MEDIASI PENAL SEBAGAI PENYELESAIAN PERKARA ALTERNATIF DALAM MALPRAKTIK DI BIDANG KEDOKTERAN*

Oleh:

A.A Istri Agung Nindasari Trisnawijayanti**

I Dewa Gede Dana Sugama***

Program Kekhususan Peradilan

Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstrak

Mediasi penal merupakan salah satu sarana dalam penyelesaian perkara alternatif di dalam perkara pidana. Malpraktik medis dikatakan sebagai salah satu tindak pidana di bidang kedokteran. Pengaturan penyelesaian perkara malpraktik medis di dalam perkara pidana belum diatur. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk memahami bentuk penyelesaian perkara malpraktik di bidang kedokteran dengan menggunakan mediasi penal, serta untuk mengetahui formulasi untuk masa yang akan datang melalui mediasi penal sebagai penyelesaian perkara alternatif malpraktik di bidang kedokteran.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif. Penelitian in terdapat norma kosong dalam penyelesaian perkara malpraktik di bidang kedokteran. Serta penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual.

Hasil dan analisis menunjukan bahwa bentuk mediasi penal bisa dilakukan di tahap penyidikan, penuntutan, dan di tahap pemeriksaan sidang perkara di pengadilan. Pada tahap-tahap tersebut dilalui dengan menggunakan pendekatan Keadilan Restoratif. Formulasi untuk masa yang akan datang melalui mediasi penal yaitu dibutuhkan rumusan asas dan tujuan yang hendak digapai dalam prosedur pada mediasi penal.

Kata Kunci: Mediasi Penal, Malpraktik, Tindak Pidana

Abstract

Penal mediation is one of the means in solving alternative cases in criminal cases. Medical malpractice is said to be a crime in the medical field. Arrangement for settlement of medical malpractice cases in criminal cases has not been regulated. The purpose of this study is to understand the form of settlement of malpractice cases in the medical field by using mediation of penalties, as well as to find out formulations for the future through mediation of penalties as the settlement of alternative cases of malpractice in the medical field.

The method used in this study is the normative legal research method. This research has an empty norm in solving malpractice cases in the medical field. And this research uses a statutory approach and conceptual approach.

The results and analysis show that the form of penal mediation can be carried out at the investigation, prosecution, and examination stages of court hearings. During these stages, a Restorative Justice approach is adopted. Formulation for the future through mediation of the penalty that is the formulation of principles and objectives to be achieved in the procedure for mediation of the penalties.

Keywords: Penal Mediation, Malpractice, Crime

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1.    Latar Belakang

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan terdapat keberadaan mediasi sebagai bentuk penyelesaian perkara medis yang khususnya berada di Pasal 29 dan Penjelasannya yang menyebutkan bahwa “Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi”. Sedangkan Penjelasan pasal tersebut mengatakan maka tujuan serta alasan diberlakukannya mediasi, yaitu bahwa mediasi dilakukan bila timbul sengketa antara tenaga kesehatan dengan pasien, mediasi tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menyelesaikan sengketa di luar pengadilan yang dilakukan oleh mediator dan disepakati oleh para pihak yang bersengketa.

Sengketa medis atau tindak pidana dalam praktik kedokteran dalam hukum yang sering disebut dengan istilah malpraktik. Malpraktik merupakan perbuatan jahat atau buruk, yang tidak memenuhi standar yang ditentukan oleh profesi. Malpraktik medis merupakan praktek kedokteran atau tenaga kesehatan yang dilakukan dengan cara tidak tepat atau menyalahi undang-undang dan kode etik.1 Malpraktik dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam praktek jahat ataupun buruk dimana hal tersebut dikarenakan tidak terpenuhinya suatu standar yang awalnya telah di tentukan oleh profesi.2 Sampai saat ini pemahaman mengenai malpraktik belum

seragam karena malpraktik dalam peraturan perundang-undangan belum diatur hingga saat ini.

Praktik penyelesaian perkara malpraktik di bidang kedokteran menggunakan 2 (dua) jalur, sebagai berikut: melalui jalur di pengadilan dan jalur diluar pengadilan. Di dalam praktik pengadilan perkara malpraktik kedokteran memiliki kendala yang tidak ringan, yakni terletak pada unsur beban pembuktian, panjangnya waktu yang harus ditempuh, serta biaya yang tidak sedikit. Ditambah lagi dengan beraneka ragam akibat lainnya seperti adanya pencemaran nama baik yang dapat digugat balik oleh pihak yang dirugikan.3 Kelemahan dan ketidakpuasan tentang penyelesaian perkara di pengadilan terhadap malpraktik kedokteran mendorong masyarakat untuk mencari alternatif penyelesaian perkara. Metode dalam penyelesaian perkara pidana salah satunya dengan memakai pendekatan keadilan Restorative yaitu Mediasi Penal. Selaku penyelesaian perkara alternatif malpraktik di bidang kedokteran adalah mediasi penal, selain berguna untuk pasien serta keluarga yang bersangkutan, dunia kedokteran dan masyarakat Indonesia. Yang terdahulu masyarakat Indonesia sudah menggunakan musyawarah untuk mencapai mufakat sebagai penyelesaian sengketa alternatif.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana bentuk penyelesaian perkara malpraktik di bidang kedokteran dengan menggunakan mediasi penal dewasa ini?

  • 2.    Formulasi untuk masa yang akan datang mengenai mediasi penal sebagai penyelesaian perkara alternatif malpraktik di bidang kedokteran?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Penulisan karya ilmiah mempunyai tujuan untuk memahami bentuk penyelesaian perkara malpraktik di bidang kedokteran dengan menggunakan mediasi penal dewasa ini, serta untuk mengetahui formulasi untuk masa yang akan datang mengenai mediasi penal sebagai penyelesaian perkara alternatif malpraktik di bidang kedokteran.

  • II.    ISI MAKALAH 2.1. Metode

Karya ilmiah ini memakai metode penelitian hukum normatif ialah penelitian yang bertujuan untuk meneliti norma hukum atau kaedah. Penelitian ini terdapat norma kosong dalam penyelesaian perkara alternatif malpraktik di bidang kedokteran yaitu mediasi penal. Dalam kaitannya dengan penelitian normatif, penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) adalah suatu pendekatan yang dilakukan terhadap berbagai aturan hukum berkaitan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan serta menggunakan pendekatan konsep hukum (konseptual approach), pendekatan ini digunakan untuk memahami konsep-konsep tentang politik hukum

  • 2.2 . Hasil dan Analisis

  • 2.2.1.Bentuk Mediasi Penal dalam Penyelesaian Perkara Malpraktik di Bidang Kedokteran Dewasa Ini

Mediasi merupakan proses yang cakupannya lebih luas dibandingkan dengan negosiasi karena dalam mediasi mereka yang bersengketa dapat menentukan dan menyampaikan apa yang

mereka inginkan sehingga yang dihasilkan kemudian tidak menimbulkan kerugian atau kekalahan bagi salah satu pihak, karena pada prinsipnya mediasi untuk memenangkan kedua belah pihak yang berperkara.4 Mediasi juga dapat dipergunakan dalam menyelesaikan perkara pidana. Akan tetapi tidak semua perkara pidana yang dapat diselesaikan dengan mediasi. Penerapan mediasi dalam perkara pidana merupakan penjabaran nilai-nilai restorative justice yang berorientasi pada penyelesaian perkara yang menguntungkan semua pihak (korban, pelaku, dan pihak ketiga yaitu masyarakat).5 Saat memecahkan tindakan kejahatan restorative justice ataupun keadilan restoratif dapat dikatakan sebagai pola yang baru. Pelaku dianjurkan untuk membayar kerugian yang diperbuatnya kepada korban serta keluarganya. Yang melandasi konsep mediasi penal ini yaitu merekontruksi pola peradilan pidana yang amat panjang dengan menggunakan pola resolusi mengetahui bagaimana cara meminimalisir kerugian serta beban berat yang terdapat pada sistem peradilan pidana di Indonesia dengan memandang lebih efektif dan efesien pada sistem ini. Terlaksananya sesuatu out of court settlement dalam cakupan bagian hukum pidana termasuk dalam penyelesaian perkara dalam Keadilan Restorative.

Dewasa ini dalam penyelesaian perkara malpraktik di bidang kedokteran terhadap bentuk mediasi penal beberapa masyarakat sudah menerapkannya melalui cara penyelesaian kekeluargaan atau yang disebut dengan keadilan restoratif yang dilakukan antara pelaku dengan korban maupun keluarga korban yang

diselesaikan melalui pelunasan ganti rugi terhadap korban. Tentang keadilan restoratif ini diatur dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yang menyatakan bahwa “Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga korban/plaku, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengn menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan”. Sedangkan tentang upaya ganti rugi disinggung dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang menyatakan “Bahwa dampak dari timbulnya masalah yang diakhibatkan karna kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan maka semua orang memiliki hak untuk mendapatkan ganti kerugian tersebut”. Ini merupakan suatu upaya sebagai perlindungan bagi setiap orang karena dampak dari kelalaian tenaga kesehatan.6 Untuk dapat menuntut pergantian kerugian (ganti rugi) karen kelalaian dokter, maka pasien harus dapat membuktikan adanya empat unsur berikut;

  • 1.    Adanya suatu kewajiban dokter terhadap pasien;

  • 2.    Dokter telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim;

  • 3.    Penggugat (pasien) telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya;

  • 4.    Secara faktual kerugian itu disebabkan oleh tindakan dibawah standar.7

Saat penyelesaian perkara pidana ada beberapa langkah prosedur peradilan pidana yang persetujuan serta pelunasan ganti ruginya dari pelaku terhadap korban sekedar divalidasi sebagai selaku rekomendasi yang dapat memperkecil tuntutan pidana serta penjatuhan pidana pada terdakwa. Di tahapan penyidikan, jika sekedar memicu kerugian yang tidak besar biasanya diakhiri melalui mediasi antara pasien maupun keluarganya serta dokter beserta pihak kepolisian menjadi saksi berdasarkan persetujuan yang dicapai, perkara tidak dilanjutkan berlandaskan atas persetujuan pada pelaku serta korban maupun kelurga korban. Yang dilakukan kepolisian disebut police caution menurut teori diversion. Dalam melakukan delik untuk ditawarkan oleh polisi pada tindak pidana kedokteran yaitu dengan melakukan perbaikan terhadap korban maupun keluarganya dengan cara meminta maaf maupun mengganti kerugian. penanganan ini dilakukan oleh pihak kepolisian. Proses pidana tidak dilanjutkan jika disetujui oleh para pihak. Kelemahan sistem ini cukup membahayakan bagi pihak kepolisian, karena membuat pihak kepolisian sebagai hakim, penuntut umum serta sekaligus pelaksana putusan.8

Mediasi pada perkara ini tidak boleh dilakukan, jika apabila perkara tindak pidana malpraktik yang mengakibatkan kesengajaan serta memicu kerugian yang sangat besar baik materiil maupun immateriil di pihak pasien atau keluarga pasien sebagai korban9, sebagaimana nyawa seseorang yang hilang dan cacat fisik dan mental pada korban. Saat hakim menjatuhkan putusan kepada terdakwa, hal yang mengenai penyelesaian ganti rugi, yaitu anggaran rumah sakit serta pemakaman jenazah korban semata-mata menjadi salah satu rekomendasi yang dipakai oleh hakim.

Di delik aduan yang di proseduri penyidikan berdasarkan pada pengaduan korban yaitu pasien atau keluarga pasien yang mencari solusi sendiri pada perkara ini, adanya mediasi bahwa pada praktik tindak pidana di bidang kedokteran tidak besar walaupun yang dilakukan oleh dokter adala tindak pidana tidak melahirkan delik aduan, melainkan bersumber pada dalil. Demi kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat serta semua pihak bahwa penyelesaian selaku mediasi sering dipakai sebagai opsi masing-masing.

Saat tahapan penuntutan, ditemukan lagi ada penyelesaian melalui mediasi sebelum dilakukannya penuntutan. Pada mediasi korban memberikan syarat, yaitu menagih ganti rugi kepada pelaku. Syarat dapat terbilang berbentuk kewajiban, untuk terpidana perlu menggantikan sebagian atau segala kerugian yang dihasilkan oleh tindak pidana dalam waktu tertentu.10 Namun kendatipun sudah terjadi, persetujuan dari pihak pasien dan

pihak dokter untuk menggantikan kerugian tergantung pada para pihak, persetujuan tersebut tidak mengurangi penuntutan, sehingga prosedur peradilan senantiasa berjalan sebagaimana seharusnya. Serta persetujuan ganti rugi semata-mata sebagai rekomendasi dalam melaksanakan penuntutan oleh jaksa, dan keputusan akan tetap berada di tangan hakim.

Mediasi penal dalam penanganan perkara malpraktik medis hanyalah bersifat untuk meringankan tuntutan saja dimana pelaku tetap akan dipidana sebagaimana awalnya akan tetapi melalui penerapan mediasi penal ini bisa saja pidananya akan diperingan.11 Pada saat dalam mengatasi kasus malpraktik di bidang kedokteran yang terbilang dalam golongan delik biasa, sebagaimana pada kasus yang memuat faktor kelalaian dokter dalam melaksanakan tindakan medis yang berada di Pasal 359 KUHP yaitu, “Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan kematian orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.” Diberlakukannya mediasi melalui cara negosiasi dimana korban menagih ganti rugi kepada dokter dengan sebuah keterangan persetujuan bahwa sudah dilakukannya pelunasan ganti rugi kepada korban. Saat praktik mediasi penal pesetujuan tersebut hakim tidak akan diterapkan, sebab tidak adanya peraturan normatif yang menggolongkan mediasi penal. Karena ditingkat penyidikan dan penuntutan, peristiwa yang melibatkan persetujuan antara dokter dan pasien ada pada, hakim sekedar menyerahkan keputusan dengan memikirkan perihal yang dibicarakan pada surat dakwaan saat menjalani sidang salah

satunya yaitu persetujuan yang dicapai saat menjalani mediasi sebelum perkara diberikan kepada pengadilan.

  • 2.2.2. Formulasi Untuk Masa Yang Akan Datang Mengenai Mediasi Penal Sebagai Penyelesaian Perkara Alternatif Malpraktik di Bidang Kedokteran.

Selama menyusun perumusan terhadap dalam perkara malpraktik di bidang kedokteran pada mediasi penal, dibutuhkan rumusan mengenai asas serta tujuan yang hendak digapai dalam prosedur pada mediasi penal adalah, sebagai berikut:

  • 1.    Asas Bebas dan Sukarela

Bahwa prosedur mediasi penal berdasarkan keinginan yang bebas dan sukarela yang dapat dijabarkan apakah perkara pidana tersebut tidak harus beralaskan persetujuan atau hendak di mediasikan kepada pihak-pihak yang bersangkutan.

  • 2.    Asas Kerahasiaan

Bahwa korban dan pelaku tindak pidana serta mediator wajib menyimpan kerahasiaan dengan baik. Yang termasuk kerahasiaan pada saat proses mediasi yaitu penjelasan yang dikatakan oleh para pihak, serta faktor jika tercapainya persetujuan maupun perihal lain yang muncul saat selama proses mediasi.12

  • 3.    Asas Kesejahteraan

Bahwa adanya ketentuan mengenai kesejahteraan sosial dalam UUD NRI 1945, merupakan konsep negara kesejahteraan (welvaart staat atau welfare state), negara turut serta secara aktif untuk kesejahteraan rakyatnya (welfare state) dan negara hukum sosial (sociale rechsstaat) dimana

negara dituntut untuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya.13

  • 4.    Asas Itikad Baik

Bahwa itikad baik dalam mediasi yang dituangkan pada PERMA No. 1 Tahun 2016 merupakan suatu hukum yang mewajibkan dilaksanakannya hal tersebut oleh para pihak dengan tujuan tercapainya win-win solution.14

  • 5.    Asas Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan

Bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian perkara yang cepat, sederhana dan biaya ringan karena dapat memberikan akses yang lebih besar kepada para pihak yang menemukan penyelesaian memuaskan dan memenuhi rasa keadilan.15

Adanya penyelesaian perkara malpraktik di bidang kedokteran melalui mediasi penal bertujuan untuk:

  • a.    Mengakhiri perkara pidana malpraktik di bidang kedokteran dengan melaksanakan perdamaian antara dokter atau tenaga kesehatan dan pasien maupun keluarga pasien.

  • b.    Melekatkan lagi ikatan yang terganjal pada pelaku serta korban maupun keluarga korban dikarenakan adanya perkara tindak pidana malpraktik.

  • c.    Memudahkan penyembuhan pada korban dan perbaikan martabat pada pelaku.

  • III. PENUTUP

  • 3.1.    Kesimpulan

  • 1.    Bentuk mediasi penal dalam proses peradilan pidana dari eksistensinya berpengaruh diantara “berada” dan “tiada”. Dari segi “berada” lantaran praktik mediasi penal yang lebih spesifik dalam perkara malpraktik di bidang kedokteran sudah dilakukan oleh penegak hukum yaitu kepolisian, dokter dan pasien maupun keluarganya serta pemecahan terbilang dilakukan diluar pengadilan sebagaimana lembaga kesehatan melakukan prosedurnya, baik menempuh direksi rumah sakit yang bersangkutan maupun dari profesi kedokteran yang menggunakan musyawarah kekeluargaan dan mencapai mufakat. Sedangkan dari segi “tiada” disebabkan karena dalam resolusi undang-undang tidak diketahui dalam sistem peradilan pidana adanya mediasi penal, melainkan dalam hirarki dibawah undang-undang diketahui secara khusus dengan menempuh diskresi penegak hukum yang bersifat persial.

  • 2.    Formulasi untuk masa yang akan datang mengenai mediasi penal yaitu dibutuhkan rumusan asas dan tujuan yang hendak digapai dalam prosedur pada mediasi penal yang suatu saat akan memberi solusi yang resmi dan suatu hasil persetujuannya yang mempererat antara pihak pasien beserta keluarganya maupun pihak dokter yang bersangkutan, dan aparat penegak hukum dapat menghilangkan wewenang untuk menuntut.

  • 3.2.    Saran

  • 1.    Praktik mediasi penal saat ini telah dilakukan oleh aparat penegak hukum pada pendekatan Keadilan restoratif. Oleh karenanya, diperlukan progresivitas setiap aparat penegak hukum dalam rangka penanganan perkara

pidana agar keadilan yang seimbang serta yang diinginkan dan dibutuhkan oleh masyarakat dapat terwujud.

  • 2.    Bagi pembentuk peraturan perundang-undangan sebaiknya segera melakukan pembuatan ketentuan undang-undang mengenai pengaturan terhadap mediasi penal dengan  mengatur   secara tegas  dan jelas,

mengingat makin banyaknya masyarakat yang menggunakan jalur mediasi penal dalam perkaranya

masing-masing.

DAFTAR PUSTAKA

  • A.    Buku :

Muladi dan Barda. N. Arief, 1992, Bunga Rampai Hukum Pidana. Alumni, Bandung.

Nugroho, Susanti Adi, 2019, Manfaat Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa, Prenadamedia Group, Jakarta.

Rozah, Umi, 2012, Instruksi Politik Hukum Mediasi Penal Sebagai

Alternatif Penyelesaian Perkara  Pidana.  Pustaka

Larasan, Denpasar.

  • B.    Jurnal :

Agus Satrya Wibawa dan  I Nengah Suharta, Mekanisme

Penyelesaian Sengketa Konsumen Secara Mediasi Terhadap Produk Cacat Dalam Kaitannya Dengan

Tanggung Jawab Produsen, Kertha Semaya, Fakultas Hukum Universitas Udayana Vol. 04, No. 03, 2016.

Arif Dian Santoso, Penyelesaian Sengketa Medik Melalui Mediasi Oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia Untuk Dapat Menjamin Keadilan Dalam Hubungan Dokter Dan Pasien, Jurnal Pasca Sarjana Hukum, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, Vol. 07, No. 01, 2019.

Chairul Huda, Kedudukan Subsistem Kepolisian Dalam Sistem Peradilan Pidana, Jurnal Hukum, No. 12, Vol. 6, 1999.

Dewa Gede Yudi Putra Wibawa, I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati, Upaya Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Pelanggaran Hak Cipta, Jurnal Kertha Wicara, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Vol. 08, No. 01, 2019.

Kadek Arini dan Ida Bagus Putra Atmadja, Pengaturan Tingkat Kesalahan Dokter Sebagai Dasar Penentuan Ganti Rugi Pada Pasien Korban Malpraktek,  Kertha Wicara,

Fakultas Hukum Universitas Udayana , Vol. 05, No. 04, 2016.

Keyzha Natakharisma,  I Nengah Suantra, Mediasi  Dalam

Penyelesaian Perkara Pidana Di Indonesia, Jurnal

Kertha Wicara, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Vol. 01, No. 05, 2013.

Michelle Gabriele Monica Rompis, Perlindungan Hukum Terhadap Dokter Yang Diduga Melakukan Medicial Malpraktik, Jurnal Lex Crime, Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi, Vol. 06, No. 04, 2017.

M. Nurdin, Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Atas Korban Malpraktek Kedokteran, Jurnal Hukum Samudra Keadilan, Fakultas Hukum Universitas Samudra, Vol. 10, No. 01, 2015.

Rudy Hendra Pakpahan dan Eka N.A.M. Sihombing, Tanggung Jawab Negara Dalam Pelaksanaan Jaminan Sosial (Responsibility State in The Implementation of Social Security),  Jurnal Legislasi Indonesia (Indonesian

Journal of Legislation), Vol. 09, No. 02, 2012.

  • S.    Tri Herlianto, Mediasi Penal Sebagai Alternatif Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Praktik Kedokteran, Fakultas Hukum Universitas Diponogoro, Vol. 43, No. 02, 2014.

Sugiatminingsih, Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan, STIH Giri Malang, Vol. 12, No. 02, 2009.

Yutika Tri Bhuana Dewi, A.A. Ngurah Wirasila, dan Sagung Putri M.E Purwani, Kebijakan Pemberian Ganti Kerugian Kepada Korban Malpraktek Medis Sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Pidana, Kertha Wicara, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Vol. 05, No. 01, 2016.

  • C.    Peraturan Perundang-undangan :

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009

tentang Kesehatan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012

tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan.

16