/SEOJK.02/2017. Penyelenggara layanan P2P L wajib untuk mengikuti serta menerapkan prinsip-prinsip dasar dari perlindungan pengguna yang diatur didalam Pasal 29 PJOK No. 77/POJK.01/2016 yakni prinsip kerahasiaan data debitur, prinsip keamanan data debitur, transparansi, prinsip perlakuan adil kepada setiap debitur serta mekanisme dalam penyelesaian apabila terjadi sengketa dengan asas trilogy peradilan. Selain itu, bentuk perlindungan yang diberikan oleh OJK kepada debitur layanan pinjaman online berbasis P2P L yaitu apabila ditemukannya tindakan yang menyebabkan kerugian pada pihak debitur serta tindakan lainnya seperti pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara layanan P2P L ini, maka OJK dapat memberi tindakan berupa teguran dalam bentuk surat peringatan sampai penghentian kegiatan usaha terhadap penyelenggara layanan P2P L ini. Disamping itu, tindakan lainnya yang dapat dilakukan OJK ialah pemberian bantuan dan pembelaan hukum terhadap kepentingan debitur yakni berupa pendampingan pengajuan gugatan dipengadilan.

  • 3.2    Mekanisme Penyelesaian Sengketa Dalam Pinjaman Online Berbasis Peer To Peer Lending

Pelaksanaan kredit yang menggunakan layanan pinjaman uang berbasis P2P Lending (P2P L) menyebabkan lahirnya hubungan hukum antara pihak debitur dengan pihak kreditur. Dengan adanya suatu perjanjian kredit melalui Fintech tentu akan menimbulkan akibat hukum baru.13 Menurut Pasal 3 POJK 77 Tahun 2016 perjanjian dalam layanan Peer ToPeer Lending (P2P L) timbul akibat adanya pinjaman bermata uang rupiah. Subyek dalam perjanjian kredit berbasis P2P L dalam PJOK No 77/POJK.01/2016 yakni terdiri atas penerima pinjaman atau debitur dan pemberi pinjaman atau kreditur sedangkan objeknya barang yang dalam hal ini berupa uang. Berdasarkan perjanjian yang telah disepakati, pihak peminjam wajib untuk melunasi seluruh pinjaman dengan batas waktunya, begitupula dengan bunga yang telah disepakati.

Apabila debitur tidak mampu melunasi seluruh utang-utangnya sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, pihak pemberi pinjaman atau kreditur akan memberikan denda kepada pihak debitur sesuai dengan yang tertuang dalam perjanjian tersebut. Apabila pihak debitur tetap tidak bisa melakukan pelunasan utang-utangnya, biasanya pihak kreditur atau pemberi pinjaman akan melaksanakan penagihan menggunakan jasa debt collector. Penggunaan jasa debt collector biasanya sering digunakan oleh bank saat melakukan penagihan utang pada kredit macet. Pada kasus-kasus tertentu, penagihan utang oleh jasa debt collector dilakukan secara tidak patut dan pihak debitur sering mengalami intimidasi berupa ancaman bahkan tindakan kekerasan lainnya.

Selain itu pihak debitur juga banyak mengalami penyebaran data pribadi, penipuan, serta pelecehan seksual. Adanya kewajiban untuk membentuk suatu layanan aduan untuk para konsumen oleh Penyelenggara P2P Lending merupakan salah satu langkah untuk melindungi konsumen.14 Perihal ini tertuang dalam POJK No 18/POJK.07/2018 Tentang Layanan Pengaduan Konsumen di Sektor Jasa Keuangan, dimana dalam POJK ini memuat mengenai layanan pengaduan konsumen terkait adanya kerugian materiil didalam penggunaan layanan keuangan berbasis teknologi. Prinsip interaktif diutamakan dalam langkah penyelesaian pelayanan serta dengan aktif dan informatif bagi pengguna.15 Dalam POJK Nomor 18/POJK.07/2018 pengaduan dapat dilakukan dengan 2 cara yakni secara lisan dan tertulis. Pengaduan lisan diatur dalam Pasal 9 ayat (2) yang menyatakan pada intinya pengaduan yang dilakukan dengan lisan, Penyelenggara Usaha Jasa Keuangan (yang selanjutnya disebut PUJK) harus membuat verifikasi ketikakonsumen atau perwakilannya menyampaikan aduan tersebut. Sedangkan aduan tertulis diatur Pasal 9 ayat (3) menegaskan “Dalam hal Pengaduan secara tertulis, PUJK melakukan verifikasi dengan melakukan penelaahan terhadap kelengkapan dokumen yang disampaikan oleh Konsumen dan/atau Perwakilan Konsumen”. Selanjutnya dalam Pasal 14 menyatakan

“Setelah menerima pengaduan Konsumen dan/atau Perwakilan Konsumen, PUJK wajib melakukan tindak lanjut berupa: a. pemeriksaan internal atas Pengaduan secara kompeten, benar, serta objektif dan analisis untuk memastikan kebenaran Pengaduan”. Apabila pengaduan dilakukan secara lisan, PUJK berkewajiban untuk menangani dan menindaklanjuti aduan tersebut dengan lisan dan maksimal 5 hari sejak diterimanya aduan tersebut (Pasal 15) namun apabila pengaduan dilakukan secara tertulis, wajib ditindaklanjuti aduan tersebut maksimal 20 hari secara tertulis dihitung dari dokumen tersebut masuk (Pasal 16). Selanjutnya didalam Pasal 22 POJK 18 Tahun 2018 apabila pengaduan telah mendapatkan penanganan, PUJK dapat menyampaikan Tanggapan Pengaduan berupa penjelasan masalah dan penawaran penyelesaian.

Upaya penyelesaian pengaduan dapat dilakukan dengan 2 cara yakni Internal Dispute Resolution yaitu penyelesaian pengaduan oleh Lembaga Jasa Keuangan atau dengan cara External Dispute Resolution yaitu penyelesaian sengketa oleh lembaga yang berwenang yaitu pengadilan dan/atau diluar lembaga peradilan. Penyelesaian sengketa diluar lembaga peradilan diselenggarakan oleh Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang sudah ditentukan OJK serta dimuat dalam Daftar Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa. Dalam hal pengaduan yang tidak mendapatkan kesepakatan penyelesaian atau terjadi penolakan tanggapan PUJK dari konsumen, maka PUJK berkewajiban untuk menginformasikan terkait langkah penyelesaian yang bisa dilaksanakan baik dengan lembaga peradilan ataupun diluar lembaga peradilan (Pasal 25 Ayat (1)).

  • IV.    Kesimpulan

Peraturan mengenai layanan kredit atau pinjaman online diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Adapun perlindungan hukum yang diberikan apabila ditemukannya adanya kerugian bagi pihak debitur yaitu pemberian bantuan dan pembelaan hukum terhadap kepentingan debitur yakni berupa pendampingan pengajuan gugatan dipengadilan. Selain itu OJK juga dapat memberikan tindakan berupa teguran dalam bentuk surat peringatan bahkan penghentian kegiatan usaha terhadap penyelenggara layanan “Peer To Peer Lending (P2P L)” apabila terbukti melakukan pelanggaran. Mekanisme penyelesaian sengketa diatur dalam POJK No 18/POJK.07/2018 Tentang Layanan Pengaduan Konsumen di Sektor Jasa Keuangan, dalam POJK ini memuat mengenai mekanisme melakukan pengaduan oleh debitur terkait adanya kerugian materiil dari didalam penggunaan layanan keuangan berbasis teknologi dimana pihak debitur dapat melakukan pengaduan secara tertulis atau secara lisan.

Upaya penyelesaian pengaduan dapat dilakukan secara Internal Dispute Resolution atau secara External Dispute Resolution namun apabila tidak mendapatkan kesepakatan penyelesaian atau terjadi penolakan tanggapan PUJK dari konsumen, maka PUJK berkewajiban menginformasikan terkait langkah penyelesaian yang bisa dilaksanakan baik dengan lembaga peradilan ataupun diluar lembaga peradilan. Adanya Peraturan OJK Tentang pinjaman uang berbasis Fintech belum efektif untuk mengurangi kasus pinjaman online yang merugikan debitur. Perihal ini disebabkan karena tidak adanya produk hukum seperti undang-undang yang mengatur mengenai pinjaman online berbasis “Peer To Peer Lending (P2P L)” sehingga apabila terdapat pelanggaran yang dilakukan maka pihak Penyedia usaha Jasa Keuangan tersebut tidak dapat dijatuhi sanksi pidana. Oleh karenanya peranan pemerintah khususnya DPR sangat dibutuhkan dalam pembentukan undang-undang tentang layanan pinjaman

berbasis teknologi serta undang-undang tentang perlindungan data pribadi khususnya dalam layanan Fintech untuk memberikan perlindungan kepada debitur pinjaman online.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Bambang Sunggono, 2011, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada

Zainuddin Ali, 2013, Metode Penelitian Hukum, Cetakan 2, Jakarta, Sinar Grafika

Peraturan Perundang-Undangan

Peraturan OJK No. 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No 18/POJK.07/2018 Tentang Layanan Pengaduan Konsumen di Sektor Jasa Keuangan

Surat Edaran OJK Nomor 18/SEOJK.02/2017 Tentang Tata Kelola Dan Manajemen Risiko Teknologi Informasi Pada Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Jurnal

Muhdlor, Ahmad Zuhdi, 2012, “Perkembangan Metodologi Penelitian Hukum”. Jurnal Hukum dan Peradilan Volume 8 No. 3

Bagus Pramana, I Wayan., Putra Atmadja, Ida Bagus & Putu Sutama, Ida Bagus. 2014,“Peranan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Mengawasi Lembaga Keuangan Non Bank Berbasis Financial Technology Jenis Peer To Peer Lending”, Jurnal Kertha Semaya Volume 2

Pebriarta, I Kadek Ari & Sukranatha, A.A.Ketut. 2015, “Keabsahan Kontrak Elektronik dalam Kaitan dengan Kecakapan Melakukan Perbuatan Hukum oleh Para Pihak”. Jurnal Ilmu Hukum (Kertha Semaya Journal Ilmu Hukum), 3 No. 3

Ratna Hartanto dan Juliyani Purnama Ramli, 2018, “Hubungan Hukum Para Pihak dalam Peer To Peer Lending”, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum Vol. 25 Issue 2

Istiqamah, 2019 “Analisis Pinjaman Online Oleh Fintech Dalam Kajian Hukum Perdata”, Jurnal Jurisprudentie Vol. 6 No. 2

Windy Sonya Novita, Moch. Najib Imanullah, 2020, “Aspek Hukum Peer To Peer Lending (Identifikasi Permasalahan Hukum dan Mekanisme Penyelesaian)”, Jurnal Privat Law Vol. VIII No. 1

I Kadek Singa Sunjaya & I Made Dedy Priyanto, 2020, Analisa Klausula Eksonerasi Dalam Voucher Elektronik Pada Aplikasi Transportasi Online, Jurnal Kertha Semaya Volume 8 no 6

Herianto Sinaga, David & Wiryawan, I Wayan. 2020,Keabsahan Kontrak Elektronik (EContract) Dalam Perjanjian Bisnis”. Jurnal Kertha Semaya Volume 8 No. 9

Skripsi

Muhammad Yusuf, 2019, “Perlindungan Hukum Terhadap Debitur Pada Layanan Pinjaman Uang Berbasis Financial Technology”, Skrpsi Fakultas Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidyatullah Jakarta

Azhari, Taufik Ilham, 2018, “Keabsahan Perjanjian Pinjam Meminjam Uang Berbasis TeknoIogi Informasi Dalam HaI Pengenaan Bunga Pinjaman (Studi Uangteman.Com)”, Skripsi Fakultas Hukum Universitas lslam lndonesia

Jurnal Kertha Wicara Vol. 9 No. 12 Tahun 2020, hlm. 1-10