Legalitas Mata Uang Virtual Bitcoin Dalam Transaksi Online Di Indonesia
on
LEGALITAS MATA UANG VIRTUAL BITCOIN DALAM TRANSAKSI ONLINE DI INDONESIA
Kadek Gitari Pudjastuti, Fakultas Hukum universitas Udayana, E-mail: gitari.pudjastuti@gmail.com
I Ketut Westra, Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: ketutwestrafh@gmail.com
ABSTRAK
Perkembangan teknologi yang begitu pesat tidak mungkin bisa dipungkiri sebagai konsekuensi dari adanya globalisasi yang akan terus berkembang. Perkembangan globalisasi ini menghasilkan begitu banyak inovasi di bidang teknologi khususnya teknologi finansial,salah satunya adalah bitcoin yang belakangan ini marak diperbincangan dikalanganpengusaha. Bitcoin merupakan sebuah mata uang yang merupakan terbitan dari cryptocurrency dan memiliki suatu sistem algoritma yang kompleks. Bitcoin memiliki kekhususan sifat jika dibandingkan dengan mata uang lainnya yakni sistem desentralisasi, yang memiliki pengertian tidak satupun lembaga/perusahaan yang bisa menguasai maupun mengontrol produk dari cryptocurrency tersebut. Di Indonesia belum ada pengaturan mengenai bitcoin ini. Belum adanya hukum di Indonesia yang khusus mengatur mengenai bitcoin ini mengakibatkan tidak adanya kejelasan mengenai konsekuensi hukum yang diterima bila seseorang menggunakan bitcoin sebagai alat transaksi jual beli. Sedangkan cukup banyak masyarakat Indonesia yangbertransaksikhususnya transaksi online menggunakan bitcoin ini. Pertimbangan mengenai legalitas, ancaman juga dampak yang penting, pelaku perbuatan kejahatan, dan faktor-faktor keamanan nasionalwajib dipertimbangkan dengan baik. Oleh karena itu penulisan jurnal ini akan menekankan mengenai keamanan dari sistem bitcoin ini dalam bertransaksi khususnya transaksi online. Tulisan ini menggunakan metode yuridis normative dengan menggunakan metode pendekatan perbandingan dan juga pendekatan perundang-undangan. Bahan yang dipakai dalam penulisan jurnal ini menggunakan bahan hukum sekunder, antara lain skripsi, tesis dan juga jurnal ilmiah. Kelegalitasan, persebaran serta pemasaran bitcoin di Indonesiasedangditahap legal vacuum (kekosongan hukum), sehingga memunculkan tanda ataupun ciri negatif terhadap dampak yang bisa ditimbulkan jika disalahgunakannya teknologi bitcoinyangbisa menimbulkan dampak negative terhadap masyarakat maupun Negara.
Kata Kunci: Perlindungan Hukum, User Bitcoin, Transaksi Online
ABSTRACT
The rapid development of technology cannot be denied as a consequence of globalization which will continue to develop. The development of globalization has resulted in so many innovations in the field of technology, especially financial technology, one of which is bitcoin, which has recently been widely discussed among entrepreneurs. Bitcoin is a currency that is a publication of cryptocurrency and has a complex algorithmic system. Bitcoin has a specific nature when compared to other currencies, namely the decentralized system, which means that no institution / company can control or control the product of this cryptocurrency. In Indonesia there is no regulation regarding this bitcoin. The absence of a law in Indonesia that specifically regulates bitcoin results in the absence of clarity regarding the legal consequences that are received when someone uses bitcoin as a means of buying and selling transactions. Meanwhile, quite a lot of Indonesians make transactions, especially online transactions using bitcoin. Considerations regarding legality, threats as well as important impacts, perpetrators of crimes, and factors of national security must be carefully considered. Therefore this paper will discuss the security of this bitcoin system in transactions, especially online transactions. This paper uses a normative juridical method using a comparative approach method
and also a statutory approach. The materials used in the writing of this journal use secondary legal materials, including theses, theses and scientific journals. The legality, distribution and marketing of bitcoin in Indonesia is currently in the legal vacuum stage, so that it raises negative signs or characteristics of the impact that can be caused if bitcoin technology is misused which can have a negative impact on society and the State.
Keywords: Legal Protection, Bitcoin User, Online Transactions
Perkembangan zaman yang diiringi dengan perkembangan teknologi, mata uang menjadi beraneka ragam dan kian berkembang yang merupakan dampak dari adanya globalisasi serta perkembangan kualitas teknologi yang semakin memudahkan penggunanya. Yang pada awalnya mata uang hanya berbentuk kertas dan logam, dewasa ini semakin berkembang dan muncullah istilah paperless (bukan kertas). Internet merupakan bagian penting dari adanya mata uang virtual bitcoin, yang dimana internet menyediakan layanan akses digital utama yang dapat memudahkan penggunanya dalam hal mengakses informasi maupun kegiatan lainnya. Bitcoin atau mata uang virtual ini dapat kita katakan sebagai suatu komoditas yang berbentuk non tunai yang dimana keseluruhan bentuknya adalah digital dan kemudian dapat digunakan untuk bertransaksi secara elektronik. 1 Pada zaman yang serba modern ini, ada banyak sekali jenis uang virtual yang biasa dipergunakan untuk alat tukar menukar dan untuk pembayaran seperti uang resmi yang biasanya berbentuk nontunai pada umumnya, salah satu mata uang virtual tersebut adalah bitcoin. Tidak hanya mata uang saja yang berkembang dalam era globalisasi ini, namun juga usaha-usaha masyarakat yang kian hari kian beragam, salah satunya adalah banyaknya masyarakat yang memilih untuk berjualan secara online. Dengan semakin berkembangnya teknologi maka semakin berkembang pula usaha online yang dikembangkan masyarakat mulai dari perkembangan mengenai cara pembayarannya. Saat ini jika kita membeli barang di online shop pembayarannya tidak lagi hanya menggunakan pembayaran tunai dengan sejumlah uang saja, namun pembeli bisa memakai jenis pembayaran lain yakni menggunakan uang virtual yang kita kenal dengan sebutan bitcoin. Bitcoin merupakan suatu jaringan konsesnsus yang memberi kesempatan untuk melakukan suatu pembayaran dengan bentuk digital. Bitcoin merupakan sebuah jaringan pembayaran yang memiliki sifat khusus yakni sifat desentralisasi yang pertama dimana seluruh control dipegang oleh user atau penggunanya tanpa adanya sebuah perantara. Pendapat para user atau para pengguna bitcoin, bitcoin mirip atau bisa dikatakan sama layaknya uang tunai yang digunakan pada kehidupan sehari-hari namun ada perbedaannya yakni bitcoin hanya bisa digunakan dalam internet saja. Bitcoin tak bisa ditukarkan menjadi uang tunai tapi bitcoin bisa dipergunakan untuk membeli beragam kebutuhan dan berbagai macam barang yang ada di internet.
Perkembangan ekonomi di Negara Singapura yang begitu pesat membuat bitcoin diakui secara legal yang kemudian ditetapkan sebagai suatu komoditas. Singapura sudah mengeluarkan suatu regulasi atau peraturan-peraturan yang dapat melindungi penggunanya juga menguntungkan Negara itu sendiri dan dapat mencegah terjadinya suatu tindak kriminal yang mungkin dilakukan oleh pengguna bitcoin yang dapat
merugikan sesama pengguna bitcoin. Peredaran bitcoin pada Negara Singapura sudah didukung dengan adanya suatu regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah Singapura yang bisa dilihat sebagai satu investasi yang diyakini akan membuat perekonomian di Singapura semakin maju dengan ditetapkannya tax atau pajak dari bitcoin ini sehingga peraturan mengenai bitcoin di Singapura menjadi jelas bagi pengguna dan juga pemerintah yang bertugas mengontrol mata uang virtual ini, sehingga baik pengguna maupun pemerintah sudah memiliki legal standing mengenai bitcoin ini dan masyarakat Singapura tidak perlu khawatir lagi untuk perlindungan hukum yang mereka dapatkan ketika menggunakan bitcoin ini. Di singapura bitcoin sudah tidak dalam fase legal vacuum atau kekosongan hukum.
Di Indonesia pengaturan terhadap bitcoin sendiri belum ada atau bisa jadi tidak akan ada, menilik Bank Indonesia sebagai regulator moneter menegaskan bahwa bitcoin serta jenis mata uang digital yang lainnya merupakan alat pembayaran yang tidak sah berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Adanya kekosongan hukum mengenai bitcoin di Indonesia menyebabkan tidak jelasnya konsekuensi hukum yang berkaitan dengan transaksi menggunakan bitcoin ini. Penggunaan bitcoin sendiri bertentangan terhadap UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang yang menyatakan bahwa hanya rupiah yang merupakan alat pembayaran sah yang ada di Indonesia, serta tidak jelasnya bentuk bitcoin menimbulkan pertanyaan apakah bitcoin bisa dianggap sebagai mata uang yang sah di Indonesia. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE Pasal 5 ayat 3 menyebutkan bahwa suatu dokumen elektronik dianggap sah jika memakai suatu sistem elektronik berdasarkan ketentuan di dalam UU tersebut. Maka dari itu dari penjelasan diatas akan dianalisis mengenai kelegalan bitcoin yang ada di Indonesia dengan melihat Singapura sebagai suatu perbandingan regulasi bitcoin di Indonesia dan regulasi bitcoin di Singapura. Salah satu penelitian yang terdahulu yang saya gunaan sebagai panduan adalah Mata Uang Virtual Dalam Perspektif Hukum Indonesia yang ditulis oleh Raafi Ghania Razzaq Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tidar. Yang dimana pada tulisan tersebut menjelaskan mengenai respon pemerintah Indonesia terkait mata uang virtual. Pada tulisan ini lebih mengkhususkan pada bitcoin yang digunakan sebagai transaksi online atau pembelian barang maupun jasa oleh masyarakat Indonesia dan belum adanya pengaturan mengenai hal tersebut di Indonesia, sebagai tambahan perbandingan pengaturan hukum mengenai bitcoin di Singapura.
Dari latar belakang yang sudah kemukakan diatas yang memuat penjelasan mengenai bitcoin maka dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana perkembangan mata uang virtual di Indonesia ?
-
2. Apa akibat hukum dari tidak adanya regulasi tentang mata uang virtual bitcoin di
Indonesia ?
-
3. Bagaimana perlindungan user bitcoin di Indonesia dan di Singapura ?
-
4. Apa kelebihan dan kekurangan penggunaan bitcoin ?
Tujuan umum dari kajian ini adalah mengkaji dan menganalisa mengenai kepastian hukum saat masyarakat menggunakan bitcoin untuk melakukan transaksi online. Tujuan khusus dari kajian ini adalah untuk mengetahui juga menganalisa
pengaturan terkait penggunaan bitcoin di Indonesia dan akibat hukum apa saja yang ditimbulkan saat bitcoin dinyatakan sebagai mata uang selain rupiah.
Metode penelitan yang digunakan dalam penulisan jurnal ini adalah metode penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan cara menguraikan berbagai permasalahan yang ada, kemudian diuraikan lagi menggunakan kajian-kajian yang berdasarkan teori hukum kemudian dihubungkan dengan aturan undang-undang yang ada dalam praktiknya. 2 Dalam penulisan jurnal ini, penulis akan menganalisis kelegalan dan juga kedudukan mata uang virtual bitcoin yang ada di Indonesia dan melakukan perbandingan regulasi di Indonesia dengan regulasi yang ada di Singapura. Penulisan jurnal ini menggunakan pendekatan Undang-Undang terkait dengan mata uang dan juga pendekatan perbandingan hukum dengan regulasi yang ada di Singapura yang mengatur mengenai bitcoin. Bahan hukum primer yang dipakai antara lain, skripsi, tesis dan juga jurnal ilmiah baik nasional maupun internasional dan bahan hukum sekunder yang digunakan adalah KUHPer, UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE, UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang dan UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Bahan Hukum Sekundr diantaranya adalah buku-buku dan jurnal hukum. Pengumpulan Bahan Hukum dikumpulkan dengan menggunakan teknik kepustakaan. Analisis bahan hukum dilakukan memakai teknik deskripsi juga perbandingan.
Suatu sistem pembayaran dapat terjadi ketika komponen-komponen dalam melakukan pembayaran itu lengkap. Dalam sistem pembayaran komponen yang paling penting adalah alat yang digunakan dalam pembayaran tersebut. Alat pembayaran merupakan komponen utama dari sistem pembayaran, maka dari itu alat pembayaran harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Komponen lain yang harus ada dalam sistem pembayaran selain alat pembayaran adalah prosedur perbankan, prosedur perbankan tidak kalah penting dari alat pembayaran yang diperlukan pembayaran dan sistem transfer dana antar bank. 3 Suatu proses berpindahnya uang dari pihak pertana ke pihak-pihak selanjutnya yang merupakan suatu akibat dari adanya transaksi ekonomi merupakan pengertian dari sistem pembayaran. Dalam suatu sistem pembayaran tidak terlepas dari adanya instrumen-inetrumen pembayaran yang menunjang terjadinya suatu sistem pembayaran yakni alat pembayaran. Instrumen pembayaran dapat diartikan sebagai alat yang membantu terjadinya suatu pembayaran. Pada faktanya sebagian besar masyarakat masih menggunakan uang cash atau uang tunai untuk melakukan suatu pembayaran baik itu jual mapun beli. Namun seiring dengan perkembangan teknologi yang sangat cepat, disamping adanya pembayaran menggunakan uang tunai juga terdapat alat pembayaran yang dikenal sebagai pembayaran non tunai dan kemudian bisa digolongkan kembali menjadi paper based seperti contohnya billyet giro dan juga cek. Adapun beberapa syarat yang harus dipenuhi agar suatu benda dikatakan layak untuk dijadikan sebagai alat tukar atau alat
pembayaran yakni, memiliki sifat acceptbility atau benda tersebut wajib di terima masyarakat luas atau secara umum, suatu benda bisa diakui keberadaannya sebagai alat pembayaran ketika keberadaan benda tersebut diakui oleh pemerintah setempat dan mempunyai nilai yang tinggi. Benda yang akan dijadikan sebagai alat pembayaran tidak mudah lenyap dan awat (durability), memiliki kualitas yang sama, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang akan memakainya dan sulit untuk dipalsukan (scarity), memiliki sifat yang mudah dibawa kemanapun juga mudah untuk dibagi dan tidak mengurangi nilai dari benda yang akan dijadikan alat pembayaran tersebut kemudian nilainya harus stabil seterusnya (stability).
Terlepas dari adanya mode transaksi digital yang ditawarkan jasa perbankan tersebut, masyarakat dikejutkan dengan adanya suatu inovasi yang memperkenalkan suatu mata uang virtual yang tidak memiliki bentuk yang disebut sebagai bitcoin. Bitcoin ini bukan merupakan komoditas kertas atapun logam yang biasa digunakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, dikarenakan mata uang virtual bitcoin ini tidak berbentuk kertas maupun logam melainkan tersusuun atas alogaritma yang sangat kompleks, dan seluruhnya murni merupakan bentuk digital. Dalam hal ini Indonesia termasuk kedalam negara yang menggunakan bitcoin khususnya dalam kegiatan perjualbelian atau yang lebih dikenal sebagai digital asset. Dalam waktu yang cukup singkat Indonesia mengalami pergerakan yang signifikan dalam hal penggunaan bitcoin sebagai alat pembayaran dalam bertransaksi online, setidaknya ada lebih dari tiga juta investor yang masih aktif dalam melakukan perdagangan menggunakan bitcoin tersebut. Cara kerja dari bitcoin ini adalah user atau pengguna bitcoin dapat menukarkan bitcoin miliknya pada suatu otoritas ataupun perusahan market place. Fungsi dari market place ini adalah selain untuk wadah penukaran bitcoin user juga memiliki fungsi sebagai penjamin bahwa transaksi yang dilakukan di Indonesia terlepas dari transaksi kotor dalam hal perjualbelian.
Dari sudut pandang saya perkembangan globalisasi mempengaruhi berbagai bidang salah satunya adalah perekonomian, yang mulanya masyarakat hanya mengetahui pembayaran menggunakan uang kertas maupun logam kini dipermudah menjadi pembayaran digital yang tidak mengaharuskan seseorang untuk membawa uang cash jika ingin membeli sesuatu. Semakin hari masyarakat semakin dipermudah oleh teknologi, kehadiran bitcoin menjadi solusi masyarakat jika ingin bertransaksi lintas Negara dengan mudah. Sayangnya belum ada pengaturan yang pasti mengenai bitcoin ini di Indonesia sehingga masyarakat yang menggunakan bitcoin tidak mendapatkan kepastian hukum dan tidak mengetahui secara pasti konsekuensi apa saja yang akan dihadapi jika menggunakan bitcoin tersebut.
Bitcoin merupakan mata uang virtual perwujudan dari pekembangan teknologi pada era globalisasi ini. Namun sayangnya sampai dengan saat ini belum ada pengaturan mengenai bitcoin tersebut di Indonesia. Tidak adanya regulasi yang jelas mengenai bitcoin sebagai alat tukar yang sah dalam transaksi komersial yang ada di Indonesia membuat tidak adanya kedudukan yang resmi mengenai pengakuan bitcoin sebagai alat tukar yang sah di Indonesia.4
Sejauh yang saya ketahui pengakuan merupakan unsur yang sangat penting bagi suatu alat pembayaran agar nantinya alat pembayaran tersebut bisa diterima oleh
masyarakat luas sehingga tidak adanya pengakuan mengenai alat pembayaran bitcoin ini berdampak pada eksistensinya di masyarakat, masyarakat jadi lebih enggan menggunakan bitcoin karena tidak adanya pengakuan yang sah mengenai bitcoin di Indonesia. Karena belum adanya pengakuan yang sah menganai bitcoin maka saat ini bitcoin hanya diterima di beberapa perusahaan e-commerce saja. Adapun beberapa perbedaan yang dimiliki bitcoin daripada mata uang lainnya yakni, bitcoin bersifat bebas tanpa adanya suatu lembaga ataupun perusahaan yang mengawasi operasinya karena menggunakan teknologi peer-to-per, dimana bitcoin memang sengaja dirancang untuk menjadi mata uang yang berbentuk digital ataupun virtual, kemudian bitcoin ini juga dibatasi produksinya hingga mencapai 21 juta, masyarakat yang ingin menggunakan bitcoin harus memiliki pemahaman yang cukup untuk menggunakannya karena bitcoin menggunakan teknologi cryptocurrency, karena belum ada kejelasan mengenai status bitcoin maka penerimaannya juga masih terbatas, hanya bisa dipergunakan pada beberapa tokoo saja.
Belum adanya pengakuan mengenai status bitcoin di Indonesia, justru membuat pemerintah Indonesia semakin sulit untuk mengontrol para pengguna bitcoin yang ada di Indonesia, memperhatikan diperlukannya suatu kerjasamaa baik dari pemerintah Indonesia maupun perusahaan-perusahaan yang menyediakan jasa bitcoin untuk transaksi jual beli agar bisa melakukan control yang optimal mengenai hal tersebut. Beberapa Negara melegalkan bitcoin sebagai mata uang virtual di Negara mereka yakni ada Singapura, Jerman, Kanada dan Finlandia. Sebagai timbal balik dari pengakuan tersebut maka perusahaan-perusahaan peneydia bitcoin dikenai pajak sebesar jumlah tertentu dengan demikian pajak tersebut bisa masuk ke pendapatan Negara. Selain Negara yang melegalkan bitcoin di negaranya, ada pula Negara yang menolak untuk melegalkan bitcoin. Beberapa Negara yang menolak pelegalan bitcoin yakni China, Russia dan Banglades.5 Mereka secara tegas menolak keberadaan bitcoin shingga dampak dari penolakan tersebt adalah ditutupnya perusahaan-perusahaan penyedia bitcoin di Negara mereka. Berbeda dengan Indonesia yang belum mengambil sikap mengenai hal ini jadi dapat dikatakan bahwa Indonesia tidak melarang penggunaan bitcoin tetapi juga tidak menganggap bitcoin sebagai mata uang virtual di Indonesia. Akibat lain yang juga bisa timbul yakni mempengaruhi nilai dari bitcoin itu sendiri, semakin banyak Negara yang menolak keberadaan dari bitcoin ini maka harga pasarnya akan terus mengalami penurunan, karena ketertarikan pasar juga mempengaruhi nilai dari bitcoin itu sendiri.
Menurut pendapat penulis bitcoin memenuhi beberapa syarat pembayaran dari suatu alat tukar yakni, tidak mudah untuk rusak, mempunyai kualitas yang cendrung sama, tidak mudah untuk dipalsukan, mudah dibawa kemanapun dan memiliki nilai yang cukup stabil. Namun juga tidak memenuhi beberapa syarat pembayaran yakni, diterima secara umum dan memiliki nilai tinggi juga diakui pemerintah, jumlahnya memenuhi kebutuhan masyarakat.
Pernyataan Bank Indonesia dalam Siaran Pers Bank Indonesia No. 16/6/DKom dengan judul “Pernyataan Bank Indonesia Terkait Bitcoin dan Virtual Currency Lainnya”sangat jelas mengatakan tentang risiko yang mungkin nantinya akan terjadi dalam penggunaan bitcoin sepenuhnya merupakan tanggung jawab si pemakai mata uang virtual bitcoin. Hal tersebut tentu saja tidak sejalan dengan asas internasional yakni asas tanggung jawab untuk melindungi. Pada dasarnya prinsip ini bermakna kedauatan Negara memilii keterlibatan pada pertanggungjawaban Negara untuk melindungi warga negaranya. Prinsip ini tidak memilki arti terbatas, maksudnya Negara melindungi Negara tidak terbatas hanya sampai pada tindak kekerasan saja tapi juga perlindungan terhadap seluruh bentuk ancaman yang menimbulkan kerugian bagi warga negaranya. Jika kita kaitkan dengan tidak adanya kepastian hukum mengenai bitcoin ini sudah jelas akan berdampak kepada tidak adanya keharmonisan antara peraturan-peraturan yang telah berlaku. Jika dilihat dari keuntungan yang akan didapat Indonesia ketika melegalkan bitcoin adalah, pemerintah Indonesia bisa menetapkan pajak bagi pengguna bitcoin dan bisa menjadi pemasukan Negara.
Keberadaan bitcoin tidak hanya marak dibicarakan di Indonesia namun juga banyak pengguna bitcoin yang berasal dari Singapura. Di Singapura banyak masyarakat menggunakan btcoin sebagai alat pembayaran dalam suatu transaksi jual-beli maupun tukar menukar dengan uang tunai lain. Berbeda dengan di Indonesia, masyarakat Singapura diperbolehkan menggunakan bitcoin oleh pemerintah Singapura, jadi masyarakat bebas untuk bertransaksi menggunakan bitcoin dan bebas memperoleh bitcoin dengan menggunakan cara minning. Pemerintah Singapura telah melegalkan keberadaan bitcoin tersebut.
Pada awalnya pemerintah Singapura melarang adanya transaksi menggunakan bitcoin ini. Pemerintah Singapura sangat menekankan bahwa uang virtual bitcoin bukan merupakan alat transaksi yang diperbolehkan di Negaranya. Namun semakin berkembangnya perekonomian di Singapura yang disebabkan oleh penggunaan bitcoin yang digunakan masyarakat Singapura untuk bertransaksi, maka pada bulan Maret pemerintah Singapura resmi mengeluarkan suatu peraturan yang isinya mengatur mengenai penggunaan bitcoin di Singapura. Peraturan tersebut juga dibentuk agar menghindari tindakan-tindakan criminal yang mungkin terjadi ketika menggunakan bitcoin sebagai alat transaksi, contohnya adalah ketika seseorang ingin melakukan tindak pidana pencucian uang menggunakan bitcoin untuk melakukan suatu kegiatan terorisme yang dapat membahayakan dan juga merugikan Negara tersebut. Di Singapura seorang pengguna bitcoin tidak membutuhkan suatu izin operasi untuk beroperasi, namun pemerintah Singapura senantiasa menghimbau masyarakatnya agar selalu waspada dan berhati-hati ketika menggunakan bitcoin dalam melakukan transaksi. Pemerintah Singapura juga mengingatkan masyarakat pengguna bitcoin akan hal-hal yang mungkin terjadi ketika bertransaksi menggunakan bitcoin. Sehingga masyarakat Singapura yang menggunakan bitcoin paham betul mengenai dampak-dampak yang mungkin ditimbulkan ketika menggunakan bitcoin maka dari itu pengguna bitcoin bisa melakukan tindakan antisipasi untuk mencegah dampak-dampak penggunaan bitcoin. Penyedia jasa bitcoin akan dikenakan pajak pada setiap transaksi menggunakan bitcoin yang dimana pajak tersebut akan dimasukkan ke kas Negara sehingga setiap pembayaran maupun penyedia jasa bitcoin akan membayar pajak ke Negara.
Regulasi mengenai bitcoin di Singapura telah berlaku sejak Maret 2014, pada saat itu pemerintah Singapura secara resmi mengumumkan bahwa bitcoin merupakan alat pembayaran yang legal di Singapura. Dengan ketentuan bahwa setiap transaksi menggunakan bitcoin akan dikenakan pajak transaksi sebesar 7% dari transaksi tersebut. Pajak tersebut akan masuk ke kas Negara. Missal seorang pengguna bitcoin membeli bitcoin dengan harga $1000 maka setelah ditambah dengan pajak, pengguna bitcoin wajib membayar dengan total harga &1070 setelah pajak. 6 Dari sini bisa dilihat bahwa pembuatan regulasi mengani bitcoin dapat menguntungkan kedua belah pihak. Satu sisi pengguna bitcoin merasa aman karena adanya kepastian hukum mengenai penggunaan bitcoin, di lain sisi pemerintah juga diuntungkan dengan adanya pajak yang dikenakan di setiap transaksi menggunakan bitcoin sehingga setiap ada transaksi menggunakan bitcoin maka setiap itu pula ada pemasukan ke kas Negara.
Perlu kita cermati bitcoin memiliki kekurangan dan juga kelebihannya masing-masing. Jika dilihat dari segi keamanan, pemalsuan sangan sulit untuk dilakukan pada system bitcoin ini karena bitcoin berbasis alogaritma kriptografi yang begitu sulit dan rumit juga sangat kompleks, maka dari itu kemungkinan untuk memalsukan bitcoin ini sangatkecil.7 Bitcoin tidak menggunakan campur tanggan pihak manapun karena transaksi bitcoin menggunakan sistem peer –to - peer atau bisa dikatakan hanya manusia dengan manusia atau pedangan dengan pembelinya dengan tidak adanya pengawasan dari pihak manapun baik itu Negara ataupun undang - undang. Transaksi yang murah juga cepat menjadi andalan dari bitcoin ini sehingga dapat memudahkan penggunanya yang dimana kemudahan bertransaksi merupakan suatu kelebihan yang ditonjolkan dari bitcoin. Sekarang melihat dari kekurangannya, ada beberapa hal yang patut untuk kita cermati bersama sebelum ikut bergabung dalam komoditas virtual ini, yakni risiko atas hilangnya asset atau bitcoin itu sendiri yang bisa disebabkan oleh kerusakan file atau adanya kegagalan pada harddrive juga terjadinya kesalahan. Karena satu - satunya catatan bitcoin yang dimiliki oleh si pengguna hanya terdapat di dompet virtualnya atau biasa disebut dengan wallet, jika kehilangan dompet tersebut artinya si pengguna akan kehilangan seluruh bitcoin yang ada di dalam wallet tersebut. Selain dari hal yang dipaparkan diatas ada juga kekurangan lainnya yakni apabila computer atau PC yang digunakan untuk proses minning serta tempat penyimpanan data terkait bitcoin mengalami kerusakan dan tidak memiliki file backup maka bitcoin akan berisiko hilang. Proses perdagangan bitcoin ini memiliki mekanisme yang menyatakan bahwa seluruh tanggungjawag ada di si pengguna secara personal. Menjalankan server sendiri serta mengelolapun sendiri, transaksi perjualbelian serta harga merupakan kesepakatan antara Penjual dengan Pembeli. Maka dari itu jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti pencurian wallet hingga kerusakan maka user akan bertanggung jawab secara personal tidak ada sangkut pautnya dengan orang lain. Selain itu ada pula permasalahan lain ketika bertransaksi menggunakan bitcoin transaksi tidak dapat dibatalkan yang dimana dapat menguntungkan seseorang yang akan melakukan
penipuan, jika terkena kasus penipuan maka tidak ada yang bisa dimintai bantuan dan tidak mungkin untuk mendapatkannya lagi dari pihak lain, tidak ada bank yang akan bertanggung jawab atas kejadian tersebut. Tidak ada pengguna yang akan mendapatkan peringatan karena itikad buruk mengingat transaksi bitcoin bersifat anonymous/pseudonymus.
Dari pembahasan yang sudah dijabarkan diatas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa bitcoin masih belum memiliki pengakuan secara resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia. Pemerintah Indonesia seakan tidak ingin membuat suatu regulasi mengenai bitcoin ini, padahal sudah jelas banyak masyarakat Indonesia yang menggunakan bitcoin sebagai alat pembayaran dalam menjual maupun membeli produk lewat internet. Berkaca dengan regulasi di Singapura, saya yakin Indonesia bisa menerapkan hal yang sama yaitu membuat suatu regulasi mengenai bitcoin di Indonesia yang bisa menguntungkan baik pihak Negara mapun pengguna bitcoin itu sendiri. Sebenarnya bitcoin bisa menjadi suatu alat pembayaran yang legal di Indonesia karena memenuhi beberapa syarat suatu benda bisa dikatakan sebagai suatu alat tukar atau alat pembayaran.
Namun dikarenakan pemerintah Indonesia belum mengambil tindakan apapun mengenai bitcoin ini, maka penggunaan bitcoin hanya diterima di beberapa perusahaan e-commerce saja. Tidak adanya regulasi mengenai penggunaan bitcoin ini menyebabkan pengguna bitcoin juga tidak bisa meminta bantuan kepada siapapun ketika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan salah satu contohnya adalah ketika pengguna bitcoin kehilangan bitcoinnya karena tempat penyimpanan atau biasa dikenal sebagai walletnya hilang. Ketika itu terjadi pengguna bitcoin tidak bisa meminta pertanggungjawaban siapapun, ketika itu hilang maka sudah tidak bisa didapatkan lagi. Dampak lainnya adalah ketika seorang pengguna bitcoin memiliki bitcoin mereka tidak mendapatkan sesuatu yang memastikan dirinya bahwa dia memiliki bitcoin sejumlah yang ia miliki.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Pratama, Rahardja. (2012). Uang dan Perbankan Jilid 4. Jakarta, Rineka Cipta.
Gatot, Suparmono. (2014). Hukum Uang di Indonesia. Bekasi, Gramata Publishing. Amirudin dan Zainal Askin. (2017) Pengantar Metode Penelitian Hukum New Press.
Jakarta, Grafindo Persada.
Jurnal
Chaum D. (1983). Blind Signature for Untraceable Payment. R.L. Rivest, D. Chaum, & A.T. Sherman
Hetty Hasanah. (2014). Perlindungan Konsumen dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen atas Kendaraan Bermotor dengan Fidusia. Surabaya, Jurnal Unikom.
IMF Staff. (2016). Virtual Currencies and Beyond: Initial Condiseration. Chicago, CA: Hin Ryan Farell. (2015). An Analysis of the Cryptocurrency Industry. Surabaya, Universitas
Airlangga.
Dwikky Ananda Rinaldi. (2016). Bitcoin Sebagai Alat Pembayaran Online Dalam Perdagangan Internasional. Surabaya, Universitas Hang Tuah Surabaya.
Kalvian Sofian, Edhy Sutanta. (2016). Implementasi Pembayaran Menggunakan Bitcoin
Pada Toko Online Berbasis Peer To Peer. Yogyakarta, Institut Sains & Teknologi AKPRIND.
Jhonatan, M. A. (2017). The Kowledge Engineering Review. United Kingdom, Cambridge University Press
Skripsi & Thesis
Rahma Novita Putra. (2017). SKRIPSI Cybercrime Melalui Bitcoin. Surabaya, Universitas Airlangga.
Aby Haryono. (2014). Analisis Yuridis Bitcoin Menurt Peraturan Perundang-undangan di Indonesia. Depok, Universitas Indonesia.
Setiono. (2014). Rule of Law. Surakarta, Universitas sebelas Maret.
Sylvia Christina Aswin. (2016). Keabsahan Kontrak Dalam Transaksi Komersial Elektronik.
Semarang, Universitas Diponegoro
Ferry Mulyanto. (2013). Pemanfaatan Cryptocurrency Sebagai Penerapan Mata Uang Rupiah Kedalam Bentuk Digital Menggunakan Teknologi Bitcoin. Bandung, Universitas Pasundan Bandung
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
Undang-Undang nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang
Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 Tentang Penyelenggaraan
Teknologi Finansial
Jurnal Kertha Wicara Vol. 9 No. 11, hlm. 1-10
Discussion and feedback