ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 9 NO.4,APRIL, 2020


Diterima:15-03-2020 Revisi:20-03-2020 Accepted: 25-03-2020

PERBEDAAN KADAR HBA1C PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN DAN TANPA KEJADIAN KAKI DIABETIK DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR

Ni Nyoman Yuliantini1 Sianny Herawati2 A.A. Ngurah Subawa2

1Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Bagian Patologi Klinik Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Corresponding Author : Ni Nyoman Yuliantini yuli_2107@yahoo.com

ABSTRAK

Diabetes melitus (DM) tipe 2 yang tidak terkontrol dapat menimbulkan berbagai komplikasi, salah satunya kaki diabetik. HbA1c merupakan uji biokimia untuk mengetahui rerata glukosa darah dalam periode dua sampai tiga bulan. Pemantauan kadar glukosa darah merupakan hal penting dalam pencegahan dan penatalaksanaan komplikasi DM tipe 2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan bermakna dari kadar HbA1c pasien DM tipe 2 dengan dan tanpa kejadian kaki diabetik di RSUP Sanglah Denpasar. Rancangan penelitian menggunakan observasional analitik cross-sectional pada 100 penderita DM tipe 2. Sampel dipilih dengan metode consecutive sampling. Sampel merupakan penderita DM tipe 2 dengan dan tanpa kaki diabetik yang pada rekam medisnya mencantumkan hasil pemeriksaan HbA1c dan berobat di RSUP Sanglah Denpasar periode Maret 2015-Februari 2016. Penelitian ini menggunakan SPSS 23 sebagai alat bantu analisis pada 44 pasien kaki diabetik dan 56 pasien tanpa kaki diabetik. Uji yang digunakan adalah uji Kolmogorov Smirnov yang menunjukkan data berdistribusi normal dengan nilai p untuk masing-masing kelompok adalah 0,200 (p>0,05), uji Lavene menunjukkan data mempunyai varian sama (homogen) dengan signifikansi 0,051 (sig>0,05), dan Independent t-test menunjukkan nilai p=0,000

(p<0,05) dengan perbedaan rerata kadar HbA1c pada kedua kelompok adalah 1,084. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan bermakna kadar HbA1c pasien DM tipe 2 dengan dan tanpa kaki diabetik di RSUP Sanglah Denpasar, dimana rerata kadar HbA1c pasien kaki diabetik lebih tinggi dibandingkan tanpa kaki diabetik, sehingga perlu dilakukan pengontrolan dan pemantauan glukosa darah yang teratur menggunakan uji HbA1c agar komplikasi kaki diabetik dapat dihindari.

Kata Kunci: Diabetes Melitus Tipe 2, Kaki Diabetik, HbA1c

ABSTRACT

Type 2 diabetes mellitus that uncontrolled can lead various complications, one of which diabetic foot. HbA1c is a biochemical test to determine the average blood glucose over two to three months. Monitoring blood glucose levels is important in management and prevention of type 2 diabetes mellitus complications. This study aimed to determine whether there were significant difference of HbA1c level from type 2 diabetes patients with and without diabetic foot at Sanglah Hospital Denpasar. The study design was an observational analytic crosssectional on 100 patients with type 2 diabetes. Sample selected by consecutive sampling. Samples were patients with type 2 diabetes with and without diabetic foot which on the medical records included HbA1c test results and treated at Sanglah Hospital Denpasar on March 2015-February 2016. This study used SPSS 23 as tool for analysis in 44 patients with diabetic foot and 56 patients without diabetic foot. Kolmogorov Smirnov’s test showed normal distribution

data with p value for each group were 0.200 (p>0.05), Lavene’s test showed homogeneous data with significance was 0.051 (sig>0.05), and p value of Independent t-test was 0.000 (p<0.05) with mean difference of HbA1c level for both groups were 1.084. Based on these results it can be concluded that there were significant differences of HbA1c levels from with and without diabetic foot patients at Sanglah Hospital Denpasar, the mean of HbA1c level from diabetic foot patients higher than without diabetic foot, so it is necessary to control and monitoring blood glucose regularly through HbA1c test, so diabetic foot complications can be avoided.

Keywords: Type 2 Diabetes Mellitus, Diabetic Foot, HbA1c

PENDAHULUAN

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya.1,2,3 World Health Organization atau WHO menyebutkan DM tipe 2 merupakan kasus tersering DM pada orang dewasa dan prevalensinya meningkat secara dramatis pada tiga dekade terakhir di semua negara dengan berbagai tingkat pendapatan.4

DM tipe 2 merupakan penyakit akibat defisiensi insulin relatif. DM tipe ini dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara produksi insulin dan kebutuhan insulin. DM tipe 2 yang berkelanjutan dan tidak mendapat penanganan tepat dapat meningkatkan risiko berbagai komplikasi.5

Komplikasi yang terjadi pada DM tipe 2 dapat digolongkan menjadi komplikasi akut dan kronik. Komplikasi kronik dibagi menjadi mikroangiopati dan makroangiopati.6 Komplikasi kronik yang paling ditakuti, berhubungan dengan mikroangiopati dan makroangiopati, serta penyebab utama amputasi non trauma ekstremitas bawah adalah kaki diabetik.6,7

Kaki diabetik merupakan akibat dari berbagai faktor yang bekerja simultan. Sekitar 85% amputasi ekstremitas bawah terjadi karena ulkus kaki diabetik.7 The Global Lower Extremity Amputation Study Group mengungkapkan bahwa 25%-90% dari semua amputasi dihubungkan dengan diabetes. Penelitian menunjukkan setiap 30 detik terdapat kasus kehilangan anggota gerak bawah akibat diabetes di dunia.8

Kaki diabetik diawali dengan hiperglikemia yang menyebabkan kerusakan saraf (neuropati) dan rendahnya aliran darah ke perifer atau tepi. Penanganan yang kurang tepat dan rendahnya kontrol glikemik dapat meningkatkan risiko ke arah prognosis yang lebih buruk.9,10

Diagnosis DM tipe 2 dapat ditegakkan dengan beberapa pemeriksaan, salah satunya HbA1c. HbA1c merupakan uji yang menggambarkan rata-rata level glukosa darah selama dua sampai tiga bulan sehingga dapat digunakan sebagai acuan pemantauan terapi dan https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

komplikasi.11,12 HbA1c ≥ 6,5% direkomendasikan sebagai titik potong diagnosis DM,13 sedangkan International Diabetes Federation (IDF), American Diabetes Association (ADA), dan European Association for the Study of Diabetes (EASD) merekomendasikan indikasi DM yang terkendali adalah HbA1c < 7%. UK Prospective Diabetes Study (UKPDS) menyatakan setiap penurunan 1% kadar HbA1c dihubungkan dengan penurunan penyakit mikrovaskuler sebanyak 37%.14

Namun beberapa kondisi dapat memengaruhi nilai HbA1c, yaitu anemia defisiensi besi, defisiensi vitamin B12, hemoglobinopati, penyakit hati kronik, splenomegali, konsumsi alkohol dan obat tertentu.13 Berdasarkan pemaparan tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis apakah terdapat perbedaan bermakna kadar HbA1c pasien DM tipe 2 dengan dan tanpa kejadian kaki diabetik di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.

BAHAN DAN METODE

Metode penelitian menggunakan rancangan observasional analitik dan pendekatan yang digunakan adalah cross sectional (potong lintang). Tempat pelaksanaan penelitian di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar, Bali dimulai dari Bulan Maret sampai dengan Juni 2016. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik consecutive sampling dan sampel dipilih berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.

Instrumen penelitian menggunakan rekam medis pasien DM tipe 2 di RSUP Sanglah Denpasar periode Maret 2015-Februari 2016. Total sampel pada penelitian ini sebanyak 100 subjek dengan rincian 44 pasien dengan kaki diabetik (kelompok 1) dan 56 pasien tanpa kaki diabetik (kelompok 2).

Data diolah dengan SPSS 23 dan dilakukan analisis univariat serta bivariat. Uji normalitas data menggunakan Kolmogorov Smirnov, uji homogenitas varian menggunakan uji Lavene, dan dilanjutkan dengan analisis bivariat dengan menggunakan independent t-test.

68

HASIL

  • 1.    Gambaran umum angka kunjungan pasien DM tipe 2

Berdasarkan catatan Bagian Rekam Medis RSUP Sanglah, dari Maret 2015-Februari 2016 terdapat 3604 kunjungan pasien DM tipe 2 di tahun 2015,  1999  (55,47%) diantaranya

merupakan kasus rawat inap. Total kunjungan DM tipe 2 dengan komplikasi kaki diabetik di periode yang sama sebanyak 266 kunjungan dan 168 (63,16%) kasus memerlukan rawat inap.

Sebanyak 7,38% kunjungan pasien DM tipe 2 ke RSUP Sanglah mengalami komplikasi kaki diabetik dan lebih dari setengahnya memerlukan perawatan lanjutan di rumah sakit.

  • 2.    Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin

Gambar 1. Distribusi pasien diabetes melitus tipe 2 berdasarkan jenis kelamin

Jumlah subjek laki-laki pada penelitian ini lebih banyak dibandingkan perempuan, yaitu 61% laki-laki dan 39% perempuan dengan rincian 27 laki-laki dan 17 perempuan di kelompok 1 serta 34 laki-laki dan 22 perempuan di kelompok 2.

  • 3.    Distribusi pasien berdasarkan kelompok umur

Gambar 2. Distribusi pasien diabetes melitus tipe 2 berdasarkan kelompok umur

Rentang umur subjek dalam penelitian ini berkisar antara 40-82 tahun dengan rerata ± standar deviasi (SD) yaitu 58,75  ±  8,87.

Persentase kelompok umur <45 tahun sebanyak 6% dan ≥45 tahun sebanyak 94% subjek. Kedua kelompok memiliki kecenderungan jumlah subjek terbanyak pada rentang umur ≥45 tahun, yaitu kelompok 1 sebanyak 42 subjek dan kelompok 2 sebanyak 52 subjek.

  • 4.    Distribusi derajat kaki diabetik

Berdasarkan klasifikasi Wagner-Meggit kondisi kaki diabetik dibagi menjadi lima derajat. Derajat yang paling banyak datang ke RSUP Sanglah untuk mendapatkan perawatan adalah derajat 4, yaitu sebanyak 21 subjek (47,7%) dari total 44 subjek kaki diabetik pada penelitian ini. Kemudian diikuti dengan derajat 3 sebanyak 16 subjek (36,4%), derajat 2 sebanyak 5 subjek (11,4%), dan derajat 1 serta 5 masing-masing sebanyak 1 subjek (2,3%).

□ Derajat 1

□ Derajat 2

□ Derajat 3

□ Derajat 4

□ Derajat 5

Gambar 3. Distribusi derajat kaki diabetik 5. Analisa deskriptif kadar HbA1c

Kadar HbA1c kelompok 1 berada pada rentang 5,30-12,09 dan 4,96-9,75 untuk kelompok 2. Rerata HbA1c kelompok 1 adalah 8,26 (95% IK 7,83-8,69) dan kelompok 2 adalah 7,17 (95% IK 6,89-7,47).

Tabel 1

Analisa Deskriptif Kadar HbA1c Berdasarkan

Kondisi Kaki Diabetik

Kaki Diabetik

N

%

Mean ± SD

Minimum-Maksimum

Ya

44

44

8,26 ± 1,41

5,30-12,09

Tidak

56

56

7,17 ± 1,09

4,96-9,75

Keterangan: N= Jumlah, SD=Standar Deviasi.

  • 6.    Perbedaan rerata HbA1c pasien DM tipe 2 dengan dan tanpa kaki diabetik

Uji beda rerata yang digunakan adalah Independent t-test. Syarat dilakukan uji tersebut adalah data memiliki distribusi normal dengan varian yang sama (homogen). Normalitas data diketahui dengan melakukan Uji Kolmogorov Smirnov dan diperoleh nilai p=0,200 (p≥0,05) yang menunjukkan data berdistribusi normal. Uji Lavene dilakukan untuk melihat homogenitas data dan didapatkan signifikansi 0,051 (sig>0,05) maka data dinyatakan homogen. Kemudian dilanjutkan dengan Independent t-test dan didapatkan p=0,000 (p<0,05), maka diperoleh

hasil yang bermakna dan hipotesis penelitian diterima, yaitu terdapat perbedaan bermakna

kadar HbA1c pasien DM tipe 2 dengan dan tanpa kejadian kaki diabetik di RSUP Sanglah Denpasar. Perbedaan rerata kadar HbA1c pada kedua kelompok adalah 1,084 (95% IK 0,5881,580).

DISKUSI

DM tipe 2 merupakan kasus tersering diantara kasus diabetes pada orang dewasa.4 Indonesia yang merupakan negara berkembang diperkirakan sebanyak 8,5 juta jiwa penduduknya mengalami diabetes di tahun 2013 dan menempati urutan ketujuh di dunia. IDF juga menyatakan terdapat perbedaan jumlah pasien diabetes di dunia jika ditinjau dari jenis kelamin pada tahun 2013, dimana prevalensi pasien laki-laki lebih banyak 14 juta dibandingkan perempuan (laki laki sebanyak 198 juta dan perempuan berjumlah 184 juta).15

Jenis kelamin laki-laki merupakan faktor risiko yang signifikan untuk terjadinya kaki diabetik pada pasien DM.16 Perempuan DM memiliki risiko lebih rendah dibandingkan laki-laki DM untuk mengalami kaki diabetik karena risiko neuropati pada perempuan lebih kecil. Namun jika seorang perempuan memiliki neuropati atau faktor risiko lainnya, perempuan dinyatakan memiliki risiko yang sama dengan laki-laki untuk mengalami kaki diabetik.17

Penyebab perempuan memiliki kemungkinan yang lebih rendah mengalami neuropati dan laki-laki memiliki risiko dua kali lebih besar untuk berkembang menjadi neuropati dengan klinis mati rasa masih belum jelas diketahui. Namun terdapat studi yang menunjukkan bahwa tinggi badan merupakan salah satu prediktor utama dari perkembangan neuropati selain umur, lama waktu diabetes, dan kontrol diabetes. Orang yang tinggi mempunyai serabut saraf yang lebih panjang sehingga rentan cedera. Perempuan rata-rata memiliki tinggi badan lebih rendah dibandingkan laki-laki dan faktor tersebut diperkirakan memengaruhi risiko kejadian neuropati. Selain itu perempuan dengan usia produktif mempunyai fungsi endotel pada sirkulasi mikro dan makro yang lebih baik dan diduga ini menjadi proteksi tambahan.17

Laki-laki cenderung memiliki gerak sendi yang terbatas dan penekanan pada kaki yang lebih tinggi. Laki-laki juga lebih berisiko mengalami trauma dibandingkan perempuan, sedangkan perempuan lebih peduli dan sering melakukan perawatan tubuh. Kondisi-kondisi tersebut diperkirakan dapat memengaruhi kejadian kaki diabetik.16

Ditinjau dari segi umur, kelompok umur ≥45 tahun berisiko tinggi menderita diabetes karena pada usia tersebut seseorang telah mengalami penurunan proses metabolisme.3,7

Seiring dengan peningkatan usia, seseorang rentan mengalami kemunduran fisik dan mental, serta beberapa kondisi khusus seperti komplikasi makrovaskuler atau mikrovaskuler DM dan sindrom geriatri.7

Ditinjau berdasarkan kadar HbA1c, kedua kelompok subjek memiliki rerata kadar HbA1c ≥7 yang merupakan pertanda tidak tercapainya target HbA1c yang terkendali pada pasien DM tipe 2. Uji HbA1c adalah uji yang dilakukan setiap dua sampai tiga bulan sekali untuk mengetahui status glikemik secara keseluruhan dan memiliki nilai prediksi yang kuat berkaitan dengan komplikasi diabetes terkait hiperglikemia, serta tidak dipengaruhi oleh fluktuasi akut glukosa darah (seperti selama stres atau sakit). Pada kondisi hiperglikemia, glukosa darah banyak berikatan dengan hemoglobin sehingga kadar HbA1c tampak meningkat.7,11,12

HbA1c dapat dijadikan acuan untuk menilai kedisiplinan dan kepatuhan pasien DM tipe 2 dalam melaksanakan program pengobatan, diet, dan perubahan gaya hidup. Keberhasilan program tersebut tidak dapat diamati dalam jangka waktu pendek karena perubahan gaya hidup memerlukan waktu yang lama dan harus berkelanjutan.7

Pasien DM dengan hiperglikemia tidak terkendali dalam jangka waktu panjang berisiko mengalami kaki diabetik.16 Kadar glukosa darah yang tinggi menyebabkan jaringan saraf berubah. Hal itu terjadi karena tertimbunnya sorbitol dan fruktosa yang menyebabkan hilangnya akson, penurunan kecepatan induksi, parestesia, hilangnya sensasi rasa, penurunan refleks otot, atrofi otot, dan kulit kering. Jika pada kondisi tersebut kaki mengalami cedera, luka yang ditimbulkan dapat berkembang menjadi kaki diabetik.18

Rerata HbA1c yang lebih tinggi pada pasien DM tipe 2 dengan kaki diabetik dibandingkan tanpa kaki diabetik menandakan buruknya kontrol glukosa darah pada pasien dengan komplikasi DM kronik. Pasien dengan komplikasi kronik lebih cenderung memiliki kadar glukosa darah lebih tinggi dibandingkan pasien DM tanpa komplikasi, kondisi glukosa darah yang tidak terkontrol berkepanjangan tersebut menyebabkan tingginya kadar HbA1c.7,8,18,19

SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan terdapat perbedaan bermakna kadar HbA1c pasien DM tipe 2 dengan dan tanpa kejadian kaki diabetik di RSUP Sanglah Denpasar, dimana rerata kadar HbA1c pasien kaki diabetik lebih tinggi dibandingkan pasien tanpa kaki diabetik, sehingga perlu dilakukan pengontrolan dan

pemantauan glukosa darah yang teratur menggunakan uji HbA1c agar komplikasi kaki diabetik dapat dihindari.

PERNYATAAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih ditujukan kepada:

  • 1.    Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

  • 2.    Direktur RSUP Sanglah Denpasar, Bali.

  • 3.    Kepala dan staf Instalasi Rekam Medis RSUP Sanglah Denpasar, Bali.

  • 4.    Sianny Herawati selaku pembimbing.

  • 5.    A.A. Ngurah Subawa selaku penguji.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Powers AC. Diabetes Mellitus. Dalam: Jameson JL, penyunting. Harrison’s Endocrinology. Edisi ke-3. McGraw-Hill Education, 2013; h. 261-307.

  • 2.    American Diabetes Association. Diagnosis and classification of diabetes mellitus. Diabetes Care. 2014; 37[1]:S81–S90.    Diunduh    dari:

http://care.diabetesjournals.org/content /37/Supplement_1/S14.extract [diakses 10 Oktober 2015].

  • 3.    Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsesus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia. Edisi pertama; 2015.

  • 4.  World Health Organization. Diabetes

programme. [online] 2016. Diunduh dari:  http://www.who.int/diabetes/en/

[diakses 10 Januari 2016].

  • 5.  Masharani U, German MS. Pancreatic

Hormones and Diabetes Mellitus. Dalam:  Gardner DG, Shoback D,

penyunting. Greenspan’s Basic and Clinical Endocrinology. Edisi ke-9. The McGraw-Hill Companies, Inc. 2011; h. 587-644.

  • 6.  Waspadji S. Diagnosis dan Klasifikasi

Diabetes Melitus. Dalam: Setiati S, dkk., penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-6. Jakarta Pusat: Interna Publishing. 2014; h. 2367-71.

  • 7.  Sukatemin. “Kejadian Ulkus Kaki

Diabetik:  Kajian Hubungan Nilai

HbA1C, Hiperglikemia, Dislipidemia, dan Status Vaskuler (Berdasarkan Pemeriksaan     Ankle     Brachial

Index/ABI)”. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta; 2013.

  • 8.  Hasan CMM, Parial R, Islam MM,

Ahmad MNU, Kasru A. Association of HbA1c, Creatinine, and Lipid Profile in Patients with Diabetic Foot Ulcer. Middle-East Journal of Scientific Research. 2013; 16(11): 1508-11.

  • 9.  Clayton W dan Elasy T. A Review of

the Pathophysiology, Classification, and Treatment of Foot Ulcers in Diabetic Patients. Clinical Diabetes. 2009; 27(2): 52-8.

  • 10. National Institute of Diabetes and

Digestive and Kidney Diseases. Prevent diabetes problems: Keep your feet healthy. [online] 2014. Diunduh dari: http://www.niddk.nih.gov/health-information/health-topics/Diabetes/prevent-diabetes-

problems/Pages/keep-feet-healthy.aspx [diakses 25 Oktober 2015].

  • 11.    Parsons J, Vogan A, Morona J, Schubert C, Merlin T. HbA1c testing in the diagnosis of diabetes mellitus. MSAC Application 1267, Assessment Report, Commonwealth of Australia, Canberra, ACT. 2014.

  • 12.    American Diabetes Association. Diabetes Care. 2015; 38[1]: S1-S94. Diunduh                        dari:

www.diabetes.org/diabetescare [diakses 10 Oktober 2015].

  • 13.    World Health Organization. Use of Glycated Haemoglobin (HbA1c) in the Diagnosis of Diabetes Mellitus. 2011. Diunduh dari: http://adf.ly/1UufWB [diakses 25 Oktober 2015].

  • 14.    Litwak L, Goh SY, Hussein Z, Malek R, Prusty V, Khamseh ME. Prevalence of Diabetes Complications in People with Type 2 Diabetes Mellitus and Its Association with Baseline Characteristics in The Multinational A1chieve Study. Diabetol Metab Syndr. 2013; 5(1): 57.

  • 15.    International Diabetes Federation. IDF Diabetes Atlas. Edisi ke-6.  2013.

Diunduh                        dari:

https://www.idf.org/sites/default/files/ EN_6E_Atlas_Full_0.pdf [diakses 4 Oktober 2015]

  • 16.    Rubeaan KA, Derwish MA, Ouizi S, Youssef AM, Subhani SN, Ibrahim HM, dkk. Diabetic Foot Complications and Their Risk Factors from a Large Retrospective Cohort Study. PLOS ONE. 2015;10(5):e0124446.

  • 17.    Dinh T, Veves A. The Influence of Gender as a Risk Factor in Diabetic Foot       Ulceration       [Internet].

Woundsresearch.com. 2008;  20[6].

Diunduh                        dari:

http://www.woundsresearch.com/articl e/8707 [diakses 1 Oktober 2016].

  • 18.    Maidina TS, Djallalluddin, Yasmina A. Hubungan Kadar Hba1c dengan Kejadian Kaki Diabetik pada Pasien Diabetes Melitus. Berkala Kedokteran. 2013; 9(2): 211-7.

  • 19.    Taher MA, Moustafa MM, Mahmood AS. Measurements of HbA1c for Patients with Diabetes Mellitus and Foot Ulceration. Iraqi J Pharm Sci. 2011; 20(1):19-24.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

72

doi:10.24843.MU.2020.V9.i4.P11