PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA DUMPING LIMBAH (B3) TANPA IZIN

Laura Antoinette Medd, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

Putu Ade Harriestha, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penulisan artikel ini bertujuan untuk menganalis pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana dumping limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) tanpa izin di mana hal ini mengakibatkan pencemaran pada lingkungan hidup. Pembuangan limbah tanpa izin sering terjadi akibat salah satunya karena meningkatnya aktivitas industri, sehingga menimbulkan niat pelaku untuk sengaja membuang limbah ke media lingkungan hidup karena jumlahnya banyak sehingga memerlukan biaya untuk pengolahannya. Hal ini bertentangan dengan ketentuan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan regulasi pelaksanaan yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dan akan dikenakan sanksi pidana terhadap pelaku di mana hal ini memberikan efek jera. Penelitian ini memakai metode hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan serta penelitian dokumen terkait. Hasil studi diharapkan dapat memahami menunjukkan bahwa pertanggungjawaban pidana pelaku pembuangan dumping limbah (B3) tanpa izin berkaitan erat dengan unsur kesalahan karena seorang tidak bisa dipidana apabila tidak terdapat faktor kesalahan baik itu berbentuk kesengajaan maupun kealpaan.

Kata Kunci : Dumping Limbah B3 ,Lingkungan Hidup, Pertanggungjawaban Pidana.

ABSTRACT

The intent of this article aims arrangement of disposal cases of waste dumping hazardous and toxic substances (B3) without permission can pollution in environmental media. Unlicensed waste disposal often occurs due to one of them due to increasing industrial activity, giving the intention of the perpetrator to deliberately dispose of waste to the environmental media due to the amount of waste that a lot so it requires cost for processing. This is contrary to the provisions of Article 59 Act No. 32 year 2009 on protection and environmental management with the regulation of the implementation of government regulation number 101 of 2014 about waste management of hazardous and toxic materials and will be subject to criminal sanctions against the perpetrators to provide a deterrent effect. This research uses normative legal research ordinances with an invitation approach as well as research into related documents. The study showed that criminal liability of the perpetrators of dumping waste (B3) without permission is closely related to the element of error because a person cannot be sentenced when there is no fault factor whether it is intentional or misshapness.

Keywords : Toxic and Hazardous Waste, Environment, criminal liability.

  • I.    Pendahuluan

    1.1.    Latar Belakang Masalah

Makhluk hidup tergantung dengan keadaan lingkungan disekitarnya yang berbentuk sumber daya alam yang menopang kehidupan tiap harinya. Lingkungan hidup ialah perihal terpenting untuk kehidupan manusia, yang sudah seharusnya dilindungi dan dijaga kelestariannya di mana pengelolaanya harus sesuai dengan regulasi yang berlaku sehingga menciptakan kesesuaian terhadap kepentingan

makhluk hidup. Hal ini sudah sesuai dengan apa yang termaktub di Pasal 3 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaann Lingkungan Hidup urgensi diciptakan regulasi ini seterusnya disebut UUPPLH bermaksud melindungi negara Indonesia bebas dari pencemaran. Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 1 Angka 1 UUPPLH menyatakan “Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.” dan selanjutnya diatur pada Pasal 1 Angka 2 yaitu “Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.”

Dumping (pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu. Pencemaran lingkungan hidup dapat ditimbulkan karena pembuangan dumping limbah bahan berbahaya dan beracun seterusnya disingkat B3 sembarangan tanpa izin oleh badan usaha maupun perseorangan merupakan tindakan yang merugikan makhluk hidup yang tinggal disekitarnya.1 Hal ini dikarenakan limbah B3 sebagaimana diatur pada Pasal 1 Angka 14 menyatakan “Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.” Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya proses kelola limbah B3 yang seharusnya mencerminkan amanat Pasal 61 ayat (1) yaitu “Dumping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 hanya dapat dilakukan dengan izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.” Kewajiban melaksanakan suatu proses kelola limbah B3 bertujuan meminimalisasi terjadinya dampak negatif oleh pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

Meskipun pada era globalisasi ini kerap kali terdapat orang maupun badan usaha melakukan pembuangan limbah Bahan B3 dengan sengaja ke lingkungan tanpa izin, khususnya laut yang mempunyai potensi besar terjadinya kerusakan maupun pencemaran pada medianya. Sebagaimana termaktub pada Pasal 1 angka 17 UUPPLH, di mana menyatakan bahwa “Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.”

Kasus-kasus tercemarnya lingkungan terutama dumping limbah B3 ke lingkungan hidup kerap ditemui, kebanyakan kasus ini dikarenakan kecerobohan, kelalaian dan bahkan kesengajaan dari seseorang maupun badan usaha yang menghasilkan limbah namun tidak mempunyai tempat pembuangan, sehingga tidak melaksanakan pengelolaan limbah B3. Beberapa orang kerap menulis jurnal tentang permasalahan lingkungan diantaranya “Pertanggungjawaban Tindak Pidana Lingkungan Hidup Ditinjau Dari Perspektif Hukum Pidana Di Indonesia.” dan “Pengaturan Hukum Tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3).”

Dimana perbedaannya dengan tulisan penulis yaitu penulis lebih fokus kepada pengenaan sanksinya.

Seperti yang termaktub pada Pasal 1 Ayat (21) UUPPLH menyatakan “Bahan berbahaya dan beracun (B3) merupakan zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.” Pelanggaran terhadap dumping limbah (B3) menimbulkan dampak lingkungan yang serius bagi lingkungan hidup maupun kesehatan makhuk hidup yang tinggal disekitarnya, sehingga perlu dilakukan penindakan tegas terhadap pelaku baik perseorangan maupun badan usaha.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada tulisan ini:

  • 1.    Bagaimanakah pengaturan sanksi pidana terhadap pelaku dumping limbah B3 sembarangan tanpa izin?

  • 2.    Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana pelaku dumping limbah B3 sembarangan tanpa izin?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan ini yaitu:

  • 1.    Memahami pengaturan sanksi pidana terhadap pelaku dumping limbah B3 sembarangan tanpa izin

  • 2.    Mengetahui pertanggungjawaban pidana pelaku dumping limbah B3 sembarangan tanpa izin.

  • II.    Metode Penelitian

Perihal ini penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif. Metode penelitian hukum normatif, hukum dikonsepsikan sebagai hukum positif. 2 Penulis menganalisis regulasi yang bersinggungan dengan tindak pidana dumping limbah tanpa izin. Dalam tulisan ini, selain menggunakan pendekatan perundang-undangan, penulis juga menggunakan doktrin/pemahaman para sarjana sebagai ilmu penunjang baik berasal dari buku-buku literatur maupun artikel yang mendukung penulis menganalisis mengenai masalah dalam tulisan ini.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Pengaturan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Dumping Limbah B3 Sembarangan Tanpa Izin.

Pencemaran lingkungan hidup dikarenakan pembuangan dumping limbah B3 sembarangan tanpa izin oleh badan usaha maupun perseorangan merupakan tindakan yang merugikan makhluk hidup yang tinggal disekitarnya.3 Dikarenakan limbah yang dihasilkan dan dibuang merupakan limbah B3, yang merupakan hasil dari sisa usaha

dengan jumlah banyak dengan cara langsung/tidak langsung yang memiliki risiko membahayakan lingkungan sekitar, kesehatan, maupun kelangsungan organisme disekitarnya, dalam hal ini juga dapat disebakan karena kurangnya tata kelola daripada limbah B3 seperti termaktub di Pasal 1 Angka 23 yang menyatakan “Pengelolaan limbah B3 adalah kegiatan yang meliputi pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan”. Kewajiban melaksanakan pengelolaan B3 bertujuan meminimalisasi timbulnya dampak negatif pada lingkungan hidup seperti pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, yang mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan.

Aktivitas pembuangan dumping limbah sembarangan tanpa izin ke media lingkungan oleh perseorangan maupun badan usaha merupakan tindakan yang dilarang. Dalam artian bahwa apabila hendak melakukan dumping sudah wajib hukumnya memiliki izin.4 Diantara lingkungan hidup dan manusia terdapat hubungan yang bersifat dinamis. Seiring berjalannya waktu akan terjadi perubahan di dalam lingkungan hidup yang di mana berpotensi mengakibatkan manusia untuk beradaptasi dengan lingkungan hidup.5

Di dalam kondisi ini, bukan hanya faktor lingkungan saja yang dapat mempengaruhi lingkungan, sehingga faktor peran manusia diperlukan kepekaan dari manusia terhadap lingkungan, dalam rangka menjadikan lingkungan hidup yang baik sebagaimana hal ini dapat sesuai dengan keperluan hidup manusia, selanjutnya korelasi manusia dengan lingkungan hidup selalu seimbang sesuai dengan peruntukannya dan ekosistemnya tetap terjaga. Tujuannya menciptakan lingkungan hidup sesuai dengan sebagaimana mestinya, sehingga kedepannya diharapkan tercipta hubungan yang harmonis di antara manusia dan juga lingkungan hidup dalam jangka waktu yang sangat lama.

Dikarenakan oleh hal tersebut, kerusakan lingkungan merupakan hal yang sudah pasti menjadi permasalahan yang menimbulkan keresahan pada masyarakat dikarenakan menunjukan bahwa pada kenyataannya lingkungan hidup yang berada ditengah-tengah masyarakat ini belum terhindar dari ancaman perusakan lingkungan khususnya pencemaran yang diakibatkan oleh pembuangan dumping limbah B3 tanpa izin yang dilakukan oleh perseorangan maupun badan usaha. Dewasa ini banyak sekali terjadi permasalahan tentang pencemaran lingkungan di mana hal ini terjadi akibat kelalaian adapun juga tak jarang diakibatkan oleh kesengajaan dari perseorangan maupun badan usaha perusahaan industri yang pada akhirnya menciptakan limbah (B3) dan enggan melaksanakan tata kelola limbah B3 sesuai yang diamanatkan oleh Undang–Undang, apabila pembuangan dumping limbah B3 diarahkan pada media lingkungan seperti tanah dan air maka ini mempunyai akibat risiko dampak negatif bagi lingkungan maupun kesehatan makhluk hidup yang berada disekitar lokasi tersebut. Pemerintah didalam hal pengupayaan untuk menjaga, melindungi serta mengelola lingkungan hidup, tercipta UUPPLH. Hal ini bertujuan dan diperuntukan untuk memberikan perlindungan terhadap lingkungan hidup dari setiap orang atau para pelaku kejahatan di mana dalam hal ini mempunyai niat

sengaja atau lalai merusak lingkungan hidup yang mengakibatkan dampak negatif terhadap keberlangsungan kehidupan dalam ekosistem. Persoalan-persoalan yang menyangkut kepentingan masyarakat luas, timbulnya kerugian semakin banyak terjadi diantaranya pencemaran, kerusakan dibidang lingkungan hidup.6

Akibat diberlakukannya UUPPLH yang didalamnya merinci tentang urgensi regulasi yang di mana salah satu diantaranya mengenai mekanisme pembuangan dumping limbah B3.7 Perihal ini yang diatur adalah mekanisme pembuangannya sebagaimana termaktub dalam Pasal 60 UUPPLH, menyatakan: “Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin.”

Perihal limbah B3 yang mempunyai potensi sangat besar menimbulkan dampak negatif di mana hal ini berasal dari aktivitas dumping limbah B3 oleh manusia, maka dalam ketentuan UUPPLH, memiliki urgensi lain yaitu perihal pengenaan sanksi pidana karena aktivitas dumping limbah B3 oleh setiap pelanggar hal ini termaktub pada Pasal 104 UUPPLH, menyatakan:

“Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 3.000.000.000,-(tiga miliar rupiah)”. Adapun dengan perihal ini telah diciptakan regulasi pelaksanaan yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dalam Pasal 175, bahwa “Setiap Orang dilarang melakukan dumping Limbah B3 ke media lingkungan hidup tanpa izin.”

Tindak pidana lingkungan perihal melakukan dumping limbah B3 ke media lingkungan hidup terjadi jika terpenuhinya unsur-unsur dalam pasal tersebut sehingga sangat meyakinkan untuk dijatuhi pertanggungjawaban pidana.8 Jika berbicara perihal pertanggungjawaban pidana lingkungan hidup terutama pelaku pembuangan limbah B3 diberatkan pada setiap orang. Setiap orang, sebagaimana termaktub di Pasal 1 Angka 32 UUPPLH, menyatakan: “Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.”

Setelah apa yang sudah dijelaskan diatas maka bahwasannya badan hukum termasuk subjek hukum selain orang dalam UUPPLH, sehingga dapat dituntut dan dijatuhi sanksi pidana apabila terbukti melakukan tindak pidana yang akan menimbulkan risiko dampak negatif pada lingkungan hidup.9 Pertanggungjawaban pidana suatu badan usaha dalam kasus lingkungan hidup, telah termaktub pada Pasal

116 Ayat 1 UUPPLH yang menyatakan bahwa “Pertanggungjawaban pidana pada badan usaha dapat dimintakan kepada badan usaha, dan atau orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut.”

  • 3.2    Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Dumping Limbah B3 Sembarangan Tanpa Izin.

Bagi Roeslan Saleh dalam tulisannya menyatakan “pertanggungjawaban pidana dimaksudkan sebagai diteruskannya celaan yang objektif yang terdapat pada perbuatan pidana dan secara subjektif memenuhi ketentuan sehingga dapat dipidana sebab perbuatannya itu”. Dimana seorang pelaku dapat diminta pertanggungjawaban atas suatu tindak pidana yang terjadi akibat perbuatannya. Dapat dikatakan bahwa perbuatan pidana yang menyebabkan pertanggungjawaban pidana merupakan sebuah unsur yang menentukan apakah seseorang tersebut dibebaskan atau dipidana, hal ini mencerminkan seperti termaktub dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.10

Pada Pasal 88 UUPPLH “Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.” Dalam pertanggungjawaban pidana terdapat asas kesalahan yang artinya seseorang tidak dapat dipidana apabila tidak ada kesalahan asas ini dijadikan sebuah acuan mendasar dalam dimintai pertanggungjawaban terhadap seseorang dan badan usaha di Indonesia.11 Pada Pasal 6 Ayat (1) Undang Undang RI Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman bahwa "Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya."

Menurut Sigit Sapto pada tulisannya yang berjudul "Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Perspektif Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. " di mana beliau menyatakan bahwa “Kesalahan mengandung unsur pencelaan terhadap si pelaku sebab ia telah melakukan tindak pidana yang telah dirumuskan di dalam peraturan perundang-undangan dan telah mengandung unsur pertanggungjawaban dalam hukum pidana.”12 Adapun konsep pertanggungjawaban pidana terhadap badan hukum dapat dilihat dari kesalahan terhadap suatu badan usaha dalam hal pengelolaan lingkungan hidup.

Dalam hal ini implementasi pertanggungjawaban pidana yang didasari oleh kesalahan sebagaimana termaktub pada Pasal 101 UUPPLH yang menyatakan bahwa “Setiap orang yang melepaskan dan/atau mengedarkan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

atau izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf g, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Selanjutnya Pasal 102 UUPPLH yang menyatakan ”Setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).” dan Pasal 103 UUPPLH yang menyatakan “Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).” dan juga selanjutnya diatur pada Pasal 106 UUPPLH mengenai sanksi pada pelaku yang melakukan pembuangan limbah di Indonesia yang di mana menyatakan jelas bahwa “Setiap orang yang memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf d, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).”

Semua yang termaktub pada ketentuan pasal tersebut kita melihat perihal kesalahan terutama pada dumping limbah B3 bisa disebabkan oleh kesengajaan maupun kelalaian di mana dapat menimbulkan hal buruk dan berpotensi membahayakan lingkungan hidup baik itu tercemar maupun rusak. Sebagaimana termaktub pada Pasal 1 angka 32 UUPPLH menyatakan bahwa: “Setiap orang ialah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum”. Dapat dikatakan bahwa yang dapat diminta pertanggungjawaban pidana merupakan pelaku perusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup.

Maka telah jelas bahwa subjek hukum dalam UUPPLH merupakan orang dan badan hukum.13 Dapat kita katakan bahwa, dalam UUPPLH, badan hukum dapat dituntut dan dijatuhi sanksi pidana apabila terbukti melakukan pencemaran/perusakan lingkungan hidup karena badan hukum dijadikan sebagai subjek hukum pidana sehingga14 dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terdapat beberapa alasan penghapus pidana yang hanya dapat dikenakan kepada orang yang memiliki jiwa , sedangkan badan usaha/badan hukum yang tidak memiliki kejiwaan yang di mana tidak mungkin dijadikan alasan penghapus pidana yakni alasan pemaaf dan alasan pembenar.

Syarat pertanggungjawaban yang diberatkan pada badan hukum apabila benar adanya dasar hubungan kerja dan pekerjaan yang dilakukan seseorang yang lingkupannya berada didalam badan hukum. Maka penghapusan pidana oleh badan hukum terjadi apabila tidak ada dasar hubungan kerja atau pekerjaan tersebut

dilakukan seseorang di luar lingkup badan hukum dengan kata lain apabila pelaku bekerja di luar tanggungjawab badan hukum.15 Sehingga dianggap tidak bersalah dan tidak dapat diminta pertanggungjawaban pidana jika hal tersebut dapat dibuktikan. 16

Dalam hal Perseroan sebagai badan hukum tentu mempunyai salah satu ciri khas yang di mana dewan direksi sebagai pusat manajemen atau dapat dikatakan sebagai organ terpenting dalam Perseroan Terbatas. 17 Dalam hal ini direksi mempunyai tanggung jawab baik secara keperdataan dan pidana. Apabila diminta pertanggungjawaban pidana, maka harus terpenuhi terlebih dahulu unsur kesalahannya. Ketentuan pidana pada direksi termaktub pada Pasal 155 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyatakan “Ketentuan mengenai tanggung jawab Direksi dan/atau Dewan Komisaris atas kesalahan dan kelalaiannya yang diatur dalam undang-undang ini tidak mengurangi ketentuan yang diatur dalam undang-undang tentang Hukum Pidana.”18 Perihal direksi pada perseroan memiliki tanggung jawab pada pengelolaan limbah B3, sehingga direksi dapat diminta pertanggungjawaban pidananya sebagaimana yang telah termaktub dalam ketentuan hukum positif yang berlaku sehingga direksi tidak bisa lepas dari pertanggungjawaban pidana akibat terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang di mana hal ini merupakan akibat dari perbuatan perseorangan dibawah pengawasannya. Karena direksi pada dasarnya mempunyai “kemampuan” serta “kewajiban” melakukan pengawasan aktivitas badan usaha dan juga mempunyai kewajiban melaksanakan pelestarian lingkungan hidup.19

  • IV.    Kesimpulan

Pengaturan sanksi pidana terhadap pelaku dumping limbah B3 sembarangan tanpa izin diatur dalam Pasal 104 UUPPLH. Sanksi pidana terhadap pelaku dumping limbah B3 sembarangan tanpa izin telah diatur UUPPLH dan telah dibuatkan peraturan pelaksanaan yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Dapat dikatakan bahwa, pertanggungjawaban pidana merupakan subjek hukum yang berada di dalam UUPPLH bukan hanya diberlakukan kepada manusia tetapi juga diberlakukan kepada badan hukum atau badan usaha. Perihal direksi pada perseroan memiliki tanggung jawab pada pengelolaan limbah B3, sehingga direksi dapat diminta pertanggungjawaban pidananya sehingga direksi tidak bisa lepas dari pertanggungjawaban pidana akibat terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan

lingkungan. Karena direksi mempunyai “kemampuan” dan “kewajiban” melakukan pengawasan aktivitas badan usaha dan juga mempunyai kewajiban melaksanakan pelestarian lingkungan hidup.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Achmad Faishal. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Upaya Menanggulangi Tindak Pidana Lingkungan Hidup. Pustaka Yustisia, 2016.

Diantha, I Made Pasek. Metodelogi Penelitian Hukum Nornatif dalam Justifikasi Teori Hukum, Prenada media Group, 2016.

M. Hamdan. Pertanggungjawaban Pidana Dalam Lingkungan. Mandar Maju, 2012.

Mohammad Eka Putra, Dasar-dasar Hukum Pidana. USU Press, 2013.

Takdir Rahmadi. Hukum Lingkungan Indonesia. Raja Grafindo Persada, 2012.

Jurnal

Ayu Wistiani, N., Tjatrayasa, I., & Putri M.E Purwani, S. “Unsur Kesalahan Dalam Tindak Pidana Lingkungan Hidup Suatu Kajian Terhadap Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.” Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum 5, no.2 (2016): 1-12.

Binilang, B. P. “Pengaturan Hukum Tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3) Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009.” Lex Et Societatis 4, no.7 (2016): 371-381.

Daryani, N., Danyathi, A., & Putra, I. “Pertanggungjawaban Tindak Pidana

Lingkungan Hidup Ditinjau Dari Perspektif Hukum Pidana Di Indonesia.” Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum 9, no.2 (2020): 1-15.

Desi Astriani, N., & Suksma Prijandhini Devi Salain, M. “Sistem Perizinan Lingkungan Hidup Dalam UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.” Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara 10, no.1 (2015): 1-19.

Kurniawan, Badrudin. "Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3) Di Indonesia Dan Tantangannya." Dinamika Governance: Jurnal Ilmu Administrasi Negara 9, no.1 (2019): 9-23.

Loqman, Loebby. "Tanggung jawab Pidana Badan usaha dalam Tindak Pidana Lingkungan. " Jurnal Hukum & Pembangunan 19, no.3 (2017): 242-247.

Maharani, D. A. A. A., & Ibrahim, R. “Upaya Penegakan Hukum Lingkungan Oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Badung Terhadap Pelanggaran Pembuangan Limbah Usaha Hotel Di Kabupaten Badung.” Jurnal Hukum & Pembangunan 7, no.7 (2014): 2-13.

Mantik, N. “Pengaturan Pengendalian Dampak Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun (Lb3) Terhadap Pencemaran Lingkungan Hidup.” Lex Administratum 4, no.1 (2016): 21-27.

Nugroho, Sigit Sapto. "Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Perspektif Undangundang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. " Jurnal Sosial 14, no.2 (2013): 22-26.

Sihotang, Peter Salem. "Pertanggungjawaban Pidana Pekerja Perseroan Terbatas Yang Melakukan Pencemaran Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang No 32 Tahun 2009." Lex Crimen 7, no.2 (2018): 1-8.

Sufiyati, S., & Chalim, M. A. “Kebijakan Hukum Pidana Dalam Upaya Menanggulangi Tindak Pidana Lingkungan Hidup.” Khaira Ummah Jurnal Hukum 12, no.3 (2017): 457-466.

Sulaeman, B., Mina, R., & Fality, F. “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.” Jurnal Yustisiabel 2, no.2 (2018): 160-184.

Tjukup, I. Ketut, Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, Nyoman A. Martana I. Putu Rasmadi, P. Arsha, and Kadek Agus Sudiarawan. "Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Melalui Mekanisme Acara Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action)." ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata 3, no. 2 (2018): 245260.

Widowaty, Yeni. "Pertanggungjawaban Pidana Badan usaha Terhadap Korban Dalam Kasus Tindak Pidana Lingkungan Hidup. " Jurnal Yudisial 5, no.2 (2012): 154169.

Yunda Anastesia, K., Arya Utama, I., & Suardita, I. “Pengaturan Tata Kepemerintahan Yang Baik Dalam Pemberian Izin Usaha Industri Untuk Mencegah Pencemaran Lingkungan Hidup Di Kota Denpasar” Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum 4, no.2 (2016): 1-14.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140)

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157)” Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 333)

Jurnal Kertha Wicara Vol. 9 No. 11, hlm. 1-10