PENGATURAN TERHADAP PENGENDARA YANG MEROKOK SAAT BERLALU LINTAS

Oleh:

Putu Ayu Mas Candra Dewi Murti, email: [email protected], Fakultas Hukum Universitas Udayana Bali.

Made Gde Subha Karma Resen, email: [email protected], Fakultas Hukum Universitas Udayana Bali.

Abstrak

Rokok merupakan kegiatan yang sering kita jumpai di kalangan masyarakat sekitar. Namun tanpa kita sadari bahwa merokok saat berkendara dapat membahayakan keselamatan bagi setiap pengendara maupun penumpang. Hal ini dikarenakan dapat membuat konsentrasi pengendara berkurang sehingga berpotensi terjadi suatu kecelakaan lalu lintas. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yakni bagaimana pengaturan pengendara yang merokok saat berlalu lintas berdasarkan hukum positif Indonesia dan bagaimana pengaturan terhadap pengendara yang merokok saat berlalu lintas di masa mendatang. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui dan menganalisis mengenai pengaturan terhadap pengendara yang merokok saat berlalu lintas berdasarkan hukum positif di Indonesia dan untuk mengetahui dan menganalisis mengenai pengaturan terhadap pengendara yang merokok saat berlalu lintas di masa mendatang. Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian hukum normatif (normative legal research). Penelitian hukum normatif yang dimaksud adalah terjadinya suatu kekaburan norma dalam penjelasan Pasal 106 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Penjelasan tersebut menyatakan frasa “penuh konsentrasi” ialah “setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor dengan penuh perhatian dan tidak terganggu perhatiannya karena sakit, lelah, mengantuk, menggunakan telepon atau menonton televisi atau video yang terpasang di kendaraan, atau meminum minuman yang mengandung alkohol atau obat-obatan sehingga mengurangi kemampuan dalam mengemudikan kendaraan”. Hal ini tidak menerangkan secara ringkas dan jelas mengenai boleh atau tidaknya pengendara merokok saat berkendara sehingga dapat berpotensi terjadinya suatu kecelakaan. Pemerintah harus mampu memberikan kepastian hukum bagi para pengendara, tidak hanya melalui Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan saja, melainkan juga di dalam peraturan-peraturan terkait lainnya agar tidak terjadi kekosongan norma.

Kata Kunci: Pengaturan, Pengendara, Merokok, Lalu Lintas

Abstract

Cigarettes are activities that we often encounter among the surrounding community. But without realizing that smoking while driving can harm the safety of every rider or passenger. This is because it can make rider concentration reduced so that potentially a traffic accident. The problems raised in this study are how riders who smoke during traffic based on Indonesia's positive laws and how the arrangement of riders who smoke during future traffic. The purpose of this research is to know and analyze the arrangement of riders who smoke during a cross based on positive law in Indonesia and to know and analyse about the arrangement of riders Who smoke during the future

traffic. In this research the author uses normative legal research. The normative legal research in question is the occurrence of a blurring of the norm in the explanation of article 106 paragraph (1) of law number 22 year 2009 about traffic and road transport. The explanation states the phrase "full of concentration" is "every person driving a motor vehicle attentively and not bothered by his attention due to illness, fatigue, drowsiness, telephone or watching television or video Installed in the vehicle, or drinking beverages containing alcohol or drugs, thereby reducing the ability to drive the vehicle". It does not explain in a concise and clear manner about whether or not the rider is smoking while driving so that it can potentially happen an accident. The Government must be able to provide legal certainty for riders, not only through the Traffic and Road Transport Act only, but also in other related regulations so as not to void the norm.

Keyword: Tuhe Rules, Riders, Smoking, Traffic

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara hukum sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga Negara memiliki kewajiban untuk menjaga setiap warga negaranya dan setiap warga negara memiliki kewajiban untuk mematuhi hukum yang telah berlaku di Indonesia.1 Setiap warga negara yang tidak mematuhi hukum dapat mengakibatkan dampak negatif terutama terkait dengan peningkatan tindak pidana yang dapat meresahkan masyarakat salah satunya adalah kasus kecelakaan kendaraan bermotor.

Kasus kecelakaan kendaraan bermotor yang terjadi di Indonesia telah menyita banyak perhatian masyarakat. Salah satu penyebab terjadinya kasus kecelakaan kendaraan bermotor yaitu dikarenakan adanya aktifitas pengendara yang merokok saat berlalu lintas. Tindakan yang seringkali dilakukan pengendara tersebut seharusnya dilakukan dalam keadaan berhenti atau dengan kata lain sedang tidak mengendarai kendaraan, karena hal ini secara tidak langsung membuat konsentrasi pengendara berkurang sehingga dapat terjadinya suatu kecelakaan lalu lintas serta dapat membahayakan penumpang atau pengendara lainnya.2

Jika melihat dari tindakan pengendara yang merokok saat berkendara sudah jelas pengendara tersebut melanggar ketentuan yang terdapat pada Pasal 106 ayat (1) jo Pasal 283 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pada ketentuan Pasal 106 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 menjelaskan bahwa “Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi”. Penjelasan dari Pasal 106 ayat (1) tersebut menyatakan frasa “penuh konsentrasi” ialah “setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor dengan penuh perhatian dan tidak terganggu perhatiannya karena sakit, lelah, mengantuk, menggunakan telepon atau menonton televisi atau video yang terpasang di kendaraan, atau meminum minuman

yang mengandung alkohol atau obat-obatan sehingga mengurangi kemampuan dalam mengemudikan kendaraan”. Hal ini tidak menerangkan secara ringkas dan jelas mengenai boleh atau tidaknya pengendara merokok saat berkendara sehingga dapat berpotensi terjadinya suatu kecelakaan. Dari ketentuan Pasal 106 ayat (1) di atas juga disertai sanksi yang tertuang pada Pasal 283 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 menjelaskan bahwa “Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan secara tidak wajar dan melakukan kegiatan lain atau dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah)”. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengangkat judul penelitian “Pengaturan Terhadap Pengendara Yang Merokok Saat Berlalu Lintas”.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah dalam usulan penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

  • 1.    Bagaimana pengaturan terhadap pengendara yang merokok saat berlalu lintas berdasarkan hukum positif di Indonesia?

  • 2.    Bagaimana pengaturan terhadap pengendara yang merokok saat berlalu lintas di masa mendatang?

  • 1.3    Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan dalam usulan penelitian ini yaitu sebagai berikut:

  • 1.    Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai pengaturan terhadap pengendara yang merokok saat berlalu lintas berdasarkan hukum positif di Indonesia.

  • 2.    Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai pengaturan terhadap pengendara yang merokok saat berlalu lintas di masa mendatang.

  • II.    METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian hukum normatif (normative legal research) dimana terdapat kekaburan norma dalam penjelasan Pasal 106 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Penjelasan dari Pasal 106 ayat (1) tersebut menyatakan frasa “penuh konsentrasi” ialah “setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor dengan penuh perhatian dan tidak terganggu perhatiannya karena sakit, lelah, mengantuk, menggunakan telepon atau menonton televisi atau video yang terpasang di kendaraan, atau meminum minuman yang mengandung alkohol atau obat-obatan sehingga mengurangi kemampuan dalam mengemudikan kendaraan”. Hal ini tidak menerangkan secara ringkas dan jelas mengenai boleh atau tidaknya pengendara merokok saat berkendara sehingga dapat berpotensi terjadinya suatu kecelakaan.

Berdasarkan Pasal 106 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pendekatan yang digunakan untuk menjawab isu hukum adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan

analisis konsep hukum (analytical and the conceptual approach). Pendekatan perundang-undangan adalah pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.3 Sedangkan pendekatan analisis konsep hukum adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara memahami konsep-konsep hukum, pandangan-pandangan, dan doktrin-doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum.4

Bahan hukum yang digunakan dalam penulisan ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang mempunyai otoritas dan mengikat seperti Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 Tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor Yang Digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat. Bahan hukum sekunder merupakan bahan-bahan hukum berupa buku serta tulisan ilmiah yang berkaitan dengan objek penulisan. Bahan hukum tersier merupakan bahan-bahan hukum yang digunakan untuk menjelaskan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lain sebagainya.

Teknik pengumpulan data dalam penulisan dilakukan dengan teknik studi dokumen yaitu teknik awal yang digunakan dalam penulisan dengan mengumpulkan bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan permasalahan dalam penulisan yang meliputi peraturan perundang-undangan dan literatur yang berkaitan dengan pokok permasalahan.

  • III.    HASIL DAN PEMBAHASAN

    • 3.1    Pengaturan Terhadap Penggendara yang Merokok Saat Berlalu Lintas Berdasarkan Hukum Positif di Indonesia

Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap peraturan berlalu lintas dapat dilihat dari rendahnya tingkat kedisiplinan masyarakat dalam berkendara. Hal tersebut terlihat dari banyaknya pelanggaran berlalu lintas oleh pengendara kendaraan bermotor. Terjadinya pelanggaran lalu lintas salah satunya didasari oleh keberanian untuk melanggar karena adanya mentalitas bahwa setiap masalah dapat diselesaikan secara damai dengan Polantas, adanya budaya menerabas dan pudarnya budaya malu bahkan bagi sebagian orang menjadi kebanggaan tersendiri apabila dapat mengelabui Polantas atau melanggar rambu lalu lintas.5 Sementara itu, upaya yang dilakukan oleh para pihak penegak hukum terkait mewujudkan kepatuhan hukum dalam masyarakat terhadap peraturan perundang-undangan belum menunjukkan kesungguhan yang berarti. Hal tersebut terlihat dari kurangnya kegiatan sosialisasi dari penegak hukum terkait undang-

undang lalu lintas sehingga tidak terlaksana dengan baik.6 Ada lima faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya suatu pelanggaran hukum, yaitu:

  • 1)    Faktor hukumnya sendiri, dalam hal ini adalah Undang-Undang;

  • 2)    Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum;

  • 3)    Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;

  • 4)    Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan; dan

  • 5)    Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan.7

Hukum pidana merupakan keseluruhan dasar-dasar dan aturan-aturan yang dianut oleh suatu negara dalam menyelenggarakan ketertiban hukum yaitu dengan melarang apa yang bertentangan dengan hukum dan mengenakan suatu nestapa kepada yang melanggar larang-larangan tersebut.8 Sebagaimana yang diungkapkan oleh Mertokosumo bahwa hukum pidana tersebut dapat dikatakan sebagai ultimum remedium yang artinya sebagai alat terakhir.9

Berdasarkan Hukum Positif Indonesia yang berkaitan dengan pengaturan dari pengendara yang merokok saat berlalu lintas tertera pada Pasal 106 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyatakan bahwa “Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi”. Penjelasan dari Pasal 106 ayat (1) tersebut menyatakan frasa “penuh konsentrasi” ialah “setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor dengan penuh perhatian dan tidak terganggu perhatiannya karena sakit, lelah, mengantuk, menggunakan telepon atau menonton televisi atau video yang terpasang di kendaraan, atau meminum minuman yang mengandung alkohol atau obat-obatan sehingga mengurangi kemampuan dalam mengemudikan kendaraan”. Namun pada dasarnya ketentuan pada Pasal 106 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tersebut tidak menerangkan secara ringkas dan jelas apakah pengendara yang merokok saat berlalu lintas dapat mengurangi konsentrasi pengendara sehingga dapat berpotensi terjadinya suatu kecelakaan. Hal ini menimbulkan kekaburan norma yang menjadikan para pengendara memanfaatkan kelemahan ini agar dapat melakukan pelanggaran dengan cara merokok saat berkendara.

Jika diliat pengaturan dari Pasal 106 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menjelaskan bahwa “Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi” hal ini pun disertai dengan ketentuan pidana yakni pada Pasal 283 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menerangkan bahwa “Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan secara tidak wajar dan melakukan kegiatan lain atau dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah)”. Berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana bagi pengendara yang merokok saat berlalu lintas yang memenuhi unsur-unsur pada Pasal 106 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, maka bentuk pertanggungjawaban pidana dapat berupa pidana kurungan dan/atau pidana denda sesuai pada Pasal 283 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

  • 3.2    Pengaturan Mengenai Pengendara yang Merokok Saat Berlalu Lintas di Masa Mendatang

Pada hakekatnya pembaharuan hukum pidana merupakan perwujudan dari perubahan dan pembaharuan terhadap berbagai aspek dan kebijakan-kebijakan lainnya. Latar Belakang diadakannya pembaharuan hukum pidana dapat ditinjau dari aspek sosio politik, sosio kultural, atau dari aspek kebijakan lainnya seperti kebijakan sosial, kebijakan kriminal, dan kebijakan penegakan hukum.10 Menurut Soedarto ada tiga alasan dalam pembaharuan hukum pidana yaitu alasan politik, alasan sosiologis, dan alasan praktis. Oleh karena itu, sudah sepantasnya dilakukan pembaharuan hukum pidana agar sesuai dengan perkembangan masyarakat.11

Pengaturan mengenai pengendara yang merokok saat berlalu lintas untuk di masa mendatang dapat kita lihat pada regulasi dari Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sesungguhnya termaktub mengenai aturan berlalu lintas yang baik dan benar. Tetapi sangat disayangkan, bahwasanya dalam regulasi tersebut belum memberikan kejelasan terkait pengendara yang merokok saat berlalu lintas. Selain itu adapula Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 Tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor Yang Digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat yaitu pada Pasal 6 huruf c yang menyatakan bahwa “pengemudi dilarang merokok dan melakukan aktifitas lain yang mengganggu konsentrasi ketika sedang mengendarai sepeda motor”, dalam hal ini sangat berkaitan dari penjelasan Pasal 106 ayat (1) tersebut. Isi dari rumusan diatas sudah dapat menerangkan terkait pengendara yang tidak diperbolehkan merokok, akan tetapi dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 Tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor Yang Digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat tersebut tidak mencantumkan sanksi pidana

atau sanksi administratif yang dapat dijatuhkan apabila pengedara merokok saat berkendara. Sehingga hal inipun menimbulkan berbagai kekaburan norma kembali.

Apabila bercermin pada peraturan yang ada di Negara lain yaitu Inggris, Skotlandia, Australia, Amerika Serikat, Kanada, Prancis, Afrika Selatan, negara tersebut sudah menerapkan sanksi pidana penjara dan pidana denda yang lebih berat daripada sanksi pidana penjara dan pidana denda di Indonesia. Melihat dari wujud cita yang menjadi tujuan daripada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berlaku saat ini, ialah mewujudkan pelayanan lalu lintas dan juga angkutan jalan yang aman, tertib lancar, dan terpadu dengan modal angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa dan mewujudkan etika dalam berlalu lintas dan berbudaya bangsa sehingga terwujudnya suatu penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.

Pemerintah memang sudah sangat memperjuangkan apa yang menjadi kewajibannya, hanya saja ada suatu kerancuan dari suatu peraturan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan pemahaman yang diterima bagi para masyarakat untuk dapat melaksanakan serta mengindahkan sebuah aturan yang dibuat untuk menjadikan adanya keadilan, kemanfaatan dan kepastian yang ada dalam hukum. Di masa mendatang pemerintah harus mampu memberikan kepastian hukum bagi para pengendara, tidak hanya melalui Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan saja, melainkan juga di dalam peraturan-peraturan terkait lainnya agar tidak terjadi kekaburan norma. Selain itu, pengaturan terkait lainnya harus disesuaikan dengan prinsip dalam memberikan perlindungan terhadap pengendara dan penumpang disertai dengan ketentuan pidana bagi setiap orang yang melanggar hak tersebut. Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan hendaknya juga segera di perbaharui agar di masa mendatang peraturan tersebut dapat memberikan penjelasan yang ringkas dan jelas yang terdapat pada Pasal 106 ayat (1).

  • IV.   PENUTUP

    • 4.1    Kesimpulan

  • 1.    Pengaturan terkait pengendara merokok saat berkendara dalam Hukum Positif di Indonesia yang tertera pada Pasal 106 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan masih memberikan kekaburan norma. Penjelasan dari Pasal 106 ayat (1) tersebut menyatakan frasa “penuh konsentrasi” ialah “setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor dengan penuh perhatian dan tidak terganggu perhatiannya karena sakit, lelah, mengantuk, menggunakan telepon atau menonton televisi atau video yang terpasang di kendaraan, atau meminum minuman yang mengandung alkohol atau obat-obatan sehingga mengurangi kemampuan dalam mengemudikan kendaraan”. Namun pada dasarnya ketentuan pada Pasal 106 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tersebut tidak menerangkan secara ringkas dan jelas apakah pengendara yang merokok saat berlalu lintas dapat mengurangi konsentrasi pengendara sehingga berpotensi terjadinya suatu kecelakaan.

  • 2.    Pengaturan mengenai pengendara yang merokok saat berlalu lintas di masa mendatang pemerintah harus mampu memberikan kepastian hukum bagi para

pengendara, tidak hanya melalui Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan saja, melainkan juga di dalam peraturan-peraturan terkait lainnya agar tidak terjadi kekaburan norma. Selain itu, pengaturan terkait lainnya harus disesuaikan dengan prinsip dalam memberikan perlindungan terhadap pengendara dan penumpang disertai dengan ketentuan pidana bagi setiap orang yang melanggar hak tersebut. Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan hendaknya juga segera di perbaharui agar di masa mendatang peraturan tersebut dapat memberikan penjelasan yang ringkas dan jelas yang terdapat pada Pasal 106 ayat (1).

  • 4.2     Saran

  • 1.    Bagi masyarakat diharapkan agar dapat berpatisipasi dalam pelaksanaan terkait aturan yang ada sebagaimana mestinya demi mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran dalam berlalu lintas, serta bagi pemerintah kekaburan norma hukum atas frasa pengendara yang merokok saat berlalu lintas harus segera ditindak lanjuti dengan memberi pengaturan yang jelas dengan menggunakan kalimat yang ringkas dan bahasa yang mudah dipahami.

  • 2.    Bagi pemerintah diperlukannya suatu pembentukan suatu peraturan pemerintah terkait dengan pengendara yang merokok saat berlalu lintas demi terciptanya ius constituendum yang adil, agar bermanfaat bagi masyarakat serta memberi kepastian hukum yang sesuai dengan keadaan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Amiruddin dan Zainal Asikin, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum, cet. IX, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Marzuki, Peter Mahmud, 2014, Penelitian Hukum, Prenadamedia Group, Jakarta.

Mertokusumo, Sudikno, 2006, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Liberty, Yogyakarta.

Jurnal

Angga Satya Pardidinata, I Kadek, 2018, “Penerapan Pidana Denda Dalam Menekan Angka Pelanggaran Lalu Lintas di Kota Singaraja”, Kertha Wicara: Journal Ilmu Hukum Vol. 07 No. 02, Maret 2018

Triyatna, Anak Agung Gede, 2019, “Kriminalisasi Terhadap Perbuatan Pekerja Seks Komersial Dalam Pembaharuan Hukum Pidana, Kertha Wicara: Journal Ilmu Hukum Vol. 8 No. 4, Juni 2019.

Hendratno, ET., 2009, “Masalah Transportasi Kota Dilihat Dengan Pendekatan Hukum, Sosial dan Budaya” Jurnal Mimbar Hukum, Vol. 21, No. 3, Oktober 2009.

Kiddy Krsna Zulkarnain, I Gusti Agung, 2019, “Kriminalisasi Perbuatan Main Hakim Sendiri (Eigenrichting) Dalam Hukum Pidana di Indonesia”, Kertha Wicara: Journal Ilmu Hukum Vol. 8 No. 6, September 2019

Novita Dhamayanti, Ni Gusti Ayu Agung, 2019, “Perlindungan Hukum Terhadap Identitas Anak Sebagai Korban Tindak Pidana di Media Elektronik”, Kertha Wicara: Journal Ilmu Hukum Vol. 8 No. 5, Agustus 2019.

Paramitha, Desintha, 2019, “Penegakan Hukum Terhadap Pengguna Handphone Saat Berlalu Lintas”, Kertha Wicara: Journal Ilmu Hukum Vol. 08 No. 01, Maret 2019.

Sadono, Sonio, 2016 “Budaya Tertib Berlalu Lintas Kajian Fenomenologis Atas Masyarakat Pengendara Sepeda Motor di Kota Bandung” Channel Vol. 4 No. 1, April 2016.

Triyatna, Anak Agung Gede, 2019, “Kriminalisasi Terhadap Perbuatan Pekerja Seks Komersial Dalam Pembaharuan Hukum Pidana, Kertha Wicara: Journal Ilmu Hukum Vol. 8 No. 4, Juni 2019.

Windah Wisnu Kesuma Sari, Anak Agung Ayu, 2019, “Pengetatan Syarat Pemberian Remisi Bagi Narapidana Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Ditinjau Dari Perspektif HAM”, Kertha Wicara: Journal Ilmu Hukum Vol. 8 No. 4, Juni 2019.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025.

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 Tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor Yang Digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat.

10