PERBANDINGAN PENYELESAIAN KASUS TINDAKAN EKSPERIMEN MEDIS SAAT PERANG DUNIA II DAN PERANG IRAK

Agnes M. Aprilia E.A., Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

Tjokorda Istri Diah Widyantari Pradnya Dewi, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Eksperimen medis yang dilakukan pemerintahan Nazi Jerman ketika Perang Dunia II (PD II) sangatlah kejam dan melukai hati nurani masyarakat internasional. Hingga saat PD II berakhir, para penjahat perang tersebut diadili di Pengadilan Nuremberg, khususnya Doctors’ Trial. Berbeda dengan saat Perang Irak, dimana AS menginvasi Irak dan banyak melakukan pelanggaran berat, termasuk eksperimen medis yang dilakukan terhadap tawanan perang Irak. Tujuan dari penulisan ini untuk mengetahui bagaimana perbandingan penyelesaian kasus tindakan eksperimen medis saat PD II dan Perang Irak dan mengetahui apa sanksi yang dapat dihadapi AS. Kedua masalah dianalisis menggunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan perundang – undangan yang mengacu pada hukum pidana internasional dan hukum humaniter internasional. Hasil penelitian dan analisis menunjukkan bahwa penyelesaian kasus tindakan eksperimen medis saat PD II lebih efektif karena para penjahat perang diadili dan dihukum saat diadili di Pengadilan Nuremberg, namun tidak dengan AS, yang hanya menghukum para pelaku yang terlibat dalam tindakan penyiksaan tersebut dalam pengadilan militernya sendiri tanpa bisa diadili di ICC, yang sesungguhnya ICC memiliki wewenang untuk mengadili kejahatan yang dilakukan tentara AS tersebut. AS hanya mencari, mengadili, dan menghukum para pelaku dengan dikenai sanksi administrasi dan hukuman pidana penjara.

Kata Kunci : eksperimen medis, tawanan perang, kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan.

ABSTRACT

Medical experiments carried out by the Nazi Germany during World War II (WW II) were very cruel and hurt the conscience of the international community. At the end of WW II, the war criminals were tried in the Nuremberg Trial, especially Doctors' Trial. In contrast to the time of the Iraq War, where the US invaded Iraq and committed many serious violations, including medical experiments conducted on Iraqi prisoners of war. The purpose of this study is to find out how to compare the resolution of cases of medical experimental during WW II and the Iraq War and find out what punishments can be faced by the US. Both problems are analyzed using normative research methods with a statutory approach that refers to international criminal law and international humanitarian law. The results of research and analysis show that the resolution of cases of medical experimental during WW II was more effective because war criminals were tried and convicted when tried at the Nuremberg Trial, but not with the US, which only punished the perpetrators involved in torture in their own military court without can be tried at the ICC, which in fact ICC has the authority to prosecute crimes committed by the US army. The US only seeks, hears, and punishes perpetrators with administrative sanctions and imprisonment.

Keywords : medical experiments, prisoners of war, war crimes, crimes against humanity.

  • 1.    Pendahuluan

    • 1.1.    Latar Belakang

Telah terjadi ribuan bahkan jutaan konflik di muka bumi ini, yang kemudian terkonversi menjadi perang, dan menghilangkan jutaan nyawa. Pada abad kedua puluh, terjadi Perang Dunia I (1914-1918) yang menandai konflik besar pertama berskala internasional. Selain karena konfliknya yang besar dan berskala luas, Perang Dunia I juga menjadi salah satu perang yang mampu mengubah dan membentuk sejarah. Perang Dunia I memiliki sebutan lain, yaitu “the war to end all wars” atau yang berarti “perang untuk mengakhiri segala perang”.1 Sebutan ini bisa dikatakan idealis, yang setelahnya digunakan dengan nada mengejek. Karena di samping artinya untuk mengakhiri perang, justru selanjutnya pecah Perang Dunia II.

Banyaknya negara yang terlibat dalam Perang Dunia II membuat banyak hal keji yang terjadi selain di medan perang, salah satunya eksperimen medis. Eksperimen medis yang tidak etis atau Unethical human experimentation adalah eksperimen medis yang melanggar prinsip – prinsip etika medis. Selama Perang Dunia II, Jepang dan Jerman melakukan eksperimen medis yang brutal terhadap tahanan maupun warga sipil. Di Jepang sendiri, dikenal adanya Unit 731, yaitu unit rahasia untuk pengembangan senjata biologis.2 Di Jerman, eksperimen – eksperimen medis ini dilakukan secara individual oleh dokter maupun ilmuwan. Eksperimen dilakukan terhadap sejumlah besar tahanan, termasuk anak – anak, dan yang menjadi target utama adalah orang – orang Gypsies (Roma), Sinti, etnik Polandia, tawanan perang Soviet, orang Jerman yang disabilitas dan orang – orang Yahudi diseluruh Eropa.3 Berbagai eksperimen keji yang dilakukan, dibagi menjadi tiga (3) kategori, yaitu; Eksperimen yang berurusan dengan kelangsungan hidup personel militer, eksperimen untuk menguji obat – obatan dan perawatan, dan eksperimen untuk mengedepankan tujuan – tujuan ideologi rasial Nazi. Perlu diketahui bahwa eksperimen – eksperimen ini dilakukan tanpa adanya persetujuan pasien dan pengamanan apapun.

Beberapa eksperimen dilakukan dengan beberapa tahanan dijadikan berbagai eksperimen berbahaya yang disiapkan untuk menolong personil militer Jerman dalam situasi pertempuran, pembuatan senjata baru, membantu pemulihan personil militer yang terluka dan untuk memajukan ideologi rasial Nazi.4 Ideologi rasial Nazi, adalah bahwa sejak tahun 1933-1945, pemerintah Nazi Jerman yang dipimpin oleh Adolf Hitler mengedepankan nasionalisme yang menggabungkan ekspansi teritoial, mengklaim keunggulan biologis dari “ras Arya” (Aryan master race), dan antisemitisme yang biadab. Tentu saja ideologi rasis ini didukung dan dilegitimasi oleh para ilmuwan Jerman, sehingga Nazi berusaha untuk melenyapkan semua orang Yahudi Eropa, yang pada akhirnya membunuh enam juta (6.000.000) orang dalam Holocaust.

Banyak orang lain juga menjadi korban penganiayaan dan pembunuhan dalam kampanye Nazi untuk membersihkan masyarakat individu – individu Jerman yang dipandang sebagai ancaman terhadap “kesehatan” bangsa. 5

Banyak pula eksperimen yang dilakukan di kamp – kamp dimaksudkan untuk memfasilitasi kelangsungan hidup personil militer dari blok Poros di lapangan. Sebagai contoh, di Dachau, Dr. Sigmund Rascher, seorang dokter dari angkatan udara Jerman melakukan eksperimen guna membantu Pilot Jerman dengan mencoba ketinggian pada tahanan untuk menentukan ketinggian maksimum dari mana awak pesawat yang rusak dapat terjun paying ke tempat yang aman. 6 Para ilmuwan disana juga melakukan eksperimen pembekuan pada tahanan untuk menemukan pengobatan yang efektif untuk hipotermia.7 Tahanan juga digunakan untuk menguji berbagai metode untuk membuat air laut dapat diminum.8

Eksperimen lain juga ada yang bertujuan untuk mengembangkan dan menguji obat – obatan dan metode perawatan untuk cedera dan penyakit. Selain penduduk sipil, para prajurit Soviet yang dijadikan tawanan perang oleh Nazi Jerman, juga dijadikan subjek eksperimen, salah satu kasus yaitu eksperimen apa yang disebut “famine experiments” yang dilakukan oleh Dr. Heinrich Berning, dimana ia membuat para tahanan tersebut mati kelaparan. Dan beberapa di Zhitomir ditembaki dengan menggunakan peluru dum-dum yang sudah jelas dilarang Konvensi Den Haag 1899. Beberapa prajurit yang ditembaki tersebut nantinya akan diteliti oleh dokter Jerman untuk dilihat dampaknya pada tubuh manusia.9

Tidak sedikit subjek yang mati akibat eksperimen yang dilakukan Nazi, sementara banyak yang lain dibunuh setelah tes selesai untuk mempelajari efek post mortem.10 Subjek – subjek yang selamat dibiarkan membusuk, mengalami penderitaan berat, dan tekanan mental.11 Hingga setelah Perang Dunia II, para dokter yang bertanggungjawab atas tindakan eksperimen medis yang dilakukannya ditangkap oleh pasukan Sekutu dan diadili di Doctors’ Trial. Dengan diadilinya para penjahat perang di Pengadilan Nuremberg, yang juga menjadi pelopor dalam perkembangan hukum pidana internasional, tentu kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan pada saat Perang Dunia II tidak akan terulang kembali.

Namun kenyataannya, pada tahun 2003 saat pasukan Amerika Serikat (AS) menduduki Irak dalam upaya untuk menggulingkan pemerintahan Saddam Hussein, juga tidak sedikit terjadi pelanggaran – pelanggaran terhadap Hukum Internasional,

khususnya Hukum Humaniter.12 Amerika Serikat yang pada saat Perang Dunia II merupakan salah satu negara pemenang dan negara yang mengadili para penjahat perang, sejak dulu ada yang pendapat yang mengatakan bahwa kekejaman saat Perang Dunia II tidak hanya dilakukan oleh pemerintahan Nazi Jerman saja, tapi dilakukan pula oleh Amerika Serikat. Jika melihat apa yang terjadi saat pendudukan Irak oleh pasukan AS saat itu, bisa dikatakan AS telah mencoreng nama baiknya di mata dunia.

AS ingin menggulingkan pemerintahan Saddam Hussein dikarenakan Irak dituduh sedang mengembangkan senjata pembunuhan massal yang bisa mengancam keamanan nasional. Selain itu, AS juga mengkampanyekan antiterorisme dan mengecam siapapun yang mendukung ataupun memiliki senjata nuklir, biologi, dan kimia. Pernyataan tersebutlah yang menjurus kepada negara – negara yang memiliki senjata tersebut, salah satunya Irak. Namun, pada saat pendudukan Irak oleh pasukan AS, tidak serta merta terjadi konflik saja, dikatakan bahwa pasukan AS melakukan banyak pelanggaran terhadap Hukum Humaniter. Awalnya, pelanggaran yang dilakukan pasukan AS terhadap tawanan perang Irak tidak diketahui, hingga salah satu kanal televisi di AS menayangkan dokumentasi yang menunjukkan perlakukan tidak berprikemanusiaan yang dilakukan militer AS. Para tawanan perang Irak tersebut diperlakukan dengan keji, ada yang sengaja dibunuh, penyiksaan, sengaja menyebabkan penderitaan dan luka berat pada tubuh, hingga eksperimen medis.13

Banyaknya tindakan kejam yang dilakukan pasukan AS terhadap tawanan Irak sangatlah mengerikan, salah satunya eksperimen medis. Eksperimen tersebut dilakukan di penjara Abu Ghraib, dengan cara anggota tubuh tawanan tersebut yang diantaranya mata, kaki, lengan hingga organ dalam seperti ginjal14, dicuri dan digunakan untuk operasi medis pada tubuh tentara AS yang terluka akibat perang. Sejak dahulu, setiap terjadi peperangan, kekejaman tidak hanya terjadi di medan pertempuran, tetapi dapat terjadi dimana saja. Bahkan ketika seseorang yang sudah tidak aktif dalam pertempuran dan jatuh ke pihak lawan, maka statusnya menjadi tawanan perang dan diperlakukan sebagaimana tawanan perang semestinya. Tidak seharusnya tawanan perang dijadikan sasaran penyiksaan hingga eksperimen medis.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, perlu bagi penulis untuk membahas bagimana perbedaan penyelesaian suatu tindakan eksperimen medis dalam situasi perang, seperti Perang Dunia II dengan Perang Irak, serta bagaimana seharusnya pertanggungjawaban dari AS atas tindakan yang dilakukan tentaranya. Karena tindakan eksperimen medis termasuk tindakan penyiksaan yang tentunya melanggar etika kemanusiaan dan HAM berat dan termasuk tindak pidana internasional15 yang seharusnya dijunjung tinggi setiap orang. Perlu bagi penulis juga untuk membandingkan penyelesaian kasus tindakan eksperimen medis masa lampau dengan tindakan eksperimen yang baru karena tindakan tersebut merupakan kejahatan

terhadap kemanusiaan yang melukai hati nurani masyarakat internasional. Sebab kesadaran manusia mengenai hak – hak asasi manusia ini menjadi dampak atas kejahatan – kejahatan yang terjadi di masa lampau.16 Tulisan ini memfokuskan kepada perbandingan penyelesaian tindakan eksperimen medis yang dilakukan pemerintahan Nazi Jerman ketika PD II dengan tindakan eksperimen medis yang dilakukan tentara AS terhadap tawanan perang Irak. Setelah meninjau dari beberapa artikel, jurnal, dan sumber publikasi terdahulu, sebagai referensi penulisan, penulis menggunakan artikel jurnal milik Nadya Saffina Karim pada tahun 2017 yang berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Tawanan Perang Yang Dijadikan Eksperimen Medis Pada Perang Dunia KeII (Studi Kasus: Unit 731)”.17 Kemiripan dari pembahasan artikel ini dengan artikel penulis terletak pada penggunaan tindakan eksperimen medis pada saat Perang Dunia II, akan tetapi jika penelitian oleh Nadya Saffina Karim mengenai studi kasus Unit 731 dengan meninjau dari beberapa pengaturan internasional, artikel ini memfokuskan pada tindakan eksperimen medis yang dilakukan pemerintahan Nazi Jerman dengan membandingkan penyelesaian tindakan tersebut dengan tindakan yang dilakukan tentara AS pada saat Perang Irak. Referensi kedua, penulis menggunakan artikel dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Internasional Terhadap Kasus Kekerasan Militer Amerika Serikat Kepada Tahanan Perang Afganistan”18 milik Fikry Latukau. Namun artikel Fikry memfokuskan pada tindakan yang dilakukan tentara AS terhadap tawanan perang Afghanistan, sedangkan penulis menggunakan tawanan perang Irak yang disiksa tentara AS sebagai perbandingan dengan yang dilakukan pemerintahan Nazi Jerman. Selebihnya, rumusan masalah, tujuan maupun hasil penelitian artikel ini berbeda dengan artikel – artikel terdahulu.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, timbul permasalahan yang akan dibahas, yaitu:

  • 1.    Bagaimanakah perbandingan penyelesaian kasus tindakan eksperimen medis yang dilakukan pemerintahan Nazi Jerman saat PD II dengan eksperimen medis yang dilakukan tentara AS terhadap tawanan perang Irak saat Perang Irak?

  • 2.    Apa sanksi yang dapat dijatuhkan kepada AS?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Adapun penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perbandingan penyelesaian kasus tindakan eksperimen medis yang dilakukan pemerintahan Nazi Jerman saat PD II dengan eksperimen yang dilakukan tentara AS terhadap tawanan perang Irak saat Perang Irak serta untuk mengetahui apa sanksi yang dapat dijatuhkan kepada AS.

  • 2.    Metode Penelitian

Metode Penelitian yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah jenis penelitian normatif. Jenis metode penelitian ini merupakan metode dengan meneliti bahan – bahan pustaka. Penelitian ini menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach). Konsep metode penelitian normatif menggunakan hukum sebagai norma atau kaidah yang menjadi acuan untuk manusia agar berperilaku yang dianggap pantas. 19

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1.    Perbandingan Penyelesaian Kasus Tindakan Eksperimen Medis yang Dilakukan Pemerintahan Nazi Jerman Saat PD II Dengan Eksperimen Medis yang Dilakukan Tentara AS Terhadap Tawanan Perang Irak Banyaknya kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan pemerintahan Nazi Jerman ketika PD II cukup melukai hati nurani masyarakat internasional. Sampai saat ini pun, masih saja terjadi kejahatan – kejahatan diberbagai belahan dunia dengan berbagai macam jenis kejahatan. Karena kejahatan itu sendiri tidak akan bisa dimusnahkan dan akan selalu ada, maka dari itu perlunya penegakan hukum yang lebih tegas. Namun, apa yang terjadi saat Perang Irak dan yang dilakukan tentara AS terhadap tawanan perang Irak juga merupakan suatu tindakan tidak bermoral yang seakan tidak mengenal kemanusiaan, juga mencoreng citra negaranya sendiri. Bahkan bisa dikatakan suatu “dosa besar” AS pada abad modern. 20

Apa yang dilakukan tentara AS terhadap tawanan perang Irak sangat tidak menghargai HAM. Para tentara AS tidak segan untuk sengaja membunuh, menyiksa, bahkan melakukan tindakan eksperimen medis. Para tawanan perang Irak tersebut disiksa dengan berbagai cara dan metode. Penyiksaan dengan berbagar metode ini dilaukan untuk menghasilkan penderitaan dari tawanan tersebut agar memperoleh pengakuan atau informasi.21 Dan metode – metode yang dilakukan pun kejam, hingga dapat menyebabkan penderitaan secara fisik maupun mental.

Banyaknya kejahatan – kejahatan yang dilakukan oleh tentara AS terhadap tawanan perang Irak, mengantarkan mereka untuk berbuat lebih jauh lagi, seperti eksperimen medis. Anggota tubuh tawanan diambil dan dicuri, kemudian digunakan untuk operasi bagi para tentara AS yang terluka akibat perang. Ekpserimen ini tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di pemerintahan Nazi Jerman. Pada saat itu, eksperimen dilakukan dengan tujuan membantu kelangsungan hidup tentara dari blok Poros. Karena ketika tawanan perang tersebut sudah tidak berdaya, mereka akan dijadikan subjek eksperimen guna memperkuat pasukan dari pihak yang menawannya. Bagaimanapun, semestinya ketika kondisi kehidupan mereka selama

penawanan pun tetap tidak melupakan hak asasi yang dimiliki para tawanan tersebut.22

Jika dibandingkan dengan penyelesaian kasus tindakan eksperimen medis saat PD II, memang berbeda dikarenakan ketika PD II usai, para penjahat perang tersebut diadili di Pengadilan Nuremberg. Selain itu, para pelaku tindakan eksperimen medis saat itu diadili dalam Doctors’ Trial, dan pada saat itu para penjahat perang maupun pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan diadili oleh negara – negara pemenang perang. Pada saat Doctors’ Trial, dokter - dokter Nazi Jerman beranggapan dalam pembelaan bahwa military necessity atau kepentingan militer membenarkan eksperimen yang mereka lakukan, dan mereka juga membandingkan korban eksperimen tersebut dengan kerusakan – kerusakan yang diakibatkan pemboman oleh Sekutu. Namun, pembelaan tersebut tentu ditolak Pengadilan dan pembelaan itu juga tidak dapat dibenarkan pada eksperimen anak kembar yang dilakukan Josef Mengele, yang sama sekali tidak berkaitan dengan kepentingan militer. Tentu saja kepentingan militer ini juga merupakan salah satu asas dalam Hukum Humaniter dan beberapa dokter Nazi Jerman melanggar asas tersebut.

Para pelaku kejahatan perang tersebut didakwa melakukan kejahatan perang dengan melakukan eksperimen medis yang keji terhadap tawanan perang dan penduduk sipil tanpa adanya persetujuan, yang mengakibatkan kematian, penyiksaan dan tindakan tidak manusiawi lainnya. Mereka juga didakwa melakukan pembunuhan massal terhadap tawanan perang dan penduduk sipil di negara – negara yang diduduki Nazi Jerman.23 Hingga setelah hampir 140 hari proses persidangan, termasuk kesaksian dari 85 saksi dan penyerahan hampir 1.500 dokumen, para hakim Amerika Serikat menyatakan putusannya bahwa 16 dokter dinyatakan bersalah dan 7 dokter lainnya dijatuhi hukuman mati.

Tetapi yang terjadi saat Perang Irak usai tidak seperti saat PD II usai. Karena AS menyatakan sebagai pemenang perang dan perang telah berakhir. 24 Perang yang berlangsung selama delapan (8) tahun itu berakhir pada 2011. Dan tidak ada pengadilan apapun untuk AS. Sampai sekarang, alasan mengapa perang ini terjadi masih menjadi kontroversi. Bahkan, yang sejak awal dikatakan bahwa Irak sedang mengembangkan senjata pemusnah massal, justru tidak pernah ditemukan. Akibatnya, invasi ke Irak pada saat itu menjadi perang yang paling memicu perselisihan dan menjadi kegagalan intelijen terbesar dalam sejarah. 25

Terlepas dari tindakan eksperimen medis yang dilakukan Nazi Jerman dan eksperimen yang dilakukan tentara AS, eksperimen yang dilakukan sangat menyimpang dari etika medis. Ditambah dengan adanya penyiksaan hingga

perlakuan yang tidak manusiawi, yang menyebabkan penderitaan yang berat hingga trauma. Bahkan ada yang sampai dibiarkan meninggal. Karena itu, dewasa ini negara maupun individu sebagai harus berupaya untuk mencegah adanya tindakan – tindakan penyiksaan hingga eksperimen medis yang menyimpang, dan berupaya untuk menegakkan dan memberikan perlindungan hak asasi manusia mengenai bebas dari penyiksaan, yang bisa disebut state obligation.26

Sudah seharusnya mereka yang disebut penduduk sipil maupun tawanan perang, harus dilindungi tanpa memandang ras, agama atau apapun, bukan untuk dijadikan subjek eksperimen keji, terlepas dari apapun tujuan dilakukannya eksperimen tersebut. Karena apa yang dinamakan eksperimen medis apalagi tanpa adanya persetujuan dengan orang yang akan dijadikan subjek eksperimen saja sudah tidak menghargai dan apa yang namanya hak asasi manusia, ditambah eksperimen – eksperimen yang dilakukan sangat tidak manusiawi, ditambah adanya penyiksaan yang menyebabkan penderitaan berat. Seperti yang tercantum dalam Konvensi Jenewa IV Tahun 1949 yang mengatur Perlindungan Orang Sipil Pada Masa Perang, terdapat perlindungan umum yang dimaksudkan tidak diskriminatif dalam pemberian perlindungan terhadap penduduk sipil karena mereka yang disebut penduduk sipil adalah orang-orang yang tidak aktif dalam pertempuran.27 Dan kepada mereka tidak boleh dilakukan tindakan eksperimen medis, segala jenis penyiksaan yang dapat menyebabkan penderitaan fisik dan mental, dan tindakan – tindakan lainnya sebagaimana diatur dalam Pasal 27-34 Konvensi Jenewa IV Tahun 1949.

Maka dari itu, melihat banyaknya situasi yang menerapkan penyiksaan, maka diterbitkannya Konvensi Menentang Penyiksaan (Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment) pada tahun 1984 dan mulai berlaku sejak 26 Juni 1987. 28 Dalam Konvensi ini, penyiksaan termasuk perbuatan yang sengaja yang menimbulkan rasa sakit dan penderitaan, baik fisik maupun mental. Maka dari itu, penting adanya prinsip kemanusiaan dalam kehidupan, khususnya dalam melakukan eksperimen medis yang sesuai etika dan persetujuan subjek, tanpa adanya penyiksaan. Karena prinsip kemanusiaan merupakan salah satu prinsip yang mendasar dalam hukum humaniter internasional.29

  • 3.2.    Sanksi yang Dapat Dijatuhkan Kepada Amerika Serikat

Dengan dinyatakannya AS sebagai pemenang dalam Perang Irak, maka berakhir pula invasi tersebut dengan ditarik kembali seluruh pasukan AS yang ada di Irak. Tetapi, selama masa pendudukan AS di Irak, banyak pelanggaran – pelanggaran yang dilakukan AS terhadap tawanan perang Irak. Selain itu, AS juga memenuhi unsur – unsur kejahatan perang serta tindak pidana kejahatan berat, jika merujuk pada beberapa hukum internasional. AS tentunya melanggar ketentuan – ketentuan dalam Konvensi Jenewa III mengenai perlindungan terhadap tawanan perang, dengan

melakukan pembunuhan yang disengaja, penyiksaan, inhuman treatment, menyebabkan penderitaan yang disengaja, menyebabkan luka berat pada tubuh, dan eksperimen medis. Termasuk Protokol Tambahan I tahun 1977 (Protocol Additional to The Geneva Convention of 12th August 1949, and Relating to the Protection of Victims of International Armed Conflicts). AS juga melanggar ketentuan dalam DUHAM, khususnya dalam Pasal 5 dan Pasal 7. Bahwa dimanapun, tiap orang bebas dari perlakuan yang kejam dan tidak manusiawi, penyiksaan, bebas dari perlakuan yang dapat menurunkan martabat seseorang, serta tiap orang berhak mendapatkan perlindungan yang bebas dari kekerasan dan diskriminasi.

Bahkan secara jelas disebutkan dalam Konvensi Jenewa III Tahun 1949 Tentang Perlakuan Terhadap Tawanan Perang, khususnya dalam Pasal 13 yang menyatakan tawanan perang semestinya diperlakukan secara manusiawi dan jika terjadi kelalaian hingga mengancam kesehatan tawanan perang hingga menyebabkan kematian maka dianggap pelanggaran berat terhadap Konvensi. Selanjutnya dalam Pasal ini juga menyebutkan bahwa tawanan perang dilarang untuk dijadikan subjek eksperimen medis. Ditinjau menurut Statuta Roma 1998, eksperimen medis merupakan tindakan terlarang dan pelanggaran berat terhadap Konvensi Jenewa 1949. Hal tersebut tercantum dalam Pasal 8 ayat (2) Statuta Roma 1998.

Karena banyaknya kejahatan yang dilakukan oleh tentara AS terhadap tawanan perang Irak, tentu ada konsekuensi yang akan dihadapi nantinya. Telah diatur dalam Konvensi Jenewa III Tahun 1949 mengenai bagaimana kewajiban negara dan sebagainya, khususnya dalam Pasal 129 bahwa negara mesti mencari, mengadili, dan menghukum para pelaku yang melakukan kejahatan terhadap tawanan perang, terutama pelanggaran terhadap hak – haknya, termasuk orang yang memberi perintah untuk melakukan tindakan tersebut. Dalam Pasal 129 juga menyebutkan mengenai sanksi yang dapat diberikan yaitu sanksi pidana yang tertulis “to provide effective penal sanctions”. Bahkan tindakan yang dilakukan tentara AS memenuhi unsur tindak pidana yang terdapat pada Statuta Roma 1998, khususnya Pasal 8 ayat 2a.

Dan untuk melaksanakan Pasal 129 Konvensi Jenewa III 1949, AS telah menangkap, mengadili, dan menghukum beberapa personil militernya yang bertanggungjawab atas tindakan penganiayaan dan penyiksaan tawanan perang Irak. Para personil militer yang terlibat tersebut dikenakan hukuman pidana, sesuai ketentuan Pasal 129 Konvensi Jenewa III 1949 dan terbukti melakukan tindakan penyiksaan tersebut. Mereka dijatuhi hukuman pidana penjara dengan sanksi administrasi berupa penurunan pangkat hingga pemecatan. Mengenai pelanggaran terhadap hak – hak tawanan perang tersebut, AS menerapkan hukum militernya untuk menghukum para pelaku yang terlibat yang bertanggungjawab maupun yang lalai dalam menjalankan tugas. Hukum yang digunakan tersebut adalah Uniform Code of Military Justice.

Akibat dari segala tindakan kejahatan yang dilakukan tentara AS, mereka diadili dalam pengadilan militernya sendiri dan tidak dapat diadili dalam ICC dikarenakan AS tidak mengakui ICC, padahal sebenarnya para pelaku tindakan kejahatan tersebut dapat diadili di ICC dan ICC memiliki wewenang dalam mengadili kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan tentara AS. Namun, AS tidak akan membiarkan pasukannya diadili dimanapun selain di

pengadilannya sendiri, dan hal tersebut merupakan bentuk AS dalam upaya melindungi warga negaranya dan perwujudan dari prinsip State Sovereignity. 30

  • 4.    Kesimpulan

Berdasarkan analisis kedua rumusan masalah, maka dapat disimpulkan bahwa ketika masa Perang Dunia II, pemerintahan Nazi Jerman melakukan eksperimen medis yang keji dan tidak manusiawi terhadap tawanan perang dan penduduk sipil. Eksperimen ini banyak dilakukan oleh dokter – dokter petinggi Nazi Jerman dan mengakibatkan penderitaan yang berat, baik fisik maupun mental, serta trauma berkepanjangan dan tidak sedikit yang berakhir dengan kematian. Pada akhir Perang Dunia II, para pejabat tinggi Nazi Jerman diadili di Pengadilan Nuremberg sebagai akibat kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang mereka lakukan. Termasuk dokter – dokter Nazi Jerman yang melakukan eksperimen medis tanpa persetujuan orang yang dijadikan subjek, diadili dalam salah satu rangkaian pengadilan untuk mengadili kejahatan perang yang dilakukan Nazi Jerman yaitu Doctors’ Trial. Berbeda dengan era okupasi Irak oleh AS ketika Perang Irak 2003 berlangsung, banyak pula kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh para tentara AS terhadap tawanan perang Irak, salah satunya tindakan eksperimen medis. Akibat dari apa yang dilakukan tentara AS tersebut, pemerintah AS hanya mengadili dan menghukum para pelaku yang terlibat tindakan penyiksaan tersebut tanpa membawanya ke ICC sekalipun, karena AS tidak mengakui ICC dan hanya mengadili di pengadilan militernya sendiri. Jika dibandingkan, penyelesaian kasus kejahatan perang pada PD II lebih efektif karena langsung diadili dan dihukum ketika PD II usai oleh negara – negara pemenang. Walaupun terbukti tentara AS melakukan tindakan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan, mereka seharusnya bertanggungjawab atas apa yang telah dilakukannya, terutama kepada tawanan perang Irak. Karena kejahatan yang dilakukan termasuk international crime yang dimana bersifat universal dalam hukum internasional maka dapat berlaku terhadap state party maupun non state parties. Maka berdasarkan prinsip universal tersebut semua negara dapat diadili dalam ICC, karena ICC memiliki wewenang untuk mengadili kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh tentara AS.

Sebagai saran, bahwa sudah seharusnya setiap manusia harus diberlakukan secara layak dan manusiawi, dimanapun mereka berada, terlepas dari ras, keyakinan atau apapun. Tidak sepantasnya pula manusia dijadikan eksperimen yang keji, terutama jika eksperimen yang dilakukan tidak sesuai prosedur standar dan tidak ada persetujuan dari orang yang bersangkutan. Karena apa yang dinamakan eksperimen medis yang tanpa ada persetujuan sudah pasti menyimpang dari aturan dan sangat tidak menghargai hak asasi manusia. Para penjahat perang dan kejahatan kemanusiaan yang melakukan kejahatan yang tidak manusiawi dan melukai hati nurani bahkan keadilan memang seharusnya dihukum. Selain itu, eksperimen yang dibenarkan dan layak dilakukan jika ada persetujuan dan tentunya ada manfaatnya untuk masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Amirudin dan H. Zainal Asikin, (2010), Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Press, Jakarta

Annas, G. J., & Grodin, M. A. (1992). The Nazi doctors and the Nuremberg code. Human rights in human experimentation.

Berenbaum, M., & DC) US Holocaust Memorial Museum (Washington. (1993). The world must know: The history of the Holocaust as told in the United States Holocaust Museum. Little, Brown.

Burleigh, M. (2012). The Third Reich: a new history. Pan.

Diantha, I. M. P., & SH, M., (2018), Hukum Pidana Internasional: Dalam Dinamika Pengadilan Pidana Internasional, Prenada Media, Jakarta.

Park, Y. (2012). The dark side: Immigrants, racism, and the American way. iUniverse.

Spitz, V. (2005). Doctors from hell: The horrific account of Nazi experiments on humans. Sentient Publications.

Jurnal:

Annisa, Futty Suci, Joko Setiyono, and M. Kabul Supriyadhie. "KONTRIBUSI INTERNATIONAL COMMITTEE OF THE RED CROSS (ICRC) DALAM PERLINDUNGAN TAWANAN PERANG YANG MENGALAMI PENYIKSAAN DI PENJARA ABU GHRAIB IRAK." Diponegoro Law Journal 8, no. 2 (2019): 1166-1183.

Berger, R. L. (1990). Nazi science—the Dachau hypothermia experiments. New England journal of medicine, 322(20), 1435-1440.

Danial, Danial. "PENGHORMATAN PRINSIP-PRINSIP KEMANUSIAAN TERHADAP TAWANAN PERANG DALAM KONFLIK BERSENJATA MENURUT KONVENSI JENEWA III TAHUN 1949 (Studi Kasus Penyiksaan Tawanan Perang AS Di Penjara Guantanamo)." Jurnal Idea Hukum 1, no. 2 (2015).

Dewi, Mira Nila Kusuma. "Tinjauan Yuridis Atas Tindakan Tentara Amerika Serikat Terhadap Tawanan Perang Irak." Jurisprudentie: Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum 3, no. 1 (2016): 95-108.

H. S, Hassya Aulianisa; ASTARIYANI, Ni Luh Gede. TINJAUAN YURIDIS KEJAHATAN KEMANUSIAAN PENYIKSAAN (TORTURE) TERHADAP MASYARAKAT SINAI MENURUT STATUTA ROMA 1998. Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum, [S.l.], v. 7, n. 6, p. 1-16, june 2019.

Karim, N. S. (2017). Tinjauan Yuridis terhadap Tawanan Perang yang Dijadikan Eksperimen Medis pada Perang Dunia Ke-ii (Studi Kasus: Unit 731). Diponegoro Law Journal, 6(2), 1-11.

Katz, J. (1997). Human sacrifice and human experimentation: reflections at Nuremberg. Yale J. Int'l L., 22, 401.

Latukau, Fikry. "Penegakan Hukum Pidana Internasional Terhadap Kasus Kekerasan Militer Amerika Serikat kepada Tahanan Perang Afganistan." Jurnal Penelitian Hukum De Jure 20, no. 2 (2020): 153-164.

Mardiatiwi, Fria Almira. "Pelanggaran Berat Hukum Humaniter (Studi Kasus Tentang Tawanan Perang Irak Di Penjara Abu Ghraib)." terAs Law Review 4, no. 7 (2019).

Nurcahyawan, Teddy, and Cahyadi Isman. "Pelaksanaan Konvensi Jenewa III Tahun 1949 tentang Perlindungan Tawanan Perang (Studi Kasus: Penyiksaan oleh Personil Militer Amerika Serikat di Penjara Abu Ghraib)." Era Hukum-Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum 9, no. 1 (2019).

Paparang, Fatmah. "URGENSI RATIFIKASI KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN TAHUN 1984." LEX ADMINISTRATUM 3, no. 1 (2015).

Patra, Rommy. "Perlindungan Hak Konstitusional untuk Bebas dari Penyiksaan di Indonesia." Jurnal Konstitusi 15, no. 3 (2018): 565-591.

Puspita, L. PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TAWANAN PERANG BERDASARKAN KONVENSI JENEWA III TAHUN 1949 DAN DECLARATION OF HUMAN RIGTHS.

Tani, Queency Chelses Femmy. "KAJIAN HUKUM HUMANITER DAN HAM MENGENAI PELANGGARAN TERHADAP PRINSIP-PRINSIP KEMANUSIAAN TAWANAN PERANG." LEX ET SOCIETATIS 7, no. 3 (2019).

Weindling, Paul, Anna von Villiez, Aleksandra Loewenau, and Nichola Farron. "The victims of unethical human experiments and coerced research under National Socialism. " Endeavour 40, no. 1 (2016): 1-6.

Yustitianingtyas, L. (2016). PERLINDUNGAN ORANG SIPIL DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 2(1).

Website:

Alison Bateman, 2015, Even without written codes, ethical standards for human research existed before World War II, https://theconversation.com/even-without-written-codes-ethical-standards-for-human-research-existed-before-world-war-ii-41219, diakses pada 23 Mei 2020.

BBC      News,      The      war      to      end      all      wars,

http://news.bbc.co.uk/2/hi/special_report/1998/10/98/world_war_i/198 172.stm

Dachau: Seawater  Experiments,  https://www.jewishvirtuallibrary.org/sea-water-

experiments, diakses tanggal 10 Mei 2020.

Elin Yunita Kristanti, 2019, 19-3-2003: Dimulainya Perang Irak yang Dilandasi Kebohongan, https://www.liputan6.com/global/read/3919962/19-3-2003-dimulainya-perang-irak-yang-dilandasi-kebohongan

Fazil Pamungkas, M., Unit 731, Alat Pembunuh Massal Militer Jepang, https://historia.id/militer/articles/unit-731-alat-pembunuh-massal-militer-jepang-Dwj14

Jennifer Rosenberg, 2019, A History of Mengele's Gruesome Experiments on Twins, https://www.thoughtco.com/mengeles-children-twins-of-auschwitz-1779486, diakses tanggal 12 Mei 2020.

Nashih Nashrullah, Perak Irak 2003, Dosa Besar Amerika Serikat Abad Modern, https://republika.co.id/berita/qbxawi320/perang-irak-2003-dosa-besar-amerika-serikat-abad-modern,

Peter    Tyson,    2000,     Holocaust    The     Trial:    The    Experiments,

https://www.pbs.org/wgbh/nova/holocaust/experiside.html, diakses tanggal 12 Mei 2020.

Susan D. Bachrach, 2004, Deadly Medicine:  Creating the Master  Race,

https://encyclopedia.ushmm.org/content/en/article/deadly-medicine-creating-the-master-race?series=19222, diakses tanggal 10 Mei 2020.

The Dirty War:  Torture and mutilation used on Iraqi 'insurgents',

https://www.independent.co.uk/news/world/middle-east/the-dirty-war-torture-and-mutilation-used-on-iraqi-insurgents-328158.html

United States Holocaust Memorial Musem. “Deadly Medicine: Creating The Master Race”. Holocaust                                                 Encyclopedia.

https://encyclopedia.ushmm.org/content/en/article/deadly-medicine-creating-the-master-race?series=19222, diakses tanggal 10 Mei 2020.

United States Holocaust Memorial Museum. “Nazi Medical Experiments”. Holocaust Encyclopedia. https://encyclopedia.ushmm.org/content/en/article/nazi-medical-experiments, diakses tanggal 10 Mei 2020.

United States Holocaust Memorial Musem, The Doctors Trial: The Medical Case Of The Subsequent                    Nuremberg                    Proceedings,

https://encyclopedia.ushmm.org/content/en/article/the-doctors-trial-the-medical-case-of-the-subsequent-nuremberg-proceedings, diakses pada 30 Mei 2020.

Konvensi – Konvensi:

Statuta Roma 1998

Konvensi Den Haag IV 1907

Konvensi Jenewa III 1949

Convention Against Torture (CAT)

Jurnal Kertha Wicara Vol. 9 No. 10 Tahun 2020, hlm. 1-13