PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN JASA CUCI HELM YANG MENGALAMI KERUGIAN AKIBAT KELALAIAN OLEH PELAKU USAHA

Oleh:

Anak Agung Ngurah Agung Purnama Putra∗∗

I Wayan Novy Purwanto∗∗∗

Program Kekhususan Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRAK

Untuk memberikan pemahaman mengenai pencantuman klausula baku dalam suatu perjanjian dan memberikan perlindungan hukum bagi konsumen jasa cuci helm yang mengalami kerugian akibat kelalaian oleh pelaku usaha, sehingga atas dasar hal tersebut perlu adanya pengkajian atas aturan yang mengatur mengenai pencantuman klausula baku dan perlindungan hukum bagi konsumen jasa cuci helm.

Permasalahan hukum dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana Penggunaan Klausula Baku Dalam Nota Cuci Helm Apabila Ditinjau Dari UU Perlindungan Konsumen (2) Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Jasa Cuci Helm. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif.

Berdasarkan hasil penelitian, ternyata pencantuman klausula baku dapat dinyatakan batal demi hukum apabila memuat hal yang dilarang dalam Pasal 18 UU Perlindungan Konsumen. Perlindungan terhadap hak-hak konsumen telah diberikan melalui adanya pengaturan tanggung jawab pelaku usaha. Merujuk Pasal 19 pada pokoknya menentukan adanya tanggung jawab pelaku usaha untuk memberikan suatu ganti rugi atas kerusakan helm milik konsumen jasa cuci helm.

Kata Kunci: Klausula Baku,Perlindungan Hukum, Ganti Rugi.

Tulisan ini merupakan tulisan ilmiah di luar ringkasan skripsi

∗∗Anak Agung Ngurah Agung Purnama Putra adalah Mahasiswa Fakultas

Hukum Universitas Udayana. Korespondensi : [email protected]

∗∗∗ I Wayan Novy Purwanto adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana, Sebagai penulis kedua.

ABSTRACT

To provide an understanding of the inclusion of standard clauses in an agreement and provide legal protection for consumers of helmet washing services who experience losses due to negligence by business actors, so on this basis it is necessary to review the rules governing the inclusion of standard clauses and legal protection for service consumers washing helmet.

Legal problems in this study are (1) Inclusion of Standard Clause in Washing Helmets Note (2) Legal Protection for Helmets Washing Service Consumers. The method used in this study uses normative legal research methods.

Based on the results of the study, it turns out that the inclusion of a standard clause can be declared null and void if it contains things that are prohibited in Article 18 of the Consumer Protection Act. Protection of consumer rights has been provided through the regulation of business actors' responsibilities. Referring to Article 19, in principle, determines the existence of the responsibility of the business actor to provide compensation for damage to the helmet owned by consumers of helmet washing services.

Keywords: Standard Clause, Legal Protection, Compensation.

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1.    Latar Belakang Masalah

Konsumen adalah istilah yang sering digunakan sehari-sehari merujuk kepada pengertian seorang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat. Menurut Ahmad Miru konsumen adalah pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, untuk kepentingannya sendiri atau keluarganya atau orang lain yang tidak untuk diperdagangkan kembali.1 Sedangkan pelaku usaha merupakan sebuah istilah yang digunakan oleh

pembuat undang-undang yang pada umumnya dikenal dengan pengusaha. Menelaah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen (selanjutnya disebut UU Perlindungan Konsumen) dalam Pasal 1 ayat 3 ditentukan bahwa pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Dewasa ini Helm menjadi hal yang penting dalam kehidupan masyarakat. Pada saat mengendarai kendaraan roda dua, para pengendara diwajibkan menggunakan helm yang berstandar nasional Indonesia (SNI) menurut hukum positif. Pada dasarnya keharusan menggunakan helm saat berkendara tersebut tidak hanya berimplikasi pada terbukanya peluang usaha penjualan helm di Indonesia namun juga membuka peluang usaha baru yakni penyediaan jasa cuci helm. Maraknya pengguna jasa cuci helm ini dikarenakan kemudahan yang diberikan dimana konsumen pengguna jasa cuci helm hanya tinggal menitipkan helmnya kepada pelaku usaha jasa cuci helm kemudian pelaku usaha jasa cuci helm menetapkan tarif berdasarkan ketentuan yang telah dibuat sebelumnya. Dalam perkembangannya ternyata muncul keresahan adanya suatu klausula baku dalam nota perjanjian barang dan/atau jasa cuci helm. Selanjutnya muncul pula ketakutan bilamana pelaku usaha jasa cuci helm melakukan kelalaian yakni merusak helm konsumen saat proses pencucian. Permasalahan tersebut berkaitan erat dengan suatu perlindungan hukum bagi konsumen pengguna jasa cuci helm dan juga pertanggung jawaban pelaku usaha dalam hal melakukan suatu kelalaian. Berdasarkan hal-hal tersebut penulis berkeyakinan

penting untuk membuat sebuah tulisan ilmiah yang berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGGUNA JASA CUCI HELM”.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana Penggunaan Klausula Baku Dalam Nota Cuci Helm Ditinjau Dari UU Perlindungan Konsumen ?

  • 2.    Bagaimana Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Pengguna Jasa Cuci Helm ?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini memiliki tujuan agar para pembaca dapat mengetahui mengenai aturan yang mengatur pencantuman klausula baku dan bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen yang mengalami kerugian akibat kelalaian pelaku usaha.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1.    Metode Penelitian

Penulisan jurnal tentang    perlindungan hukum bagi

pengguna jasa cuci helm ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin.2 Penelitian ini dilakukan dengan meniliti bahan pustaka yang ada seperti peraturan perundang-undangan kemudian mengadakan penelitian terhadap masalah hukum.3

  • 2.2.    Hasil dan Pembahasan

    • 2.2.1    Penggunaan Klausula Baku Dalam Nota Cuci Helm

Ditinjau Dari UU Perlindungan Konsumen

Klausula secara etimologis merupakan suatu ketentuan tersendiri dari suatu perjanjian yang salah satu pasalnya diperluas atau dibatasi sedangkan Baku adalah suatu standar atau ukuran tertentu yang menjadi patokan. Klausula baku merupakan setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha. Lebih lanjut klausula baku dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Pengaturan mengenai klausula baku dalam hukum positif ditentukan dalam pasal 1 angka 10 UU Perlindungan Konsumen yakni setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan ke dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat wajib dipenuhi oleh konsumen. Klasula baku dibedakan kedalam tiga jenis yaitu :

  •    Perjanjian baku sepihak yakni sebuah perjanjian yang isinya ditentukan oleh pihak yang kuat kedudukannya dalam perjanjian tersebut. Pada umumnya kreditur berkedudukan sebagai pihak yang kuat dibandingkan dengan pihak debitur.

  •    Perjanjian baku yang ditetapkan oleh pemerintah yakni perjanjian yang memuat objek berupa hak-hak atas tanah misalnya Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1996 tentang Bentuk Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, Akta

Pemberian Hak Tanggungan, Buku Tanah Hak Tanggungan, dan Sertifikat Hak Tanggungan.

  •    Perjanjian baku yang ditentukan di lingkungan notaris atau advokat yakni perjanjian yang sejak semula sudah disediakan untuk memenuhi permintaan dari anggota masyarakat yang meminta bantuan notaris atau advokat yang bersangkutan.

Klausula baku juga memiliki suatu ciri-ciri tersendiri. Ciri-ciri perjanjian dengan klausula baku antara lain :

  • 1.    Isinya ditentukan secara sepihak oleh pihak yang posisi (ekonominya) kuat;

  • 2.    Masyarakat (debitur) tidak iikut dalam menentukan isi perjanjian itu;

  • 3.    Debitur terpaksa menerima perjanjian tersebut dikarenakan adanya dorongan untuk memenuhi kebutuhan;

  • 4.    Bentuknya tertulis

  • 5.    Telah dipersiapkan terlebih dahulu secara individual atau masal.4

Lebih lanjut klausula baku juga memiliki suatu karakter tersendiri yakni ditentukan sepihak, berbentuk formulir, mengandung syarat eksonerasi (syarat dari pihak kreditur untuk menghindarkan dirinya dari tanggung jawab yang merupakan kewajibannya), dicetak dengan huruf kecil, dan disodorkan kepada konsumen seolah menyatakan “take it or leave it contrat’s”.5Larangan terhadap pencantuman klausula baku diatur

dalam Pasal 18 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen apabila memuat yakni :

  • 1.    Menyatakan adanya pengalihan tanggung jawab pelaku usaha

  • 2.    Menyatakan pelaku usaha berhak untuk menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;

  • 3.    Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak untuk menolak penyerahan uang yang dibayarkan atas jasa atau barang yang dibeli oleh konsumen;

  • 4.    Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha yakni secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli secara angsuran;

  • 5.    Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang/ pemanfaatan dari jasa yang dibeli oleh konsumen;

  • 6.    Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat dari jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;

  • 7.    Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yakni berupa aturan baru, tambahan atau lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelau usaha dalam konsumen memanfaatakan jasa yang dibelinya;

  • 8.    Menyatakan bahwasannya konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsuumen secara angsuran.

Berdasarkan ketentuan Pasal 18 UU Perlindungan konsumen dapat dipahami bahwasannya terdapat dua hal pokok yang menjadi larangan dalam suatu klausula baku yakni isi dan bentuk penulisannya. Dari segi isinya terdapat pelarangan untuk menggunakan suatu standar kontrak yang memuat klausula-klausula yang tidak adil. Kemudian dari segi bentuk penulisannya harus dapat dibaca dan dimengerti oleh konsumen. Konsekuensi dari pelanggaran terhadap Pasal 18 UU Perlindungan Konsumen tersebut adalah perjanjian tersebut batal demi hukum, kecuali terdapat pencantuman klausula severability of provisions (persyaratan dalam kontrak yang menyatakan setiap pasal dari kontrak merupakan pasal-pasal yyang berdiri sendiri, sehingga dalam hal pengadilan membatalkan salah satu persyaratan kontrak, maka persyaratan lain akan tetap dianggap sah), maka dalam hal ini yang batal demi hukum hanyalah klausula yang bertentangan dengan Pasal 18. Sedangkan pada perjanjian lain diluar dari hubungan pelaku usaha dan konsumen yang melakukan pencantuman klausula baku adalah sah-sah saja. Pencantuman klausula baku dalam nota cuci helm dapat menjadi sah sepanjang terpenuhinya unsur formil dan materiil dalam syarat sahnya suatu perjanjian pasal 1320KUHPer yakni :

  • 1 .Adanya kehendak antar para pihak untuk mengikatkan dirinya; 2.Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

  • 3.Suatu hak tertentu;

  • 4.S ebab yang halal.

Kemudian klausula baku tersebut juga harus disesuaikan dengan yang telah ditentukan dalam Pasal 18 UU Perlindungann Konsumen.

  • 2.2 .2 Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Pengguna Jasa Cuci Helm

Hukum perlindungan konsumen mendapatkan banyak perhatian, hal tersebut dikarenakan hukum perlindungan konsumen mencakup aturan-aturan yang pada akhirnya untuk mensejahterakan masyarakat, bukan hanya konsumen semata namun juga pelaku usaha. Penjaminan atas pemberian hak yang sama untuk mendapatkan perlindungan berkaitan dengan hak dan kewajibannya, terdapat peran pemerintah dalam mengatur, mengawasi, dan mengontrol sehingga tercipta suatu sistem yang kondusif saling berkaitan satu dengan yang lain dengan demikian suatu tujuan untuk mensejahterakan masyarakat dapat tercapai.6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen memberikan perlindungan terhadap konsumen yang dirugikan oleh pelaku usaha. Dalam hal ini UU Perlindungan Konsumen menentukan perlindungan bagi pengguna jasa cuci helm pada beberapa pasal yakni pada Pasal 4 huruf b dan h serta Pasal 7 huruf f. Menurut Janus Sidabalok perlindungan konsumen adalah perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam usahanya memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat merugikan konsumen itu sendiri.7

Menelaah kedalam Pasal 1 angka 1 UU Perlindungan Konsumen ditentukan bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk

memberi perlindungan kepada konsumen. Perlindungan Konsumen didasarkan atas suatu asas dan tujuan yang telah ditentukan didalam Pasal 2 UU Perlindungan Konsumen. Asas-asas perlindungan konsumen terdiri atas asas kemanfaatan, asas keadilan, asas kesimbangan, asas keamanan dan asas kepastian hukum. Lebih lanjut apabila diperhatikan substansinya, asas perlindungan konsumen terbagi atas asas kemanfaatan yang di dalamnya meliputi asas keamanan dan keselamatan konsumen, asas keadilan yang di dalamnya terdapat asas keseimbangan dan asas kepastian hukum.8Kemudian berkaitan dengan tujuan perlindungan konsumen ditentukan di dalam Pasal 3 UU Perlindungan Konsumen yaitu :

  • 1.    Menambah kesadaran, kemampuan dan kemandirian dari konsumen untuk melindungi diri

  • 2.    Mengangkat harkat & martabat konsumen melalui penghindaran atas akses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.

  • 3.    Meningkatkan suatu pemberdayaan konsumen dalam hal memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.

  • 4.    Menciptakan suatu sistem perlindungan konsumen yang memberikan kepastian hukum, keterbukaan informasi dan akses untuk mendapatkan informasi

  • 5.    Menumbuhkan adanya kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.

  • 6.    Meningkatkan kualitas barang    dan/atau jasa yang

menjamin kelangsungan dari usaha produksi barang

dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselematan konsumen.

Menelaah kedalam ketentuan yang terdapat dalam Pasal 4 huruf b UU Perlindungan Konsumen pada pokoknya menentukandiberikannya hak kepada konsumen untuk memiilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. Kemudian pada Pasal 4 huruf h menentukan adanya hak konsumen untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang barang dan/atau jasa yang diterima atau dimaanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Lebih lanjut Pasal 7 huruf g menentukan bahwa adanya suatu kewajiban bagi pelaku usaha untuk mmberikan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Menurut Yusuf Shopie tanggung jawab berarti seseorang tidak boleh mengelak apabila dimintakan penjelasan tentang    perbuatan    atau    prilakunya.9Prinsip-prinsip

pertanggung jawaban sendiri terbagi menjadi lima yaitu :

  • 1.    Prinsip tanggung jawab karena kesalahan atau liability based on fault principle;

  • 2.    Prinsip  presumption of  liability principle atau praduga

bertanggung jawab;

  • 3.    Prinsip prensumption of non liability principle atau praduga tiak selalu bertanggung jawab;

  • 4.    Prinsip strict liability atau tanggung jawab mutlak; dan

  • 5.    Prinsip limitation of liability atau bertanggung jawab terbatas.

Tanggung jawab dalam perspektif hukum perdata digantungkan pada sifat hubungan hukum yang melahirkan hak-hak keperdataan. Dalam hal ini tanggung jawab dalam hukum perdata dapat dimintakan dikarenakan adanya pelanggaran perjanjian karena wanprestasi atau perbuatan melawan hukum. Wanprestasi adalah suatu peristiwa atau keadaan dimana debitur tidak memenuhi kewajiban prestasi perikatannya dengan sebagaimana mestinya dan debitur memiliki unsur salah atasnya.10 Penekanan unsur salah merujuk pada suatu keadaan dimana debitur tidak memenuhi kewajiban itu sebagaimana mestinya. Lebih Lanjut penting untuk memahami pula apa yang dimaksud dengan perikatan. Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak dalam bidang harta kekayaan, dimana pihak yang satu yakni kreditur berhak atas prestasi dan pihak yang satunya yakni debitur memiliki kewajiban memenuhi prestasi tersebut. Kemudian pemaknaan hak dan kewajiban merupakan akibat hubungan hukum yaitu hubungan yang diatur oleh hukum. Pihak yang berhak atas prestasi adalah kreditur atau ialah pihak yang berpiutang. Sedangkan pihak yang memiliki kewajiban memenuhi prestasi adalah debitur atau orang yang berutang. Obyek perikatan merupakan hak debitur dan kewajiban debitur biasanya dinamakan prestasi. Merujuk pasal 1234 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata prestasi adalah memberi sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu.

Wanprestasi yang dilakukan oleh pelaku usaha menimbulkan sebuah kewajiban untuk bertanggung jawab kepada konsumen, merujuk pada Pasal 19 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen terdapat pengaturan tentang tanggung jawab pelaku

usaha yakni untuk memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Lebih lanjut dalam ayat (2) ditentukan bahwa ganti rugi tersebut dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan, dan/atau adanya pemberian santunan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan hal tersebut dapat dipahami bahwa dalam hal kerusakan helm akibat kelalaian dari pelaku usaha jasa cuci helm merupakan sebuah wanprestasi, sehingga hal menimbulkan kewajiban bagi pelaku usaha tersebut untuk bertanggung jawab sebagaimana yang ditentukan dalam UU Perlindungan Konsumen. Berkaitan dengan ganti rugi tersebut harus dilakukan dalam tenggang waktu tujuh hari setelah tanggal transaksi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 19 ayat (2) bahwa pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari dari setelah tanggal transaksi. Apabila dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari tersebut ternyata pelaku usaha memberikan ganti rugi maka tidak akan terjadi sengketa konsumen namun jika dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari tersebut sebaliknya pelaku usaha tidak memberikan ganti rugi kepada konsumen, maka sengketa konsumen dapat terjadi.

  • III. PENUTUP

  • 3.1.    Kesimpulan

  • 1.    Pengaturan mengenai Pencantuman klausula baku telah ditentukan secara eksplisit dalam Pasal 18 UU Perlindungan Konsumen. Berkaitan dengan klausula baku sendiri secara sederhana terdapat dua hal yang menjadi pokok utama

pelarangannya yakni dari segi isi dan juga dari segi bentuk penulisannya. Klausula baku yang sesuai dengan syarat sahnya perjanjian yang memenuhi unsur formil dan materiil dalam Pasal 1320 KUHPer dan sesuai dengan Pasal 18 UU Perlindungan Konsumen dapat sah digunakan dan mengikat bagi pihak yang melakukan perjanjian tersebut.

  • 2.    Perlindungan hukum bagi konsumen yang mengalami kerugian berupa kerusakan helm yang dimiliki dikarenakan kelalaian dari pelaku usaha jasa cuci helm dapat menuntut haknya untuk memperoleh ganti kerugian. Dalam permasalahan ini sejatinya berkaitan dengan hak yang dimiliki oleh konsumen sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 4 huruf b UU Perlindungan Konsumen dan pada Pasal 4 huruf h.Perlindungan Konsumen juga menentukan terdapatnya kewajiban pelaku usaha sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 7 UU Perlindungan Konsumen dan tanggung jawab pelaku usaha sebagaimana ditentukan pada Pasal 19 UU Perlindungan Konsumen.

  • 3.2.    Saran

Pencantuman klausula baku yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan merupakan sesuatu yang harus dipahami bersama. Pemerintah selayaknya memberikan sosialisasi mengenai penggunaan klausula baku pada pelaku usaha sehingga nantinya dalam kegiatan ekonomi antara konsumen dan pelaku usaha tidak akan memberikann kerugian khususnya terhadap konsumen barang dan/atau jasa.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Ahmad Miru, 2011, Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, 2011, Hukum Perlindungan Konsumen, PT Raja Grafindo, Jakarta.

Celina Tri Siwi Kristiyant, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Gafika, Jakarta.

J. Satrio, 2012, Wanprestasi Menurut KUHPerdata, Doktrin dan Yurisprudensi. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Janus Sidabalok, 2006, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Citra Aditya Bhakti, Bandung.

Mariam Darus Badrulzaman, 1994, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung.

Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, 2017, Dualisme Penelitian HukumNormatif & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Shidarta, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, PT Gramedia Widiasarana, Jakarta.

Soerjono Soekanto, 2009, Penelitian Hukum NormatifSuatu Tinjauan

Singkat, PTRaja Grafindo Persada, Jakarta.

Yusuf Shopie, 2000, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, Citra Aditya, Bandung, h. 143

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata(Burgerlijk Wetboek voor Indonesie StaatsbladNomor 20 Tahun 1847, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3327)

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Nomor 42 Tahun 1999, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821)

JURNAL ILMIAH

A.A Brahmasta, 2016, Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna

Jasa Ojek Online Dalam Hal Terjadinya Kecelakaan Yang Menimbulkan Kerugian Pada Penumpang, Kertha Semaya, Vol. 4

A.A Govindha Suryawan, 2017, Perlindungan Konsumen Sebagai

Pengguna Jasa Penerbangan, Kertha Semaya, Vol. 6

A.A.A Nadina Putri, 2016, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Pengguna Jasa Pengiriman Barang Dalam Hal Keterlambatan Sampainya Barang, Kertha Semaya, Vol. 5

Ida Bagus Putu Bayu Kumara Manuaba, 2018, Pertanggungjawaban Penyedia Jasa Pengangkutan Barang Dalam Hal Terjadinya Kerusakan Objek Pengangkutan Pada Tiki, Kertha Semaya, Vol. 4

Ida Bagus Widnyana, 2016, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Yang Menggunakan Jasa Rekreasi Wahana Air Di Ciwa Sempurna Kecamatan Kuta Selatan, Kertha Semaya, Vol. 4

Ni Putu Puspa Chandra Sari, 2018, Perlindungan Konsumen Pengguna Angkutan Barang Melalui Layanan Ojek Online, Kertha Semaya, Vol. 6

Ni Ketut Santi Sekarini, 2017, Perlindungan Hukum Bagi Pengguna Jasa Angkutan Trans Sarbagita Ditinjau Dari Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan, Kertha Semaya, Vol. 6

Richard Revel Wijaya Theda, 2019, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Akibat Kelalaian Pelaku Usaha Jasa Laundry Di Denpasar Utara, Kertha Semaya, Vol. 7

17