ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 9 NO.4,APRIL, 2020



Diterima:08-04-2020 Revisi:15-04-2020 Accepted: 22-04-2020

HUBUNGAN KEJADIAN HIPERTENSI DENGAN MILD CONGNITIVE IMPAIRMENT PADA LANJUT USIA DI DESA DAUH PURI KELOD, DENPASAR BARAT

Made Indrayani1, Susy Purnawati2

1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Departemen Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

ABSTRAK

Mild Cognitive Impairment (MCI) merupakan salah satu gangguan kognitif, dengan gejala gangguan fungsi memori yang tidak sesuai dengan usianya, namun belum dapat dikatakan demensia. Prevalensi MCI di Indonesia mencapai 17,1%, dan meningkat pada kelompok usia lanjut, yaitu sekitar 32,4%. Mild Cognitive Impairment juga dikatakan meningkat seiring meningkatnya kejadian hipertensi. Penting untuk mengkaji hipertensi sebagai faktor risiko terjadinya MCI dalam upaya menekan morbiditas terutama pada lansia sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup mereka. Penelitian ini dilaksanakan bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara lama riwayat dan derajat hipertensi dengan MCI pada lansia di wilayah Posyandu Desa Dauh Puri Kelod. Penelitian dengan desain studi cross-sectional ini, menggunakan consecutive non-random sampling dalam pengambilan sampel, dan didapatkan jumlah responden sebanyak 70 orang. Derajat hipertensi diklasifikasikan menggunakan JNC 7 dan fungsi kognitif diukur dengan menggunakan kuesioner MoCA-Ina. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan analisis bivariat chi-square dalam SPSS. Didapatkan lansia dengan riwayat hipertensi < 5 tahun sebanyak 20 orang, 25% mengalami MCI. Sedangkan lansia dengan riwayat hipertensi ≥ 5 tahun sebanyak 50 orang, dan 84% mengalami MCI. Hasil analisis statistik menunjukkan adanya hubungan bermakna antara lamanya hipertensi dengan MCI (PR 15,750; 95% IK 4,453-55,711). Lansia yang menderita hipertensi derajat 1, 2, dan 3, berturut-turut adalah 40, 19, dan 11 orang, dan mengalami MCI sebanyak 70%, 63%, dan 63,6%. Didapatkan hasil analisis statistik bivariat chi-square test p>0,05 (p = 0,841). Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna secara statistik antara derajat hipertensi dengan MCI di Posyandu Desa Dauh Puri Kelod.

Kata kunci: Hipertensi, Mild Cognitive Impairment, MoCA-Ina

ABSTRACT

Mild Cognitive Impairment (MCI) is one of cognitive disorder, with symptoms of memory function that is not concordant to age, but cannot be said dementia. MCI prevalence in Indonesia is 17.1%, and increased in elderly, approximately 32.4%. Mild Cognitive Impairment is also said increasing with hypertension. Therefore, it is important to investigate whether hypertension could contribute in increasing MCI prevalent as an effort to decrease the morbidity in elderly population, therefore could improve their quality of life. This study aimed to know whether a correlation between onset and grade of hypertension with MCI in elderly in Desa Dauh Puri Kelod. This cross-sectional study, used consecutive non-random sampling as a sample collection method, and obtained 70 participants. Grading hypertension was according to JNC 7 and cognitive function is measured by MoCA-Ina questionnaire. Data that already collected was analyzed by chi-square bivariate analysis in SPSS. We found elderly who had https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum                                                  83

doi:10.24843.MU.2020.V9.i4.P14

hypertension < 5 years were 20 people, 25% had MCI. While elderly who had hypertension ≥ 5 years were 50 people, and 84% of them had MCI. The statistical analysis shown there was a positive correlation between onset of hypertension and MCI (PR 15.750; 95% CI 4.453 – 33.711). The participant who had grade 1, 2, and 3 hypertension respectively, were 40, 19, and 11 people, and who had MCI were 70%, 63%, and 63.6%.

The bivariate chi-square test shown p>0.05 (p = 0.841). It shown there was no significant correlation between grade of hypertension and MCI in Posyandu Desa Dauh Puri Kelod.

Keywords: Hypertension, Mild Cognitive Impairment, MoCA-Ina

PENDAHULUAN

Mild Cognitive Impairment (MCI) merupakan salah satu gangguan kognitif, dengan manifestasi klinis penurunan fungsi memori yang lebih buruk jika dibandingkan dengan lansia pada usianya, namun belum dapat dikatakan demensia.1 Prevalensi MCI di Indonesia mencapai 17,1%, dan meningkat pada kelompok usia lanjut, yaitu sekitar 32,4%.2 Mild Cognitive Impairment juga dikatakan meningkat seiring meningkatnya kejadian hipertensi.3

Sebuah penelitian kasus kontrol di RSUP Sanglah Denpasar, melaporkan bahwa hipertensi merupakan faktor risiko MCI pada usia lanjut, dengan korelasi positif yang dibuktikan dengan analisis statistik (OR= 5,08 ; IK 95%=1,08-24,03; p=0,04).4

Beberapa teori yang menjelaskan mengenai hubungan antara penurunan fungsi kognitif dengan hipertensi adalah terjadi sklerosis pada arteri kecil sehingga terjadi penyempitan lumen vaskular di daerah subkortikal. Hal ini mengakibatkan hipoperfusi jaringan, kehilangan autoregulasi, penurunan sawar otak, dan berujung pada proses demyelinisasi white manner subkortikal, mikroinfark sehingga ditemukan manifestasi klinis penurunan fungsi kognitif.5 Pengobatan dengan antihipertensi terbukti dapat mengurangi perburukan.

Selain hipertensi, beberapa faktor dikatakan berperan dalam meningkatkan risiko penurunan fungsi kognitif, diantaranya usia, jenis kelamin, pendidikan / latihan memori, riwayat penyakit sistemik, dan merokok.

Berdasarkan pemaparan tersebut, penting untuk mengkaji hipertensi sebagai faktor risiko terjadinya MCI dalam upaya menekan morbiditas terutama pada lansia sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup mereka. Penelitian ini dilaksanakan bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara lama riwayat dan derajat hipertensi dengan MCI pada lansia di wilayah Posyandu Desa Dauh Puri Kelod.

BAHAN DAN METODE

Penelitian      observasional      ini

menggunakan rancangan cross-sectional analitik dan dilaksanakan di Desa Dauh Puri Kelod, Denpasar Barat. Pengambilan sampel dilakukan pada tujuh Posyandu Lansia yang tersebar dalam satu desa. Teknik pengumpulan sampel adalah consecutive non-random sampling dengan kriteria inklusi yaitu; 1) pria dan wanita usia 60-80 tahun, 2) menderita hipertensi pada saat pengukuran, 3) dapat melakukan aktivitas sehari-hari, 4) pendidikan minimal sekolah dasar atau setingkat, 5) dapat berkomunikasi secara verbal, dan 6) bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani surat persetujuan (informed consent). Sedangkat kriteria eksklusi dalam penelitian ini yaitu; 1) menolak untuk diikutsertakan dalam penelitian, 2) pasien dengan data pendukung tidak lengkap, 3) pasien tidak dapat menyelesaikan tes MoCA-Ina, 4) pasien dengan retardasi mental dan gangguan psikiatri, 5) pasien dengan riwayat menderita stroke, tumor otak, trauma kepala, infeksi susunan saraf pusat, epilepsi, Parkinson, serta 6) mengalami sakit saat penelitian. Penelitian ini sudah mendapatkan izin etik berdasarkan           surat          nomor

627/UN.14.2/Litbang/2016 dengan nomor kelaikan etik 523/UN.14.2/Litbang/2016.

Penelitian ini dilaksanakan dengan mengumpulkan data dari wawancara langsung dengan bantuan kuesioner dan laporan tahunan Puskesmas I Denpasar Barat. Kemudian, data mengenai lamanya hipertensi digolongkan menjadi < 5 tahun dan ≥ 5 tahun. Tekanan darah diukur menggunakan tensimeter air raksa dan diklasifikasikan berdasarkan JNC 7. Sedangkan untuk pengukuran fungsi kognitif lansia menggunakan formulir MoCA-Ina.  Data

kemudian diolah dengan meggunakan SPSS dan dianalisis hubungannya dengan analisis bivariat chi-square.

HASIL

Desa Dauh Puri Kelod memiliki 7 banjar dengan jumlah lansia sebanyak 703

orang. Dalam penelitian ini, total 70 orang lansia, (masing-masing 10 orang tiap banjar) yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi, serta telah menandatangani lembar informed consent, diikutsertakan dalam penelitian. Kemudian responden diwawancarai dan dinilai fungsi kognitifnya dengan menggunakan kuesioner MoCA-Ina.

Tabel 1. Karakteristik Responden berdasarkan Sosiodemografi di Wilayah Desa Dauh Puri Kelod (n=70)

Karakteristik

f

%

Jenis Kelamin :

Laki – laki

13

18,6

Perempuan

57

81,4

Umur :

60-74 (elderly)

55

78,6

75-80 (old)

15

21,4

Riwayat

Pendidikan :

SD

19

27,1

SMP

13

18,6

SMA

27

38,6

PT

11

15,7

Pekerjaan

Bekerja

13

18,6

Tidak Bekerja

57

81,4

SD: Sekolah Dasar; SMP: Sekolah Menengah Pertama;

SMA: Sekolah Menegah Atas; PT: Perguruan Tinggi.

Tabel 1 menunjukkan karakteristik sosiodemografi responden di Desa Dauh Puri Kelod, Denpasar Barat. Sebanyak 57 orang (81,4%) responden yang memenuhi kriteria inklusi, berjenis kelamin perempuan, sedangkan sebanyak 13 orang (18,6%) berjenis kelamin laki-laki. Dilihat dari umur responden, sebanyak 55 orang (78,6%) berada pada kelompok umur 60-74 tahun dan termasuk kategori elderly, sedangkan 15 orang (21,4%) berumur 75-80 tahun dan termasuk kategori old.

Berdasarkan riwayat pendidikan responden, pendidikan terakhir Sekolah Menengah Atas (SMA) mendominasi dalam penelitian ini (38,6%), kemudian disusul dengan pendidikan terakhir Sekolah Dasar (27,1%), Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 18,6%, dan yang paling sedikit adalah pendidikan terakhir perguruan tinggi (15,7%). Sebagian besar responden (81,4%) saat dilakukan pengumpulan data tidak bekerja dan hanya 13 orang (18,6%) yang masih bekerja.

Tabel 2. Gambar Lamanya Hipertensi Lansia di Wilayah Desa Dauh Puri Kelod (n=70)

Lamanya Hipertensi

f

%

< 5 tahun

20

28,6

≥ 5 tahun

50

71,4

Tabel 2 menunjukkan distribusi frekuensi lamanya riwayat hipertensi yang dibagi menjadi 2 katogori yaitu < 5 tahun dan ≥ 5 tahun. Sebanyak 20 orang (28,6%) lansia menderita hipertensi < 5 tahun atau dapat dikatakan belum lama menderita hipertensi. Sedangkan yang menderita hipertensi ≥ 5 tahun sebanyak 50 orang.

Derajat hipertensi lansia dibagi menjadi tiga kategori yaitu hipertensi derajat 1, hipertensi derajat 2 dan hipertensi derajat 3, berdasarkan klasifikasi JNC 7.

Tabel 3. Gambaran Derajat Hipertensi Lansia di Wilayah Desa Dauh Puri Kelod (n=70)

Derajat Hipertensi

f

%

Derajat 1

40

57,1

Derajat 2

19

27,1

Derajat 3

11

15,7

Berdasarkan

tabel

3,    frekuensi

hipertensi derajat 1 lebih tinggi dibandingkan dengan dua derajat hipertensi lainnya yaitu sebanyak 40 orang (57,1%). Hipertensi derajat 2 ditemukan pada 19 orang responden (27,1%) dan hipertensi derajat 3 ditemukan pada 11 orang (15,7%) responden.

Penilaian fungsi kognitif lansia dalam penelitian ini menggunakan skrining MoCA-Ina dengan cut-off point 26-30 (normal) dan <26 (MCI). Distribusi fungsi kognitif lansia ditunjukkan dengan tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4. Gambaran Fungsi Kognitif Lansia di Wilayah Desa Dauh Puri Kelod (n=70) Fungsi    Kognitif      F          %

Lansia

Normal (26-30)          23         32,9

MCI (<26)              47        67,1

MCI: Mild Cognitive Impairment

Sebanyak 47 (67,1%) lansia memiliki status kognitif MCI, sedangkan hanya sebanyak 23 (32,9) lansia dengan status kognitif normal.

Tabel 5. Gambaran Hubungan Lamanya Hipertensi dengan MCI di Wilayah Desa Dauh Puri Kelod

Lama

MCI

IK

Nilai

PR

HT

Ya   Tidak

95%

p

< 5

5

15

4,453

0,000

15,

tahun

55,71

750

≥ 5 tahun

42

8

11

HT: Hipertensi; MCI: Mild Cognitive Impairment

Berdasarkan tabel 5 di atas, dapat dilihat bahwa lansia yang menderita hipertensi selama < 5 tahun sebanyak 20 orang, 5 diantaranya mengalami MCI dan 15 orang lainnya tidak mengalami MCI. Lansia dengan kategori menderita hipertensi ≥ 5 tahun sebanyak 50 orang, 42 orang diantaranya mengalami MCI dan 8 orang lainnya tidak mengalami MCI, dengan nilai PR yaitu 15,750 (95% IK 4,453-55,711), dan uji chi-square dengan nilai probabilitas 0,000. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan antara riwayat lamanya hipertensi dengan terjadinya MCI yang signifikan secara statistik.

Tabel 6. Gambaran Hubungan Derajat Hipertensi dengan MCI di Wilayah Desa Dauh Puri Kelod

Derajat

MCI

IK 95%

Nilai p

PR

Ya

Tidak

1

28

12

0,217

0,787

0,8

2

12

7

31

3

7

4

3,189

MCI: Mild Cognitive Impairment

Tabel 6 menunjukkan sebanyak 40 orang responden menderita hipertensi derajat 1, dengan 28 orang diantaranya mengalami MCI, sedangkan hipertensi derajat 2 ditemukan pada 19 orang responden, dengan 12 orang mengalami MCI, sedangkan hipertensi derajat 3 ditemukan pada 11 orang responden, dengan jumlah yang mengalami MCI adalah 7 orang dan dalam status kognitif normal sebanyak 4 orang. Hasil analisis statistik menunjukkan nilai p > 0,05, dan IK 95% (0,217 – 3,189) sehingga tidak ada hubungan yang signifikan antara derajat hipertensi dengan MCI.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian di atas, proporsi lansia berjenis kelamin perempuan lebih banyak daripada laki-laki, yaitu 57 orang (81,4%). Hal ini sesuai dengan pendapat Henniwati, yang menyatakan bahwa lansia perempuan memiliki motivasi lebih besar untuk mengikuti kegiatan di posyandu, terutama pemeriksaan kesehatan berkala, jika dibandingkan dengan lansia laki-laki.6 Alasan yang diungkapkan pada penelitian tersebut

adalah perempuan pada umumnya memiliki angka morbiditas yang lebih tinggi, dan lebih peka terhadap rasa sakit, sehingga lebih banyak berkonsultasi mengenai kesehatannya.

Berdasarkan tabel 1, lansia yang menderita hipertensi lebih banyak berada dalam kelompok umur elderly (60-74 tahun) yaitu 78,6%. Lansia yang hadir dalam kegiatan posyandu merupakan lansia yang masih mampu mengikuti kegiatan secara fisik, hal itu menyebabkan lansia pada kelompok usia 60-74 tahun lebih banyak hadir sehingga tercatat lebih banyak yang menderita hipertensi, sedangkan lansia yang berumur diatas 75 tahun sudah mengalami kemunduran dalam beraktivitas, sehingga tidak banyak yang hadir dalam kegiatan posyandu. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Rahayu dkk7, yang melaporkan bahwa lansia yang berusia 70 tahun ke atas tidak aktif berpartisipasi dalam kegiatan posyandu dikarenakan terdapat penurunan banyak aspek dalam kehidupannya, termasuk fungsi tubuh.7

Hasil penelitian ini juga menunjukkan seluruh responden pernah mengenyam pendidikan, dengan jumlah 38 orang yang bersekolah lebih dari 12 tahun (SMA dan Perguruan Tinggi). Tingkat pendidikan seseorang berbanding lurus dengan kemudahannya dalam menerima informasi, khususnya informasi kesehatan tentang bahaya hipertensi. Lansia dengan tingkat pendidikan tinggi, lebih mudah menerima informasi kesehatan. Hal ini berdampak pada semakin tingginya kebutuhan dan tuntutan terhadap pelayanan kesehatan. Sedangkan, semakin rendah pendidikan akan menyebabkan sulitnya menerima penyuluhan yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Hal ini sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh Henniwati pada tahun 2008, yang mengatakan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin banyak ilmu pengetahuan dan informasi yang diketahui.6

Berdasarkan tabel 2, proporsi lansia dengan riwayat hipertensi ≥ 5 tahun sebanyak 71,4%, lebih besar dibandingkan dengan riwayat < 5 tahun, alasan yang mungkin adalah karena usia lanjut cenderung menderita hipertensi dibandingkan pada saat usia muda. Tekanan darah sistolik (TDS) maupun tekanan darah diastolik (TDD) meningkat seiring bertambahnya usia. TDS meningkat secara progresif hingga usia 70-80 tahun, lain halnya TDS, TDD meningkat sampai usia 50-60 tahun dan kemudian cenderung menetap atau sedikit menurun.8 Perubahan ini dapat menandakan adanya kelenturan (compliance) yang menurun

sehingga terjadi kekakuan pada pembuluh darah arteri, maka dari itu, tekanan darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini dapat menjelaskan mengapa jumlah lansia yang memiliki riwayat hipertensi diatas lima tahun lebih banyak dibandingkan dengan yang baru saja menderita hipertensi. Lain halnya dengan proporsi derajat hipertensi 1 ditemukan lebih besar (57,1%) dibandingkan dengan derajat hipertensi lainnya. Hal ini mungkin terjadi karena berdasarkan hasil wawancara responden secara rutin mengkonsumsi obat antihipertensi captopril atau amlodipin bagi lansia yang batuk karena mengkonsumsi captopril.

Jumlah lansia hipertensi yang memiliki skor MoCA-Ina dengan interpretasi status kognitif normal lebih sedikit dibandingkan dengan lansia hipertensi yang berstatus Mild Cognitive Impairment (MCI). Mengingat lansia pada penelitian ini memiliki tingkat pendidikan sarjana lebih sedikit, maka proporsi MCI dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, tingkat pendidikan tinggi cenderung memiliki pengetahuan yang lebih luas, salah satunya tentang bahaya hipertensi sehingga mereka lebih menjaga pola dan gaya hidupnya. Hal ini juga diungkapkan oleh Myers bahwa banyak hal yang mempengaruhi fungsi kognitif seseorang, salah satunya pendidikan. Pada orang dengan pendidikan yang baik akan memiliki fungsi kognitif yang lebih baik, hal ini disebabkan karena pendidikan tinggi dapat memberikan rangsangan stimulus yang kompleks sehingga merangsang pengeluaran asetilkolin, yang dimana berfungsi untuk melindungi otak dari terjadinya gangguan fungsi kognitif.9

Hasil statistik dari penelitian ini ditemukan hubungan bermakna antara riwayat lamanya hipertensi dengan terjadinya MCI (PR 15,750; 95% IK 4,453-55,711). Hal ini dikarenakan hipertensi dapat menurunkan cerebral blood flow (CBF) sehingga terjadi penurunan metabolisme otak pada beberapa regio pada otak, seperti area subkortikal, lobus frontal, dan temporal. Mekanisme tersebut akan menurunkan fungsi CBF yang berperan penting dalam fungsi kognitif, salah satunya fungsi memori.

Penelitian lain oleh Valenta pada tahun 2016 mengenai hubungan hipertensi dengan fungsi kognitif, juga menunjukkan hasil yang sesuai.10 Penelitian tersebut merupakan penelitian analitik observasional dengan desain studi cross-sectional. Penelitian tersebut melaporkan sebanyak 39,7% responden menderita hipertensi dan 76,2% diantaranya mengalami gangguan fungsi kognitif yang diukur dengan menggunakan MMSE. Analisis

bivariat menggunakan chi-square menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan secara statistik antara lamanya hipertensi dengan penurunan fungsi kognitif (p=0,037 dengan OR = 5,98).

Hal ini juga sesuai dengan penelitian oleh Abadi dkk. pada tahun 2013. Sebanyak 32 responden dipilih dengan cara consecutive nonrandom sampling. Hipertensi dalam penelitian tersebut didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik > 90 mmHg yang diukur dalam keadaan istirahat. Gejala MCI diidentifikasi dengan teknik wawancara menggunakan kuesioner MMSE dengan nilai ambang sebesar 24. Penelitian tersebut membuktikan bahwa terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara hipertensi dan MCI (nilai p = 0,01). Sebanyak 81% responden dengan hipertensi, dan sebanyak 36% responden normotensi, menderita MCI. Dari jumlah tersebut, didapatkan selisih risiko MCI sebesar 45% (risk difference / RD = 45%). Hal tersebut menunjukkan bahwa responden usia lanjut dengan hipertensi mempunyai risiko 2,2 kali lebih besar untuk menderita MCI dibandingkan dengan mereka yang tidak hipertensi, atau dapat dikatakan, hipertensi pada usia lanjut meningkatkan risiko MCI sebesar 120% (prevalence ratio / PR = 2,2).

Lain halnya dengan hubungan lamanya menderita hipertensi dengan angka kejadian MCI, dalam penelitian ini tidak terdapat hubungan bermakna antara derajat hipertensi dengan terjadinya MCI, hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Taufik, tahun 2014. Dengan mengumpulkan sebanyak 49 responden yang dipilih dengan cara consecutive sampling, dilakukan pengukuran fungsi kognitif dengan kuesioner MoCA-Ina. Penelitian tersebut melaporkan nilai p>0,05 (p = 0,678) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik antara derajat hipertensi dengan penurunan fungsi kognitif.12

Penelitian serupa juga dilakukan oleh Amalia13, pada 42 responden yang diukur fungsi kognitifnya menggunakan kuesioner MMSE, dan menggunakan analisis bivariat chi-square test (X2), didapatkan nilai p sebesar 0,228. Dengan demikian secara statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara derajat hipertensi dengan penurunan fungsi kognitif.13

Setiap penelitian tidak luput dari kekurangan dan keterbatasan, begitu pula pada penelitian ini. Kelemahanan pada penelitian ini terletak pada tidak dilakukan analisis pada

variabel perancu yang dapat mempengaruhi hasil penelitian, seperti lamanya minum obat dan jenis obat anti-hipertensi. Selain itu, riwayat penyakit selain hipertensi     yang dapat

mempengaruhi keakuratan data penelitian, belum dapat dikontrol dalam penelitian ini. Lokasi pengambilan data yang tidak ideal, dimana tidak dilakukan di dalam ruangan khusus juga dapat mempengaruhi proses wawancara saat mengukur fungsi kognitif responden.

Kurangnya kemampuan peneliti untuk memastikan kemandirian pasien yang dapat membedakan diagnosis MCI dan demensia dikarenakan keterbatasan waktu dan tenaga sehingga keakuratan mengenai kemampuan responden untuk melakukan kegiatannya sehari-hari belum dapat dilakukan secara maksimal.

SIMPULAN

Dapat disimpulkan bahwa karakteristik lansia di wilayah Desa Dauh Puri Kelod sebagian besar berjenis kelamin perempuan dan dominan berada pada kelompok elderly, dengan riwayat hipertensi ≥ 5 tahun dan hipertensi

derajat 1 lebih banyak dibandingkan dengan kategori lainnya. Terdapat hubungan yang signifikan secara statistik antara lamanya riwayat hipertensi dengan terjadinya MCI, dan tidak terdapat hubungan yang signifikan secara statistik antara derajat hipertensi dengan terjadinya MCI pada lansia di wilayah Posyandu Desa Dauh Puri Kelod.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Hartono B. Konsep dan pendekatan masalah kognitif pada usia lanjut : Terfokus pada deteksi dini. Dalam : Cognitif problem in elderly. Temu Regional  Neurologi

Jateng- DIY ke XIX: BP UNDIP. 2002: 1

  • 6.

  • 5.    Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, dan Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II (Ed 5). Interna Publishing. 2009.

  • 6.    Henniwati.       Faktor-faktor      yang

Mempengaruhi  Pemanfaatan  Posyandu

Lanjut Usia di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur. Universitas Sumatera Utara. 2008.

  • 7.    Rahayu S, Purwanta, Harjanto D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketidakaktifan Lanjut Usia ke Posyandu di Puskesmas Cebogan Salatiga. Jurnal Kebidanan dan Keperawatan. 2010; 6: 1-6.

  • 8.    Kuswardhani    RA.    Penatalaksanaan

Hipertensi Pada Lanjut Usia. 2006: 7.

  • 9.    Myers J. Implications for Rehabilitation Nursing. Factors Associated with Changing Cognitive Function in Older Adults. 2008; 33: 117–123.

  • 10.    Valenta A. Hubungan Hipertensi dengan Fungsi Kognitif Penghuni Panti Sosial Tresna Wreda Sabai Nan Aluih Sicincin. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2016.

  • 11.    Abadi K, Wijayanti D, Gunawan EA, dkk. Hipertensi dan Risiko Mild Cognitive Impairment pada Usia Lanjut. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2013; 8: 3-10.

  • 12.    Taufik ES. Pengaruh Hipertensi terhadap Fungsi Kognitif pada Lanjut Usia. Jurnal Media Medika Muda. 2014.

  • 13.    Amalia DR. Hubungan Hipertensi dengan Fungsi Kognitif. Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala. 2014.

  • 2.    Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman penanggulangan masalah kesehatan intelegensia akibat gangguan degeneratif. 2010. [diakses tanggal 01 November 2015]. Diunduh dari: http://www.hukor.depkes.go.id.

  • 3.    Sharp S, Aarsland D, Day S, Sonnesyn H, Ballard    C.    Systematic    Review:

Hypertension is a Potential Risk Factor for Vascular Dementia. International Journal of Geriatric Psychiatry. 2011; 26: 661–669.

  • 4.    Witari P. Hipertensi Sebagai Faktor Risiko Gangguan Fungsi Kognitif Pada Usia Lanjut. PPDS-I Bag/ SMF Neurologi FK UNUD. 2013.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2020.V9.i4.P14

88