TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA EKSPLOITASI ANAK DALAM KAMPANYE POLITIK DI INDONESIA
on
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA EKSPLOITASI ANAK DALAM KAMPANYE POLITIK DI INDONESIA
Wayan Putri Parameswari, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
I Gusti Ngurah Dharma Laksana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, email: [email protected]
ABSTRAK
Penulisan jurnal ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis lebih jauh perihal perlindungan hukum terhadap anak yang mengalami eksploitasi dalam kampanye politik dan sanksi pidana terhadap pelaku ditinjau dari peraturan perundang-undangan di Indonesia. Penulisan jurnal ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Hasil studi menunjukkan bahwa perlindungan hukum bagi anak sebagai korban eksploitasi dalam kampanye politik diberikan dalam bentuk upaya preventif melalui kebijakan formulasi dan pelaksanaan pemilu ramah anak serta pemberian hukuman sanksi bagi para pelaku sebagai upaya represif. Terhadap pelaku tindak pidana eksploitasi anak dalam kampanye politik dikenakan sanksi pidana berdasarkan ketentuan Pasal 87 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan Pasal 493 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.
Kata Kunci: Eksploitasi Anak, Kampanye Politik, Sanksi Pidana.
ABSTRACT
The writing of this journal aims to further examine and analyze the legal protection of children who have experienced exploitation in political campaigns and criminal sanctions against perpetrators in terms of laws and regulations in Indonesia. The writing of this journal uses normative legal research methods. The results of the study show that legal protection for children as victims of exploitation in political campaigns is provided in the form of preventive measures through the formulation of policies and implementation of child-friendly elections and sanctions for perpetrators as repressive measures. Against the offenders of child exploitation in political campaigns are subject to criminal sanctions under the provisions of Article 87 of the Republic of Indonesia Law Number 35 Year 2014 concerning Amendments to the Law of the Republic of Indonesia Number 23 Year 2002 concerning Child Protection and Article 493 of Law Number 7 Year 2017 Regarding General Election.
Key Words: Child Exploitation, Political Campaigns, Criminal Sanctions.
-
I. Pendahuluan
-
I.1. Latar Belakang
-
Secara normatif Indonesia merupakan negara demokrasi berdasarkan ketentuan Pasal 1 UUD 1945. Ketentuan pasal tersebut telah mengatur mengenai asas kedaulatan rakyat yang memiliki makna bahwa rakyat mempunyai kekuasaan tertinggi sehingga rakyat dapat menentukan cara pemerintahan dan tujuan yang ingin dicapai oleh negara. Secara empiris Indonesia sebagai negara demokrasi tercermin dengan dilaksanakannya pemilihan umum yang selanjutnya disebut (Pemilu). Pemilu secara langsung diadakan untuk membentuk pemerintah pusat dan daerah sebagai
wujud kedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.1 Hal ini sejalan dengan pendapat dari M. Rusli Karim yang menyatakan bahwa pemilu adalah salah satu sarana yang tepat untuk menegakkan kedaulatan rakyat dan memiliki fungsi dalam hal menyempurnakan demokrasi.2
Pemilu yang diselenggarakan diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia setiap 5 tahun sekali menjadi ajang pesta demokrasi dan melibatkan banyak peran serta masyarakat, tak terkecuali anak-anak sebagai pihak yang sangat rentan dieksploitasi dalam kegiatan kampanye politik yang membahayakan bagi keselamatan dan tumbuh kembang anak. Sejatinya seorang anak memiliki hak untuk berkembang, tumbuh dan mendapatkan perlindungan dari segala bentuk kekerasan serta eksploitasi karena dalam kehidupan berbangsa dan bernegara anak merupakan aset penting sebagai generasi penerus bangsa dan negara.
Negara sesungguhnya memiliki kewajiban untuk memberikan kepastian hukum dalam menangani setiap perbuatan yang bertentangan dengan hukum khususnya tindak pidana eksploitasi anak dalam kampanye politik. Anak-anak sebagai kelompok yang rentan terhadap eksploitasi seharusnya dapat dijauhkan dari segala aktivitas yang bersifat politik dikarenakan dapat berdampak pada tumbuh kembang anak menjadi tidak baik dan mengabaikan hak-hak anak untuk memperoleh perlindungan. Sehingga perlu adanya upaya perlindungan hukum yang tegas guna mewujudkan kesejahteraan terhadap anak dengan cara memberikan jaminan terhadap perlindungan anak bahwa dirinya bebas dari diskriminasi kekerasan dan ekspoitasi salah satunya dalam kegiatan kampanye politik.3
Pada kenyataannya perlibatan anak dalam kampanye politik di Indonesia hingga saat ini masih terus terjadi. Hasil pengawasan dari Komsi Perlindungan Anak Indonesia yang selanjutnya disebut (KPAI), selama pelaksanaan pemilu berlangsung telah menemukan 55 kasus yang melibatkan anak pada saat kampanye politik selama Pemilu 2019. Dari 55 kasus yang melibatkan anak tersebut, 22 kasus diantaranya dilakukan oleh anggota bakal calon anggota lesgislatif DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten atau Kota serta partai politik. Keterlibatan dilakukan dengan cara menghadirkan anak kedalam kampanye terbatas atau rapat umum. Selain itu, ditemukan pula calon anggota legislatif yang mendatangi beberapa lembaga pendidikan untuk melaksanakan kampanye dan memasang atribut kampanye disekitar lingkungan lembaga pendidikan. Selama kampanye calon presiden dan wakil presiden juga terdapat 33 kasus yang melibatkan anak, dengan ditemukannya video viral anak dibawah umur yang memberikan dukungan kepada capres tertentu.4
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang selanjutnya disebut (UUPA) seharusnya dapat menjadi pedoman dan perlindungan untuk menangani kasus eksploitasi anak. Mulai maraknya kasus eksploitasi anak dalam kegiatan kampanye politik yang terjadi di Indonesia merupakan salah satu indikator buruknya kualitas perlindungan anak. Hal ini akhirnya menuai berbagai macam kritik dari masyarakat mengenai sejauh mana upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk memberikan perlindungan hukum kepada anak, sehingga anak bisa mendapatkan jaminan atas kelangsungan hidupnya sebagai bagian dari hak asasi manusia.5
Pasal 15 UUPA telah mengatur norma hukum terhadap larangan perlibatan anak dalam aktivitas politik namun di dalam Undang-Undang ini belum megatur secara eksplisit perihal ketentuan sanksi pidana terhadap eksploitasi anak dalam kampanye politik. Pasal 76H dan Pasal 87 UUPA hanya mengatur norma serta sanksi pidana jika seseorang memperalat anak untuk kepentingan militer tetapi tidak memberikan kejelasan lebih lanjut apakah kegiatan kampanye politik termasuk kedalamnya. Kurang jelasnya pengaturan sanksi mengenai hal inilah yang menyebabkan masih banyak terjadi kasus eksploitasi anak dalam kampanye politik di Indonesia.
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat ditarik permasalahan sebagai berikut:
-
1.2.1 Bagaimana perlindungan hukum bagi anak yang mengalami eksploitasi dalam kampanye politik?
-
1.2.2 Bagaimana pengaturan sanksi pidana terhadap pelaku eksploitasi anak dalam kampanye politik ditinjau dari peraturan perundang-undangan di Indonesia?
Tujuan dari dilaksanakannya penulisan ini adalah untuk dapat mengkaji dan menganalisis lebih jauh perihal perlindungan hukum bagi anak yang mengalami eksploitasi dalam kegiatan kampanye politik. Sebagaimana yang telah dijabarkan sebelumnya, perlindungan hukum bagi anak sangatlah penting guna melindungi hak asasi manusia dan kesejahteraan pada anak itu sendiri. Selain itu karena masih kurangnya kejelasan mengenai ketentuan saksi pidana bagi pelaku kejahatan eksploitasi anak dalam kampanye politik maka, penelitian ini juga akan mengkaji lebih lanjut mengenai pengaturan sanksi pidana terhadap pelaku eksploitasi anak dalam kampanye politik ditinjau dari peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Indonesia sebagai negara demokrasi dan negara hukum diharapkan dapat mengakomodir mengenai perlindungan terhadap hak-hak anak. Sejatinya meskipun konsepsi mengenai perlindungan anak telah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia tetapi, masih saja ditemukan berbagai pelanggaran hak anak dalam hal ini adalah mengikutsertakan anak pada kegiatan kampanye
politik, berdasarkan gambaran yang didapatkan melalui hasil penelitian oleh Misbahul Amin pada tahun 2019.6
Masih banyak kasus tindak pidana eksploitasi anak dalam kegaitan kampanye politik yang jarang diungkap kepublik. Hal ini dikarenakan perlibatan anak dalam kegiatan kampanye politik belum menjadi sebuah isu sentral serta masih perlu medapatkan perhatian dari semua pihak. Bahkan yang sudah mengetahui keberadaan aturan hukum UUPA seakan acuh tak acuh ketika mengetahui secara langsung terjadinya tindakan eksploitasi kepada anak dalam kegiatan kampanye politik. Hal ini disebutkan dalam penelitian yang dilaksanakan oleh Ida Farida dan Vera Fillinda Agustiana Dewi di tahun 2018.7
Penelitian ini menggunakan penelitian hukum secara normatif dengan melakukan penelitian study kepustakaaan.8 Penelitian ini juga menggunakan pendekatan berupa pendekatan kasus dan perundang-undangan. Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Untuk teknik pengumpulan bahan hukum primer yang digunakan selain mengumpulkan peraturan perundang-undangan tentang isu utama permasalahan, perlu juga menumpulkan peraturan perundang-undangan lainnya yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut (UU Pemilu) karena berhubungan dengan isu hukum mengenai kasus yang dibahas.9
-
III. Hasil dan Pembahasan
-
3.1 Perlindungan Hukum Bagi Anak yang Mengalami Eksploitasi dalam Kampanye Politik
-
Terdapat sejumlah peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mengatur mengenai pengertian anak. Salah satunya adalah Pasal 1 angka 1 UUPA yang menyebutkan, “Seseorang yang belum berumur 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”. Selanjutnya pengertian anak dapat dilihat dari Konvensi PBB tentang Hak Anak yaitu, “Setiap manusia yang berusia dibawah 18 tahun, kecuali menurut undang-undang yang berlaku pada anak, kedewasaan dicapai lebih awal.” Banyak sekali alasan mengapa anak dilarang ikut serta dalam kegiatan kampanye politik, salah satunya adalah dapat mengganggu keselamatan dan perkembangan psikologis anak. Hal ini kerap terjadi disebabkan oleh kurangnya pengetahuan orang tua mengenai berbagai dampak negatif yang ditimbulkan dari mengikutsertakan anak dalam kampanye politik.10
Jika dikaitkan dengan konsep negara hukum setiap anak berhak mendapatkan perlindungan atas penyalahgunaan dalam kegiatan kampanye politik sedangkan pada konsep negara demokrasi setiap orang dipandang berhak untuk ikut serta dalam pemerintahan yang terealisasikan melalui kegiatan pemilu. Kegiatan ini tidak menutup kemungkinan terjadinya penyalahgunaan dan eksploitasi terhadap anak dalam kampanye politik mulai marak terjadi.11
Banyaknya kasus yang melibatkan anak dalam kampanye politik menimbulkan kekhawatiran dari KPAI untuk menuntut ketegasan dari Komisi Pemilihan Umum dalam memberlakukan larangan keterlibatan anak pada saat kampanye. Menurut KPAI beberapa bentuk mengikutsertakan anak yang dilarang adalah mamalsukan data diri anak yang usianya masih dibawah 17 tahun, anak tersebut juga belum menikah tetapi telah menjadikannya sebagai seorang pemilih. Mempergunakan anak yang masih dibawah umur sebagai juru kampanye dan mempromosikan partai atau pasangan calon tertentu juga dapat diklasifikasikan sebagai perbuatan yang salah. Menurut M. Joni kegiatan yang dapat dikatakan sebagai perbuatan penyalahgunaan terhadap anak berupa eksploitasi yang dilakukan kepada seorang anak, segala bentuk kegiatan yang membahayakan anak, menyertakan secara salah, rentan waktu melibatkan yang lama, mengajak anak dibawah umur untuk memilih salah satu pasangan calon partai politik.12
Banyaknya bentuk pelanggaran yang dilakukan dalam mengikutsertakan anak saat kampanye politik disebabkan oleh kurangnya perhatian dari masyarakat sehingga perlu dilakukan sebuah sosialisasi, evaluasi dan peringatan tegas oleh KPAI sebagai pihak pemerhati perlindungan anak. Eksploitasi terhadap anak ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak anak berat, melihat dampak yang ditimbulkan sangatlah berbahaya bagi mental dan psikologis anak dikemudian hari.13 Untuk mencegah terjadinya eksploitasi akibat mengikutsertakan anak yang masih dibawah umur dalam kampanye politik maka perlu adanya perlindungan hukum. Mengutip pendapat dari Philips M Hadjon, perlindungan hukum ialah suatu bentuk perlindungan terhadap harkat martabat dan penghormatan hak asasi manusia setiap subyek hukum.14 Apabila mengacu kepada Pasal 1 angka 2 UUPA menjelaskan, “Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi Anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
Pada prinsipnya berdasarkan Konversi Hak Anak terdapat empat prinsip bagi setiap negara dalam melaksanakan perlindungan terhadap anak yaitu prinsip nondiskriminasi yang dilakukan sesuai pokok-pokok yang tercantum di dalam Konversi Hak Anak, prinsip kepentingan yang terbaik bagi anak, prinsip hak untuk
hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan serta prinsip penghargaan terhadap pendapat anak.15
Perlindungan hukum dapat diberikan kepada subjek hukum dalam bentuk perangkat hukum yang bersifat peventif maupun represif, baik tertulis maupun tidak tertulis. 16 Hal utama yang harus dilaksanakan oleh pemerintah untuk memberikan perlindungan hukum bagi anak adalah dengan menyusun sebuah kebijakan formulasi yang mengatur supaya hak setiap anak dapat tetap terlindungi.17 Perlindungan hukum yang diberikan kepada anak sebagai korban eksploitasi dalam kegiatan kampanye politik telah diatur di dalam beberapa peraturan perundang-undangan salah satunya Pasal 15 huruf a UUPA yakni, “Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik.” Dalam UU Pemilu sendiri perlindungan hukum bagi anak sebagai korban eksploitasi dalam kegiatan kampanye politik diatur pada Pasal 280 Ayat (2) huruf k, yang menyatakan, “Pelaksana dan/tim kampanye dalam kegiatan kampanye pemilu dilarang mengikutsertakan Warga Negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih”. Dengan demikian, jelaslah bahwa anak pada prinsipnya dilindungi dan dijauhkan dari kegiatan-kegiatan yang sifatnya mengeksploitasi anak sehingga akan mengganggu tumbuh kembangnya di kemudian hari. Keberadaan pasal ini selanjutnya menjadi dasar sebagai perlindungan hukum yang bersifat preventif untuk melindungi anak dari eksploitasi kampanye politik.18
Perlindungan secara preventif juga dilakukan oleh KPAI, Bawaslu dan Komisi Pemilihan Umum bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk mencegah terjadinya eksploitasi dengan melaksanakan pemilu ramah anak. Pemilu ramah anak ini berisikan beberapa hal penting seperti pelaksanakan kegiatan sosialisasi, pengawasan dan pencegahan untuk melindungi anak dalam penyalahgunaan saat kegiatan kampanye. Bagi pemilih pemula juga diharapkan dapat dibekali edukasi politik supaya hak pilih mereka dapat terjaga dengan baik. Selain itu juga diberikan himbauan bagi calon presiden dan wakil presiden serta calon anggota legislatif untuk ikut bertanggung jawab dan melindungi anak dari eksploitasi. Selanjutnya kepada setiap masyarakat, orang tua, dan stakeholder diharapkan untuk tidak membawa/melibatkan anak saat kegiatan kampanye.19
Bagaimanapun alasannya melibatkan anak dalam kegiatan kampanye politik merupakan permasalahan serius dan pelanggarnya bisa dipidanakan. Oleh sebab itu pemerintah sebagai pemegang kewenangan dapat memberikan hukuman sanksi seperti denda, hukuman penjara dan hukuman tambahan kepada para pelaku kejahatan eksploitasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hukuman ini menjadi upaya perlindungan hukum represif yang dilakukan oleh
pemerintah sebagai bentuk perlindungan akhir apabila telah terjadi suatu pelanggaran tindak pidana.20
Perlindungan hukum bagi anak dari berbagai ancaman akibat eksploitasi dalam kampanye politik perlu diupayakan secara maksimal mengingat hal tersebut bisa menggancam keselamatan dan tumbuh kembang pada anak. Ini semua merupakan tanggung jawab dan kewajiban bagi setiap masyarakat, pemerintah dan keluarga untuk dapat saling bahu-membahu memberikan perlindungan kepada setiap anak dari eksploitasi dalam kegiatan kampanye politik.
-
3.2 Pengaturan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Eksploitasi Anak Dalam Kampanye Politik Ditinjau dari Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia.
Hukum pidana di Indonesia pada dasarnya merupakan hukum sanksi. Hal ini didasari oleh ciri hukum pidana yang tidak mengadakan norma namun sanksi tersebut diadakan agar ditaatinya norma lain di luar hukum pidana. Penjatuhan sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan terjadi disebabkan oleh adanya suatu kebutuhan masyarakat atas kejahatan atau pelanggaran yang terjadi. Sanksi tersebut diperlukan dengan tujuan agar nantinya dapat tercipta suatu ketertiban dan keamanan dalam kehidupan masyarakat. Sanksi dalam hukum pidana jauh lebih keras jika dibandingkan dengan akibat sanksi hukum yang lainnya. Oleh sebab itu sanksi pidana dianggap paling mutakhir untuk menciptakan rasa takut dan menanggulangi kejahatan dalam masyarakat.21
Berbicara mengenai sanksi pidana bagi mereka yang melibatkan anak dalam segala bentuk kegiatan kampanye politik termasuk kedalam tindak pidana telah diatur dalam Pasal 15 UUPA yang menentukan bahwa pelaku kejahatan jika tebukti melanggar ketentuan tersebut dapat dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan yang berlaku. Jika ditelusuri lebih lanjut aturan mengenai larangan melibatkan anak dalam kegiatan kampanye politik diatur pula dalam Pasal 76H UUPA yakni, “Setiap orang dilarang merekrut atau memperalat anak untuk kepentingan militer dan/atau lainnya dan membiarkan anak tanpa perlindungan jiwa.” Sanksi pidana atas pelanggaran pasal ini diatur dalam Pasal 87 UUPA yang menyebutkan, ”Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76H dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.00,00 (seratus juta rupiah)”.
Pada Pasal 76H UUPA terdapat redaksi kata “dan/lainnya” yang tidak memberikan kejelasan apakah kegiatan kampanye politik termasuk kedalamnya sedangkan pada keterangan pasalnya sendiri telah menyebutkan bahwa pasal tersebut cukup jelas. Jika ditelusuri lebih lanjut belum ada sanksi yang secara ekspisit ditujukan bagi pelaku eksploitasi anak dalam kegiatan kampanye politik. Mengenai hal ini dapat dilakukan sebuah penafsiran hukum guna memahami makna kata “lainnya” pada Pasal 76H UUPA. Penemuan hukum dengan cara penafsiran sistematis dapat dilakukan untuk menyelesaikan problematika norma kabur.22
Jika dilihat dari peraturan perundang-undangan lain, Pasal 280 Ayat (2) huruf k UU Pemilu juga mengatur mengenai larangan mengikutsertakan anak dalam kegiatan kampanye politik. Pada keterangan Pasal 1 angka 34 UU Pemilu juga dijelaskan mengenai seseorang yang dapat dikategorikan sebagai seorang pemilih yaitu, “Pemilih adalah Warga Negara Indonesia yang sudah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah kawin”. Jadi, pasal ini seakan makin menegaskan larangan mengikutsertakan anak dalam kegiatan kampanye politik. Jika terbukti telah melanggar ketentuan dari Pasal 280 Ayat (2) UU Pemilu maka pelaku dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 493 UU Pemilu yang menyatakan, “Setiap pelaksana dan/atau tim kampanye pemilu yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud Pasal 280 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)”.
Jika ditelusuri lebih lanjut mengenai ketentuan sanksi pada UU Pemilu juga mengatur mengenai pengaturan sanksi tindakan yang diberikan oleh KPU bagi pelaksana kampanye jika terbukti melanggar ketentuan Pasal 280 UU Pemilu, dalam hal ini termasuk pula bagi pelaksana kampanye dan/atau tim kampanye yang mengikutsertakan warga negara yang tidak memiliki hak memilih. Pengaturan tersebut terdapat pada Pasal 285 UU Pemilu yang menyatakan, “Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 dan Pasal 284 yang dikenai kepada pelaksana kampanye pemilu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang berstatus sebagai calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota digunakan sebagai dasar KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota untuk mengambil tindakan berupa: a. Pembatalan nama calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari daftar calon tetap; atau b. Pembatalan penetapan calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagai calon terpilih”.
Perlu diketahui bahwasannya pemberlakuan sanksi tindakan ini tidaklah serta merta dapat dilaksanakan. Dalam pemberlakuannya terdapat syarat yang harus terpenuhi terlebih dahulu. Syarat agar dapat dilakukannya pemberian tindakan oleh KPU bila telah ada putusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap pelanggaran atas Pasal 280 UU Pemilu terlebih dahulu. Jika belum ada putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap maka sanksi tindakan tersebut tidak dapat dilaksanakan oleh KPU.
Bila ditinjau berdasarkan tujuannya UUPA bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi anak sebagai korban dan hal ini merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap orang. UU Pemilu sendiri memiliki tujuan untuk memastikan proses pelaksanaan kegiatan pemilu di Indonesia dapat terlaksana dengan baik, yang mana ini merupakan tanggung jawab bagi setiap pelaksana dan tim kampanye.23 Bila ditinjau berdasarkan sanksi dan subjek hukumnya, terdapat perbedaan antara UU Pemilu dengan UUPA. “Setiap orang” atau unsur subjek hukum yang lebih umum diatur oleh UUPA. Hal ini berbeda jika di bandingkan dengan UU Pemilu yang mengatur unsur subjek “setiap pelaksana dan/atau tim kampanye” atau dapat dikatakan dalam bentuk yang lebih mengkhusus. Secara garis besar pelaksana kampanye dan tim kampanye terlihat mirip namun sebenarnya terdapat perbedaan dalam pengertian tersebut. Pengertian dari pelaksana kampanye ialah para pihak yang
telah dipilih oleh peserta pemilu untuk melaksanakan atau melakukan kegiatan kampanye sedangkan yang dimaksud dengan tim kampanye disini ialah tim yang dibentuk oleh pasangan calon bersama dengan partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan pasangan calon, yang didaftarkan ke KPU dan bertanggungjawab atas teknis pelaksanaan kampanye berlangsung.24
Bagi pelaku kejahatan eksploitasi terhadap anak dalam kegiatan kampanye politik dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 87 UUPA bila pelaku kejahatan merupakan “perseorangan” tak terkecuali orang tua si anak jika memang terbukti telah melakukan kejahatan tersebut. Bila pelaku merupakan “pelaksana dan/atau tim kampanye” maka pelaku dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan ketentuan Pasal 493 UU Pemilu.
Perlindungan hukum bagi anak korban eksploitasi dalam kegiatan kampanye politik diberikan melalui kebijakan yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum sebagai dasar perlindungan hukum preventif oleh pemerintah dan dengan pelaksanaan pemilu ramah anak oleh KPAI, Bawaslu, Komisi Pemilihan Umum dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Hukuman juga diberikan kepada para pelaku yang merupakan upaya perlindungan hukum represif oleh pemerintah sebagai bentuk perlindungan akhir apabila telah terjadi suatu pelanggaran tindak pidana.
Perlibatan anak dalam kampanye politik merupakan pelanggaran yang dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 87 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesa Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan Pasal 493 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Diantha, I Made Pasek. Metodologi Penelitian Hukum Normatif Dalam Justifikasi Teori Hukum (Jakarta, Prenada Media Group, 2017).
Soekanto, Soerjono dan Mamudji, Sri. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2009).
Jurnal
Amin, Misbahul. "Tanggungjawab Pelaku yang Mengikutsertakan Anak dalam Kegiatan Kampanye Politik." Jurist-Diction 2, No.3 (2019): 965-984.
Andenny, AlGiba dan Surbakti, Natangsa. “Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Perdagangan (Human Trafficking)(Studi Kasus di Wilayah Surakarta)”. Diss. Universitas Muhammadiyah Surakarta (2018): 5-14.
Arliman, Laurensius. "Dinamika dan Gagasan Mencegah Ekploitasi Anak Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah." Jentera: Jurnal Hukum 1, No.1 (2018): 59-77.
Ciptorukmi, Anjar Sri. "Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak yang Terlibat dalam Perjanjian Pada Platform Loan-Based Crowdfunding." Jurnal Privat Law 7, No.2 (2019): 181-186.
Farida, Ida, dan Agustiana Dewi, Vera Fillinda. "Pelibatan Anak Di Dalam Kampanye Politik Pada Pemilihan Bupati Dan Wakil Bupati Periode 2019-2024 Di Kabupaten Ciamis." Jurnal Ilmiah Galuh Justisi 6, No.2 (2018): 144-155.
Gunawan, Syahrizal Adi. "Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Yang Mengikutsertakan Warga Negara Yang Tidak Memiliki Hak Memilih Dalam Kegiatan Kampanye." Simposium Hukum Indonesia 1, No.1 (2019): 54-67.
Insiyah, Sayyidatul, Xavier Nugraha, dan Shevierra Danmadiyah. "Pemilihan Kepala Daerah Oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah: Sebuah Komparasi Dengan Pemilihan Secara Langsung Oleh Rakyat." Supremasi Hukum: Jurnal Penelitian Hukum 28, No. 2(2019): 164-187.
Lestari, Rika. "Tinjauan Yuridis Pelibatan Anak-Anak Dalam Penyelenggaraan Pemilu." Jurnal Konstitusi 2, No.1 (2009): 27.
Nugraha, Made Satria Wibawa, dan Putrawan, Suatra. "Pemberian Sanksi Pidana Sebagai Ultimum Remedium Dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup." Jurnal Kertha Wicara 7, No.2 (2018): 1-11.
Putra, Angga Astian. "Bentuk Perlindungan Hukum bagi Anak agar Tidak Menjadi Korban dari Tindak Pidana Pornografi melalui Situs Internet." Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum (2016): 7
Sari, Kanthi Pamungkas, dan Maghfiroh, Maghfiroh. "Perlindungan Hak Anak Dalam Perspektif Pendidikan Islam Ibn Khaldun." Cakrawala: Jurnal Studi Islam 10,No.2 (2015): 220-232.
Suriyani, Meta. "Pertentangan Asas Perundang-undangan dalam Pengaturan Larangan Mobilisasi Anak pada Kampanye Pemilu." Jurnal Konstitusi 13, No.3 (2016): 657679.
Putra, Willy, dan Wibowo, Aji. "Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Persamaan Hak Bagi Kelompok Penyandang Disabilitas Dalam Angkutan Penerbangan." Jurnal Hukum Adigama 1, No.1 (2018): 1-25.
Putri, Ida Ayu Kade Karina dan Sukerti, Ni Nyoman. “Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Eksploitasi Seksual dalam Perspektif Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.” Jurnal Kertha Wicara 4, No. 3(2015):2.
Sania, Gusti Ayu Trimita, and Sri Utari, Anak Agung. "Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Pemerkosaan." Jurnal Kertha Wicara 8, No.8 (2019):1-15.
Internet
Alfian Putra Abdi. “Bawaslu: Libatkan Anak dalam Kampanye Bisa Dipidana". Tirto.id. URL : https://tirto.id/bawaslu-libatkan-anak-dalam-kampanye-bisa-dipidana-djF2. Diakses tanggal 25 Desember 2019. Pukul : 20.15 WITA.
Wardah,Fathiyah. “KPAI Temukan 55 Kasus Perlibatan Anak Dalam Kampanye Politik Selama Pemilu 2019”. VOAIndonesia. URL:
https://www.voaindonesia.com/a/kpai-temukan-55-kasus-pelibatan-anak-dalam-kampanye-politik-selama-pemilu-2019/4871431.html. Diakses tanggal 19 Desember 2019. Pukul : 19.30 WITA.
Peraturan Perundang-Undangan :
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 297, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5606.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109.
Jurnal Kertha Wicara Vol. 9 No. 4 Maret 2020, hlm. 24-33.
Discussion and feedback