Penghematan Air Irigasi Saat Olah Tanah dengan Tanaman Sela pada Subak
on
Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian
AGROTECHNO
Volume 5, Nomor 2, Oktober 2020
ISSN: 2503-0523 ■ e-ISSN: 2548-8023
Penghematan Air Irigasi pada Pengolahan Tanah dengan Tanaman Sela di Subak
Soil Tillage's Irrigation Water Saving Using Intercropping Practice in Subak
I Wayan Tika*, I. A. G. Bintang Madrini, Sumiyati, Ni Nyoman Sulastri
Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udyana, Badung, Bali, Indonesia
*email: [email protected]
Abstrak
Pada subak di Bali, pelaksanaan jadwal tanam biasanya dilakukan secara serentak, sehingga menyebabkan terjadi puncak kebutuhan air yang tinggi. Hal tersebut cenderung mengakibatkan kekurangan air irigasi pada subak tersebut terutama saat pengolahan tanah. Salah satu cara untuk menghemat penggunaan air irigasi adalah dengan melakukan diversifikasi tanaman di lahan pertanian. Salah satu bentuk diversifikasi tanaman adalah pola tanam dengan menggunakan tanaman sela di lahan. Berdasarkan kondisi demikian dalam penelitian ini dikaji penghematan penggunaan air irigasi akibat penerapan pola tanam yang melibatkan tanaman sela pada subak. Penghematan air irigasi diukur berdasarkan persentase pengurangan tingkat konsumsi air antara budidaya padi dengan tanaman sela dibandingkan dengan tanpa tanaman sela. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penghematan penggunaan air irigasi dengan tanaman sela tersebut tidak terlalu besar, yaitu kurang dari 7%. Penghematan tersebut diperoleh untuk budidaya cabai dilakukan pada Bulan Juli sampai Agustus dan lama pengolahan tanah pada areal subak tersebut sekitar 50 hari.
Kata kunci: subak, pengolahan tanah, pola tanam, tanaman sela, air irigasi,
Abstract
In subak in Bali, planting schedules are usually carried out simultaneously, causing a peak in high water demand. This tends to result in deficit of irrigation water in the subak, especially during tillage operation. One way to save irrigation water is to diversify crops in agricultural land. One form of crop diversification is a cropping pattern using intercrops in the land. Based on these conditions, in this study, the savings in the use of irrigation water were examined due to the application of a cropping pattern that involved intercropping on the subak. Irrigation water savings are measured based on the percentage reduction in the level of water consumption between rice cultivation with intercrops compared to without intercropping. The results showed the irrigation water saving for intercropping were not too large, which was less than 7%. The savings were obtained for chili cultivation carried out from July to August and it took about 50 days for soil tillage in the subak area.
Keywords: subak, tillage, cropping patterns, intercropping, irrigation water
PENDAHULUAN
Sumber air irigasi pada lahan subak umumnya berasal dari air permukaan, dan ketersediaan air permukaan sangat tergantung pada intensitas hujan. Dengan demikian jumlah air irigasi yang diperlukan oleh tanaman juga tergantung pada intensitas hujan yang turun. Jika intensitas hujan dapat mencukupi kebutuhan air tanaman maka air irigasi dari sumber air permukaan tidak diperlukan lagi. Bahkan dalam kondisi demikian petani akan menutup air yang masuk ke lahan sawahnya.
Organisasi subak memiliki peran yang sangat penting dalam pengelolaan air irigasi di lahan pertanian,. Subak di Bali mempunyai salah satu peran penting yaitu dalam penyediaan irigasi untuk lahan pertanian. Subak merupakan organisasi tempat berhimpunnya
para petani dengan tekad dan semangat tinggi untuk bergotong royong dalam upaya mendapatkan air dengan tujuan memproduksi tanaman padi dan palawija (Sutawan, 2008). Subak merupakan suatu masyarakat hukum adat yang memiliki karakteristik sosio-agraris-religius, yang merupakan perkumpulan petani yang mengelola air irigasi di lahan sawah (Windia, 2006). Sistem subak memiliki kebersamaan dalam pengelolaaan air irigasi dan kebersamaan jadwal tanam. Jadwal tanam yang bersamaan pada sistem subak berarti jadwal pengolahan tanah menjadi serentak pada suatu subak.
Pada sistem subak terdapat beberapa teknik pengelolaan air irigasi sebagai solusi pada saat konsumsi air relatif tinggi. Beberapa teknik pengelolaan air irigasi meliputi teknik magilihan,
I Wayan Tika, I. A. G. Bintang Madrini, Sumiyati, Ni Nyoman Sulastri. 2020. Penghematan Air Irigasi pada Pengolahan Tanah dengan Tanaman Sela di Subak. Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian Agrotechno, Vol. 5, No. 2, 2020. Hal. 8781.
nyilih yeh, dan nyorog. Magilihan adalah teknik pemberian air secara bergilir. Nyilih yeh adalah teknik pengelolaan air irigasi dimana dalam rentang waktu tertentu satu kelompok atau individu petani mendapat porsi air yang berlebih dan porsi berlebih tersebut tidak harus diperoleh kelompok atau petani lainnya pada waktu berikutnya. Nyilih yeh ini dilakukan berdasarkan atas kesepakatan organisasi subak atau sub organisasi (tempekan). Nyorog yaitu pelaksanaan jadwal tanam termasuk jadwal pengolahan tanah yang dilakukan tidak serentak, sehingga puncak kebutuhan air dapat dihindari. Selain itu, upaya penghematan penggunaan air khususnya pada saat pengolahan tanah juga dapat dilakukan dengan memilih jenis alat bajak yang sesuai (Windia et al., 2018).
Pengolahan tanah menggunakan bajak singkal memerlukan air 28,7% lebih sedikit dibanding menggunakan bajak rotari (Artawan et al., 2019). Penghematan air saat pengolahan tanah juga dapat dilakukan dengan cara pada lahan tidak semua ditanami padi. Dengan demikian, pada saat pengolahan tanah di lahan subak, sebagian lahan tidak perlu diolah karena lahan tersebut akan ditanami tanaman sela (non padi). Dengan adanya tanaman sela seperti palawija atau hortikultura, maka akan terjadi penghematan penggunaan air irigasi pada lahan subak. Hal ini dikarenakan kebutuhan air masing-masing jenis tanaman umumnya tidak sama (Artawan et al., 2019).
Padi merupakan tanaman utama yang dibudidayakan pada subak di Bali, namun dari pengamatan terhadap beberapa subak sebagian kecil juga dibudidayakan tanaman sela. Tanaman sela tesebut dapat berupa palawija atau hortikultura. Dari pengamatan pendhuluan, pada beberapa subak yang berlokasi di daerah hulu di Kabupaten Tabanan, dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, pada lahan subak pola tanam yang diterapkan dalam setahun adalah padi – padi. Namun pada beberapa subak terdapat lahan yang dibudidayakan tanaman sela seperti cabai atau tanaman non padi yang lain. Tanaman sela yang dibudidayakan pada lahan subak menyebabkan penggunaan air irigasi pada lahan subak berubah. Perubahan tersebut kemungkinan dapat menghemat penggunaan air irigasi, terutama pada musim kemarau. Sebagai upaya pengelolaaan air irigasi secara optimal, perlu dikaji tingkat penghematan penggunaan air irigasi berdasarkan pola tanam yang dilakukan.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui penghematan penggunaan air irigasi pada subak saat dilakukan pengolahan tanah terutama pada musim kemarau jika pada subak terdapat tanaman sela berupa cabai. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemangku kepentingan
dan petani dalam upaya pengelolaan air irigasi yang lebih optimal khususnya pada subak.
METODE
Penelitian ini dilakukan pada beberapa subak yang berlokasi pada kawasan hulu di Kabupaten Tabanan. Penelitian ini dimulai pada bulan Mei sampai dengan bulan Agustus 2019. Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: stopwatch, pelampung, current meter, meteran/mistar, dan alat tulis dan alat dokumentasi.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi dan pengukuran. Analisis data dilakukan mengunakan analisis kuantitatif. Besarnya kebutuhan air tanaman dan kebutuhan air irigasi dihitung dengan menggunakan persamaan empiris Penman dan Van den Goor. Dipilih persamaan Penman dengan pertimbangan melibatkan variable yang lebih lengkap sehingga lebih akurat dan secara teknis data variable tersebut tidak sulit untuk dikompilasi.
Data sekunder yaitu data iklim digunakan data tahun 2009 – 2018. Pengukuran untuk pengumpulan data primer dilakukan pada 27 sampel lahan. Lahan diolah menggunakan bajak rotari. Curah hujan efektif dihitung dengan menggunakan Metode Gumbel. Porositas tanah diukur dengan prinsip gravimetri. Perkolasi diukur dengan menggunakan beberapa pipa plastik sesuai prinsip lisimeter. Kebutuhan air irigasi pada tanaman sela dihitung dari selisih jumlah air yang masuk ke lahan dengan air yang didrainasekan. Hal ini karena karena lahan diolah menjadi bentuk guludan. Berdasarkan nilai kebutuhan air irigasi saat pengolahan tanah baik dengan tanaman sela maupun tidak, serta rentang waktu periode pengolahan tanah, maka dapat dihitung besarnya penghematan air irigasi saat pengolahan tanah dengan dua kondisi yang berbeda tersebut dengan persamaan sebagai berikut:
100 × (Tpadi — Tsela) He =----------------
Tpadi
Dimana, He = Penghematan penggunaan air irigasi saat pengolahan tanah dengan adanya tanaman sela (%); Tpadi = kebutuhan air irigasi saat pengolahan tanah untuk budidaya padi (mm/hari); Tsela= kebutuhan air irigasi saat pengolahan tanah untuk budidaya tanaman sela (mm/hari).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Variabel-variabel ETo dan Nilai ETo
Nilai rata-rata variabel-variabel evapotranspirasi potensial (ETo) dari tahun 2009–2018 dan besarnya nilai evapotranspirasi potensial (ETo) pada lokasi penelitian disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai rata-rata variabel-variabel ETo dan nilai ETo pada lokasi penelitian.
No |
Bulan |
t min (oC) |
t max (oC) |
RH (%) |
Kec.Angin (km/hari) |
Lama Penyinaran (jam/hari) |
Radiasi (MJ/m2/hari) |
Eto (mm/hari) |
1 |
Januari |
24,9 |
30,7 |
81 |
180 |
7,4 |
21,4 |
4,72 |
2 |
Pebruari |
24,9 |
30,8 |
81 |
151 |
8,7 |
23,6 |
5,03 |
3 |
Maret |
25,0 |
31,2 |
81 |
134 |
9,3 |
24,0 |
5,08 |
4 |
April |
25,1 |
31,3 |
82 |
122 |
10,1 |
23,6 |
4,90 |
5 |
Mei |
25,1 |
30,8 |
81 |
141 |
9,7 |
21,1 |
4,40 |
6 |
Juni |
24,7 |
30,0 |
80 |
149 |
8,4 |
18,4 |
3,88 |
7 |
Juli |
24,3 |
29,2 |
79 |
166 |
10,4 |
21,4 |
4,32 |
8 |
Agustus |
24,2 |
29,1 |
78 |
175 |
10,8 |
23,7 |
4,79 |
9 |
September |
23,8 |
30,0 |
80 |
137 |
10,5 |
25,1 |
5,06 |
10 |
Oktober |
24,7 |
30,8 |
80 |
122 |
11,1 |
27,1 |
5,53 |
11 |
Nopember |
25,2 |
32,0 |
80 |
103 |
10,1 |
25,6 |
5,43 |
12 |
Desember |
25,3 |
30,3 |
82 |
149 |
7,6 |
21,5 |
4,71 |
Keterangan: nilai rata-rata dari data tahun 2009-2018 | ||||||||
Kebutuhan Air saat Pengolahan Tanah (T) |
masing bulan menunjukkan periode dari awal bulan | |||||||
Berdasarkan analisis data diperoleh |
nilai variabel- |
sampai |
pertengahan bulan, sementara |
periode II | ||||
variabel kebutuhan air saat pengolahan tanah (T) dan |
menunjukkan periode dari pertengahan bulan sampai | |||||||
besarnya nilai T |
pada lokasi penelitian seperti |
akhir bulan. | ||||||
disajikan pada Tabel 2. Periode I |
untuk masing- |
Tabel 2. Nilai variabel-variabel T dan besarnya nilai T pada lokasi penelitian.
No |
Periode |
Eto (mm/hari) |
P (mm/hari) |
Porositas Tanah (%) |
Kedalaman Lapisan Olah (cm) |
Periode Persiapan Lahan (hari) |
T (mm/hari) |
1 |
Juni I |
3,88 |
7,00 |
60,00 |
20,00 |
50,00 |
11.00 |
2 |
Juni II |
4,10 |
7,00 |
60,00 |
20,00 |
50,00 |
11.21 |
3 |
Juli I |
4,32 |
7,00 |
60,00 |
20,00 |
50,00 |
11.42 |
4 |
Juli II |
4,56 |
7,00 |
60,00 |
20,00 |
50,00 |
11.65 |
5 |
Agustus I |
4,79 |
7,00 |
60,00 |
20,00 |
50,00 |
11.88 |
6 |
Agustus II |
4,92 |
7,00 |
60,00 |
20,00 |
50,00 |
12.00 |
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa nilai variabel perkolasi (P) relatif besar. Nilai P secara umum di Indonesia berkisar antara 2-5 mm/hr (Limantara, 2010). Besanya perkolasi pada lahan sawah berkisar dari 1 sampai 10 mm/hari (Fuadi et al., 2016). Salah satu penyebab besarnya nilai P pada lokasi penelitian adalah profile lahan pada lokasi penelitian yang tidak datar. Periode persiapan lahan termasuk relatif lama yaitu 50 hari, karena sebagian besar petani pada lokasi penelitian meyakini bahwa budidaya padi yang sesuai dengan kondisi iklim dalam siklus setahun hanya dua kali. Persiapan lahan sebaiknya dilakukan selama 1,5 bulan (Priyonugroho, 2014). Berdasarkan data yang diperoleh, nilai kebutuhan air saat pengolahan tanah (T) relatif besar jika dibandingkan kebutuhan air irigasi saat budidaya. Kebutuhan air saat pengolahan tanah sawah dapat mencapai 12 mm/hari atau sekitar 1,5 kali dari kebutuhan saat budidaya (Hardy, 2011). Namun, nilai T pada lokasi penelitian masih lebih kecil dibandingkan pada daerah lain. Sebuah penelitian di Kabupaten Garut menemukan nilai T berkisar dari
12-14 mm/hari (Juhana et al., 2015). Relatif kecilnya kebutuhan air saat pengolahan tanah pada lokasi penelitian jika dibanding dengan di daerah lain salah satunya disebabkan oleh karena pada lahan subak ada kecendrungan saat lahan tidak diolah maka tidak diberikan air irigasi. Hal itu dilakukan oleh petani karena pada saat penelitian dilakukan ketersediaan air relatif sedikit.
Kebutuhan Air Irigasi saat Pengolahan Tanah (T) dengan dan tanpa Tanaman Sela
Berdasarkan hasil pengamatan tercatat sekitar 10% dari luas lahan pada subak yang menjadi sampel penelitian ditanami cabai. Tanaman cabai mulai ditanam sekitar 30 hari setelah panen padi. Dari hasil pengukuran juga diperoleh tingkat konsumsi air irigasi pada persiapan lahan untuk budidaya cabai sebesar 50% dari tingkat konsumsi air irigasi saat pengolahan tanah untuk padi. Pada saat budidaya, tanaman cabai menkonsumsi sekitar 30% dari air irigasi yang dibutuhkan tanaman padi. Tingkat
kebutuhan air irigasi untuk berbagai jadual tanam cabai seperti disajikan pada Tabel 3 sampai Tabel 6.
Tabel 3. Nilai variabel-variabel T dan besarnya nilai T jika tanam cabai dilakukan pada Bulan Juli I.
No |
Periode |
T padi (mm/hari) |
T cabai (mm/hari) |
Keterangan |
1 |
Juni I |
11.00 |
10.45 |
Pengolahan Tanah |
2 |
Juni II |
11.21 |
10.45 |
Pengolahan Tanah |
3 |
Juli I |
11.42 |
10.62 |
Penanaman |
Total |
33.63 |
31.52 |
Penghematan 6,3% | |
Tabel 4. Nilai variabel-variabel T dan besarnya nilai T jika tanam cabai dilakukan pada Bulan Juli II. | ||||
No |
Periode |
T padi (mm/hari) |
T cabai (mm/hari) |
Keterangan |
1 |
Juni II |
11.21 |
10.45 |
Pengolahan Tanah |
2 |
Juli I |
11.42 |
10.85 |
Pengolahan Tanah |
3 |
Juli II |
11.65 |
10.62 |
Penanaman |
Total |
34.28 |
31.92 |
Penghematan 6,9% | |
Tabel 5. Nilai variabel-variabel T dan besarnya nilai T jika tanam cabai dilakukan pada Bulan Agustus I. | ||||
No |
Periode |
T padi (mm/hari) |
T cabai (mm/hari) |
Keterangan |
1 |
Juli I |
11.42 |
10.85 |
Pengolahan Tanah |
2 |
Juli II |
11.65 |
10.85 |
Pengolahan Tanah |
3 |
Agustus I |
11.88 |
11.05 |
Penanaman |
Total |
34.95 |
32.75 |
Penghematan 6,3% | |
Tabel 6. Nilai variabel-variabel T dan besarnya nilai T jika tanam cabai dilakukan pada Bulan Agustus II. | ||||
No |
Periode |
T padi (mm/hari) |
T cabai (mm/hari) |
Keterangan |
1 |
Juli II |
11.65 |
10.85 |
Pengolahan Tanah |
2 |
Agustus I |
11.88 |
11.29 |
Pengolahan Tanah |
3 |
Agustus II |
12.00 |
11.05 |
Penanaman |
Total |
35.53 |
33.19 |
Penghematan 6.6% |
Dari Tabel 3 sampai 6 berdasarkan analisis secara kuantitatif diperoleh hasil penghematan air irigasi dengan tanaman cabai sebagai tanaman sela tidaklah terlalu besar yaitu kurang dari 7%. Kondisi demikian karena luasan budidaya cabai relatif sempit hanya sekitar 10% dari total luasan lahan subak, serta kebutuhan air saat pengolahan tanah untuk tanaman padi hampir dua kali dibanding kebutuhan air saat persiapan lahan tanaman cabai. Penghematan air irigasi pada periode pengolahan tanah tersebut memberikan hasil yang berbeda tergantung pada jenis alat yang digunakan. Kebutuhan air saat pengolahan tanah dapat diturunkan menjadi sekitar 30% jika menggunakan bajak singkal dibanding bajak rotari (Artawan et al., 2019). Namun porositas tanah menghasilkan pengolahan tanah dengan bajak singkal lebih tinggi dibanding bajak rotari (Manik et al., 2017)
Pengolahan tanah untuk tanaman padi memerlukan air yang relatif banyak. Kebutuhan air untuk pengolahan tanah di lokasi penelitian masih lebih kecil dibandingkan dengan kebutuhan air untuk pengolahan tanah sawah pada Daerah Irigasi Bangbayang, Kabupaten Garut yang berkisar antara 12 sampai 14 mm/hari (Juhana et al., 2015).
Kebutuhan air untuk pengolahan tanah relatif besar terutama untuk penjenuhan tanah. Kebutuhan air untuk penggenangan saat pengolahan tanah umumnya tidak melebihi 15% dari total yang dibutuhkan (Karim et al., 2014). Kebutuhan air untuk penggenangan setelah tanah diolah bisa diabaikan, yang berarti setelah pengolahan tanah tidak harus ada penggenangan (Saharawat et al., 2010). Namun demikian jika pengolahan tanah segera dilanjutkan dengan penanaman, maka diperlukan air untuk penggenangan guna mencegah tanaman muda mengalami cekaman air. Dengan relatif besarnya jumlah air yang diperlukan pada saat pengolahan tanah untuk tanaman padi maka persentase penghematan penggunaan air dengan adanya tanaman cabai sebagai tanaman sela menjadi relatif kecil. Hal ini berarti dengan tanaman cabai sebagai tanaman sela yang luasnya kurang dari 10% dari total luas lahan budidaya padi, belum bisa dihandalkan dalam upaya penghematan air irigasi pengolahan tanah.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penghematan air irigasi terjadi pada saat pengolahan tanah sawah di subak jika terdapat budidaya tanaman cabai sebagai tanaman sela tidaklah banyak. Besarnya pengehematan air tersebut sekitar 6% jika luas budidaya tanaman cabai sekitar 10% dari luas budidaya tanaman padi. Hal ini berarti bahwa adanya perilaku petani yang membudidayakan cabai dengan luasan sekitar 10% dari tanaman padi tidak banyak membantu penghematan air irigasi pada subak khususnya pada saat pengolahan tanah.
Saran
Penghematan air irigasi akan lebih besar apabila budidaya tanaman sela dilakukan sampai 50% dari luasan kawasan subak. Kondisi tersebut perlu dikaji lebih lanjut. Di samping itu, perlu dikaji untuk tanaman sela jagung atau kedelai.
Daftar Pustaka
Artawan, G. B. A. B., Tika, I. W., & Sucipta, N.
-
(2019) . Pengolahan Tanah Menggunakan Bajak Singkal Lebih Sedikit Memerlukan Air Irigasi daripada Bajak Rotary. Jurnal BETA (Biosistem Dan Teknik Pertanian, 7(1), 120– 126.
https://doi.org/https://doi.org/10.24843/JBETA .2019.v07.i01.p01
Fuadi, N. A., Purwanto, M. Y. J., & Tarigan, S. D.
-
(2016) . Kajian Kebutuhan Air dan Produktivitas Air Padi Sawah dengan Sistem Pemberian Air Secara SRI dan Konvensional Menggunakan Irigasi Pipa. Jurnal Irigasi, 11(1), 23.
https://doi.org/10.31028/ji.v11.i1.23-32
Hardy, P. J. (2011). Kebutuhan dan Cara Pemberian Air Irigasi untuk Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa L .). Widyatech: Jurnal Sains Dan Teknologi, 10(3), 1–17.
Juhana, E. A., Permana, S., & Farida, I. (2015). Analisis Kebutuhan Air Irigasi Pada Daerah Irigasi Bangbayang UPTD SDAP Leles Dinas Sumber Daya Air dan Pertambangan Kabupaten Garut. Jurnal Konstruksi, 13(1).
Karim, M., Alam, M., Ladha, J., Islam, M., & Islam, M. (2014). Effect of different irrigation and tillage methods on yield and resource use efficiency of boro rice (Oryza sativa).
Bangladesh Journal of Agricultural Research, 39(1), 151–163.
https://doi.org/10.3329/bjar.v39i1.20165
Limantara, L. M. (2010). Hidrologi Teknik. Lubuk Agung.
Manik, A. P., Tika, I. W., & Aviantara, I. G. N. A.
-
(2017) . Studi Kasus Tentang Pengolahan Tanah Dengan Bajak Singkal Dan Rotary Terhadap Sifat Fisik Tanah Pada Budidaya Tanaman Padi Sawah. Jurnal BETA (Biosistem Dan Teknik Pertanian), 5(1), 61–67.
Priyonugroho, A. (2014). Analisis Kebutuhan Air Irigasi ( Studi Kasus Pada Daerah Irigasi Sungai Air Keban Daerah Kabupaten Empat Lawang ). Jurnal Teknik Sipil Dan Lingkungan, 2(3), 457–470.
Saharawat, Y. S., Singh, B., Malik, R. K., Jagdish, L. K., Gathala, M., & Kumar, V. (2010). Evaluation of alternative tillage and crop establishment methods in a rice-wheat rotation in North Western IGP. Field Crops Research, 116(3), 260–267.
https://doi.org/10.1016/j.fcr.2010.01.003
Sutawan, N. (2008). Organisasi dan Manajemen Subak di Bali. Pustaka Bali Post.
Windia, W. (2006). Transformasi sistem irigasi subak yang berlandaskan konsep Tri Hita Karana. Pustaka Bali Post.
Windia, W., Sumiyati, S., Suamba, I. K., & Tika, I. W. (2018). Teknik Pengelolaan Air pada Sistem Irigasi Subak di Bali (I. P. G. Budisanjaya (ed.)). Hikari Jnana.
91
Discussion and feedback