PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENAMBANGAN RAKYAT LIAR

Sarita Dana Satwika, Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]

Anak Agung Ngurah Wirasila, Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]

DOI : KW.2020.v09.i12.p02

ABSTRAK

Usaha pertambangan merupakan usaha yang memiliki peran penting sebagai salah satu penambah pendapatan Negara, namun dengan adanya kegiatan dibidang pertambangan ini juga dapat menimbulkan masalah disektor lingkungan, salah satu usaha pertambangan yang dapat menimbulkan masalah lingkungan adalah penambangan liar. Penambangan liar merupakan salah satu perbuatan yang telah memenuhi unsur diancamnya pidana bagi pelaku, oleh karena itu diperlukan penegakan hukum untuk melindungi keberlangsungan lingkungan hidup. Tujuan penulisan ini untuk mengkaji mengenai penegakan hukum terhadap penambangan liar. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini yakni metode penelitian normatif yang mana hasil dari studi ini menunjukan bahwa penegakan hukum bagi pelaku penambangan liar dapat dikenakan pidana berdasarkan Pasal 158Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yakni adanya pidana penjara dan pidana denda.

Kata Kunci: pertambangan liar, tindak pidana, penegakan hukum

ABSTRACT

Mining sector is a business that has an important role as an additional source of state income , but the existence of those can also cause problems in the environmental sector, one of the mining businesses that can cause environmental problems is illegal mining. The Illegal mining activities has met the element of punishment for the perpetrator, therefore law enforcement is needed to protect the sustainability of the environment. The purpose of this paper is to examine law enforcement against illegal mining. The research method used is normative research, where the results of this study is law enforcement for illegal mining actors can be subject to criminal penalties under Article 158 of Law Number 3 of 2020 concerning Amendments to Law Number 4 of 2009 concerning Mining Mineral and Coal, that prison penalty and fine penalty will be applied.

Keywords: illegal mining, criminal act, law enforcement.

  • I.    Pendahuluan

    • 1.1.   Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia merupakan Negara berkembang, yang mana sektor ekonomi menjadi salah satu faktor penting dalam meningkatkan pembangunan.Semakin meningkatnya perkembangangan dibidang pembangunan, maka semakin banyak pula masalah lingkungan yang dapat ditimbulkan. Sebagai salah satu penyumbang pendapatan Negara Indonesia, sektor pertambangan dengan berbagai bentuk dan jenisnya dapat menjadi isu yang menarik dan memiliki pengaruh yang kuat terhadap keberlangsungan hidup masyarakat Indonesia. Indonesia merupakan Negara yang memiliki potensi sumber daya alam pertambangan yang potensial, bukan saja

diperuntukkan untuk kebutuhan dalam negeri tetapi juga dapat diperuntukan untuk kebutuhan luar negeri. Hasil tambang umumnya merupakan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui keberadaannya (unrenewable resources) , maka dari pada itu harus dilaksanakan kegiatan pertambangan yang berwawasan lingkungan. Berwawasan lingkungan dalam hal ini memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan. Kegitana pertambangan mampu mengakibatkan adanya kerusakan ekosistem pada suatu wilayah. Potensi kerusakan tergantung dari berbagai faktor kegiatan pertambangan antara lain pada teknik pertambangan, pengolahan dan lain sebagainya 1.

Kegiatan pertambangan yang ada di Indonesia, dapat dibedakan menjadi pertambangan dengan skala besar, pertambangan dengan skala menegah, dan pertambangan skala kecil yakni dalam bentuk pertambangan rakyat. Pertambangan dengan skala kecil juga dapat mengakibatkan persoalan lingkungan, walaupun dilakukan secara tradisonal dengan peralatan dan fasilitas yang minim, tetapi wilayah pertambangannya terkadang cukup luas karena kegiatan pertambangan tersebut dilakukan oleh masyarakat setempat, hal ini juga mengakibatkan terjadinya penambangan-penambangan liar disuatu wilayah. Jika dikaitkan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, maka faktor pertambangan liar seperti diatas tentunya berpotensi untuk menganggu fungsi lingkungan.

Dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa,“Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Berdasarkan pasal tersebut, Negara menguasai pada tingkat tertinggi semua bahan tambang yang kemudian diizinkan pemanfaatannya melalui pertambangan berdasarkan Undang-Undang Nomor Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. Maka usaha pertambangan yang ada di Indonesia harus mengupayakan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan serta menunjukan norma hukum yang efektif dalam proses pengaturannya. Karena, dalam praktiknya kini mengenai penambangan secara illegal, memiliki kemungkinan memunculkan adanya persoalan lain yakni adanya perbuatan kriminalitas, konflik penggunaan lahan, bahkan berpotensi terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan yang berakibat kehancuran masa depan lingkungan. Persoalan inilah yang melatar belakangi, diperlukannya suatu penegakan hukum yang mampu memberikan penekanan terhadap penambangan illegal ini sehingga mampu meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan2.

Pertambangan yang memiliki pengaruh terhadap lingkungan ini sebelumnya sudah banyak diteliti, salah satunya oleh Butar,Franky Butar dalam jurnalnya yang berjudul “ Penegakan Hukum Lingkungan Di Bidang Pertambangan”, yang mana dalam jurnal tersebut dijelaskan bahwa penegakan hukum lingkungan di bidang pertambangan, berupa pidana penjara dan denda atas tidak memiliki izin, pemberian informasi palsu dan penerapan pidana tambahan yang berupa perampasan barang yang digunakan dalam melakukan tindak pidana; perampasan keuntungan yang diperoleh

dari tindak pidana; dan/atau kewajiban membayar biaya yang timbul akibat tindak pidana3. Tulisan ini akan memfokuskan bahasan mengenai penambangan rakyat yang dilakukan secara liar atau tanpa izin usaha.

Berlatar belakang dari adanya kegiatan penambangan rakyat liar atau penambangan tanpa izin usahaa yang mulai banyak terjadi, maka penulis berinisiatif untuk membuat tulisan dengan judul “Penegakan Hukum Terhadap Penambangan Rakyat Liar”.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimanakah pengaturan pemidanaan terhadap penambangan rakyat liar?

  • 2.    Bagaimankah sanksi yang dapat diterapkan terhadap pelaku penambangan rakyat liar?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

  • 1.    Untuk mengetahui bagaimanakah pengaturan pemidanaan terhadap penambangan rakyat liar.

  • 2.    Untuk mengetahui bagaimanakah sanksi yang dapat diterapkan terhadap pelaku penambangan rakyat liar.

  • II.    Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian yuridis normatif kepustakaan). Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian hukum jenis ini, seringkalihukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan ( law in books)atau hukum yang dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas4. Dalam tulisan ini juga akan dibahas adanya norma yang bertentangan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara denganPeraturan Daerah Kabupaten Karangasem Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Batuan. Dalam penelitian hukum normatif, sumber data yang digunakan adalah data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder atau dapat disebut dengan data tersier. Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat,bahan hukum primer yang digunakan adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Peraturan Daerah Kabupaten Karangasem Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Batuan.Sementara bahan hukum sekunder yang digunakan penulis adalah hasil-hasil penelitian mengenai pertambangan dan lingkungan hidup, serta buku-buku yang membahas mengenai pertambangan dan lingkungan hidup. Jenis pendekatan yang digunakan adalah

pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) yakni dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan peraturan yang ada yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang dihadapi5, selain itu, menggunakan pendekatan analisis konsep hukum dimana penulis akan menganalisis permasalahan yang dibahas dengan undang-undang dalam hukum positif Indonesia. Metode analisis yang digunakan penulis adalah kualitatif, dimana penelitian ini tidak menggunakan perhitungan, namun menjelaskan atau menggambarkan pembahasan menggunakan kata-kata mengenai permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

  • 3.1    Pengaturan Pemidanaan Terhadap Penambangan Rakyat Liar

Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, menyatakan bahwa “ Negara Indonesia merupakan Negara hukum”, berdasarkan pasal tersebut dapat diartikan bahwa segala perbuatan yang berhubungan dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara harus sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Penambangan liar atau penambangan tanpa izin usaha merupakan salah satu tindak pidana yang saat ini marak terjadi dimasyarakat. Tindak pidana adalah dasar yang dijadikan untuk menjatuhkan pidana kepada pelaku yang telah terbukti melakukan kesalahan. Kesalahan yang dilakukan pelaku tersebut dapat di pertanggungjawabkan, tetapi sebelum itu kesalahan tersebut harus didasarkan terlebih dahulu dengan suatu asas, yakni asas legalitas (Principle of legality), yaitu asas yang menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam perundang-undangan, yang lebih dikenal dalam bahasa latin sebagai Nullum delictum nulla poena sine praevia lege (tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan lebih dahulu)6.

Dengan munculnya kegiatan penambangan liar, maka diperlukan suatu penegakan hukum yang nantinya penegakan hukum ini akan menjadi payung pelindung keberlangsungan ekosistem,jika kegiatan penambangan liar dibiarkan begitu saja, tentu akan membahayakan ekosistem alam, dan menjadi ancaman bagi kelestarian alam yang dapat menimbulkan bencana di daerah tersebut7. Hal ini dikarenakan, saat ini para pelaku usaha pertambangan lebih mengedepankan manfaat tujuan pengusahaan secara ekonomi, tetapi melupakan akan adanya faktor sosial serta faktor lingkungan. Hal ini tentu bertentangan dengan pengertian dari pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup selanjutnya dapat disebut dengan UUPPLH. Dalam pasal 1 angka 3 UUPPLH, menjelaskan bahwa “pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi kedalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan dan mutu

hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.” Dalam pasal tersebut, maka dijelaskan bahwa kegiatan pertambangan yang tentunya erat berkaitan dengan aspek lingkungan, harus diusahakan dengan sebaik-baiknya dengan mengutamakan kelestarian fungsi lingkungan untuk menjamin kehidupan baik generasi masa kini dan generasi masa depan.Tindak pidana pertambangan merupakan perbuatan yang dianggap dilarang oleh peraturan perundang-undangan yang dapat dikenakan sansksi bagi pelaku perbuatan, guna perlindungan dalam kegiatan dan usaha pertambangan mineral dan batu bara8.

Aturan perundang-undangan mengenai pertambangan bertujuan dalam penegakan hukum dalam kegiatan pertambangan, oleh karena penegakan hukum ini memiliki makna bagaimana hukum itu harus dilaksanakan, sehingga dalam penegakan hukum tersebut harus diperhatikan unsur-unsur kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan. Usaha penegakan hukum yang dilakukan Pemerintah dalam mengatasi permasalahan lingkungan hidup di Indonesia, baik secara preventif maupun represif tidak terlepas dari terminologi sistem hukum untuk memahami efektivitas berfungsinya hukum dalam mengubah perilaku manusia agar mempunyai kesadaran hukum dalam rangka melindungi dan melestarikan fungsi lingkungan hidup9. Dalam pandangan Prof. Mochtar Kusumaatmadja, kesulitan menjadikan hukum menjadi salah satu alat untuk mengadakan perubahan yakni harus dapat bersikap hati-hati agar tidak timbul kerugian bagi warga masyarakat karena salah satu tugas hukum adalah melindungi kepentingan masyarakat, mengatasi konflik kepentingan yang mungkin timbul di antara anggota masyarakat10. Berdasarkan hal tersebut, maka Penegakan hukum berperan penting untuk melindungi kepentingan masyarakat luas , salah satu penegakan hukum dapat melalui sanksi pidana.Sanksi pidana adalah hukuman yang dapat dijatuhi oleh hakimsaat akhir proses pemeriksaan di pengadilan kepada seseorang yang mana telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah karena melakukan tindak pidana. Sanksi pidana yang nantinya dijatuhkan kepada para pelaku pertambangan liar atau pertambangan tanpa izin tersebut dapat mencegah berlangsungan kegiatan penambangan liar.

Pada tindak pidana penambangan liar para pelakunya tentu telah melanggar aturan yang terdapat dalam Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara, yakni pada Pasal 35,yang menyatakan dalam:

Ayat (1), “Usaha Pertambangan dilaksanakan berdasarkan Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat”

Ayat (2), “Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui pemberian:

  • a.    nomor induk berusaha;

  • b.    sertifikat standar; dan/atau c. izin”.

Ayat (3), “ lzin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c terdiri atas:

  • a.    IUP;

  • b.    IUPK;

  • c.    IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak Perjanjian;

  • d.    IPR;

  • e.    SIPB;

  • f.    izin penugasan;

  • g.    Izin Pengangkutan dan Penjualan;

  • h.    IUJP; dan

  • i.    IUP untuk Penjualan.”

Melalui jenis izin-izin tersebut, para pelaku usaha pertambangan dapat melakukan usaha pertambangan sesuai dengan izin usaha yang dimohonkan dan disetujui oleh pejabat yang berhak untuk mengeluarkan izin-izin tersebut, tanpa izin tersebut setiap usaha dan/atau kegiatan mineral dan batubara tidak dapat dilakukan serta semua tindakan usaha dan/atau kegiatan tersebut menjadi kegiatan pertambangan tanpa izin atau dapat dikatakan sebagai pertambangan tanpa izin11.

Salah satu penambangan liar yang terjadi yakni penambangan liar terhadap pertambangan rakyat berupa pasir. Kegiatan usaha pertambangan rakyat berupa pasir ini merupakan salah satu kegiatan pertambangan rakyat golongan C. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, syarat untuk mengadakan suatu usaha dan/atau kegiatan pertambangan harus memiliki izin terlebih dahulu, yang mana izin ini dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang. Untuk pertambangan rakyat, maka izin yang wajib dimiliki adalah IPR (Izin Pertambangan Rakyat). IPR dalam Pasal 1 Angka 10 Undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, menyatakan bahwa “Izin Pertambangan Rakyat, yang selanjutnya disebut IPR, adalah izin untuk melaksanakan Usaha Pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas.” . Wilayah pertambangan rakyat diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, menyatakan bahwa “Kegiatan pertambangan rakyat dilaksanakan dalam suatu WPR”.Syarat untuk mendapatkan WPR diatur dalam Pasal 22 yang menyatakan bahwa “Wilayah dalam WP yang dapat ditentukan sebagai WPR harus memenuhi kriteria:

  • a.    mempunyai cadangan Mineral sekunder yang terdapat di sungai dan/atau di antara tepi dan tepi sungai;

  • b.    mempunyai cadangan primer Mineral logam dengan kedalaman maksimal 100 (seratus) meter;

  • c.    endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba;

  • d.    luas maksimal WPR adalah 100 (seratus) hektare;

  • e.    menyebutkan jenis komoditas yang akan ditambang; dan/atau

  • f.    memenuhi kriteria pemanfaatan ruang dan kawasan untuk kegiatan Usaha

Pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Dalam Pasal 67 menjelaskan bahwa Ayat (1),“ IPR diberikan oleh Menteri kepada:

  • a.    orang perseorangan yang merupakan penduduk setempat; atau

  • b.    koperasi yang anggotanya merupakan penduduk setempat”.

Ayat (2),“untuk memperoleh IPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemohon harus menyampaikan permohonan kepada Menteri”.

Dalam Pasal 48 Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan batubara menjelaskan bahwa:

Ayat (1),“ Setiap usaha pertambangan rakyat pada WPR dapat dilaksanakan apabila

telah mendapatkan IPR”.

Ayat (2),“untuk mendapatkan IPR, pemohon harus memenuhi:

  • a.    persyaratan administratif;

  • b.    persyaratan teknis; dan

  • c.    persyaratan finansial”.

Ayat (3),“Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a untuk:

  • a.    orang perseorangan, paling sedikit meliputi:

  • 1.    surat permohonan;

  • 2.    kartu tanda penduduk;

  • 3.    komoditas tambang yang dimohon; dan

  • 4.    surat keterangan dari kelurahan/desa setempat.

  • b.    kelompok masyarakat, paling sedikit meliputi:

  • 1.    surat permohonan;

  • 2.    komoditas tambang yang dimohon; dan

  • 3.    surat keterangan dari kelurahan/desa setempat.

  • c.    koperasi setempat, paling sedikit meliputi:

  • 1.    surat permohonan;

  • 2.    nomor pokok wajib pajak;

  • 3.    akte pendirian koperasi yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang;

  • 4.    komoditas tambang yang dimohon; dan

  • 5.    surat keterangan dari kelurahan/desa setempat”.

Ayat (4),“Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berupa surat pernyataan yang memuat paling sedikit mengenai: a. sumuran pada IPR paling dalam 25 (dua puluh lima) meter; b. menggunakan pompa mekanik, penggelundungan atau permesinan dengan jumlah tenaga maksimal 25 (dua puluh lima) horse power untuk 1 (satu) IPR; dan c. tidak menggunakan alat berat dan bahan peledak”.

Ayat (5), “Persyaratan finansial sebagai bagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c berupa laporan keuangan 1 (satu) tahun terakhir dan hanya dipersyaratkan bagi koperasi setempat”.

Dengan diberikannya IPR bagi pelaku usaha pertambangan baik perseorangan yang merupakan penduduk setempat maupun koperasi yang anggotanya merupakan penduduk setempat, maka pelaku usaha pertambangan rakyat tersebut diperbolehkan untuk mengadakan suatu usaha dan/atau kegiatan pertambangan yang tentunya akan diikuti oleh kewajiban bagi pemegang IPR, kewajiban tersebut terdapat pada Pasal 70 Undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, menyatakan bahwa “ Pemegang IPR wajib:

  • a.    melakukan kegiatan Penambangan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah IPR diterbitkan;

  • b.    mematuhi peraturan perundang-undangan di bidang keselamatan Pertambangan, pengelolaan lingkungan, dan memenuhi standar yang berlaku; c. mengelola lingkungan hidup bersama Menteri;

  • d.    membayar iuran Pertambangan rakyat; dan

  • e.    menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan Usaha Pertambangan rakyat secara berkala kepada Menteri”.

Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian, penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian. Pertambangan mempunyai beberapa karakteristik yaitu tidak dapat diperbaharui keberadaannya, mempunyai risiko relatif lebih tinggi, dan pengusahaanya mempunyai dampak lingkungan baik fisik mapun sosial relatif lebih tinggi dibandingkan pengusahaan komoditi lain pada umumnya12. Berdasarkan hal tersebut selain diperlukan adanya perizinan untuk melegalkan suatu usaha dan/atau kegiatan pertambangan disuatu wilayah juga diperlukan adanya pengawasan terhadap usaha dan/atau kegiatan tersebut yang diharapkan usaha dan/atau kegiatan tersebut nantinya akan tetap berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku. Namun, ada hal yang bertentangan antaraUndang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara denganPeraturan Daerah Kabupaten Karangasem Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Batuan, dalam Pasal 31 ayat (1), menyatakan “ Bupati memberikan IPR terutama kepada penduduk setempat, baik perseorangan maupun kelompok masyarakat dan / atau koperasi”. Tentu Pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 67 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang menyatakan bahwa IPR diberikan oleh Menteri. Adanya tumpang tindih peraturan baik dari pusat maupun daerah ini tentunya dapat memberikan celah bagi pelaku pertambangan untuk melakukan penambangan liar. Karena, jika menihilkan peran Pemda Kabupaten/Kota dapat dikatakan sama saja dengan meningkatkan konsekuensi kerusakan lingkungan juga proses pengawasan, pengembangan, dan pemberdayaan masyarakat tidak efektif karena meniadakan peran tuan rumah yang lebih mengetahui kondisi lapangan13.

  • 3.2 Sanksi Yang Dapat Diterapkan Terhadap Pelaku Penambangan Rakyat Liar

Para penambang rakyat atau skala kecil sering dikonotasikan dengan pertambangan liar (illegal mining) karena mereka tidak memiliki izin resmi dalam menjalankan usahanya, menggunakan bahan dan alat produksinya (termasuk air raksa), dan dalam menyalurkan produk pertambangannya (hingga ke pasar ekspor). Pola kehidupan sebagian pertambangan rakyat tersebut dianggap mengganggu kehidupan sosial masyarakat sekitarnya, kegiatan mereka yang merusak lingkungan dan sebagian fasilitas publik (misalnya dengan pemanfaatan jalan umum untuk pengangkutan produk ilegal mereka ), mengganggu pemilik izin pertambangan resmi, membuat kegiatan pertambangan rakyat sering harus berhadapan dengan petugas

hukum14. Secara hukum perbuatan penambangan liar terhadap galian C, dapat dikenai sanksi pidana , hal ini dikarenakan setiap orang yang akan melakukan kegiatan pertambangan wajib memiliki izin terlebih dahulu. Maka, penambangan pasir secara liar merupakan perbuatan yang tidak diperbolehkan oleh hukum karena dilakukan secara illegal atau secara tidak sah, dimana akhir dari perbuatan ini adalah adanya ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu bagi pelaku penambangan liar15.

Berdasarkan hal tersebut, maka penambangan liar terhadap galian C dapat dikenai pidana berdasarkan Pasal 158Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang menyatakan bahwa “Setiap orang yang melakukan Penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah)”. Berbicara mengenai aspek tindak pidana terhadap masyarakat penambang pasir tanpa izin, tentu saja berkaitan erat dengan pertanggungjawaban pidana dari para pelaku pertambangan pasir tanpa izin16.pelaku usaha penambangan liar pertambangan rakyat galian C dalam kegiatan pertambangannya tidak memiliki Izin berupa IPR ,tentunya akan ada sanski yang akan dijatuhkan bagi pelaku penambangan liar tersebut. Sanksi merupakan upaya menegakan hukum dalam perbuatan menambang secara liar yang dilakukan oleh pelaku pertambangan liar .Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, sanksi ini akan diterapkan kepada pelaku yang telah terbukti bersalah , maka dapat diketahui bahwa sanksi ini adalah suatu dampak dari dilakukannya suatu perbuatan yang tentunya tidak sesuai dengan aturan hukum saat ini berlaku17. Berdasarkan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara tersebut, maka para pelaku penambangan liar dapat dikenai sanksi pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). Pemberian sanksi bagi pelaku penambang liar berdasarkan Pasal158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara bertujuan untuk menegakkan norma hukum ,untuk mengayomi masyarakat, menyelesaikan konflik yang timbul akibat penambangan liar ,serta mengembalikan keseimbangan ekosistem.

  • IV. Penutup

Dengan munculnya kegiatan penambangan liar, maka diperlukan suatu penegakan hukum yang nantinya penegakan hukum ini akan menjadi payung

pelindung keberlangsungan ekosistem. Aturan perundang-undangan mengenai pertambangan bertujuan dalam penegakan hukum dalam kegiatan pertambangan, oleh karena itu memilikiarti hukum itu bagaimana dilakukansehingga dalam penegakan hukum tersebut harus diperhatikan unsur-unsur kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan. Salah satu penambangan liar yang terjadi yakni penambangan liar terhadap pertambangan rakyat galian C. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, syarat untuk mengadakan suatu usaha dan/atau kegiatan pertambangan harus memiliki izin terlebih dahulu dalam hal ini berupa IPR , yang mana izin ini dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang. Maka, para pelaku penambang liar galian C tersebut, dapat dikenai pidana berdasarkan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, sanksi bagi pelaku penambangan liar yakni sanksi pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

Diharapkan pengaturan pemidanaan terhadap pertambangan tanpa izin usaha yang diatur dalam Undang-Undang Pertambangan ini dapat mendukung penegakan hukum terhadap penambangan liar yang mulai marak terjadi di masyarakat, serta sanksi yang diberikan kepada para pelaku dapat menjadi payung pelindung bagi ekosisitem , dapat mengayomi masyarakat, dapat mengayomi masyarakat, serta mampu membuat terpidana menjadi pribadi yang lebih taat pada hukum serta enggan untuk melakukan kesalahan yang serupa sesuai dengan tujuan pemidanaan itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Amiruddin dan Asikin,H.Zainal. Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta:Rajawali Pers, 2016)

HS, H. salim. Hukum Pertambangan di Indonesia( Jakarta: Raja Grafindo Persada,2011) Ali,A. Menguak Takbir Hukum (Jakarta: Kencana Cetakan ke-2,2017)

Jurnal

Adys,Aslam Abd. Kadir,Hardi,Rudi. “Peranan Pemerintah Dalam Penertiban Penambangan Ilegal Nikel Di Kabupaten Kolaka Utara”. ” Otoritas Jurnal Ilmu Pemerintahan”, Volume v, No 2, Oktober (2015):122-136.

Ariyanti,Dwi Oktavia,Ramadhan,Muhammda,Murdomo,JS.”Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Penambangan Pasir Secara Ilegal”.”jalrev: jambura law Review”,Volume 2,no 1,Januari(2020):30-47.

Butar,Franky Butar. Penegakan Hukum Lingkungan Di Bidang Pertambangan.” Yuridika”,Volume 25,No.2, Mei-Agustus (2010): 151-168.

Hartanto,Dwiyana Achmad dan Suyoto.”Penanganan Kasus Penambangan Galian C Ilegal Di Kawasan Pegunungan Kendeng Selatan Dan Pegunungan Kendeng Utara Di Kabupaten Pati”. ”Prosiding Seminar Nasional Publikasi Hasil-Hasil Penelitian dan Pengabdian Masyarakat”Implementasi Penelitian dan Pengabdian masyarakat Untuk Peningkatan Kekayaan Intelektual” Universitas Muhamamadiyah Semarang”, 30 September (2017):107-122.

Nainggolan,Patmasari.”Resistensi Penambangan Ilegal:Studi Kasus Eksploitasi Tambang Galian B (Emas) Di Desa Sayurmatua Kecamatan Naga Juang Kabupaten Mandailing Natal.”Jurnal Buana”,Volume 2, No 3( 2018):870-881.

Nugroho,Hanan. “Pandemi Covid-19: Tinjau Ulang Kebijakan mengenai PETI ( Pertambangan Tanpa Izin) Di Indonesia”. ”The Indonesian journal Of Development”, Volume IV,No 2, Juni (2020):117-125.

Pratama,Wisnu Nicodemus,Ismunarno.”Pertanggungjawaban Pidana Bagi Pelaku Penambangan Tanpa IzinPertambangan Rakyat (IPR) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara ( Studi kasus Penambangan Ilegal Bahan Batu Akik Di Kabupaten Kebumen).”Recidive”, Volume 8, No1,Januari-April (2019):13-20.

Prayoga,Ade Lutfi.” Tanggung Jawab Pelaku Usaha Pertambangan Rakyat Dalam Reklamasi Gumuk Setelah kegiatan tambang”.” Lentera Hukum”, Volume 5, No 2, Desember ( 2018):424-436.

Prianto,Yuwono,Djaja,Benny,Rasji,Gazali,Narumi Bungas.”Penegakan Hukum Pertambangan Tanpa Izin Serta Dampaknya Terhadap Konservasi Fungsi Lingkungan Hidup”.”Bina Hukum Lingkungan”.Volume 4,No 1,Oktober (2019):1-20.

Redi,Ahmad.”Dilema Penegakan Hukum Penambangan Mineral Dan Batubara Tanpa Izin Pada Pertambangan Skala Kecil.” Jurnal RechtsVinding”Vol.5 No.3, Desember(2016):399-420.

Sucantra, I Made Bayu, Sujana I Nyoman dan Suryani, Luh Putu.” Sanksi Pidana Terhadap Tindak Pidana Pertambangan ( Menurut Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 Tentang Minerba”.”Jurnal Analogi Hukum”,Volume 1, No 3 ( 2019): 366-371.

Surya,Achmad,”Penegakan Hukum Terhadap Pertambangan Galian C Tanpa Izin Di kabupaten Bener Meriah”.”Resam jurnal hukum”, volume 5, no 2, Oktober (2019):126-140.

Syaefudi, Muhammad Agus Fajar, Sudewo, fajar Ari.”Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pertambangan Mineral Dan Batubara Ilegal Di Kota Cirebon”. ” Diktum:Jurnal Ilmu Hukum.” Volume 8, No 1, Mei (2020):108-124.

Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara (TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6525).

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 140).

Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan usaha Pertambangan Mineral dan batubara (LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 29).

Peraturan Daerah Kabupaten Karangasem Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Batuan (LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2012 NOMOR 13)

Jurnal Kertha Wicara Vol. 9 No. 12, hlm. 1-11