ISSN 2722-7286

Jurnal

FAPET UNUD


Jurnal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: [email protected]

Submitted Date: September 27, 2020

Accepted Date: October 23, 2020


Editor-Reviewer Article;: Eny Puspani & Dsk. Pt. Mas Ari Candrawati

PERFORMA AYAM ISA BROWN UMUR 99-103 MINGGU YANG DIBERI RANSUM KOMERSIAL DENGAN SUPLEMENTASI TEPUNG KULIT KERANG

Febryanti, F. A., G. A. M. K. Dewi, dan I. G. Mahardika

PS Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali E-mail: [email protected] Telp: 085338995680

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mengetahui performa ayam Isa Brown umur 99-103 minggu yang diberi ransum komersial dengan suplementasi tepung kulit kerang. Penelitian dilaksanakan di Desa Pesedahan, Kecamatan Manggis, Karangasem, Bali. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan, dan setiap ulangan menggunakan 5 ekor ayam. Perlakuan yang diberikan yaitu; ayam petelur diberi ransum komersial tanpa tambahan tepung kulit kerang (A), ayam petelur diberi ransum komersial dan 1% tepung kulit kerang (B), ayam petelur diberi ransum komersial dan 2% tepung kulit kerang (C), ayam petelur diberi ransum komersial dan 3% tepung kulit kerang (D). Variabel yang diamati adalah konsumsi ransum, hen-day production, bobot telur, konversi ransum dan Income Over Feed Cost (IOFC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian tepung kulit kerang 1%, 2%, dan 3% dalam ransum komersial memberikan hasil yang non signifikan (P>0,05) terhadap konsumsi ransum, hen-day production, bobot telur, konversi ransum dan Income Over Feed (IOFC) dibandingkan dengan perlakuan kontrol (A). Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penambahan tepung kulit kerang dalam ransum komersial 1%, 2%, dan 3% memberikan hasil yang sama terhadap konsumsi ransum, hen-day production, bobot telur dan konversi ransum tetapi dapat meningkatkan Income Over Feed Cost.

Kata kunci : performa, Isa Brown, tepung kulit kerang

PERFORMANCE OF ISA BROWN CHICKEN AGED 99-103 WEEK GIVEN COMMERCIAL RATION WITH SEASHELL FLOUR SUPPLEMENTATION

ABSTRACT

This study aims to determine the performance of Isa Brown chicken aged 99-103 weeks who were given a commercial ration with seashell flour supplementation. The Research held in Pesedahan Village, Manggis District, Karangasem, Bali. The design used was a Completely Randomized Design (CRD) with 4 treatments and 5 replications, and each replication used 5 chickens. The treatment given is; layer chickens were given commercial rations without additional seashell flour (A), chickens were given commercial rations and 1%


seashell flour (B), chickens were given commercial rations and 2% seashell flour (C), chickens were given commercial rations and 3% seashell flour (D). The variables observed were feed consumption, hen-day production, egg weight, feed conversion and Income Over Feed Cost (IOFC). The results of this study indicate that the administration of 1%, 2%, and 3% shellfish flour in commercial rations gives results that have no significant effect (P> 0.05) on ration consumption, ration consumption, hen-day production, egg weight, conversion ration but out can increased the Income Over Feed Cost (IOFC) compared to control treatment (A). Based on the results of this study it can be concluded that the administration of seashell flour by 1%, 2%, and 3% gives the same results on ration consumption, hen-day production, egg weight and ration conversion but can increase the Income Over Feed Cost.

Keywords: performance, Isa Brown, seashell flour

PENDAHULUAN

Perkembangan ternak ayam petelur di Provinsi Bali tersebar di seluruh Kabupaten dan kota di Bali dengan populasi terbesar berada di Kabupaten Bangli sebanyak 2.146.700 ekor, selanjutnya berada di Kabupaten Tabanan sebanyak 1.964.228 ekor, Kabupaten Karangasem sebanyak 110.231 ekor, Kabupaten Gianyar sebanyak 136.810 ekor, Kabupaten Badung sebanyak 83.850 ekor, Kabupaten Jembrana sebanyak 38.500 ekor, Kabupaten Buleleng sebanyak 31.333 ekor, Kabupaten Klungkung sebanyak 6.000 ekor (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali, 2018). Kabupaten Karangasem merupakan salah satu sentra penghasil telur ayam di Provinsi Bali, Salah satu daerah penghasil telur di Karangasem yaitu Desa Pesadahan yang berada di Kecematan Manggis. Karena memiliki kondisi lingkungan yang ideal untuk melakukan usaha peternakan ayam petelur yaitu sekitar 22oC-26oC (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali, 2018).

Amrullah (2003) menyatakan bahwa ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara dan diseleksi khususnya untuk menghasilkan telur. Menurut Abidin (2004), ayam ras petelur tipe sedang mempunyai postur tubuh yang cukup besar dan pada akhir masa produksi dan bisa dijual sebagai ayam pedaging. Telur yang dihasilkan berwarna cokelat dan ukurannya lebih besar. Ayam tipe sedang ini disebut juga tipe dwiguna.

Ayam petelur akan mengalami masa penurunan produksi ketika mendekati masa afkir. Ayam petelur memiliki periode bertelur pada umur antara 17-80 minggu, puncak produksi sebesar 95% pada umur 26 minggu (Hendrix-genetics, 2006). Akan diafkir pada umur 80 minggu dikarenakan semakin bertambahnya umur ayam maka penurunan kualitas telur akan semakin menurun, diakibatkan kandungan mineral dalam tubuh ayam semakin berkurang (Hargitai et al., 2011). Namun pada saat ini harga DOC di pasaran memiliki harga yang mahal

dan juga ayam tersebut masih mampu berproduksi walaupun telur yang dihasilkan memiliki cangkang telur yang tipis sehingga telurnya mudah pecah namun secara ekonomi masih memberikan keuntungan bagi para peternak. Hal ini menyebabkan peternak masih memelihara ayam tersebut sampai umur 99 minggu.

Maka dari itu, untuk mengatasi kekurangan mineral pada tubuh ayam pada masa afkir perlu penambahan kalsium yang cukup kedalam ransum (Sumadi, 2017). Ransum merupakan komponen terbesar dari biaya produksi yaitu mencapai 60-70%. Oleh karena itu, masalah ketersediaan bahan pakan ternak unggas sangat terkait dengan perkembangan usaha peternakan. Menurut Mide (2007) Perkembangan usaha peternakan berkaitan dengan biaya yang dikeluarkan untuk produksi telur. Biaya tersebut dapat ditutupi jika performa ayam petelur baik.

Performa ayam petelur dapat dilihat dari konsumsi ransum, konversi ransum, bobot telur, hen-day, dan IOFC (income over feed cost). Jika performa tersebut baik maka usaha peternakan ayam petelur dapat dikatakan bagus. Syarat untuk mendapatkan performa yang baik pada ternak maka harus diberikan ransum yang berkualitas. Ransum berkualitas dapat diperoleh dengan formulasi pakan yang memiliki kandungan nutrien yang sesuai dengan kebutuhan Kekurangan sesuatu zat dalam ransum akan mengakibatkan kerusakan dan kegagalan produksi dan reproduksi (Budiansyah, 2010). Salah satu zat yang harus ada dalam ransum yaitu mineral, salah satu mineral yang harus ada dalam tubuh ternak yaitu kalsium. Kulit kerang merupakan sumber pakan yang mengandung kalsium.

Kerang adalah hewan air yang termasuk hewan bertubuh lunak (moluska). Berasal dari bahasa latin, molluscus yang berarti lunak, tubuhnya lunak dan tidak bersegmen, terbungkus oleh mantel yang terbuat dari jaringan khusus, dan umumnya dilengkapi dengan kelenjar-kelenjar yang dapat menghasilkan cangkang. Adapun kandungan kalsium dari cangkang kerang sebesar 46,45% (Balai Pengujian Mutu Pakan Ternak Bekasi, 2007). Pemberian kalsium pada tingkat 3,0% dalam pakan dapat meningkatkan kualitas kerabang telur (Meyer et al., 1973). Pemberian grit kerang lebih efektif untuk meningkatkan kualitas kerabang telur dibandingkan pemberian kapur. Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui performa ayam Isa Brown umur 99-103 minggu yang diberi ransum komersial dengan suplementasi tepung kulit kerang.

MATERI DAN METODE

Tempat dan lama penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pesadahan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali, dan berlangsunng selama 4 minggu.

Ayam petelur

Penelitian ini menggunakan ayam petelur Isa Brown dengan umur rata-rata 99 minggu yang diproduksi oleh PT. Wonokoyo Jaya Corporindo.

Kandang dan perlengkapan

Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang panggung dengan penunjang dibawah pondasi beton dan atap dari seng. Jenis kandang system battery permanen dengan panjang 1 unitnya 100 cm dan dalam 1 unit berisi 5 petak kandang dengan masing masing petak kandang berukuran 20 x 35 cm, di depan petak kandang ditempatkan tempat pakan, dan tempat air minum.

Gambar 1. Kandang ayam Isa Brown

Sarana penunjang

Sarana penunjang yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan elektrik untuk menimbang telur dan ransum, egg tray dengan kapasitas 3 butir digunakan untuk menyimpan telur sesuai perlakuan, polybag yang digunakan untuk menyimmpan ransum serta alat tulis kantor (ATK) untuk keperluan pencatatan dan dokumentasi kegiatan.

Komposisi dan nutrisi ransum

Ransum yang digunakan adalah ransum komersial KLS Super Plus yang diproduksi oleh PT Wonokoyo dan tepung kulit kerang. Air minum yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari PDAM. Komposisi ransum dan kandungan nutrisi ransum ayam petelur yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1. dan Tabel 2.

Tabel 1. Komposisi Ransum Penelitian

Komposisi Bahan (%)

Perlakuan 2)

A

B

C

D

Ransum komersial 1)

100

99

98

97

Tepung kulit kerang

0

1

2

3

Total

100

100

100

100

Keterangan : 1) Ransum komersial PT.Wonokoyo

2) A = ransum komersial tanpa kulit kerang

B = ransum komersial + 1% tepung kulit kerang

C = ransum komersial + 2% tepung kulit kerang

D = ransum komersial + 3% tepung kulit kerang

Tabel 2. Kandungan Nutrisi Ransum Penelitian

Kandunga nutrien                       Perlakuan1)                     Standar3)

A2)

B

C

D

Energi Kkal/Kg

2900

2871

2842

2813

2900-3000

Protein Kasar (%)

18,00

17,86

17,72

17,58

17-20

Lemak Kasar (%)

10,13

10,03

9,93

9,83

4-11

Serat Kasar (%)

3,08

3,05

3,02

2,99

3-8

Kalsium Ca (%)

3,13

3,50

3,87

4,24

3,00- 4,5

Phospor (%)

0,45

0,46

0,46

0,46

0,45-1,5

Keterangan :

1) A = ransum komersial tanpa kulit kerang

B = ransum komersial + 1% tepung kulit kerang

C = ransum komersial + 2% tepung kulit kerang

D = ransum komersial + 3% tepung kulit kerang

2) Ransum komersial KLS Super Plus PT Wonokoyo

3) Standar Pakan SNI (Standar Nasional Indonesia)

Tepung kulit kerang

Penelitian ini menggunakan tambahan grit kulit kerang sebagai sumber kalsium, kulit kerang yang digunakan berupa grit kulit kerang yang diproduksi oleh UD. Kembang Sari. Kandungan nutrisi kulit kerang menurut Kurniasih et al. (2016) yaitu Calsium (Ca) sebesar 30 - 40%, Phospor (P) sebesar 1%.

Rancangan penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan, dimana tiap unit percobaan terdiri dari 5 ekor ayam petelur umur 99 minggu. Total ayam yang digunakan adalah 100 ekor. Perlakuan yang diberikan yaitu:

A  = Ransum komersial tanpa kulit kerang

B  = Ransum komersial + 1% tepung kulit kerang

C  = Ransum komersial + 2% tepung kulit kerang

D  = Ransum komersial + 3% tepung kulit kerang

Pengacakan ayam

Ayam yang digunakan untuk penelitian diletakkan dalam kandang sesuai perlakuan pada setiap ulangan. Penempatan ayam dilakukan dengan teknik pengacakan lengkap dengan terlebih dahulu dilakukan penimbangan bobot badan (dengan catatan bobot badan ayam homogen/koefisien variasi ≤5%). Setiap satu unit kandang diisi dengan 5 ekor ayam dimana secara keseluruhan menggunakan 100 ekor ayam dan 20 unit petak kandang

Pencampuran ransum

Penelitian ini menggunakan ransum KLS Super Plus yang di produksi oleh PT. Wonokoyo Corporindo dengan tambahan kalsium yang bersumber dari grit kulit kerang. Pencampuran ransum dilakukan dengan cara mencampur homogen ransum komersial dengan grit kulit kerang.

Pemberian ransum

Pemberian ransum kepada ternak ayam petelur dilakukan dengan cara ad libitum. Ransum diberikan dengan menempatkan ransum dalam wadah dari plastik yang ditempatkan didepan kandang pada setiap unit perlakuan.

Teknik pengambilan data

Proses pengambilan data dilakukan setiap hari selama penelitian berlangsung sesuai perlakuan dan ulangan. Telur dikumpulan pada tiap ulangan dan dicari rata-rata berat telur. Variabel yang Diamati

Variabel yang diamati dalam penelitian ini yaitu: konsumsi ransum, hen-day production, bobot telur, konversi ransum dan Income Over Feed Cost (IOFC) 1. Konsumsi ransum (g/ekor/hari),

Konsumsi ransum dapat dihitung dengan cara mengurangi jumlah ransum yang diberikan dengan jumlah ransum sisa (Rasyaf, 2007).

  • 2.    Hen-day production (HDP)

Hen-day adalah membandingkan produksi telur yang diperoleh hari itu dengan jumlah ayam yang hidup pada hari itu.

Produksi telur per hari/HD

1    .            Total produkEL telur/hari

x IOO


Production (%) =

jumlah ayam/hari

  • 3.    Bobot telur (g/butir)

Telur dikumpulkan setiap hari, kemudian telur yang dihasilkan oleh ayam tersebut ditimbang.

  • 4.    Konversi ransum

Konversi ransum merupakan pembagian antara jumlah ransum yang dikonsumsi setiap minggu (g) dengan bobot telur (g) yang dihasilkan pada minggu tersebut.

Rumus konversi ransum yaitu :

τ-       .           FansumyangdikonsunisiZniinggu

Konversi ransum = ----TTT—;—;---------

bobot telur/minggu

  • 5.    Income Over Feed Cost (IOFC)

Nilai Income Over Feed Cost merupakan indikator yang dapat memperlihatkan suatu usaha peternakan mendapatkan untung atau tidak. Nilai IOFC dapat dihitung dengan mengurangi jumlah pendapatan dengan jumlah biaya pakan.

Rumus IOFC yaitu

IOFC = jumlah pendapatan – jumlah biaya pakan

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (Anova) dan apabila terdapat signifikan (P<0,05) di antara perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (Steel and Torrie, l989).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Performa produksi ayam Isa Brown umur 99 -103 minggu yang diberi tepung kulit kerang dalam ransum komersial yang meliputi; konsumsi ransum, hen-day production, bobot telur, konversi ransum dan Income Over Feed Cost (IOFC) dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Performa Ayam Isa Brown Umur 99 -103 Minggu Yang Diberi Tepung Kulit Kerang Dalam Ransum Komersial

Variabel

Perlakuan1)                        SEM2)

A       B        C       D

Konsumsi ransum (g) Hen-day production (%) Bobot telur (g)

Konversi ransum (kg) Iofc (Rp/ekor/hari)

121,31a3)       120,3a         120,40a       121,17a       0,15

61,14 a       62,86 a        63,43 a      64,57 a       0,59

66,16 a       66,63 a        66,64 a      67,16 a       0,26

3,02 a         2,88 a          2,85 a        2,78 a        0,03

142          150           155         161

Keterangan :

1) A : ransum komersial tanpa kulit kerang

B : Ransum komersial + 1% kalsium tepung kerang

C : Ransum komersial + 2% kalsium tepung kerang

D : Ransum komersial + 3% kalsium tepung kerang

2)   SEM (Standart error of the treatment means)

3) Nilai dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0.05).

Konsumsi ransum

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi ransum yang diberi perlakuan (A) yaitu sebesar 121,96 g/ekor/hari (Tabel 3). Rataan konsumsi ransum yang diberikan ransum komersial dengan tambahan tepung kulit kerang 1% (B), 2% (C), 3% (D) masing-masing sebesar: 0,81%, 0,74 dan 0,11% lebih rendah dibandingkan perlakuan kontrol (A) dan secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Sedangkan rataan konsumsi ransum yang diberikan ransum komersial dengan tambahan tepung kulit kerang 2% (C) ) dan 3% (D) masing-masing 0.07% dan 0,87 % lebih tinggi dibandingkan perlakuan ransum komersial dengan tambahan tepung kulit kerang 1% (B) dan secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Ayam yang mendapatkan perlakuan 3% (D) 0.80% tidak berbeda nyata (P>0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan ayam yang mendapat perlakuan 2% (C).

Rataan konsumsi ransum ayam Isa Brown umut 99 minggu selama 4 minggu penelitian pada semua perlakuan berkisar 120,316-121,302 g/ekor/hari (Tabel 3) memberikan pengaruh yang tidak nyata. Tidak nyatanya pengaruh perlakuan tersebut disebabkan oleh ransum yang diberikan memiliki kadar protein dan energi yang sama sehingga menyebabkan konsumsi pakan juga relatif sama. Sultoni et al., (2006) bahwa tinggi rendahnya kandungan energi ransum dapat mempengaruhi banyak sedikitnya konsumsi ransum. Ayam yang sudah tua juga menyebabkan tidak adanya perbedaan dalam mengkonsumsi pakan. Ternak mengkonsumsi pakan untuk kebutuhan hidup, meningkatkan bobot badan dan untuk berproduksi (Rusdiansyah, 2014). Faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan antara lain besar tubuh ayam, aktifitas sehari-hari, suhu lingkungan dan kualitas dan kuantitas pakan

(NRC, 1994). Rasyaf (2007) menyatakan bahwa konsumsi ransum ayam petelur erat kaitannya dengan status kesehatan ayam, produksi telur dan temperatur lingkungan. .

Hen-day production

Hasil rataan hen-day production ayam Isa Brown umur 99 minggu yang diberi perlakuan (A) yaitu sebesar 6,14% sedangkan ayam yang diberi ransum komersial dengan tambahan tepung kulit kerang 1% (B), 2% (C), 3% (D) masing-masing 2,74%, 3,61%, dan 5,31% menunjukkan secara statistik hasil hen-day berbeda tidak nyata (P>0,05) lebih tinggi dibandingkan perlakuan kontrol (A) (Tabel 3). Sedangkan rataan Hen-day production yang diberikan ransum komersial dengan tambahan tepung kulit kerang 2% (C) dan 3% (D) masing-masing 0.67% dan 1.10% lebih tinggi dibandingkan perlakuan ransum komersial dengan tambahan tepung kulit kerang 1% (B) secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Ayam yang mendapat perlakuan 3% (D) 1.77% tidak berbeda nyata (P>0,05) lebih tinggi dibandingkan perlakuan ransum komersial dengan dengan tambahan tepung kulit kerang 2% (C).

Rataan Hen-day Production (%) yang di peroleh selama penelitian pada perlakuan (A) sebesar 61,14%, perlakuan 1% (B) sebesar 62,86, perlakuan 2% (C) sebesar 63,43 dan perlakuan 3% (D) sebesar 64,57% secara statistik berbeda tidak nyata. Hal ini disebabkan karena umur ayam yang sudah tua dan kandungan nutrisinya yang sama, walaupun pengaruhnya tidak nyata tetapi ada kecenderungan mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari perlakuan B, C, dan D memberikan produksi telur yang lebih tinggi dibandingkan A. Penambahan pada tepung kulit kerang pada perlakuan B, C, dan D membantu penggilingan pakan di dalam gizzard sehingga pakan mampu dicerna dengan baik oleh ayam. Sejalan dengan (Kurniasih et al., 2016) manfaat dari grit cangkang kerang selain untuk memenuhi asupan kalsium, phospor dan protein juga di dalam ampela, juga sangat potensial dalam produksi dan pertumbuhan ternak. Selain itu grit cangkang kerang ini juga dapat meningkatkan stamina, memperbaiki kualitas telur, mencegah penyakit lumpuh, mencegah kurang darah, mencegah cacat kuku dan paruh. Tilman et al., (1998), bahwa jumlah ransum yang dikonsumsi oleh ternak digunakan untuk mencukupi hidup pokok dan untuk produksi ternak tersebut. Produksi telur dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti strain ayam, ransum yang diberikan, mortalitas, culling, kesehatan dan manajemen pemeliharaan, umur pertama bertelur, puncak produksi telur serta persistensi bertelur (Farooq et al., 2002). Alwi (2014) menyatakan bahwa konsumsi pakan akan mempengaruhi produksi telur.

Bobot telur

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot telur ayam yang diberi ransum komersial tanpa diberi tepung kulit kerang (A) yaitu sebesar 66,16 g (Tabel 3). sedangkan ayam yang diberikan ransum komersial dengan tambahan tepung kulit kerang sebanyak 1% (B), 2% (C) dan 3% (D) menunjukkan hasil rataan yang tidak berbeda nyata (P>0,05) masing-masing 0,71%, 0,72% dan 1,49% lebih tinggi dibandingkan perlakuan kontrol (A). Rataan bobot telur yang diberikan perlakuan 2% (C) dan 3% (D) masing-masing 0,05% dan 0,79% lebih tinggi dibandingkan perlakuan ransum komersial dengan tambahan tepung kulit kerang 1% (B) secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Ayam yang diberikan perlakuan 3% (D) 0.77% tidak berbeda nyata (P>0,05) lebih tinggi dibandingkan perlakuan ransum komersial dengan dengan tambahan tepung kulit kerang 2% (C).

Hasil rataan pada (Tabel 3) berat telur ayam yang diperoleh dari penelitian ini berkisar (66,16-67,16g). Bobot telur dari penelitian ini secara statistik menunjukan bahwa penambahan tepung kulit kerang dalam ransum komersial sebanyak 1%, 2%, dan 3% pada perlakuan (B), (C), dan (D) tidak mampu mempengaruhi berat telur, tetapi hasil perlakuan 1% (B), 2% (C) dan 3% (D) masing-masing 0,71%, 0,72% dan 1,49% cenderung lebih tinggi dibandingkan perlakuan A. Hal ini disebabkan karena penambahan kalsium akan membuat penyerapan lebih baik sehingga bobot telur secara numerik akan lebih tinggi, walaupun tidak berbeda nyata. Kalsium membantu proses metabolisme sehingga ayam sehat dan digunakan dengan baik untuk bobot telur. Senada dengan Dewi (2010) Kalsium yang dicerna baik oleh ayam akan menghasilkan telur yang bobotnya lebih besar. Kesshavarz dan Nakajima (1990) menyatakan penambahan kalsium sesuai dengan kebutuhan ayam petelur dapat menghasilkan bobot yang optimal. Yuwanta (2010) bahwa ayam akan menghasilkan telur dengan ukuran dan berat yang semakin besar seiring dengan bertambahnya umur ayam karena semakin meningkatnya ukuran kuning telur. (Heppi et aI., 2019) Berat telur yang tidak berbeda disebabkan oleh jenis dan umur ayam sama, selain itu ayam Isa Brown yang digunakan mempunyai berat badan homogen sehingga berat telur yang dihasilkan tidak jauh berbeda serta jenis ransum komersial yang digunakan sama dan didukung dengan adanya nilai FCR yang sama sehingga pasokan nutrisi yang didapatkan ternak relatif sama mengakibatkan berat telur yang dihasilkan tidak jauh berbeda.

Konversi ransum

Hasil penelitian pada (Tabel 3) menunjukkan bahwa konversi ransum ayam Isa Brown umur 99 minggu yang diberi ransum komersial tanpa diberi tepung kulit kerang (A) yaitu

sebesar 3,02g. Sedangkan ayam yang diberikan ransum komersial dengan tambahan tepung kulit kerang sebanyak 1% (B), 2% (C), 3% (D) menunjukkan hasil rataan yang tidak berbeda nyata (P>0,05) masing-masing 4,64%, 5,63%, 7,95% lebih rendah dibandingkan perlakuan kontrol (A). Ayam yang diberikan ransum komersial dengan tambahan tepung kulit kerang 2% (C) dan 3% (D) masing-masing 0,05% dan 0,79% lebih tinggi dibandingkan perlakuan ransum komersial dengan tambahan tepung kulit kerang 1% (B) secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05).

Hasil analisis menunjukan bahwa penambahan kulit kerang terhadap konversi ransum ayam Isa Brown umur 99-103 minggu tidak berpengaruh nyata. Tidak adanya pengaruh perlakuan secara statistik terhadap konversi ransum disebabkan karena berat telur yang diperoleh setiap perlakuan hampir sama serta ransum dan jenis ayam yang digunakan sama. Rataan konversi ransum yang diperoleh dari perlakuan ini berkisar 2,78-3,02. Nilai ini menunjukkan penggunaan pakan yang efisien sehingga dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya sehingga mampu memproduksi sejumlah telur. Nilai konversi ini masih berada standar konversi ransum. (Hendrix, 2007) menyatakan bahwa standar konversi ransum adalah 2,4-2,5. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi konversi ransum adalah temperatur lingkungan, daya cerna ransum, bentuk fisik dan konsumsi ransum (Anggorodi 1995). Rasyaf (2007) berpendapat bahwa semakin kecil konversi ransum berarti pemberian ransum semakin efisien, namun jika konversi ransum tersebut membesar, maka telah terjadi pemborosan.

Income Over Feed Cost

Hasil penelitian menunjukkan bahwa IOFC yang diberi ransum komersial tanpa diberi tepung kulit kerang (A) yaitu sebesar 142 Rp/ekor/hari (Tabel 3). IOFC yang diberikan ransum komersial dengan tambahan tepung kulit kerang 1% (B), 2% (C), 3% (D) masing-masing sebesar 150 Rp/ekor/hari, 155 Rp/ekor/hari dan 161 Rp/ekor/hari.

Berdasarkan analisis Income Over Feed Cost menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung kulit kerang dalam ransum komersial pada ayam Isa Brown umur 99-103 minggu memberikan Income Over Feed Cost sebesar 150 Rp/ekor/hari (B), 155 Rp/ekor/hari (C), dan 161 Rp/ekor/hari (D) lebih tinggi dari perlakuan A. Hal ini disebabkan oleh berimbangnya jumlah konsumsi setiap perlakuan dan harga ransumnya yang selisihnya tidak terlalu besar sehingga menunjukkan nilai akhir IOFC yang tiap perlakuanya memiliki selisih atau perbedaan yang tidak terlalu besar. Menurut Solikin (2016) bahwa IOFC dipengaruhi oleh jumlah komsumsi pakan dan efisiensi penggunaan pakan. Perlakuan yang diberikan ransum komersial dan 3% kulit kerang (D) pada pakan merupakan perlakuan terbaik terhadap

nilai yaitu sebesar 161 Rp/ekor/hari. Menurut Rasyaf (2011) bahwa semakin tinggi nilai IOFC akan semakin baik pula pemeliharaan yang dilakuan, karena tingginya IOFC berarti penerimaan yang didapat dari hasil penjualan ayam Isa Brown juga semakin tinggi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penambahan tepung kulit kerang dalam ransum komersial 1%, 2%, dan 3% memberikan hasil yang sama terhadap konsumsi ransum, hen-day production, bobot telur dan konversi ransum tetapi dapat meningkatkan income over feed cost.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini saran yang dapat disampaikan bahwa penambahan kalsium tepung kulit kerang sebanyak 2% dan 3% pada ransum komersial mampu meningkatkan bobot telur dan hen-day production yang lebih tinggi.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucap syukur kepada Allah SWT sehingga penulis diberi kelancaran, kekuatan, dimampukan dalam melaksanakan penelitian ini. Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K), Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Bapak Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, MS., orang tua, serta teman-teman seperjuangan.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2004. Meningkatkan Produksi Ayam Ras Petelur. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Anggorodi, H. R. 1994. Ilmu Makanan ternak Umum, PT. Gramedia, Pustaka Utama, Jakarta.

Alwi, W. 2014. Pengaruh Imbangan Energi Protein Terhadap Performa Ayam Arab. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Amrullah, I. K. 2003. Nutrisi Ayam Ras petelur. Seri Beternak Mandiri. Cetakan Pertama. Penerbit Lembaga Satu Gunungbudi. Bogor.

Badan Pusat Statisik Provinsi Bali. Provinsi Bali dalam angka Bali Province in figure 2018.

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali, 2018.

Balai Pengujian Mutu Pakan Ternak. 2007. Buku Hasil Uji Bahan Pakan, (ID): BPMPT. Bekasi.

Budiansyah, B. 2010. Performan ayam broiler yang diberi ransum yang mengandung bungkil kelapa yang difermentasi ragi tape sebagai pengganti ransum komersial. Vol. 9 No. 5.

Dewi, G. A. M. K. 2010. Pengaruh Kalsium-Asam Lemak Sawit (Ca-ALS) dan Kalsium Terhadap Bobot Telur, Tebal Kerabang dan Kekuatan Kerabang Ayam Petelur Lohman. MIP. 13(1):20-35.

Farooq M, Mian MA, Durrani FR, Syed M. 2002. Egg production performance of commercial laying hens in Chakwal district, Pakistan. Livest Res Rural Dev. 14 (2) 2002.

Hargitai, R., R. Mateo, Andi. Torok. 2011. Shell tickness and pore density in relation to shell colouration female chaeacterstic, and enviroental factors In The Collared Flycatcher Ficedulaalbocollis. Journal. Ornithol. 152: 579-588

Heppi. N. W. A. L., G. A. M. K. Dewi, dan I. K. A. Wiyana. 2019. Produksi Telur Ayam Isa Brown Pasca Vaksinasi dengan Kandidat Vaksin Egg Drop Syndrome (EDS) Diberi Jumlah Ransum yang Berbeda. Peternakan Tropika Vol. 7 No. 2 Th. 2019: 507- 521

Kurniasih, D, Rahmat, M.B. Handoko C. R. dan Arfianto, A. Z. 2016. Pembuatan Pakan Ternak dari limbah Cangkang Kerang di Desa Bulak Kenjeran. Jurusan Teknik Pemesinan Kapal. Surabaya Surabaya, Indonesia.

Meyer, R., R. C. Scott and M.L. Naker. 1973. Effect of hen egg shell and other calcium sources opou egg shell strength and ultratrycture. Poult. Sci. 52: 949.

Mide, M. Z. 2007. Konversi ransum dan income over feed and chick cost broiler yang diberikan ransum mengandung berbagai level tepung rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza oxb). Buletin Nutrisi dan Makanan Ternak, Vol. 6. (2): 22-25.

Nakajima, 1990. Re-Evaluasi of calcium and phosphorus requirement of laying hens for optimum performance and egg shell quality.Poult. Sci. 72 : 144- 153.

NRC. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. Ninal Revised Edition. National Academy Press. Washington.D.C.

Rasyaf, M. 2011. Penyajian Makanan Ayam Petelur. Kanisius . Yogyakarta.

Rusdiansyah, M. 2014. Pemberian Level Energi dan Protein Berbeda Terhadap Konsumsi Ransum dan Air Serta Konversi Ransum Ayam Buras Fase Layer. (Skipsi). Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.

Sultoni A., A. Malik Dan W. Widodo. 2006. Pengaruh Penggunaan Berbagai Konsentrat Pabrikan Terhadap Optimalisasi Konsumsi Pakan, Hen Day Production dan Konversi Pakan. Jurnal Protein. Vol.14 No.2 (103-107).

Sumadi, K. 2017. Kebutuhan Mineral Pada Ayam Petelur. Ilmu Gizi Ternak Unggas. Fakultas Peternakan. Universitas Udayana.

Standar Nasional Indonesia (SNI). 2008. Pakan ayam ras petelur (layer). Badan Standarisasi Nasional. Jakarta

Tillman A. D, Hartadi H, Prawirokoesoemo S, Reksohadiprodjo S, Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta (Indones): Gadjah Mada University Press.

Yuwanta, T. 2004. Dasar ternak Unggas. Penerbit Kanisius. Yogyakarta

Febryanti, F. A., et al., J. Peternakan Tropika Vol. 8 No. 3 Th. 2020: 545–558      Page 558