PENGGUNAAN JASA DEBT COLLECTOR DALAM MENAGIH KREDIT BERMASALAH OLEH BANK

OLEH :

I Made Rommy Gustara, e-mail: [email protected]. Fakultas Hukum Universitas Udayana Bali

I Gusti Ketut Ariawan, e-mail:.Fakultas Hukum Universitas Udayana Bali

Program Kekhususan Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRAK

Debt collector dalam dunia penagihan utang bukanlah suatu hal yang baru, meskipun tidak diketahui secara pasti kapan profesi ini bermula namun diyakini bahwa Debt Collector telah ada sejak puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu. Di dunia perbankan, penggunaan jasa Debt Collector hal yang biasa dilakukan, baik didalam negeri maupun diluar negeri bahkan, perusahaan pembiayaan atau biasa disebut leasing juga menggunakan jasa serupa jika ingin menagih hutang nasabahnya. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah Apa yang manjadi dasar pengaturan pihak bank menggunakan jasa Debt Collector dan bagaimana pertanggungjawaban pihak bank kepada nasabah atas tindakan debt collector yang melanggar hukum. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normatif yakni pemecahan masalah yang didasarkan pada literatur-literatur dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan adanya kesenjangan dalam norma yang mengacu kepada sumber-sumber hukum. Debt Collector atau disebut juga jasa penagih merupakan pihak ketiga antara pihak Bank dengan nasabah. Bank mempercayai jasa penagihan hutang yang sering disebut Debt Collector pada umumnya dunia Collector atau yang lebih dikenal sebagai Debt Collector dimata masyarakat dikenal sebagai penagih kredit macet atau bermasalah yang dipercayai oleh Bank untuk mendatangi nasabah atau debitur yang mengalami kredit macet atau bermasalah. Berkaitan dengan penggunaan jasa Debt Collector di lembaga perbankan, Bank Indonesia sebenarnya tidak melarang adanya penggunaan jasa Debt Collector tetapi penggunaan jasa Debt Collector dalam menagih kredit bermasalah oleh Bank harus sesuai dengan ketentuan yang telah diatur oleh Bank Indonesia sebagaimana yang terdapat dalam PBI No. 11/11/PBI/2009 yang telah disempurnakan dengan PBI 14/2/PBI/2012 dan SEBI 11/10/DASP.

Kata Kunci: Jasa, Debt Collector, Kredit Bermasalah

ABSTRACK

Debt Collector in the wolrd of debt collector is not a new thing, though it is unknown exactly when this profesion from a humble beginning but believed that a debt collector has been around since tens even hundred of years ago. In the world of banking, debt collector services terms of use are wont to do, either in the country or abroad is even, the company financing or commonly called leasing also use similar service if you want to collect the debts of its customers. The problem raised in this study is what is the basis for regulating the bank to use Debt Collector services and how the bank is accountable to customers for illegal Debt Collector action. Writing method used is the normative research method namely problem solving based on literature-literature and legislation relating to the problem of the existence of gaps in legal principle or norm which refers to the legal sources. Debt collector or collection services is also referred to as a third party between the bank and customer. Bank trust debt collector services that are as a Debt collector, in the general the wolrd colector or better known as a Debt collector in the eyes of the community known as the collector of bad who have bad credit or problem. With regard to debt collector service users in banking institutions, Bank Indonesia is not actually prohibit any use of the services of debt collector but the use of the service is in authority debt collector in charge bad debt by banks must comply with the conditions that have been set up by Bank Indonesia as contained in PBI No. 11/11/PBI/2009 that has been enhanced with PBI 14/2/PBI/2012 and SEBI 11/10/DASP.

Keywords: Service, Debt collector, Bad debt

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1.    Latar Belakang Masalah

Perkembangan suatu jaman di era globalisasi saat ini sangat mempegaruhi meningkatnya kebutuhan-kebutuhan di masyarakat sendiri. Pembangunan yang di laksanakan oleh negara Indonesia adalah bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat, Dalam mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan berbagai usaha untuk mencapainya. Hal tersebut dapat dilakukan melalui pembangunan secara berkesinambungandan partisipasi masyarakat secara keseluruhan yang diharap dapat mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.

Dalam hal ini Perbankan mempunyai tugas yang sangat penting dalam rangka mendorong pencapaian tujuan nasional yang berkaitan dalam peningkatan dan pemerataan taraf hidup masyarakat. Bank adalah suatu lembaga keuangan yang menghubungkan pihak-pihak yang memerlukan dana, atau dana masyarakat di tarik oleh Bank dan kemudian dipinjamkan kembali ke masyarakat. Peran Bank dalam mendukung kegiatan perekonomian cukup besar karena Bank memberikan jasa dalam lalu lintas peredaran uang.1

Ditinjau dari sudut pandangnya perbankan, Kredit mempunyai kedudukan yang strategis dimanaasebagai salah satuusumber uang yang perlu dalam membiayai kegiatan usaha yang dapat dititk beratkan sebagai kunci kehidupanNbagi setiap manusia. Ini dapat dijelaskan dalam Undang -undangNNo. 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-undang No 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Pasal 1 Angka 11 DalamiUndang Undang iniiyang dimaksud dengan : Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjammeminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga’’.2Penggunaan jasa debt collector oleh Bank dalam melakukan penagihan hutang sudah menjadi hal yang wajar dan telah dilakukan sejak lama. Istilah Debt Collector dalam dunia penagihan Hutang memang bukan

hal yang baru, Meskipun tidak diketahui secara pasti kapan profesi ini bermula.3

Bank indonesia sebenarnya tidak melarang adanya penggunaan jasa debt collector tetapi penggunaan jasa ini harus sesuai dengan ketentuan yang telah diatur oleh Bank Indonesia sebagaimana yang terdapat dalam PBI No. 11/11/PBI/2009 yang telah di sempurnakan dengan PBI 14/2/PBI/2012 dan SEBI 11/10/DASP.4 Pada dasarnya Kredit adalah kepercayaan seseorang atau suatu badan yang memberikan kredit (kreditur) percaya bahwa peneima kredit (debitur) dalam waktu dan syarat-syarat yang telah disetujui oleh kedua belah pihak, dapat mengembalikan atau membayar kembali pinjamannya beserta bunganya.5Di Indonesia pun tidak ada aturan rinci yang mengatur mengenai batasan penagihan menggunakan Debt Collector, Hal inilah yang tentunya menimbulkan kekaburannnorma hukum sehubungan dengan cara yang tidak melanggarnhukum tersebut yanggtermuat dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 11/10/DADP Dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 11/10/DADP juga disebutkan bahwa : “Dalam perjanjian kerjasama antara penerbit dannpihak lain untuk melakukan penagihan transaksi kartu kredit tersebut harus memuat klausul tentang tanggungjawab penerbit terhadap segala akibat hukum yang timbullakibat dari kerja sama pihak lain.’’

Resiko yang sering ditimbulkan dalam kredit yaitu suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada Bank seperti yang telah di perjanjikan.6 Dewasa ini dalam masyarakat sering terdengar adanya kasus penagihan utang terhadap debitur oleh kreditur dengan memakai penagihan utang (debt collector) dalam menagih hutang dengan cara dan memakai kekerasan, Dalam hal ini pihak Bank mempercayai jasa penagihan hutang yang sering disebut debt collector, pada umumnya dunia collector atau yang lebih dikenal sebagai Debt collector dimata masyarakat dikenal sebagai penagih kredit macet atau bermasalah

yang di percayai oleh Bank untuk mendatangi nasabah atau debitur yang mengalami kredit macet atau bermasalah.7

  • 1.2.    Rumusan Masalah

  • 1.    Apa yang menjadi dasar pengaturan pihak Bank menggunakan jasa debt collector dalam menagih kredit bermasalah ?

  • 2.    Bagaimana tanggung jawab Bank kepada nasabah dalam perbuatan melawan hukum atas tindakan debt collector ?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini adalah untuk memberikan gambaran penggunaan jasa debt collector dalam penagihan kredit macet atau bermasalah oleh Bank.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1.    Metode Penelitian

Jenis penelitian jurnal ini adalah jenis penelitian normatif. Menurut Abdulkadir Muhammad penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek, yaitu aspek teori, sejarah, filosofi, perbandingan, struktur dan komposisi, lingkup dan materi, konsistensi, penjelasan umum dan pasal dari pasal, formalitas dan mengikatnya, tetapi tidak mengkaji aspek terapan atas implementasinya, penelitian hukum normatif ini sering juga disebut “penelitian hukum dogmatik’’ atau penelitian hukum teoritis (dogmatic or theoretical law research ).8

  • 2.2.    Hasil dan Pembahasan

    • 2.2.1    Pengaturan Pihak Bank Menggunakan Jasa Debt Collector Dalam Menagih Kredit Bermasalah

Banyak bank yang sering menggunakan jasa debt collector dikarenakanNtingginya biayaayang harus di keluarkan ketikaabank ingin memilih jalur hukum perdata. Mahalnya biaya pekara dipengadilan dibandinggtotal tunggakann nasabah, membuat bank untuk lebih memilih

menggunakan jasa debt collector dalam melakukan penagihan utang. Dengan meyewa jasa debt collector, bank tidak perlu keluar biaya besar untuk memaksa para debitur membayar hutangnya.9 Dalam proses penyelesaian model litigasi (proses pengadilan) oleh pihak bank dihindari karena prosesnya panjang, terbelit-belit, mahal, dan eksekusi putusannya seringkali sulit dilaksanakan, Maka dari itu dalam prateknya, pihak bank sering tidak menempuh cara-cara tersebut diatas, karena dinilai terlalu prosedural, terlalu rumit dan terlalu mahal. Hal inilah yang kemudian memicu bank penerbit lebih memilih senang menggunakan jalan pintas memakai jasa pihak luar sebagai penagih utang yaitu debt collector.

Sebagai contoh dalam proses gugatan perdata, untuk mencapai putusan hakim yang menghukum debitur, berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 tahun 1992 tentang penyelesaian perkara di Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri Tinggi, setidak-tidaknya para pihak membutuhkan waktu 6 (Enam) bulan. Belum lagi, eksekusi atas putusan pengadilan baru bisa dijalankan ketika putusan tersebut berkekuatan hukum tetap. Dengan kebiasaan bahwa para pihak yang dikalahkan akan selaluumelakukan upaya hukumm(banding, kasasi hingga peninjauan kembali), maka agar sebuah perkara dapat dieksekusi, membutuhkan waktu relatif lama (tahunan). Hal ini tentunya selain tidak menghadirkan kepastian, juga sangat melelahkan dan berbiaya mahal. Kondisi tersebut diperparah dengan sistem peradilan yang ada sekarang, untuk tuntutan dalam jumlah besar jumlahnya Rp. 1000 atau tuntutan hingga diatas Rp. 1 Triliun, prosesnya membutuhkan waktu yang sama. Kalaupun sudah berkekuatan hukum tetap, tetap proses eksekusi putusan juga membutuhkan waktu dan biaya.10

BerkaitanNdengan jasa DebtcCollector di lembagaAperbankan, Bank Indonesia yang memiliki kewenangan dalam mengatur dan mengawasi bank, mengeluarkannkebijakan yang di tuangkan melalui PBI No. 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu. Dalam Pasal 177ayat (5) disebutkan : Penerbit kartu kredit wajib menjamin bahwa penagihan atas transaksi kartu kredit, baik yang dilakukan oleh penerbit kartu kredit sendiri atau menggunakan jasa pihak lain,11

dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diterapkan dengan Surat Edaran Bank Indonesia. Berdasarkan SEBI No. 11/10/DADP Perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu mengaturrpenagihan dengan jasa pihak lain.

Ada beberapaasyarat yang harussdipenuhi yaitu :

  • 1.    Jika kualitas tagihan kartu kredit telah masuk kolektibilitas diragukan atau macet;

  • 2.    Penagihan pihak lain dilakukan dengan cara yang tidak melanggar hukum;

  • 3.    Dalammperjanjian kerjasama antaraapenerbit & pihak lain untukk melakukan penagihanntransaksi kartuukredit tersebut harus memuat klausul tentang tanggung jawab penerbit terhadap segala akibat hukum dari kerja sama pihak lain.12

Berkaitan dengan penggnaan jasa debt collector yang melakukan penagihan kredit bermasalah terhadap debitur pengguna kartu kredit yang mengalami kredit macet, merujuk pada SEBI No. 11/10/DADP bahwa penagihan melalui jasa penagihan hutang seharusnya dilakukan dengan cara yang tidak melanggar hukum”. Tentang cara tidak melanggar hukum tersebut, tidak di rumuskan secara jelas tentang cara-cara yanggbagaimana dikatakan sebagaii cara tidak melanggar hukum tersebut. Hal ini tentunya menimbulkan kekaburan norma hukum sehubungan dengan cara yang tidak melanggar hukum tersebut yang termuat dalam “Surat Edaran Bank Indonesia No. 11/10/DDAP.13

Didalam SEBI No. 11/10/DADP juga disebutkan bahwa : “Dalam perjanjian kerja samaaantara penerbittdan pihak lain untuk melakukan penagihan transaksi kartu kredit tersebut harussmemuat klausul tentang tangung jawab penerbit terhadap segala akibat hukum yang timbulaakibat dari kerja sama pihak lain’’. Meskipun cara ini sampai sekarang masih diperbolehkan oleh Bank Indonesia, tetapi resikonya sangat besar bagi pihak bank. Bank yang tidak hati-hati menggunakan debt collector akan terkena sanksi sosial. Reputasi bank pun bisa hancur dan ditinggalkan nasabahnya.

  • 2.2.2 .Tanggung Jawab Bank Kepada Nasabah dalam Perbuatan Melawan Hukum atas Tindakan Debt collector

Dalam Pelaksanaan suatu usaha perbankan, bank wajib melaksanakan prinsippkehati-hatian. Dalam prinsip kehati-hatian tersebut berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan Bank dan perlendungan nasabahnya. Bank Indonesia menetapkan PBI No. 11/25/PBI/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/20033tentang Penerapan Manajemen Resiko Bank Umum (yang selanjutnya disebut dengan PBI Manajemen Resiko). Definisi manajemen resiko diartikan sebagaissuatu metod logis dan sistematik dalam identifikasi, kuantifikasi dan pelaporan resiko yang berlangsung pada setiap aktivitas/proses. Secara normatif di dunia Perbankan, penggunaannjasa Debt Collector dalam menagih utang kepada nasabah yang bermasalah memang bukan suatu yang haram. Di banyakKnegara pun bank diperkenankan menggunakan jasa Debt Collector untuk menagih kredit bermasalah atau macet, namunttentu saja tetap tunduk dengan batasan-batasan tertentu yang diatur ketat.DDi Indonesia pun tidakkada aturan rincinyang mengatur mengena batasan penagihan menggunakan Debt Collector. Tidak adanya norma hukum yang mengatur/larangan bagi bank yang menggunakan jasa debt collector dalam melakukannpenagihan utang kepada nasabahnya, Jadi impliikasi hukumnya tidak ada pertanggungjawaban bagi pihak bank yanggmenggunakan jasa Debt Collector yang melakukan tindak pidana terhadap nasabahnya. Melalui SurateEdaran BankkIndonesia No. 11/10/DASP tanggal 13 April 2009 PerihalPPenyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK), Bank Indonesia telah memberikan panduaniumum tentang tata cara penagihan.

Setidaknya ada beberapa pedoman yang disampaikan dalam surat edaran tersebut, yaitu:

  • 1.    Pertama,adalam hal penerbit (bank)kmenggunakan jasa pihak lain dalam melakukan penagihanntransaksi kartu kredit, maka penagihan pihak lainntersebut hanyaadapat dilakukan jika kualitas tagihan kartu kredit dimaksud telah termasuk dalam katagori kolektibilitas diragukan mengenai kolektibilitas.

  • 2.    Kedua, bankKpenerbit harus menjaminnbahwa penagihan oleh pihak lain untuk juga harus diilakukan denganncara-cara yang tidak melanggar hukum.

  • 3.    Ketiga, dalam perjanjian kerjasamaaantara penerbit dan pihak lain untuk melakukan penagihan transaksi kartu kredit tersebut, harus

memuat klausul tentang tangungjawab penerbit terhadap segala akibat hukum yang timbul akibat dari kerjasamaadengan pihak lain tersebut.14

Tidak jelas disebutkan sanksi apa yang akan dikenakan penerbit yangrmelanggar aturan tersebut, bukan berartii bank bisa begitu saja melepaskan dirinya dari pertanggungjawaban. Hal inilah yang tentunya menimbulkan kekaburannnorma hukum sehubungan dengan cara yang tidak melanggarnhukum tersebut yanggtermuat dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 11/10/DADP Dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 11/10/DADP juga disebutkan bahwa : “Dalam perjanjian kerjasama antara penerbit dannpihak lain untuk melakukan penagihan transaksi kartu kredit tersebut harus memuat klausul tentang tanggungjawab penerbit terhadap segala akibat hukum yang timbullakibat dari kerja sama pihak lain.’’ Namun dalam prakteknya seperti halnya kasus-kasus yang terjadi belakangan ini yang di alami pihak nasabah oleh jasa penagih utang (debt collector) suatu Bank yang melakukan tindakan-tindakan yang tidak baik seperti penganiayaan dan kekerasan dalam suatu transaksi penagihan hutang. Dalam hal ini Bank tidak bertanggung jawab atas akibat hukum yang timbul dari kerjasama dengan pihak debt collector yang bersangkutan.

Debt collector pada prinsipnya bekerja berdasarkan kuasa yang diberikan oleh kreditur untuk menagih utang kepada debiturnya. Perjanjian pemberian kuasa diatur alam KUHPerdata.15Khususnya dibidang perbankan, memang ada peraturan perundang-undangan yang memungkinkan pihak bank untuk menggunakan jasa pihak lain untuk menagih utang. Hal tersebut diatur dalam PBI No. 11/11/PBI/2009 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (PBI) juncto SEBI No. 11/10/DASPPPerihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan MenggunakannKartu tanggal 13 April 2009 (SEBI).16 Dalam PBI dannSEBI ini, diatur bahwa:

  • 1.    Dalam hal bank menggunakan jasa pihak lain untuk melakukan penagihan, maka hal ini wajib diberitahukan kepada pemegang Kartu;

  • 2.    Bank wajib memastikan bahwaatata cara, mekanisme, prosedur, dannkualitas pelaksanaan kegiatan oleh pihak lain tersebut sesuai dengan tata cara, mekanisme, prosedur dan kualitas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh bank itu sendiri;

  • 3.    Penagihan oleh pihak lain tesebut hanya dapattdilakukan jika kualitas tagihan Kartu Kredit dimaksud telah termasuk dalam kategori kolektibilitas diragukan atau macet;

  • 4.    Bankkharus menjaminnbahwa penagihan dilakukan dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum;

  • 5.    Perjanjian antara pihak bank dan pihakklain untukkmelakukan penagihan transaksi Kartu Krediit tersebut harus memuat klausul tentang tanggung jawabbbank terhadap segala akibat hukum yang timbul akibat dari kerjasama dengan pihak lain tersebut.17

Penggunan jasa Debt Collector dalamnpenagihan kartu kredit sebagaimana terjadi pada suatu bank, hubungan hukum Debt Collector dengan pihak bank merupakan hubungan pemberian kuasa, jadi hubungan hukum antaraaDebt Collector denganinasabah adalah sama dengan hubungan hukum antara nasabah dengan Bank. Namun sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia No. 11/11/PBI/2009 sebagaiman tersebuttdi atas di langgar oleh bank tersebut hal ini adalah paraaDebt Collector yanggpada saat itu bertindak atas nama bank. Debt collectorrmelakukanntindakan diluar batas dan melanggar etika dalam hukum bisnis untuk itu sendiri yaitu dengan itikad tidak baik18.

  • III. PENUTUP

  • 3.1 . Kesimpulan

  • 1.    Pengaturan penggunaan jasa debt colletor untuk menagih kredit bermasalah, dalam hal ini Peraturannyanggdikeluarkan oleh Bank Indonesia telah diatur mengenai penggunaan jasa penagih yang di perintahkan oleh bank dalam menagih kredit bermasalah oleh bank

yang diatur dalam PBI No. 11/11/PBI/2009 Tentang Penyelenggaraan KegiatanAAlat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu. Dalam Pasal 17 ayat (5) disebutkan : “Penerbit kartu kredit wajib menjamin bahwa penagihan atas transaksi kartu kredit, baikkyang dilakukan oleh penerbit kartu kredit sendiri atau menggunakan jasa pihak lain”, dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diterapkan dengan Surat Edaran BankkIndonesia.

  • 2.    Pihak bank tidak bertanggung jawab atas apa yang dilakukan debt collector dalam menjalankan tugasnya menagih kredit bermasalah dikarenakan tidak adanya pengakuan secara normatif atas eksistensi bank (koperasi) sebagaissubjek hukum pidana dalam lingkup kejahatan perbankan, menyebabkan seolah tidak ada kejahatan perbankan yang dilakukan oleh bank.

  • 3.2    SARAN

  • 1.    Bagi pihak bank harus benar-benar mematuhi dan ikut mengawasi aturan yang telah dikeluarkan oleh Bank Indonesia dalam memerintah debt collectorrsebagai jasa penagih pihak ketiga antara pihak Bank dan Nasabah. Bank juga harus memberikan batasan-batasan terhadap debt collector dalam menagih hutang kepada nasabah dikarenakan sering terjadinnya debt collector dalam melakukan tindakan-tindakan yang kurang menyenangkan kepada nasabah.

  • 2.    Tidak adanya aturan yang jelas terhadap pengaturan tentang debt collector atau dapat disebut juga kekaburan norma atau kekosongan norma. Maka solusi yang harus dilakukan pemeintah adalah nembuat Peraturan Undang-undang yang mengatur tentang Jasa penagih atau dapat dikatakan debt collector dan pengamanan, mensahkan jasa penagih atau debt collector sebagai salahhsatu profesi yang dapat diakui seluruh masyarakat luas.

DAFTAR PUSTAKA

Buku - Buku

Abdulkadir Muhamad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti.

Hermansyah, 2011, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana, Jakarta.

Ismail, 2010, Manajemen Perbankan, Kencana, Surabaya.

Masrudi Muchtar, 2013, Debt collector Dalam Optik Kebijakan Hukum Pidana, Aswaja Pressindo, Yogyakarta.

Jurnal

Amalia Kurniawan, I Made Budi Arsika, 2014, Perlindungan Hukum Nasabah Pemegang Kartu Kredit Terhadap Adanya Perbuatan Melawan Hukum Yang Dilakukan Oleh Debt Collector, Vol.2 No. 6, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum Kertha Semaya, Fakultas Hukum, Universistas Udayana, Bali, hal. 4.

Fatin Nandari, 2016, Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Proses Penagihan Tunggakan Kartu Kredit Syariah Melalui Debt Collector Pada Industri Perbankan Syariah Di Indonesia, Vol. 5, No. 3, Diponegoro Law Journal, Fakulatas Hukum Universitas Diponegoro, Hal. 7.

I Gede Gumiar Eka Redana, I Made Udiana, Tangung jawab bank atas keterlibatan jasa penagih utang, Vol.6 No.9, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum Kertha Semaya, Fakultas Hukum, Universistas Udayana, Bali, hal. 3

I Gusti Agung Wisudawan, 2013, Prinsip Itikad Baik Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Sebagai Upaya Meminimalisasi Terjadinya Kredit Bermasalah Pada Lembaga Keuangan Koperasi, Vol. 7, No. 2, Ganec Swara, Fakultas Hukum Universitas Mataram, Hal. 2.

I Gusti Ngurah Arya Wedanta, I Gusti Ketu Ariawan, 2015, Tindakan Pengancaman Dan Perampasan Yang Dilakukan Oleh Debt Collector Kepada Debitur, Vol.4 No.3, Jurnal Ilmiah Ilmu HukumKertha Wicara, Fakultas Hukum, Universitas Udayana, Bali, Hal.2.

Ikhwan Habib, Widia Edorita, 2015, Pertanggungjawaban Pidana Pihak Leasing Yang Mempekerjakan Debt Collector Dalam Menyelesaikan

Piutang Dengan Melakukan Penganiayaan Di Kepolisian Resort Kota Pekanbaru. Vol.2, Jurnal Online mahasiswa fakultas hukum Universitas Riau, hal. 9.

January Prakoso, Firganefi, 2017, Pertanggungjawaban Pidana Oleh Debt Collector Yang Melakukan Tindak Pidana Dalam Menagih Kredit Bermasalah, Vol.5 No.2, Jurnal Poenale, Fakultas Hukum, Universitas Lampung, hal. 10.

Riszky Febri Dewanti, Darsono, 2017, Debt Collector dalam Perspektif Hukum di Indonesia, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Hal. 5

Raphael Sitorus, 2015, Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Kartu Kredit Ditinjau Dari Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Vol.3 No.1, Lex Privatum, Fakultas Hukum, Universitas Sam Ratulangit, Manado, Hal.2.

T. Syah Muhammad Parunggit, 2016, Pelaksaan Prinsip Iktikad Baik Pemegang Kartu Kredit Dikaitkan Dengan Perjanjian Jual Beli, Vol. 3,Premise law jurnal, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Wisnu Wardhana, Bastianto Nugroho, 2019, Pertanggungjawaban Pidana Yang Dilakukan Oleh Debt Collector Dalam Penagihan Piutang Terhadap Debitur Bank, Vol.13 No.1, jurnal ilmu hukum, Fakultas hukum, Universitas Merdeka Surabaya, Hal.5.

Peraturan Perundang- Undangan

Undang-undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan

13