PENGARUH PEMBERIAN REMISI TERHADAP

PERUBAHAN MENTAL DAN SIKAP NARAPIDANA PADA RUMAH TAHANAN KELAS IIB JEMBRANA

I Putu Krisna Putra Tangkas, Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]

Diah Ratna Sari Hariyanto, Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]

DOI : KW.2020.v09.i12.p03

ABSTRAK

Tujuan penulisan ini untuk mengkaji pengaruh dari pemberian remisi sebagai salah satu aspek perubahan mental dan sikap narapidana pada Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Jembrana dan proses pemberian remisi pada Rumah Tahanan Negara Kelas IIB di Jembrana. Metode yang di pergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum empiris. Pendekatan yang dipergunakan dalam menulis jurnal ini adalah pendekatan fakta yang artinya melakukan pendekatan dengan melakukan studi lapangan mengenai proses pemberian remisi tersebut terhadap tingkah laku narapidana. Hasil studi menunjukkan bahwa dengan diberikannya remisi kepada narapidana, maka dapat memotivasi para narapidana untuk bertingkah laku positif dan ikut aktif dalam proses pembinaan dengan mengembalikan kepercayaan terhadap diri sendiri yaitu kelakuan baiknya diakui dengan diusulkannya untuk mendapat remisi. Proses pemberian remisi pada Rumah Tahanan Negara Kelas IB di Jembrana sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Terkait hal ini narapidana yang semestinya mendapat remisi sesuai dengan hasil sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) tetap diperhatikan haknya, namun sebaliknya bagi narapidana yang melanggar tata tertib yang tercatat di register F dikenai sanksi tanpa pemberian remisi yang sebagai haknya.

Kata Kunci: Narapidana, Remisi, Rumah Tahanan Negara

ABSTRACT

The purpose of this study is to examine the effect of granting remissions as an aspect of mental change and attitudes of prisoners at Jembrana Class IIB State Detention Center and the process of giving remissions at Class IIB State Detention Centers in Jembrana. The method used in this research is empirical legal research method. The approach used in writing this journal is a factual approach, which means taking an approach by conducting a field study of the process of giving remissions to the behavior of prisoners. The results of the study show that by giving remissions to prisoners, it can motivate inmates to behave positively and participate actively in the coaching process by restoring confidence in themselves, namely that their good behavior is recognized by proposing remission. The process of granting remissions at the Class IB State Detention Center in Jembrana is in accordance with applicable regulations. In this regard, prisoners who should have received remission in accordance with the results of the Correctional Observer Team (TPP) trial are still considered to have their rights, but on the other hand, prisoners who violate the rules and regulations recorded in register F are subject to sanctions without giving remission which is their right.

Keywords: Prisoners, Remission, State Detention Centers

  • I.    Pendahuluan

    I.1.    Latar Belakang

Berdasarkan Pasal 1 Angka 1 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menyatakan bahwa “pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana”. Pemasyarakatan memiliki tujuan untuk membina warga pemasyarakatan agar memahami kesalahan yang dibuatnya kemudian mengevaluasi diri mereka dan tidak mengulangi perbuatannya agar bisa diterima di masyarakat. Pemasyarakatan merupakan suatu proses, proses yang dimaksud yaitu proses therapeutic yang artinya para narapidana saat masuk kedalam lembaga pemasyarakatan dalam keadaan disharmonis dengan warga binaan lainnya, kemudian narapidana di bina sesuai dengan unsur-unsur yang sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat tersebut, sehingga timbul keutuhan dan keserasian anatara narapidana dan masyarakat.1

Masalah pemidanaan dalam hukum pidana mempunyai hubungan yang sangat erat dalam menguraikan terjadinya suatu tindak pidana di dalam lingkungan masyarakat. Pemidanaan merupakan suatu cara agar para napi sadar atas kesalahan yang ia perbuat dan menjadikanya warga negara yang taat pada hukum yang berlaku serta berkepribadian baik di masyarakat.2 Paham baru mengenai fungsi di Indonesia yang tak hanya membuat mereka jera melainkan suatu usaha pembenahan serta perikatan antara hubungan sosial warga binaan yang telah diwujudkan dalam pola pembinaan yang dinamakan dengan istilah sistem pemasyarakatan.

Sistem pemenjaraan bedasarkan kutipan dari UU Pemasyarakatan berfokus pada unsur pembalasan dendam dan efek jera, dan lembaga yang digunakan ialah rumah tahanan bagi narapida lalu untuk narapidana yang tergolong dalam kategori dibawah umur (Anak) di tempatkan di rumah pendidikan negara.3 Dalam prakteknya sistem pemenjaraan bisa dikatakan bersebrangan dengan konteks rehabilitasi dan reintegrasi sosial kemudian pada umumnya istilah narapidana bukan sekedar obyek, tetapi sebagai subyek yang dalam hal ini merupakan manusia biasa yang tak luput dari kealpaan atau kelalaian dan sewaktu - waktu bisa dikenakan pidana akibat kesalahannya. Jadi dalam uraian diatas yang harus difokuskan ialah faktor atau sumber selaku penyebab narapidana berprilaku bersebrangan dengan hukum positif di Indonesia, para narapidana juga memiliki perlindungan HAM sejak mereka dalam kandungan yang seharusnya pada saat dia ditahan, para narapidana ini mendapatkan perlakuan yang layak.

Dalam sistem pemasyarakatan juga dikenal adanya remisi, yang menurut para ahli diyakini sebagai sarana hukum untuk mewujudkan tujuan dari sistem pemasyarakatan yang dianggap sebagai pengurangan masa tahanan bagi narapidana setelah memenuhi seluruh persyaratan yang ditetapkan pada SK Presiden RI No. 174

Tahun 1999 tentang Pengurangan Masa Menjalani Masa Pidana / Remisi.4 Berdasarkan Perundang-undangan diatas telas dijelaskan bahwa pemberian remisi dikatakan sebagai syarat mutlak agar narapidana bersedia di bina untuk merubah perilakunya sesusai dengan misi dari sistem pemasyarakatan.5 Dalam melaksanakan misi dari sistem pemasyarakatan yang memperlibatkan beberapa lembaga dan instansi non-Lembaga Pemasyarakatan harus berlandaskan pada peraturan yang tegas dan lugas didalamnya. Remisi tersebut berhak diperoleh bila mana narapidana terkait dapat bertingkah laku yang tidak melawan hukum bedasarkan pengamatan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP). Proses pembinaan dapat berjalan apabila ada interaksi positif dari ketiga elemen utama dalam sistem pemasyakatan yaitu Petugas, Narapidana dan Masyarakat.

Pembinaan narapidana berawal dari pembinaan di Rumah Tahanan Negara yang interaksinya lebih antara narapidana dengan petugas, dalam membina narapidana tidaklah ringan karena tidak hanya membina narapidana untuk jera melakukan pelanggaran hukum. Selain itu, pembinaan narapidana bertujuan agar mereka dapat diterima lagi oleh masyarakat.

Rumah Tahanan Negara atau yang kita kenal dengan sebutan Rutan merupakan lembaga terdahulu yang diketahui selaku Rumah Penjara bagi narapidana, yang menurut pandangan dari Dr. Sahardjo, S.H., rutan dikatakan bukan hanya tempat yang berfungsi untuk pembinaan pada orang yang didugakan melakukan tindak pidana agar mereka setelah menjalankan hukuman pemidanaannya diharapkan memiliki keahlian atau softskill agar dapat kembali menyesuaikan dirinya dengan kehidupan sebelumnya dan taat kepada hukum positif yang berlaku di Indonesia.6

Rutan memiliki tugas menjalankan perawatan pada tersangka yang didugakan melakukan tindak pidana sesuai dengan aturan yang telah di tetapkan.7 Rumah Tahanan Negara (Rutan) melalui pembinaan yang efektif terhadap Narapidana dan aparat penegak hukum dan juga partisipasi masyarakat hendaknya turut serta secara nyata dan aktif, karena bagaimanapun juga pelaku kejahatan sekarang ini adalah para penjahat yang sudah terbiasa keluar-masuk Rumah Tahanan Negara (Lembaga Pemasyarakatan) atau yang lebih dikenal dengan sebutan Residivis. Berangkat dari Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat (2) yang menyatakan bahwa " Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan". Maka bekas Narapidana berhak memperoleh kehidupan yang memadai dan tidak diasingkan dari keluarga dan masyarakat. Meskipun narapidana dalam keadaan sesat dan hilang kemerdekaannya, maka sebagai manusia tentunya membutuhkan kehidupan lahiriah serta kebutuhan kejiwaan. Sejalan dengan perkembangan dan tujuan tersebut maka dalam pelaksanaan pemasyarakatan di Indonesia telah timbul konsepsi Pemasyarakatan yang pada hakekatnya mengandung cita-cita

dikehendakinya, perubahan sikap, mental dan cara perlakuan dari petugas Rumah Tahanan Negara (Rutan) atau Lembaga Pemasyarakatan (LP) dan masyarakat pada umumnya untuk membina narapidana.

Perubahan sikap, mental dan cara perlakuan Narapidana tersebut harus berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 sehingga sifatnya dirubah menjadi Pemasyarakatan seperti apa yang dikemukan oleh Menteri Kehakiman RI pada saat itu, Bapak Almarhum Dr. Sahardjo, S.H yang menyatakan bahwa:

"Pemasyarakatan yang mula-mula oleh penjara dinyatakan sebagai tujuan pidana penjara disempumnakan lagi mengenai cara-cara penerapannya dalam Konfrensi Dinas Direktorat Pemasyarakatan di Lembang Bandung pada tanggal 24 April 1964. Rapat dinas tersebut dihadiri pula oleh para Direktur dan Inspektur Pemasyarakatan/Kepenjaraan dan menghasilkan Suatu Statement of Policy yang menyatakan bahwa penjara bukan saja pemasyarakatan melainkan juga suatu sistem perlakuan terhadap narapidana pemasyarakatan.”8

Interaksi dalam pembinaan antara petugas dan narapidana atas prilaku yang baik sesuai aturan yang berlaku, maka kepada narapidana diberikan remisi. Melalui remisi ini, pembinaan selanjutnya diharapkan akan lebih positif dan berdampak pada perubahan sikap dan mentalnya saat dikembalikan ke masyarakat nanti, baik bagi narapidana yang bersangkutan, maupun terhadap narapidana lainnya. Guna mendukung semangat anti plagiat di lingkungan Fakultas Hukum, maka karya tulis ini mencantumkan beberapa karya tulis terdahulu yang memiliki kemiripan dalam konteks permasalahan hukum yang tengah dibahas dengan tujuan sebagai pembanding. Karya tulis yang berjudul “Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Di lembaga Pemasyarakatan” yang di tulis oleh Umi Enggarsasi dan Atet Sumanto, tulisan tersebut memiliki keterkaitan yang sama terhadap pemberian remisi kepada narapidana, sementara pada tulisan ini lebih memfokuskan kepada pengaruh dari diberikannya remisi ini terhadap perubahan mental dan sikap narapidana. Bedasarkan hasil yang telah dijabarkan diatas, penulis melakukan penelitian dengan judul “PENGARUH PEMBERIAN REMISI TERHADAP PERUBAHAN MENTAL DAN SIKAP NARAPIDANA PADA RUMAH TAHANAN KELAS IIB JEMBRANA

  • I.2.    Rumusan Masalah

Bedasarkan paparan latar belakang, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

  • 1.    Bagaimana pengaruh pemberian remisi terhadap perubahan mental dan sikap narapidana pada Rumah Tahanan Kelas IIB Jembrana didalam pelaksanaan pembinaan?

  • 2.    Apakah proses pemberian remisi pada Rumah Tahanan Negara Kelas IIB di Jembrana sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku?

  • I.3.    Tujuan Penulisan

Penulisan ini bertujuan agar kita mengetahui pengaruh pemberian remisi sebagai salah satu aspek perubahan mental dan sikap narapidana pada Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Jembrana dan untuk mengetahui apakah prosedur pemberian remisi di Rumah Tahanan Kelas IIB Jembrana sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta memberikan kontribusi nyata dalam bentuk peningkatan ilmu pengetahuan khususnya yang membahas tentang pemberian remisi bagi perubahan mental dan sikap narapidana di Rumah Tahanan Kelas IIB Jembrana.

  • II.    Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian empiris, Secara Das Sollen tulisan ini mengacu pada Pasal 1 Angka 1 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Secara Das Sein tulisan ini mencari dan mengkaji data langsung ke tempat yang dimaksud dengan melakukan interview pada para informan – informan khususnya di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB di Jembrana yang ada kaitannya dengan permasalahan yang ada. Pendekatan yang digunakan ialah pendekatan fakta yang artinya melakukan pendekatan dengan melakukan studi lapangan mengenai proses pemberian remisi tersebut terhadap tingkah laku narapidana di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB di Jembrana. Data yang sudah diperoleh kemudian dikaji dan dianalisis secara kualitatif artinya data yang terkumpul dikelompokkan sedemikian rupa kemudian mengambil yang dianggap relevan dengan permasalahan ini dan dihubungkan dengan teori – teori yang ada dalam kepustakaan selanjutnya disajikan secara deskriptif analistis dalam bentuk jurnal.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Pengaruh Pemberian Remisi Terhadap Perubahan Sikap dan Mental Narapidana di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Jembrana

Dalam pemidanaan tentunya kita sudah tidak asing lagi dengan istilah remisi, yang merupakan pengurangan terhadap masa/waktu hukuman dalam menjalankan proses pidana yang ditujukan terhadap para narapidana dan anak pidana yang sedang melaksanakan hukumannya sesuai dengan peraturan hukum positif di Indonesia.9 Secara garis besar narapidana bermula dari kata Nara dan Pidana. Nara yang artinya orang dan Pidana yang memiliki arti hukuman. Jadi narapidana berarti seseorang yang sedang menjalani hukuman pidana yang dijatuhkan kepadanya akibat dari perbuatannya. Berdasarkan definisi diatas maka narapidana dapat disimpulkan dengan orang yang sedang dijatuhi/menjalani hukuman pidana yang erat kaitannya dengan perbuatan pelanggaran hukum. Perbuatan yang melanggar hukum atau sebagai perbuatan yang dianggap tidak patut yang menimbulkan kerugian masyarakat.10 Hal semacam ini disebut dengan kejahatan. Narapidana merupakan warga masyarakat yang pernah melakukan suatu tindak pidana atau melanggar

hukum yang sudah mendapatkan putusan oleh hakim dengan putusan yang telah mempunyai intesitas hukum tetap untuk kemudian melaksanakan pidananya di Lembaga Pemasyarakatan. Lembaga pemasyarakatan diatur dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan menyatakan bahwa “hak narapidana adalah mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)”.11

Bedasarkan keputusan Presiden Republik Indonesia No. 174 Tahun 1999 tentang Remisi yang menyebutkan bahwa jenis – jenis Remisi adalah sebagai berikut :

  • 1.    Remisi Umum.

Remisi umum merupakan berkurangnya penjatuhan waktu/masa pemidanaan yang diperuntukan pada narapidana yang bertepatan dengan hari Kemerdekaan Republik Indonesia yaitu tanggal 17 Agustus 1945.

  • 2.    Remisi Khusus.

Remisi khusus merupakan berukurangnya masa pidana yang dijatuhkan pada Narapidana pada hari raya keagamaan berdasarkan aliran kepercayaannya dan dilaksanakan dengan batas maksimal sekali dalam setahun. Remisi khusus sesuai dengan Kepres No. 174 Tahun 1999 tentang remisi berbunyi “remisi khusus diberikan pada hari besar keagamaan yang dianut oleh narapidana dan anak pidana yang bersangkutan dengan ketentuan jika suatu agama mempunyai lebih dari satu hari besar keagamaan dalam setahun, maka yang dipilih adalah hari besar yang paling dimuliakan atau yang diakui seara nasional oleh penganut agama yang bersangkutan.”

  • a.    Remisi Tertunda.

Remisi tertunda diperoleh bagi narapidana yang sudah mencukupi syarat substantif tetapi saat hari raya keagamaan yang dipeluknya tidak mendapatkan usulan untuk mendapatkan suatu remisi. Remisi khusus tertunda ini dilaksanakan dengan batas maksimal satu bulan.12

  • b.    Remisi Khusus Bersyarat.

Remisi khusus ini diperoleh bagi narapidana yang belum cukup enam bulan menjalani masa pidana pada hari raya keagamaannya, narapidana yang dimaksud bisa mengusulkan remisi bersyaratnya, apabila selama enam bulan tersebut narapidana itu menunjukan perilaku baik, selanjutnya Remisi ini dipertimbangkan pada exprirasi/lepasnya. Tetapi dalam remisi ini, jika saat menjalani masa bersyarat tersebut narapidana itu bertindak melawan hukum maka remisi khusus bersyaratnya bisa batal diberikan kepada narapidana tersebut.

  • 3.    Remisi Tambahan.

Selain kedua bentuk remisi yang telah disebutkan diatas ada juga Remisi tambahan yang diberikan berkenaan pada Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia. Remisi ini didapat oleh narapidana biasa bukan pemuka yang sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sebelum hari Kemerdekaan RI yang sudah melaksanakan tugas karya dan dharma bakti sehingga bisa didalami manfaatnya oleh para narapidana yang lain. Remisi model ini senantiasa bisa

diberikan pada hari raya keagamaan selanjutnya, sepanjang dharma, karya baktinya dilaksanakan secara beruntun tidak terputus sampai pada hari raya tahun selanjutnya.

Sebelum narapidana diberikan remisi, terlebih dahulu mereka menjalani suatu proses pembinaan pemasyarakatan yang secara bertahap sehingga sampai pada proses remisi. Pembinaan yang berpolakan kepada Pemasyarakatan tersebut bertujuan agar yang bersangkutan telah menunjukkan kesadaran untuk berprilaku baik atau tidak mendapatkan hukuman disiplin yang ditulis dalam buku register F menurut penilaian Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) selama menjalani masa pidana. Suatu proses pemasyarakatan yang menyangkut suatu tahap ke tahap berikutnya harus ada gerak perubahan kemajuan baik mengenai sikap maupun mental narapidana yang berakhir dengan masa pidana yang dijalani.

Berlandaskan pada tinjauan data yang diperoleh di dalam Rumah Tahanan Negara Kelas IIB di Jembrana maka jumlah Narapidana yang memperoleh remisi dalam periode 5 tahun (2015 sampai 2019) adalah sebagai berikut:

Tabel 1

Narapidana yang Memperoleh Remisi di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB di Jembrana

No.

Tahun

Jumlah Seluruh Narapidana

Jumlah Narapidana yang Memperoleh Remisi

1

2015

130 orang

107 orang

2

2016

126 orang

87 orang

3

2017

125 orang

119 orang

4

2018

123 orang

118 orang

5

2019

128 orang

84 orang

Total

632 orang

515 orang

Sumber: Sub Seksi Pelayanan Tahanan Pada Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Jembrana.

Dengan melihat data pada tabel 1 diatas maka jumlah narapidana yang mendapatkan remisi umum bertepatan setiap tanggal 17 Agustus pada Rumah Tahanan Negara Kelas IIB di Jembrana dalam kurun waktu 5 (lima) tahun yakni 20152019 sebanyak 515 orang dari jumlah seluruh narapidana sebanyak 632 orang dan apabila dirinci setiap tahunnya menunjukkan keadaan yang naik turun. Data ini didapat dari tabel diatas yaitu tahun 2017 terdapat jumlah narapidana yang memperoleh remisi paling banyak yaitu 119 orang dari 125 orang narapidana kemudian menyusul pada tahun 2018 sebanyak 118 orang dari 123 orang dan seterusnya. Jadi naik turunnya kuantitas narapidana yang memperoleh remisi setiap tahunnya di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Jembrana tergantung dari banyaknya narapidana yang ada pada tahun itu dan untuk meningkatkan pengusulannya perolehan remisi kepada narapidana maka dipandang perlu adanya peningkatan pembinaan, sarana dan prasarana secara berkelanjutan sehingga keinginan narapidana untuk mendapat perolehan remisi setiap tahunnya akan selalu meningkat dan memotivasi para narapidana untuk berkelakuan baik seperti apa yang diharapkan.

Berdasarkan hasil wawancara seorang narapidana bernama Ida Bagus Putu Sudarta yang merupakan terpidana kasus pelanggaran Undang – Undang Perlindungan Anak, dapat diketahui bahwa pada saat pemberian remisi ini

diturunkan semua narapida merasa senang, mereka juga merasa lebih terpacu untuk selalu berbuat lebih baik dan mentaati peraturan di Rutan kelas IIB Jembrana agar nantinya di tahun berikutnya mendapatkan remisi yang lebih banyak lagi. Penulis juga telah mewawancarai I Komang Narmawanita seorang Staff bagian Pemasyarakatan di Rutan Kelas IIB Jembrana ia menuturkan pemberian remisi ini sangat terlihat dampaknya dari segi sikap narapidana, karena dengan adanya pemberian remisi ini narapidana menjadi rajin dalam melaksanakan sesuatu yang ditugaskan dan juga narapidana saling memiliki rasa hormat antar warga rutan, karena memang tujuan pemberian remisi ini adalah merubah atau membentuk kepribadian narapidana yang dulunya ugal ugalan, malas menjadi pribadi yang lebih baik dan rajin dalam melaksanakan sesuatu. Pemberian remisi ini diharapkan dapat mendorong narapidana untuk selalu berusaha berbuat baik serta menghindari diri dari perilaku negatif, sehingga tercipta suatu hubungan yang harmonis baik sesama narapidana maupun petugas Rumah Tahanan Negara. Selanjutnya interaksi antara petugas dan narapidana atas prilaku yang baik, maka kepada narapidana diberikan remisi. Adanya pengusulan narapidana untuk mendapatkan remisi berarti kelakuan baik diakui, sehingga narapidana tersebut akan memperoleh kepercayaan pada dirinya sendiri dan mendapatkan rasa optimis untuk menghadapi kehidupannya yang akan datang dengan adanya keyakinan bahwa ia akan hidup baik dimasyarakat.

Berdasarkan data yang telah diuraikan maka dapat diketahui bahwa adanya remisi ini berdampak langsung pada perubahan mental dan sikap narapidana, dengan diberikannya remisi narapidana menjadi termotivasi untuk bersikap lebih baik, berprilaku disiplin dan ikut aktif dalam proses pembinaan, karena jika mereka bersikap arogan ataupun melawan kebijakan yang di terapkan oleh Rutan, proses pemberian remisi mereka akan ditunda bahkan dibatalkan, secara tidak langsung pemberian remisi ini mengubah prilaku mereka yang tadinya malas menjadi lebih disiplin dan juga menguatkan mental mereka yang tadinya pasrah saat dimasukan ke Lembaga Pemasyarakatan menjadi lebih semangat untuk berprilaku displin dan taat hukum melalui pemberian remisi ini.

  • 3.2 Proses Pemberian Remisi di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Jembrana

Penerapan dalam proses membina narapidana dibuat oleh sekelompok orang yang dikenal dengan sebutan “Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP)” yang mempunyai tugas untuk memberikan masukan kepada pimpinan terhadap pelaksanaan pembinaan narapidana. Sesuai dengan buku Pola Pembinaan Narapidana/ Tahanan13, dijelaskan bahwa fungsi dan tugas Tim Pengamat Pemasyarakatan pada pokoknya adalah:

  • 1.    Penempatan dan pemindahan narapidana dan anak didik.

  • 2.    Penyelesaian pemberian remisi, lepas bersyarat dan cuti menjelang bebas.

  • 3.    Penyelesaian pelanggaran disiplin.

Mengenai persyaratan untuk memperoleh remisi yang diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1999 tentang Remisi. Keputusan tersebut mengatur bahwa “setiap narapidana yang menjalani pidana sementara dapat diberikan pengurangan masa pidana dengan ketentuan apabila selama menjalani pidana ia berkelakuan baik” sebagaimana yang ada dalam Pasal 1 ayat (1) Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun

1999 serta bagi narapidana yang tidak dapat diusulkan maupun narapidana yang tidak berhak mendapat remisi adalah sebagai berikut:

  • a.    Warga Binaan/narapidana yang mendapatkan hukuman pemidanaan tidak lebih dari enam bulan.

  • b.    Dikenakannya hukuman pendisiplinan saat melanggar aturan Lembaga Pemasyarakatan pada pemberian remisi (masuk dalam register F).

  • c.    Sedang melaksanakan masa cuti menjelang bebas (CMB).

  • d.    Dijatuhinya hukuman penahanan selaku penggantian hukuman denda.14 Adapun syarat administratif yang patut dipenuhi adalah sebagi berikut:

  • a.    Surat Keterangan Berperilaku baik yang dikeluarkan oleh Kepala Rumah Tahanan Negara Klas IIB di Jembrana.

  • b.    Daftar Perubahan.

  • c.    Fotocopy berita acara pelaksanaan putusan pengadilan.

  • d.    Fotocopy kutipan putusan daftar pidana.

  • e.    Fotocopy surat perintah pelaksanaan putusan pengadilan /vonis.

  • f.    Fotocopy surat perintah penahanan dari pihak Penyidik /Kepolisian.

  • g.    Fotocopy berita acara penahanan.15

Adapun maksud dan tujuan diberikannya remisi ini antara lain untuk mencegah atau mengurangi derita yang dialami oleh narapidana, di lembaga inilah tempat sementara waktu bagi narapidana untuk menjalani masa pidana yang dirasa olehnya segala tingkah laku selalu diatur dan dibatasi oleh aturan yang memisahkan dirinya dari kehidupan masyarakat bebas, pengaruhnya narapidana tersebut mencari dunianya sendiri. Maksud diberikan remisi adalah "memberikan penghargaan berupa pengurangan masa menjalani pidana karena yang bersangkutan telah menunjukkan kesadaran untuk berkelakuan baik dengan tujuan memberikan pengampunan kepada narapidana yang telah berbuat baik/telah menunjukkan kesadaran seperti yang dikemukakan Bambang Poernomo :"Remisi dalam sistem pemasyarakatan merupakan jalan bagi narapidana agar bisa menunjukan peranan secara aktif dan konsisten dalam pembangunan serta menyadari bahwa hal itu merupakan pembinaan bagi dirinya dan juga sebagai upaya perbaikan tingkah laku manusia terpidana dengan tujuan minimal agar dia tidak lagi melakukan perbuatan melanggar hukum".16

Melalui pemberian remisi kepada narapidana setiap Peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, maka jelaslah bahwa harkat dan martabat manusia senantiasa diperhatikan dan yang tersesat diayomi dan diberikan bekal untuk menghadapi kehidupan di tengah-tengah masyarakat. Pemberian remisi dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah Hukum dan Perundang-undangan atas nama Menteri Hukum dan Perundang-undangan.

Pemberian Remisi yang dimuat dalam Keputusan Presiden RI Nomor 174 Tahun 1999 tentang Remisi tidak dapat dianalisis sebagai kemudahan dalam kebijakan menjalankan pidana, akan tetapi dimaksudkan bahwa:

  • a.    Remisi yang diberikan dua kali dalam satu tahun diharapkan dapat memberi motivasi yang lebih serta selaku alat pengingat narapidana agar secara terus menerus taat hukum dan berperilakuan baik dalam rangka reintegrasi sosial terhadap diri masing-masing.

  • b.    Secara psikologis remisi memiliki dampak yang berfokus pada tingkat frustasi bagi narapidana (terutama pada residivis), sehingga mengurangi kekacauan di Lembaga Pemasyarakatan atau Rutan yang berbentuk pelarian, perkelahian, kerusuhan dan sebagainya.

  • c.    Remisi khusus yang diturunkan pada hari raya keagamaan, dipercayai dapat menyadarkan narapidana sesuai tuntunan agama yang dipeluknya.

  • d.    Pidana seumur hidup yang di rubah menjadi pidana sementara diberikan sebagai bentuk hak dari narapidana dengan memberi kesempatan kepada narapidana yang sudah dijatuhi hukuman seumur hidup itu harapan untuk membenahi diri serta saat dikembalikan kemasyarakat nantinya narapidana tersebut memiliki kepribadian yang lebih baik lagi serta menjadi warga negara yang patuh hukum.17

Dalam pelaksanaan pemberian remisi terdapat beberapa hal yang dapat membantu tujuan pembinaan yang diharapkan, diantaranya:

  • a.    Bagi Narapidana yang Bersangkutan

Salah satu syarat bagi seorang narapidana agar dapat memperoleh remisi adalah narapidana harus berkelakuan baik selama menjalani masa pidana.18, seorang narapidana yang berperilaku baik adalah narapidana yang mentaati peraturan yang ada dan menunjukan perikalu baik serta tidak memperoleh hukuman disiplin yang dicatat dalam buku register F dalam jangka waktu yang diperhitungkan untuk pemberian remisi, maka narapidana yang tidak memenuhi persyaratan tersebut tidak memperoleh remisi. Jalan keluar dari permasalahan ini menurut penulis yaitu narapidana tersebut harus diberikan pembinaan khusus yang mampu membentuk kepribadian secara positif, sebagai contoh diberikan pembinaan dalam wujud ketrampilan / kemandirian serta pembinaan mental spiritual, sehingga dapat memperkecil kemungkinan bagi narapidana tersebut untuk berbuat kurang baik di dalam Rumah Tahanan Negara. Secara umum dikatakan bahwa pembinaan narapidana ini ditujukan agar mereka bisa merubah perilakunya untuk lebih baik dari sebelumnya seperti yang menjadi cita-cata dan tujuan dari pembangunan nasional dengan melakukan penguatan keiman serta mental spiritual serta membina narapidana untuk dapet bersosialisasi antar narapidana lain dalam kelompoknya pada Rumah Tahanan Negara. Dijelaskan pada buku Pola Pembinaan Narapidana dan Tahanan yang secara spesifik pembinaan narapidana memiliki tujuan sebagai berikut:

  • 1.    Mengkuhkan harga diri serta kepercayaan agar memiliki sikap optimis akan masa depannya kelak.

  • 2.    Mendapat pengetahuan berupa ketrampilan sebagai bekal mencari pekerjaan nantinya.

  • 3.    Menjadikan manusia yang patuh dan taat pada hukum dan menimbuhkan sikap disiplin serta dapat menunjang sikap kebersamaan terhadap sosial.

  • 4.    Menumbuhkan jiwa dan semangat mengabdi kepada bangsa dan Negaranya.19

  • b.    Masyarakat Umum

Secara umun tujuan pemasyarakatan dapat dipenuhi apabila semua unsur tersebut diatas terdapat satu koordinasi dalam melaksanakan pembinaan.20 Dipertimbangkannya unsur masyarakat ialah berdasarkan sesuatu yang rasional, mengingat adanya unsur narapidana yang merupakan masyarakat melakukan pelanggar terhadap hukum. Narapidana juga yang telah menjalani masa pidananya akan kembali ke masyarakat. Dengan demikian berarti pembinaan narapidana di Rutan dirasa kurang jika hanya sebatas hukuman saja yang diberikan, melainkan factor dorongan dari masyarakat pada umunya juga dapat membantu atau mensupport bagi keberlangsungan hidup seorang bekas narapidana.

Adapun faktor penerimaan oleh masyarakat kepada bekas narapidana tentu tidak dapat langsung begitu saja diterima kedalam lingkungannya terdahulu, melainkan harus bertahap dengan menghilangkan cap perilakunya terdahulu dan merubah sikapnya agar diterima kembali di lingkungannya. Kenyataannya mantan narapidana sulit diterima, bahkan dikucilkan dari pergaulan masyarakat. Terhadap putusan hakim di pengadilan terhadap penjatuhan pidana dianggap menimbulkan ganjaran dan kerugian yang dianggap tidak setimpal. Aspek lain dari penolakan masyarakatan kepada bekas narapidana adalah tidak diakuinya pembinaan narapidana di Rumah Tahanan Negara. Masyarakat tetap beranggapan bahwa bekas narapidana yang ditahan di rutan bukannya memiliki sikap yang lebih baik dari sebelumnya melainkan berpandangan sebaliknya. Hal ini terlihat manakala disuatu daerah tertentu bila terjadi suatu tindak pidana dan kejahatan lainnya, maka terlebih dahulu dicurigai adalah bekas narapidana. Penolakan terhadap bekas narapidana memberikan kesan bahwa masyarakat tidak dapat menerima kembali dengan sepenuhnya terhadap bekas narapidana. Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu diupayakan langkah-langkah koordinatif antara petugas, narapidana dan masyarakat agar dapat menciptakan suasana yang saling mengayomi.

Berdasarkan hasil wawancara seorang narapidana bernama Ida Bagus Putu Sudarta yang merupakan terpidana kasus pelanggaran Undang – Undang Perlindungan Anak, dapat diketahui bahwa semua narapidana di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Jembrana telah mengetahui alur pemberian remisi dan mereka juga mengaku bahwa pemberian remisi di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB

Jembrana ini telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku baik alur pemberian remisi khusus maupun remisi umum, semua sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, Penulis juga telah mewawancarai I Komang Narmawanita seorang Staff bagian Pemasyarakatan di Rutan Kelas IIB Jembrana ia menjelaskan seluruh narapidana telah diinfokan mengenai prosedur pemberian remisi menurut undang-undang yang berlaku, selaku sipir juga mengedukasi warga binaan terkait tata cara pemberian remisi di Rutan Kelas IIB Jembrana ini sama dengan ketentuan yang berlaku di undang-undan. Berikut merupakan alur pemberian remisi di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Jembrana:

Bagan 1

Alur Pemberian Remisi di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Jembrana

SYARAT REMISI:


  • 1.    Sedangmenjalani pidana sementara baik pidana penjarar pidana kurungan pengganti denda.

  • 2.    Berkelakuan baik, dinyatakan dengan tertulis secara perorangan.

  • 3.    Telah menjalani pidana selama 6 (enam) bulan, (masa dalam tahanan tidak dihitungkan sebagai menjalani masa pidana untuk mendapatkan pengurangan masa menjalani pidana atau remisi).

  • 4.    Surat keterangan dari Penyidik (Kepolisian / Kejaksaan untuk pidana khusus)yang menyatakan bahwa narapidana tersebut bukan narapi dana kambuhan (residivist).

    BERKAS YANG DISIAPKAN:


  • 1.    Bagi narapidana yang baru pertama kali mendapat remisi)

    Berkas vonis asli


Berita acara pelaksanaan putusan hakTim

Daftar perubahan


Kartu Donoryangharusdilegalisir dari PMI (bagi yang telah mendonor kan darahnya 4 kali berturut-turut akan mendapatkan remisi tambahan)

  • 2.    Bagi narapidana yang sudah pernah mendapat remisi)

Adalah melampirkan daftar perubahan yang asli (yang disahkan tim Remisi Kanwil DKI)

Pengkoreksean oleh

KEPUTUSAN

PELAKSANAAN REMISI

pengiriman ke

NARAPIDANA YBS


CORRECTOR


Sumber: Staff Bagian Pemasyarakatan Rumah Tahanan Kelas IIB Jembrana

Berdasarkan hasil analisis dari data primer yang diperoleh dari Staff Bagian Pemasyarakatan Rumah Tahanan Kelas IIB Jembrana dan seorang narapidana yang telah penulis wawancarai dapat diketahui bahwa proses pemberian remisi pada Rumah Tahanan Negara Kelas IIB di Jembrana sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam hal ini, narapidana yang semestinya mendapat remisi sesuai dengan hasil sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) tetap diperhatikan haknya,

namun sebaliknya bagi narapidana yang melanggar tata tertib yang tercatat di register F dikenai sanksi tanpa pemberian remisi yang sebagai haknya.

  • IV. Kesimpulan

Pemberian remisi kepada narapidana sangat berpengaruh terhadap perubahan mental dan sikap narapidana. Pemberian remisi dapat memotivasi para narapidana untuk bertingkah laku positif dan ikut aktif dalam proses pembinaan dengan mengembalikan kepercayaan terhadap diri sendiri yaitu kelakuan baiknya diakui dengan diusulkannya untuk mendapat remisi. Melalui pemberian remisi umum kepada narapidana pada setiap peringatan hari Proklamasi Kemerdekaan RI, maka harkat dan martabat manusia selalu dijunjung tinggi dan yang tersesat diayomi dan diberikan bekal untuk menghadapi kehidupan ditengah-tengah masyarakat. Perlu ditingkatkan lagi masalah penanganan remisi di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Jembrana, terutama dalam memberikan penilaian, hendaknya dinilai juga sikap dan perilaku narapidana tersebut selama mengikuti program pembinaan. Pemberian remisi khusus dapat memberikan motivasi dan mendorong narapidana untuk terus memantapkan dan meneguhkan hati dalam memilih jalan keimanan dan kebenaran yang pada gilirannya diharapkan keteguhan tersebut akan timbul sendiri dalam diri dan bahkan dapat memberikan pengaruh dan teladan yang positif kepada lingkungan masyarakat sekitarnya. Proses pemberian remisi pada Rumah Tahanan Negara Kelas IB di Jembrana sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Diharapkan juga proses pemberian remisi di Rumah Tahanan Kelas IIB Jembrana ini tetap sesuai prosedur yang sudah dijalankan tidak menghambat narapidana dalam pengusulan remisi, karena jika masalah ini terjadi otomatis narapidana akan malas untuk mengurus penurunan remisi dan juga berpengaruh terhadap perubahan mental dan sikap narapidana tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU:

Priyatno, Dwidja. Sistem pelaksanaan pidana penjara di Indonesia. Refika Aditama, 2013.

Lamintang, P. A. F., Theo Lamintang, and Hukum Penitensier Indonesia. "Sinar Grafika." 2010.

JURNAL:

Enggarsasi, Umi dan Sumanto, Atet, “Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Di lembaga Pemasyarakatan.”, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma Surabaya 20, No. 2 (2015).

Idrus, Norman Syahdar dan Sukarwini, Wiren. “Pelaksanaan Pemberian Remisi Terhadap Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang.” Jurnal Yuridis Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta 3, No. 2 (2016).

Kesuma Sari, Anak Agung Ayu Windah Wisnu dan Sagung Putri ME Purwani. “Pengetatan Syarat Pemberian Remisi Bagi Narapidana Tindak Pidana Korupsi di Indonesia di Tinjau Dari Perspektif HAM.” Kertha Wicara: Jurnal Ilmu Hukum 8, No. 4 (2019).

Kornia, I. Gusti Made Adika, AA Ngurah Yusa Darmadi, dan Sagung Putri ME Purwani. "Pelaksanaan Pemberian Remisi Sebagai Salah Satu Hak

Narapidana Berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang No 12 TAHUN 1995 Tentang Pemasyarakatan (Studi di Lembaga Permasyarakatan Klas IIA Denpasar)." Kertha Wicara: Journal Ilmu Hukum 6, No. 1 (2017).

Pradana, Muhammad Ardi. “Aspek Hukum Pemberian Remisi Pada Lembaga Pemasyarakatan.” E-Journal: Spirit Pro Patria 4, No. 2 (2018).

Prabawa, I. Kadek Satrya Budhi, I. Ketut Mertha, dan I. Wayan Suardana. "Faktor-Faktor yang Menjadi Penghambat Dalam Pemberian Remisi Terhadap Narapidana (Studi Kasus di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Denpasar)." Kerta Semaya: Jurnal Ilmu Hukum 1, No. 2 (2013).

Rori, Winston. “Kebijakan Hukum Mengenai Syarat Pemberian Remisi Kepada Narapidana Tindak Pidana Korupsi.” Journal Lex Crimen Universitas Sam Ratulangi 2, No. 7 (2013).

Siagian, Yunita Octavia. “Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Koruptor yang Berkedudukan Sebagai Justice Collaborator.” Jurnal Mahupiki 1, No. 2 (2018).

Simarmata, Berlian. “Pemeberian Remisi Terhadap Narapidana Koruptor dan Teroris.” Mimbar Hukum (Faculty of Law, Gadjah Mada University Journal) 23, No. 3 (2011).

Situmorang, Mosgan. “Aspek Hukum Pemberian Remisi Kepada Narapidana Korupsi”. Jurnal Penelitian Hukum: De Jure 16, No. 4 (2016)

Sukarno. “Implementasi Syarat Tambahan Hak Remisi Pelaku Tindak Pidana Korupsi Melalui PP No. 99 Tahun 2012 (Studi pada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM NTB).” Jurnal Gema Keadilan 6, No. 2 (2019).

Wulandari, Sri. “Fungsi Sistem Pemasyarakatan Dalam Merehabilitasi dan Mereintegrasi Sosial Warga Binaan Pemasyarakatan.” Serat Acitya – Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang 4, No. 2 (2015).

SKRIPSI

Febriana, Annissa. “PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA NARKOTIKA (Studi Kasus Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Padang).” e-Skripsi Universitas Andalas, (2016).

PERUNDANG – UNDANGAN:

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 1999 tentang Syarat – Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Wewenang, Tugas dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan.

Keputusan Presiden RI No. 174 Tahun 1999 Tentang Remisi.

Keputusan Menteri Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana dan Tahanan

Jurnal Kertha Wicara Vol. 9 No. 12 Tahun 2020, hlm. 1-14