PENGATURAN PENGGUNAAN SENJATA API OLEH MASYARAKAT SIPIL BERDASARKAN PERATURAN

KEPALA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 18 TAHUN 2015*

Rainer S.C. Sinaga, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: rainersinaga@gmail.com

Sagung Putri M.E. Purwani, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: sg_putri@yahoo.co.id

ABSTRAK

Indonesia sebagai negara hukum, dalam hal mengenai senjata api sudah memiliki peraturan mengenai penggunaan senjata api oleh masyarakat sipil yakni Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2015. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kekaburan norma yang terdapat pada Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2015 dengan Putusan Nomor: 241/Pid.B/2019/PN.Mjl dan Putusan Putusan Nomor : 525/Pid. B/2013/PN.Mkt. Penelitian ini menggunakan penelitian normatif yang menggunakan pendekatan kasus dan pendekatan perundang-undangan. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa kekaburan norma pada Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2015 adalah tidak jelas kapan situasi yang dapat dikatakan senyata-nyatanya membahayakan keselamatan jiwa, harta benda, serta kehormatan. Terkait dengan ketidakpastian hukum tersebut perlu dilakukan pembaharuan terhadap peraturan penggunaan senjata api oleh masyarakat sipil yaitu berupa peraturan yang lebih jelas mengenai kapan situasi yang dapat dikatakan senyata-nyatanya membahayakan keselamatan jiwa, harta benda, serta kehormatan.

Kata Kunci : Pengaturan, Senjata Api, Masyarakat Sipil

ABSTRACT

Indonesia as a state of law, in the case of firearms already has regulations regarding the use of firearms by civil society, namely Regulation of the Head of the Republic of Indonesia State Police Number 18 of 2015. This research is motivated by the ambiguity of the norm contained in the Regulation of the Head of the State Police of the Republic of Indonesia Number 18 Year 2015 with Decision Number: 241 / Pid.B / 2019 / PN.Mjl and Decision Number: 525 / Pid. B / 2013 / PN.Mkt. This study uses normative research that uses a case approach and legislation approach. The results of this study indicate that the ambiguity of norms in the Regulation of the Head of the Republic of Indonesia National Police Number 18 Year 2015 is unclear when the situation which can be said to be in fact endangers the safety of life, property, and honor. In connection with the legal uncertainty, it is necessary to update the rules on the use of firearms by civil society in the form of clearer regulations regarding when the situation can be said to in fact endanger the safety of life, property, and honor.

Keywords: Firearms, Criminal Liability, Civil Society

  • 1.    Pendahuluan

    • 1.1.    Latar Belakang Masalah

Masalah kepemilikan hingga penyalahgunaan senjata api adalah merupakan suatu hal yang sangat berbahaya dan beresiko tinggi. Pada umumnya kasus kejahatan dengan menggunakan senjata api sering terjadi diikuti oleh pelanggaran lain. Kasus

seperti pembunuhan, penganiayaan, perampokan, dan bentuk kejahatan yang menggunakan senjata api lainnya.1 Indonesia sendiri merupakan negara hukum sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berarti segala kewenangan dan tindakan alat-alat perlengkapan negara serta aspek kehidupan dalam kemasyarakatan harus berdasarkan hukum.2 Indonesia sebagai negara hukum, dalam hal mengenai senjata api sudah memiliki peraturan mengenai senjata api yakni Undang-undang Darurat No. 12 Tahun 1951 tentang mengubah "Ordonnantie Tijdelijke Bijzondere Strafbepalingen" (Stbl. 1948 No.17) dan Undang-undang R.I. dahulu No.8 tahun 1948 (Undang-undang Darurat No. 12 Tahun 1951) dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2015 Tentang Perizinan, Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Nonorganik Kepolisian Negara Republik Indonesia/ Tentara Nasional Indonesia Untuk Kepentingan Bela Diri.

Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2015, yang menyatakan: “Senjata Api Nonorganik Polri/TNI dan Benda yang Menyerupai Senjata Api dapat dimiliki dan digunakan secara perorangan oleh setiap warga negara yang diberikan secara selektif bagi yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9”, serta dijelaskan juga pada Pasal 10 ayat (2) yang menyatakan: “Senjata Api Nonorganik Polri/TNI dan Benda yang Menyerupai Senjata Api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas hanya untuk kepentingan bela diri guna melindungi diri sendiri dari ancaman pihak luar yang nyata-nyata membahayakan keselamatan jiwa, harta benda dan kehormatannya”.3

Terdapat kekaburan norma dalam Pasal 10 ayat (2) Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2015 terkait dengan penggunaan senjata api oleh masyarkat sipil guna melindungi diri dari ancaman yang nyata-nyata membahayakan keselamatan jiwa, harta benda, dan kehormatan seseorang dikarenakan tidaklah jelas mengenai bagaimana situasi dan kapan waktu yang tepat bagi masyarakat sipil untuk menggunakannya haknya dalam menggunakan senjata api guna melindungi diri, dikarenakan tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai bagaimana kondisi yang senyata-nyatanya membahayakan keselamatan jiwa, harta benda dan kehormatan seseorang.

Salah satu contoh kasus kekaburan norma tersebut adalah kasus penembakan yang dilakukan oleh pemilik lamborghi Abdul Malik terhadapa dua pelajar di kemang, kejadian bermula ketika dua orang pelajar melihat sebuah mobil Lamborghini di

daerah kemang dan sambil bercanda layaknya mobil tersebut milik mereka, lantas mereka meneriaki sang pemilik mobil dengan kalimat “Wah, mobil bos itu”, merasa tidak terima dengan ucapan pelajar tersebut Abdul Malik langsung mengeluarkan senjata api dan menembakkanya ke udara, setelah dicek kepolisian senjata tersebut memiliki surat izin, Kepolisian menetapkan Abdul Malik sebagai tersangka penyalahgunaan senjata api.

Berdasarkan permasalahan diatas penulis mengangkat sebuah judul Tulisan Ilmiah, Yaitu “Pengaturan Penggunaan Senjata Api Oleh Masyarakat Sipil Berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2015”.

Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana pengaturan terhadap hak masyarakat sipil dalam menggunakan senjata api guna melindungi diri di Indonesia?

  • 2.    Bagaimana sebaiknya pengaturan mengenai penggunaan senjata api oleh masyarakat sipil dimasa mendatang?

  • 1.2.   Tujuan Penulisan

    • 1.2.1.  Tujuan Umum

Untuk memenuhi persyaratan formal bagi semua mahasiswa dalam memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Hukum Universitas Udayana.

  • 1.2.2.    Tujuan Khusus

  • 1 .Untuk mengetahui bagaimana pengaturan terhadap hak masyarakat sipil dalam menggunakan senjata api guna melindungi diri di Indonesia.

  • 2 .Untuk mengetahui bagaimana sebaiknya pengaturan mengenai penggunaan senjata api oleh masyarakat sipil dimasa mendatang.

Sejauh ini belum ada karya tulis mengenai pengaturan mengenai penggunaan senjata api oleh masyarakat sipil. Hal ini sangat menarik untuk diteliti lebih mendalam sehingga diperlukan data pendukung yang diperoleh dari berbagai literatur, media online serta jurnal-jurnal yang berkaitan. Penulisan ini dapat dikatakan orisinal dikarenakan sangat berbeda dengan berbagai fokus kajian yang pernah dilakukan.

  • 2 .Metode Penelitian

    • 2.1.    Jens Penelitian

Jenis Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah Metode penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif merupakan penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai bangunan dengan sistem norma.

  • 2.2.    Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan undang-undang (Statue Approach). Pendekatan undang-undang merupakan pendekatan yang dilakukan dengan menelusuri peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian yang dibahas. Penulisan ini juga menggunakan Pendekatan kasus, yang artinya meneliti sebuah putusan pengadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

  • 2.3.    Analisis

Sebelum melakukan pengolahan dan menganalisa, penulis mengumpulkan bahan-bahan hukum yang telah berhasil dikumpulkan selanjutnya melalui metode deskriptif kualitatif, pengolahan data dilakukan dengan menguraikan dan

menggambarkan data yang diperoleh dari hasil studi kepustakaan dan studi ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai kejahatan yang diatur dalam KUHP dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2015, untuk selanjutnya dibahas dan disajikan secara kualitatif dalam uraian yang mendalam dan sistematis sebagai suatu karya tulis ilmiah.

  • 3 .Hasil dan Pembahasan

    • 3.1.    Pengaturan Penggunaan Senjata Api oleh masyarakat sipil guna melindungi diri di Indonesia.

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2015 mengatur mengenai kepemilikian dan peggunaan senjata api oleh masyarakat sipil, pasal yang mengatur mengenai kepemilikan dan penggunaan senjataLapi yang terdapat dalam Pasal 8 ayat (1) yang berbunyi:

Ayat (1) : “Persyaratan untuk dapat memiliki dan/atau menggunakan Senjata Api Nonorganik Polri/TNI untuk Kepentingan Bela Diri sebagai berikut:

  • a.    warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK);

  • b.    berusia paling rendah 24 tahun yang dibuktikan dengan surat kenal lahir atau akte kelahiran;

  • c.    sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dari dokter Polri;

  • d.    memenuhi persyaratan psikologis yang dibuktikan dengan surat keterangan dari psikolog Polri;

  • e.    berkelakuan baik yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) dari Kepolisian setempat sesuai domisili;

  • f.    memiliki keterampilan dalam Penggunaan Senjata Api yang dibuktikan dengan sertifikat menembak dengan klasifikasi paling rendah kelas III yang diterbitkan oleh Sekolah Polisi Negara (SPN) atau Pusat Pendidikan (Pusdik) Polri;

  • g.    lulus wawancara terhadap questioner yang telah diisi pemohon yang dilaksanakan oleh Ditintelkam Polda dengan diterbitkan surat rekomendasi dan dapat dilakukan wawancara pendalaman oleh Baintelkam Polri;

  • h.    memahami peraturan perundang-undangan tentang Senjata Api;

  • i.    memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) atau Akte Pendirian Perusahaan yang dikeluarkan oleh Notaris, bagi pengusaha;

  • j.    bagi anggota TNI/Polri/Pegawai Negeri Sipil (PNS)/Pegawai BUMN yang akan mengajukan kepemilikan senjata api peluru tajam serendah-rendahnya golongan/pangkat Komisaris Polisi/Mayor TNI/IV.a atau setara yang dibuktikan dengan Surat Keputusan Pangkat/Jabatan atau Surat Keterangan (Sket) pengangkatan jabatan dari pejabat yang berwenang;

  • k.    bagi anggota TNI/Polri/Pegawai Negeri Sipil (PNS)/Pegawai BUMN yang akan mengajukan kepemilikan senjata api peluru karet serendah-rendahnya golongan/pangkat Inspektur Polisi/Letnan TNI/III.a atau setara yang dibuktikan dengan Surat Keputusan Pangkat/Jabatan atau Surat Keterangan (Sket) pengangkatan jabatan dari pejabat yang berwenang;

  • l.    bagi anggota TNI/Polri/Pegawai Negeri Sipil (PNS)/Pegawai BUMN yang akan mengajukan kepemilikan senjata api peluru gas serendahrendahnya golongan/berpangkat Brigadir Polisi/Sersan TNI/II.a atau setara yang dibuktikan dengan Surat Keputusan Pangkat/Jabatan atau Surat Keterangan (Sket) pengangkatan jabatan dari pejabat yang berwenang;

  • m.    bagi anggota legislatif/lembaga tinggi negara/kepala daerah wajib memiliki surat keputusan/surat pengangkatan;

  • n.    memiliki surat keputusan/surat pengangkatan/rekomendasi dari instansi yang berwenang bagi pekerja bidang profesi;

  • o.    tidak sedang menjalani proses hukum atau pidana penjara;

  • p.    tidak pernah melakukan tindak pidana yang terkait dengan penyalahgunaan Senjata Api atau tindak pidana dengan kekerasan; dan

  • q.    surat pernyataan kesanggupan tidak menyalahgunakan Senjata Api Nonorganik Polri/TNI.

Pasal 10 ayat (1) yang menyatakan: “Senjata Api Nonorganik Polri/TNI dan Benda yang Menyerupai Senjata Api dapat dimiliki dan digunakan secara perorangan oleh setiap warga negara yang diberikan secara selektif bagi yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9”, serta dijelaskan juga pada Pasal 10 ayat (2) yang menyatakan: “Senjata Api Nonorganik Polri/TNI dan Benda yang Menyerupai Senjata Api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas hanya untuk kepentingan bela diri guna melindungi diri sendiri dari ancaman pihak luar yang nyata-nyata membahayakan keselamatan jiwa, harta benda dan kehormatannya.”4

Berdasarkan bunyi Pasal 10 ayat 2 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2015, tidaklah jelas mengenai bagaimana situasi dan kapan waktu yang tepat bagi masyarakat sipil untuk menggunakannya haknya dalam menggunakan senjata api guna melindungi diri, dikarenakan tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai bagaimana kondisi yang senyata-nyatanya membahayakan keselamatan jiwa, harta benda dan kehormatan seseorang. Berdasarkan penjelasan diatas, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2015 belum secara tegas memberikan penjelasan mengenai penggunaan senjata api bagi masyarakat sipil guna melindungi diri. Terkait maksud dari Pasal 10 ayat 2 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2015 yang menyatakan bahwa senjata api hanya dapat digunakan untuk

melindungi diri sendiri dari ancaman pihak luar yang senyata-nyatanya membahayakan keselamatan jiwa, harta benda dan kehormatannya, terdapat kekaburan norma dalam Peraturan tentang penggunaan senjata api oleh masyarakat sipil yang diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2015, dikarenakan kata “senyata-nyatanya” dalam Pasal 10 ayat 2 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2015 memiliki arti yang kurang jelas sehingga maksud/makna dari kata “senyata-nyatanya” yang membahayakan keselamatan jiwa, harta benda dan kehormatan seseorang juga kurang jelas.

Secara Peraturan mengenai penggunaan senjata api oleh masyarakat sipil diatur dalam Pasal 10 Ayat (2) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2015 yang menyatakan bahwa senjata api hanya dapat digunakan untuk melindungi diri sendiri dari ancaman pihak luar yang senyata-nyatanya membahayakan keselamatan jiwa, harta benda dan kehormatan berkaitan dengan Putusan Pengadilan Negeri Majalengka Nomor: 241 /Pid.B/2019/PN.Mjl atas terdakawa Irfan Nur Alam, Irfan menembak senjata apinya ke udara saat turun dari mobil dan melihat adanya keributan sehingga menyebabkan seseorang terluka. Hasil Putusan diatas, hakim menyatakan Terdakwa Irfan Nur Alam telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka sedemikian rupa sehingga orang itu menjadi sakit sementara”. Dalam putusan diatas hakim tidak menjatuhkan pidana terkait dengan senjata api dikarenakan Pertimbangan hakim bahwa terdakawa Irfan Nur Alam memiliki surat izin kepemilikan senjata api.

Berbeda dengan kasus penyalahgunaan senjata api diatas Putusan Pengadilan Negeri Mojokerto Nomor: 525/Pid. B/2013/PN.Mkt atas terdakwa Jony Hugeng Wiyono, Jony yang dalam keadaan mabuk menggunakan senjata api dengan cara menembakkannya keatas rumah Haris dikarenakan emosi karena dia diteriaki oleh Haris yang memberitahu bahwa dia salah mendatangi rumah dan rumah yang dicarinya ada disebelah, akibat dari tembakan tersebut adalah bolongnya genteng rumah Haris dan takutnya masyarakat sekitar atas suara tembakan, hakim mengadili dan menyatakan terdakwa : Jony Hugeng Wiyono, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Tanpa hak membawa dan menggunakan senjata api.“ Dalam proses persidangan ditemukan buku ijin khusus kepemilikan senjata apian atas nama Jony Hugeng Wiyono.

Bila diteliti lebih dalam, pertimbangan hakim dalam perkara ini tidak dapat dikatakan sepenuhnya telah benar. Menurut Sudikno Mertokusumo, Putusan Hakim adalah suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat yang diberi wewenang yang diucapkan dipersidangan dan bertujuan mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak, Putusan pengadilan idealnya mengandung aspek kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan. Selain itu,

putusan pengadilan juga harus sesuai dengan tujuan undang-undang yang dijadikan dasar putusan pengadilan tersebut.5

Terkait dengan dua Putusan diatas dapat dilihat tidak adanya aspek kepastian hukum dalam hal penyalahgunaan senjata api yang dilakukan oleh masyarakat sipil, aspek kepastian hukum menghendaki dalam putusannya, hakim harus berpedoman pada ketentuan peraturan Perundang-undangan sebagaimana prinsip Negara Indonesia adalah negara hukum.6

Peraturan pemidanaan mengenai senjata api diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 yang menyatakan: “Barang siapa, tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari indonesia sesuatu senjata api, munisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun.”7

Unsur-unsur tindak pidana penyalahgunaan senjata api sesuai dengan ketentuan Undang-undang Darurat No.12 Tahun 1951 adalah sebagai berikut:

  • a.    Unsur pertama

Barang siapa menurut Undang-undang adalah setiap orang warga Negara atau siapa saja yang mampu bertanggung jawab yang tunduk pada peraturan yang di tetapkan oleh pemerintah.

  • b.    Unsur kedua

Bahwa dari kata-kata tanpa hak dalam perumusan delik ini, sudah dipastikan bahwa seseorang (baik militer maupun non militer) sepanjang menyangkut masalah-masalah senjata api, munisi atau bahan peledak harus ada ijin dari yang berwenang untuk itu.

  • c.    Unsur ketiga

Menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, suatu senjata api, munisi atau suatu bahan peledak.

Penjelasan : Barang siapa, adalah menyangkut persoalan subjek hukum atau pelaku tindak pidana, Yang dimaksud unsur tanpa hak adalah tindakan seseorang yang tidak berdasarkan atas hak yang sah yang dapat dibenarkan sesuai dengan ketentuan undang-undang untuk tanpa hak memasukan ke Indonesia, .………….. ,

mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api amunisi atau sesuatu bahan peledak.

Berdasarkan Teori Penafsiran Sistematis dimana setiap pasal dan ayat saling berhubungan dan setiap Peraturan saling berhubungan dengan Peraturan yang lain baik dengan Peraturan yang lebih tinggi atau lebih rendah sesuai hierarki. Jika misalnya yang ditafsirkan itu adalah pasal dari suatu undang-undang, maka ketentuan-ketentuan yang sama, apalagi satu asas dalam peraturan lainnya, harus dijadikan acuan.

Terkait Penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2015 tentang penggunaan senjata api oleh masyarakat sipil juga berkaitan dengan Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951, dimana masyarakat sipil yang diberi izin memiliki dan mengunakan senjata api hanya dalam keadaan dirinya mendapat ancaman yang nyata-nyata membahayakan keselamatan jiwa, harta benda, serta kehormatan. Pada kasus diatas Irfan Nur Alam menggunakan senjata apinya dengan cara menembakkanya ke udara pada saat turun dari mobil dikarenakan melihat adanya keributan/perkelahian dimana kondisi tersebut tidak secara nyata-nyata membahayakan keselamatan jiwa, harta benda serta kehormatannya, hal tersebut sama dengan kondisi dimana Jony Hugeng Wiyono, yang menggunakan senjata apinya pada keadaan yang tidak senyata-nyatanya membahayakan keselamatan jiwa, harta benda serta kehormatan Jony, Jony menggunakan senjata api dikarenakan emosi diteriaki oleh Haris karena dia salah mengunjungi rumah.

Berdasarkan dua putusan diatas terdapat kekaburan norma dalam Pasal 10 ayat (2) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2015 terkait dengan keadaan yang nyata-nyata membahayakan keselamatan jiwa, harta benda serta kehormatan sehingga masyarakat sipil yang memiliki izin dapat menggunakan senjata apinya sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia. Penulis berpendapat bahwa Irfan dapat dikenakan Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 terkait dengan tanpa hak menggunakan senjata api, hak yang didapat Irfan untuk menggunakan senjata api sesuai dengan Pasal 10 ayat (2) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2015 adalah pada keadaan yang nyata-nyata membahayakan keselamatan jiwa, harta benda serta kehormatannya bukan untuk melerai keributan seperti polisi/pihak berwenang, belum/tidak adanya peraturan yang mengatur mengenai penggunaan senjata api oleh masyarakat sipil yang dapat bertindak seperti polisi/pihak yang berwenang.8

  • 3.2. Pengaturan mengenai penggunaan senjata api oleh masyarakat sipil dimasa mendatang.

Perihal Pembaharuan hukum pidana pada hakekatnya mengandung makna, suatu upaya untuk melakukan peninjauan dan penilaian kembali sesuai dengan nilai-nilai sentral sosio-politik, sosio-filosofi dan sosio-kultural masyarakat indonesia yang melandasi kebijakan sosial, kebijakan kriminal dan kebijakan penegakan hukum di

Indonesia. Menurut Barda Nawawi Arief, makna dan hakikat dari pembaharuan hukum pidana sebagai berikut :

  • a.    Sebagai bagian dari kebijakan sosial, pembaharuan hukum pidana pada hakekatnya merupakan bagian dari upaya untuk mengatasi masalah-masalah sosial (termasuk masalah kemanusiaan) dalam rangka mencapai atau menunjang tujuan nasional (kesejahteraan masyarakat).

  • b.    Sebagai bagian dari kebijakan nasional, pembaharuan hukum pidana pada hakikatnya merupakan bagian dari upaya perlindungan masyarakat (khususnya upaya penanggulangan kejahatan).

  • c.    Sebagai bagian dari kebijakan penegakan hukum, pembaharuan hukum pidana pada hakikatnya merupakan bagian dari upaya memperbarui substansi hukum (legal subtance) dalam rangka lebih mengefektifkan penegakan hukum.

Terkait dengan peraturan pemidanaan mengenai Senjata api saat ini yang diatur oleh Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 saat ini penulis merasa perlu dilakukanya pembaharuan dikarenakan perkembangan zaman, semakin banyak jenis-jenis senjata api/ senjata yang menyerupai senjata api, dan juga semakin banyak masyarakat yang dapat memiliki dan menggunakan senjata api sehingga peraturan pemidanaan terhadap penyalahgunaan senjata api perlu diperbaiki.

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2015 terkait pemberian izin kepemilikan dan penggunaan senjata api bagi masyarakat sipil juga masih menimbulkan kekaburan norma, terkait dengan kondisi yang senyata-nyatanya mengancam keselamatan jiwa, harta benda, dan juga kehormatan seseorang. Dalam hal penggunaan senjata api guna melindungi kehormatan juga terdapat kekaburan apakah yang dimaksud adalah kehormatan harga diri atau seksual atupun keduanya. Contoh kasus dapat dilihat dari kasus putusan Putusan Nomor: 241/Pid.B/2019/PN.Mjl. dimana terdakwa Irfan Nur Alam yang menggunakan senjata api yang memliki izin dalam keadaan yang tidak membahayakan keselamatan jiwa, harta benda, dan juga kehormatan tidak dipidana dengan pidana senjata api sedangkan Putusan Pengadilan Negeri Mojokerto Nomor: 525/Pid. B/2013/PN.Mkt dimana terdakwa Jony Hugeng Wiyono juga menggunakan senjata api yang memiliki izin izin dalam keadaan yang tidak membahayakan keselamatan jiwa, harta benda, dan juga kehormatan dipidana dengan pidana senjata api.9

Berdasarkan ketidakpastian hukum tersebut, maka penulis rasa perlu segera dilakukan pembaharuan hukum pidana yang nantinya akan menjelaskan makna lebih detail terkait dengan pengaturan penggunaan senjata api oleh masyarakat sipil. Pembaharuan yang dimaksud adalah perlunya kejelasan mengenai keadaan yang nyata-nyatanya membahayakan keselamatan jiwa, harta benda, dan kehormatan dan

keadaan yang berpotensi membahayakan keselamatan jiwa, harta benda, dan kehormatan.

4.Penutup

  • 4.1.    Kesimpulan

  • 1.    Pengaturan terhadap hak masyarakat sipil dalam menggunakan senjata api di Indonesia sudah diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2015, penggunaan senjata api tersebut hanya untuk terbatas hanya untuk kepentingan bela diri guna melindungi diri sendiri dari ancaman pihak luar yang nyata-nyata membahayakan keselamatan jiwa, harta benda dan kehormatannya, tetapi dapat kekaburan norma terkait kapan kondisi nyata-nyata membahayakan keselamatan jiwaharta benda dan kehormatan seperti pada kasus putusan Putusan Nomor: 241/Pid.B/2019/PN.Mjl dan Putusan Nomor: 525/Pid. B/2013/PN.Mkt.n melindungi secara utuh anak korban pemerkosaan saat melakukan tindakan aborsi.

  • 2.    Terkait pembaharuan hukum pidana terhadap pengaturan penggunaan senjata api oleh masyarakat sipil dimasa mendatang, sebaiknya dilakukan pembaharuan karena dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2015 yang sekarang, mengenai penggunaan senjata api oleh masyarakat sipil masih terdapat kekaburan norma. Pembaharuan yang dimaksud adalah perlunya pengaturan mengenai penggunaan, kepemilikan, pengawasan, serta pemidanaan terkait dengan senjata api ini diatur dalam satu kodifikasi hukum berbentuk Undang-Undang.

  • 4.2. .Saran

  • 1. Perlunya peraturan yang jelas dan tegas terkait makna setiap pasal dalam

peraturan mengenai senjata api agar tidak mengakibatkan kekaburan norma.

  • 2. Pengawasan terhadap penggunaan Senjata Api dilingkungan masyarakat sipil

perlu ditingkatkan lagi.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

A. Josias Simon Runturambi dan Atin Sri Pujiastuti, Senjata Api dan Penanganan Tindak Kriminal, (Jakarta, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2015) ,24

Abdul Aziz hakim,Negara Hukum dan Demokrasi, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2011), 8

JURNAL

Batubara.Sonya Arini.“ Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Kepemilikan Senjata Api Tanpa Hak Oleh Masyarakat Sipil (Putusan Nomor :79/PID.B/2016/PN.BLG).” Journal Ilmu Hukum 18 , No. 3 (2018)

Dharma Wicak. I Wayan Putra.“ Akibat Hukum Tindak Pidana Penyalahgunaan Senjata Api.” Journal Ilmu Hukum 1 , No.5 (2017)

Munandar.Evan dan Suhaimi.“ Penanggulanagan Tindak Pidana Kepemilikan Dan Penggunaan

Senjata Api Tanpa Izin Dalam Sistem Peradilan Pidana.” Journal Ilmu Hukum 2 , No. 3 (2018)

Ngurah Bayu Ariadi. Anak Agung.“ Pertanggungjawaban Pidana atas penyalahgunaan senjata api.”. Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum 2 , No. 1 (2013)

Sulardi. “Kepastian Hukum, Kemanfaatan, Keadilan, Terhadap Perkara Pidana Anak”. Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum 8, No. 3 (2015)

Sureksha Satya Pravita. I Gede Putu.“ Pengaturan Kepemilikan dan Penyalahgunaan Replika Senjata Airsoft GunTanpa Izin Menurut Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia.”. Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum 8 , No. 12 (2019)

Surya Agus Wijaya, I Ketut. “Pembaharuan Hukum Pidana Terhadap Pengaturan Tindak Pidana

Penyalahgunaan Senjata Api di Indonesia.” Kertha Wicara: Journal Ilmu Hukum 8, No.1 (2019)

Jurnal Kertha Wicara Vol…, hlm. xxx-xxx