UPAYA ARBITRASE DALAM PENYELESAIAN SENGKETA MEREK TERKENAL*

Oleh:

Ida Ayu Sri Dewi Kusuma**

I Dewa Gede Dana Sugama***

Program Kekhususan Peradilan

Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstrak

Penggunaan atas suatu merek khususnya merek terkenal dalam perkembangan industri dan perdagangan saat ini memegang peranan yang penting. Kondisi demikian berpotensi menimbulkan itikad yang tidak baik untuk menggunakan merek terkenal tersebut untuk mencari keuntungan pribadi atau pihak-pihak tertentu. Hal tersebut dapat menimbulkan sengketa antara pemilik merek dengan pihak-pihak yang hanya memanfaatkan merek terkenal. Jurnal ini bertujuan untuk mengetahui mengenai pengaturan penyelesaian sengketa merek di Indonesia serta apakah upaya arbitrase dapat memberikan perlindungan terhadap penyelesaian sengketa merek terkenal. Metode yang penulis gunakan pada jurnal ini ialah yuridis normatif dengan penggunaan bahan hukum primer serta sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam menyelesaikan sengketa merek terdapat dua cara yang dapat digunakan yaitu melalui arbitrase dan penyelesaian sengketa alternatif atau dengan pengajuan gugatan pada Pengadilan Niaga. Adapun upaya arbitrase yang dapat ditempuh dalam penyelesaian sengketa merek terkenal ialah melalui lembaga arbitrase institusional.

Kata Kunci: Merek Terkenal, Penyelesaian Sengketa, Arbitrase

Abstract

The usage of brand, especially brands which are well-known in the development of industry and trading, holds a really significant role. That situation has a potential to cause bad faith in the usage of that well-known brand to gain personal or partial profit. That can cause dispute between the brand owner and other parties who use the well-known brand for their own gain. This article's purposes are to know more about the law regarding brand dispute settlement in Indonesia and also whether arbitral effort can provide protection regarding the well-known brand dispute settlement. The method used by the writer in this article is juridical-normative by using primary and secondary legal materials. The results show that there are two ways to resolve brand dispute settlement, which are arbitration and alternative dispute settlement or by filing a lawsuit to the Commercial Court. The arbitral effort which can be used for resolving well-known brand dispute settlement is through arbitration institution.

Keywords: Famous Brands, Dispute Resolution, Arbitration

  • I.   PENDAHULUAN

    • 1.1.    Latar Belakang

Pada periode globalisasi seperti sekarang ini, pemakaian terhadap suatu merek dalam gaya hidup sangat diperhatikan. Penggunaan merek dalam pergaulan menjadi suatu hal yang bergengsi. Tak jarang bagi sebagian orang menggunakan merek untuk meningkatkan mutu dirinya. Istilah mengenai merek itu sendiri telah diatur pada Trade Related Aspects of Intellectual Rights (TRIPs) Agreement tepatnya pada Article 15 yang menyatakan bahwa merek merupakan tiap tanda ataupun kombinasi tanda dimana mempunyai daya untuk memberikan perbedaan barang ataupun jasa pada suatu antar perusahaan-perusahaan harus bisa disebut sebagai suatu merek.1 Sehingga ciri khas dari suatu merek yaitu mempunyai suatu

tanda yang dapat memberikan perbedaan antara barang ataupun jasa yang satu dan lainnya.

Bagi masyarakat dalam menggunakan suatu merek merupakan suatu kebanggaan tersendiri yang dapat ditunjukkan kepada orang lain. Semakin populer atau terkenalnya suatu merek maka semakin tinggi harga jual dari merek tersebut. Definisi dari istilah merek terkenal sampai saat ini sulit ditemukan secara tegas. Dalam TRIPs Agreement Article 16 memberikan pemahaman bahwa apakah suatu merek dapat dikategorikan merek terkenal (well known) harus mempertimbangkan pada suatu lingkungan yang relevan terhadap pengetahuan tentang merek pada masyarakat yang bersangkutan termasuk dengan pengetahuan negara anggota yang sudah didapatkan yang menjadi hasil atas kegiatan untuk meningkatkan volume penjualan dari merek yang berkaitan.2 Tak jarang bagi beberapa orang agar terlihat keren menggunakan produk palsu yang mengatasnamakan suatu merek terkenal. Hal ini menimbulkan semakin maraknya penjual-penjual yang memproduksi suatu barang dengan menggunakan nama dari merek terkenal. Dalam memberikan perlindungan terhadap merek terkenal harus memperhatikan hadirnya itikad yang tidak baik dari bukan pemilik merek terkenal tersebut yang berkeinginan untuk memanfaatkan kepopuleran dari merek terkenal orang lain3. Dengan adanya pemalsuan terhadap merek terkenal tersebut mengakibatkan timbulnya sengketa antara

pemilik merek terkenal dengan pihak yang mengatasnamakan mereknya.

Agar dapat tercapainya keadilan dan hal yang menguntungkan bagi pihak-pihak yang memiliki keterlibatan dalam sengketa, alternatif penyelesaian sengketa (APS) bisa sebagai pilihan pertama dalam menyelesaikan sengketa. Merujuk pada Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. APS dapat berupa penyelesaian sengketa yang dilakukan di luar pengadilan melalui metode konsiliasi, negosiasi, penilaian ahli, atau konsultasi. Selain itu untuk menyelesaikan sengketa yang dilakukan di luar pengadilan bisa menggunakan jalur arbitrase. Atas kondisi tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai penyelesaian sengketa merek terkenal khususnya perihal pengaturan penyelesaian sengketa melalui arbitrase dalam hal memberikan perlindungan merek terkenal di Indonesia.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

Penulisan karya ilmiah ini dirumuskan menjadi beberapa masalah, yakni:

  • 1.2.1.    Bagaimana pengaturan penyelesaian sengketa merek di Indonesia?

  • 1.2.2.    Bagaimanakah model upaya arbitrase yang dapat ditempuh dalam memberikan perlindungan pada penyelesaian sengketa merek terkenal di Indonesia?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Tujuan atas penulisan karya ilmiah ini terhadap kedua permasalahan tersebut ialah untuk mengetahui bagaimana pengaturan penyelesaian sengketa merek terkenal di Indonesia dan mengkaji model upaya arbitrase seperti apa yang dapat ditempuh oleh pihak yang dirugikan pada penyelesaian sengketa merek terkenal.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1.  Metode

Metode yang penulis gunakan ialah metode penelitian yuridis normatif yakni penelitian hukum dibuat melalui penelitian bahan pustaka yang menjadi bahan utama untuk dapat dianalisa dengan membuat suatu penelusuran atas peraturan serta literatur yang memiliki keterkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti.4 Bahan pustaka yang digunakan pada penulisan berupa bahan hukum primer yang memiliki sifat mengikat yakni peraturan perundang-undangan dan bahan hukum sekunder ialah suatu bahan hukum yang menguraikan pembahasan dari bahan hukum primer.5 Dengan menggunakan teknik deskripsi analisis yang menjawab permasalahan melalui analisis bahan hukum serta perundang-undangan.6

  • 2.2.    Hasil dan Analisis

    2.2.1.    Pengaturan Penyelesaian Sengketa Merek Di Indonesia

Merek pada perundang-undangan Indonesia yaitu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis (Pasal 1 angka 1) didefinisikan sebagai tanda yang bisa berbentuk nama, logo, gambar dan lainnya untuk memberikan perbedaan pada barang ataupun jasa yang telah diproduksi. Selain sebagai unsur pembeda, merek memiliki fungsi untuk merangsang perkembangan industri dan perniagaan yang baik dan memberikan keuntungan semua pihak.7 Commercial Advisory Foundation in Indonesia atau yang disingkat dengan CAFI mengakui bahwa mengenai trademark serta paten di Indonesia membawa fungsi penting pada pertumbuhan ekonomi Indonesia, terpenting mengenai perkembangan usaha bidang industri pada investasi modal. Kenyataan dari pengaturan perihal merek akan menjadi penting sekali bagi kesuksesan pertumbuhan ekonomi dalam jangka yang panjang.8

Dalam pengaturan peraturan perundang-undangan Indonesia, merek terdapat di Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Namun pada ketentuan perihal merek pada UU Merek tersebut dirasakan adanya kekurangan serta belum bisa menampung kebutuhan masyarakat mengenai merek dan indikasi geografis. Dimana UU Merek tersebut juga dirasa belum memadai untuk menjamin perlindungan kemampuan ekonomi lokal serta nasional sehingga butuh diadakannya penggantian. Undang-

undang yang menggantikan UU Merek yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU MIG).

Pada UU MIG terdapat pengaturan mengenai penyelesaian sengketa tepatnya bab XV tentang Penyelesaian Sengketa. Pada UU itu penyelesaian sengketa ketentuannya terdapat pada Pasal 83 sampai Pasal 93. Adapun dalam bab XV UU Merek dan Indikasi Geografis terdapat ketentuan mengenai gugatan atas pelanggaran merek, tata cara gugatan pada pengadilan niaga, kasasi, tata cara pelaksaan putusan, dan alternatif penyelesaian sengketa. Pasal 83 ayat (1) UU MIG termaktub intinya Pemilik Merek terdaftar ataupun penerima lisensi Merek yang telah tercatat bisa melayangkan gugatan untuk pihak lainnya yang memakai mereknya yang dapat bisa berbentuk gugatan ganti kerugian ataupun diberhentikannya kegiatan bersangkutan dengan merek. Gugatan bisa diajukan ke Pengadilan Niaga sesuai pada rumusan Pasal 83 UU MIG.

Gugatan diajukan kepada ketua Pengadilan Niaga berdasarkan domisili dari pihak tergugat. Dalam Pasal 85 ayat (2) UU MIG pada intinya menegaskan jika ada pihak yang tidak berdomisili di Indonesia, yang mana gugatan bisa diajukan pada Ketua Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Apabila terhadap putusan Pengadilan Niaga yang sudah lengkap berisi pertimbangan hukum yang nantinya menjadi dasar dalam putusan serta telah dikatakan pada sidang terbuka untuk umum tetap bagi salah satu pihak ataupun para pihak yang merasa tidak diuntungkan bisa diajukan kasasi.

Berdasarkan rumusan ketentuan tersebut perihal penyelesaian sengketa, tidak ada kewajiban dari pihak-pihak agar sengketanya

diselesaikan dengan upaya nonlitigasi atau penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Pihak-pihak bisa mengajukan gugatannya dengan langsung diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga walaupun tanpa menyerahkan bukti adanya upaya mediasi atau penyelesaian sengketa diluar pengadilan lainnya yang dipertegas pada Pasal 85 ayat (3) UU MIG yang membahas mengenai pendaftaran gugatan oleh panitera.

Selanjutnya pada Pasal 85 ayat (7) termaktub pada intinya adanya kurun waktu 90 (Sembilan puluh) hari pada sidang pemeriksaan sampai dengan putusan sesudah diterimanya perkara oleh majelis hakim. Pada kedua rumusan ketentuan tersebut telah tersirat bahwa penyelesaian sengketa diluar pengadilan bukanlah suatu hal yang wajib ditempuh. Ketentuan tersebut sejalan dengan pengaturan mediasi pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan. Pada PERMA itu pada intinya yaitu mediator, hakim, para pihak atau kuasa hukumnya harus menyelesaikan perkaranya terlebih dahulu melalui mediasi. Namun mengenai sengketa yang pemeriksaan dalam persidangan diatur jangka waktu dalam penyelesaiannya, dapat dikecualikan kewajiban melaksanakan mediasi dimana salah satunya ialah sengketa yang diselesaikan oleh Pengadilan Niaga.

Walaupun penyelesaian sengketa melalui mediasi tidak diwajibkan dalam menyelesaikan sengketa merek sesuai dengan ketentuan PERMA, dalam UU MIG tetap mengatur penyelesaian sengketa alternatif. Upaya penyelesaian sengketa ada pada ketentuan Pasal 93 UU MIG yang termaktub selain penyelesaian sengketa yang diajukan pada Pengadilan Niaga, para pihak bisa menyelesaikan sengketanya dengan arbitrase ataupun alternatif penyelesaian

sengketa lainnya. Dengan demikian pengaturan mengenai penyelesaian sengketa merek di Indonesia dapat ditempuh dengan dua cara yakni melalui penyelesaian sengketa alternatif yang dilakukan secara non litigasi atau dengan pengajuan gugatan kepada Pengadilan Niaga.

  • 2.2.2.    Model Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Merek Terkenal

Arbitrase merupakan suatu istilah yang bersumber dari bahasa Latin yakni arbitrare yang mempunyai makna kekuasaan dalam menyelesaikan suatu hal yang berdasarkan kebijaksanaan.9 Apabila dikaitkan pada kebijaksanaan tersebut bisa memunculkan kesan dimana arbiter ataupun majelis seolah-olah saat sengketa tersebut diselesaikan tidak memperhatikan norma atau hukum serta hanya berpedoman pada kebijaksanaan itu saja. Namun, kesan itu merupakan keliru sebab seorang arbiter dalam menyelesaikan sengketa juga menggunakan hukum seperti yang digunakan pada pengadilan.10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 termaktub pengertian arbitrase dimana pada intinya arbitrase yakni suatu upaya untuk menyelesaikan sengketa perdata oleh pihak-pihak yang terlibat sengketa yang dilaksanakan diluar peradilan umum secara tertulis berdasarkan perjanjian arbitrase.

Arbitrase menjadi salah satu pola yang telah besar jumlahnya diterima oleh bidang industri dan bisnis pada penyelesaian

sengketanya.11 Dalam internasional, World Intellectual Property Organization mempunyai badan arbitrase bernama WIPO Mediation & Arbitration Center yang terletak di Jenewa, Swiss12, sedangkan badan arbitrase yang dimiliki oleh Indonesia yaitu Badan Arbitrase Nasional (BANI) yang terletak di wilayah Jakarta dan mempunyai kantor di kota lain di Indonesia.13

Dalam perundang-undangan di Indonesia belum adanya definisi mengenai merek terkenal. Namun istilah merek terkenal tersebut dapat diartikan melalui Penjelasan Pasal 21 ayat (1) huruf b UU MIG dimana merek dapat dikatakan merek terkenal melalui pengetahuan secara luas dari masyarakat perihal merek yang berhubungan pada suatu bidang usaha. Selain itu, pada UU MIG mengatur perihal perlindungan hukum dari merek terkenal yaitu pada Pasal 21 ayat (1) mengenai suatu permohonan pendaftaran merek tidak diterima jika merek yang akan didaftarkan tersebut memiliki persamaan secara intinya maupun seluruhnya dengan merek terkenal dari pihak lainnya atas barang ataupun jasa yang serupa ataupun yang tidak serupa yang telah melengkapi persyaratan tertentu. Ditolaknya pendaftaran merek memerhatikan unsur itikad yang tidak baik dimana pendaftar yang tidak memiliki Merek Terkenal tersebut telah sengaja tanpa itikad baik berniat menggunakan promosi Merek Terkenal dengan memanfaatkan ketenarannya demi keuntungan dirinya sendiri secara percuma.14

Pada UU MIG telah mengatur mengenai penyelesaian sengketa, namun tidak mengatur secara detail perihal penyelesaian sengketa yang dapat ditimbulkan dari merek terkenal. Pada pasal 93 UU MIG menyatakan untuk menyelesaikan sengketa bisa diselesaikan dengan arbitrase atau penyelesaian sengketa alternatif di luar pengadilan, maka semua masalah berkenaan pada timbulnya sengketa dalam UU MIG dapat diselesaikan dengan dua cara tersebut. Apabila ditinjau mengenai arti kata antara merek dengan merek terkenal, hanya memiliki perbedaan bahwasanya merek terkenal merupakan suatu merek yang dinilai melalui pengetahuan umum dari masyarakat untuk dapat dikatakan suatu merek tersebut terkenal. Dengan demikian, merek terkenal tersebut dapat menggunakan penyelesain sengketa melalui penyelesaian sengketa sebagaimana terdapat pada Pasal 93 UU MIG yang salah satunya ialah arbitrase. Pada perkara yang telah berklausula arbitrase, pengadilan tidak memiliki hak untuk turut serta dalam memproses perkara. Pengadilan hanya memiliki hak terhadap eksekusi dari putusan terhadap perkara yang telah diputus melalui arbitrase.15

Upaya arbitrase dapat digunakan pada sengketa merek terkenal salah satunya dikarenakan pada rumusan Pasal 5 UU No. 30 tahun 1999 pada intinya menerangkan suatu sengketa bisa selesai melalui arbitrase hanyalah sengketa perniagaan serta tentang hak yang berdasarkan hukum dikuasai seluruhnya bagi pihak yang ikut serta dalam sengketa. Perihal ini merek terkenal merupakan salah satu sengketa yang bersangkutan dengan perniagaan/ perdagangan.

Pada pihak yang bersengketa dapat menyepakati perjanjian atau persetujuan sengketa yang sedang dialami agar diselesaikan melewati arbitrase melalui perjanjian tertulis yang disetujui oleh pihak-pihak.16 Ada 2 (dua) model upaya arbitrase yang dapat digunakan oleh pihak-pihak dalam menyelesaikan sengketanya, yaitu:

  • a.    Arbitrase Ad Hoc

Dalam arbitrase ad hoc para pihak yang bersengketa dapat menentukan sendiri cara-cara mengenai pelaksanaan dalam pemilihan para arbiter, konteks kerja prosedur arbitrase, dan aparatur administrasi dari arbitrase dikarenakan cara pemeriksaan arbitrase berjalan tanpa adanya peninjauan atau pengawasan yang memiliki sifat lembaga. Arbitrase ini memiliki sifat sewaktu-waktu dan jangka waktunya tertentu sampai sengketa diputuskan.17 Dalam pelaksanaannya, arbitrase ini memiliki kesulitan yang berupa kesulitan untuk melaksanakan negosiasi, menetapkan aturan prosedural dari arbitrase, serta merencanakan metode pemilihan arbiter yang bisa disetujui para pihak.18

  • b.    Arbitrase Institusional

Arbitrase institusional didirikan oleh organisasi tertentu yang memiliki maksud untuk menampung sengketa yang datang dari perjanjian. Sifat arbitrase institusional yaitu permanen dan pendiriannya sengaja didirikan. Permanen maksudnya ialah arbitrase institusional telah ada sebelum sengketa muncul dan tetap ada

walaupun perselisihan sudah selesai.19 Hal tersebut yang membedakan antara arbitase institusional dengan arbitrase ad hoc.

Adapun model arbitrase yang sesuai dalam penyelesaian sengketa merek terkenal yaitu arbitrase institusional karena merupakan lembaga arbitrase yang didirikan oleh organisasi tertentu dengan maksud untuk menampung perselisihan yang timbul dari perjanjian dimana sifat dari arbitrase ini yaitu permanen20, sehingga dapat mengurangi kesulitan-kesulitan yang kemungkinan akan timbul apabila menggunakan lembaga arbitrase ad hoc. Dalam hal ini pada penyelesaian sengketa merek terkenal sudah ada organisasi yang menyediakan jasa arbitrase yaitu Badan Arbitrase Dan Mediasi Hak Kekayaan Intelektual (BAM HKI) yang dibentuk pada tanggal 19 April 2012 yang berkedudukan di Jakarta21, mengingat bahwa merek merupakan salah satu bagian dari Hak Kekayaan Intelektual.

Prof. Zen Umar Purba memberikan pernyataan bahwa BAM HKI adalah salah satu bentuk penyelesaian sengketa yang bersifat membantu penyelesaian sengketa diluar pengadilan karena Undang-Undang pada bidang HKI khususnya UU MIG memungkinkan penyelesaian sengketa menggunakan arbitrase.22 Penyelesaian sengketa di BAM HKI dilakukan secara tertutup dan dalam waktu yang cepat dan adil dimana tidak lewat dari 180 hari, prosedur sederhana, serta biaya relatif murah. Putusannya pun dilaksanakan oleh arbiter

yang berkeahlian khusus di bidang HKI serta putusannya yang bersifat final dan mengikat.23

Dalam sengketa merek terkenal melihat pada beberapa kasus yang terdapat di Indonesia, dalam penerapannya jarang ada yang diselesaikan melalui perdamaian yang memang berasal dari para pihak, hal ini disebabkan karena para pihak sama-sama bersaing untuk mempertahankan merek terkenal tersebut. Maka pada penyelesaian sengketa merek terkenal melalui arbitrase institusional, mencegah adanya kesukaran yang akan dialami oleh para pihak terkait menetapkan aturan dan dalam merencanakan cara pemilihan arbiter. Dengan demikian, penyelesaiannya bisa dilakukan dengan singkat, hal ini dikarenakan dalam putusan yang didapatkan melalui arbitrase memiliki sifat mengikat serta final bagi para pihak karena tidak diperlukannya lagi upaya hukum yang bertingkat-tingkat atas putusan tersebut. Perlu diperhatikan, keputusan pada arbitrase tidak boleh dipublikasikan karena bersifat privat, sehingga pada sengketa merek terkenal mencegah tercemarnya nama baik atas plagiarisme terhadap suatu merek terkenal dalam pandangan masyarakat.

  • III.    PENUTUP

    • 3.1.    Kesimpulan

Adapun beberapa simpulan yang dapat ditarik dari hasil analisis pembahasan, yakni:

  • 1.    Penyelesaian sengketa pada merek diatur pada perundang-undangan Indonesia, yakni pada UU MIG (Pasal 83 sampai dengan Pasal 93), dimana diatur bahwa penyelesaian sengketa

merek dapat ditempuh melalui dua cara yaitu dengan melalui arbitrase dan penyelesaian sengketa alternatif atau dengan pengajuan gugatan pada Pengadilan Niaga.

  • 2.    Model upaya arbitrase yang dapat ditempuh dalam memberikan perlindungan pada penyelesaian sengketa merek terkenal yaitu arbitrase institusional. Arbitrase Institusional lebih efektif digunakan pada perselisihan merek terkenal karena mencegah timbulnya kesulitan yang akan dialami oleh para pihak terkait menetapkan aturan dan dalam merencanakan cara pemilihan arbiter, putusannya bersifat privat yang dapat mencegah timbulnya pandangan buruk masyarakat terhadap pihak yang bersengketa.

  • 3.2.    Saran

Terhadap pihak-pihak yang bersengketa sebaiknya dalam menyelesaikan perselisihan merek terkenal menggunakan arbitrase dalam penyelesaian sengketanya. Hal ini disebabkan proses putusan yang dihasilkan melalui arbitrase lebih cepat dan tidak memakan waktu yang banyak dibandingkan dengan di pengadilan. Selain itu rahasia dan segala hal yang tidak berkenan untuk dipublikasikan dapat terjaga akibat sifat privat yang dimiliki arbitrase berbeda dengan putusan pengadilan yang sifatnya harus terbuka untuk umum. Arbitrase juga dapat mencegah timbulnya sengketa-sengketa yang berkelanjutan akibat adanya ketidakpuasan dari salah satu pihak.

DAFTAR PUSTAKA

Literatur

Ali, H. Zainuddin, 2017, Metode Penelitian Hukum, Cetakan Kesembilan, Sinar Grafika, Jakarta.

Dharmawan, Supasti, dkk, 2018, Harmonisasi Hukum Kekayaan Intelektual  Indonesia,  Cetakan Pertama, Swasta Nulus,

Denpasar.

Gunawati, Anne, 2015, Perlindungan Merek Terkenal Barang Dan Jasa Tidak Sejenis Terhadap Persaingan Usaha Tidak Sehat, Alumni, Bandung.

Jened, Rahmi, 2015, Hukum Merek (Trade Mark Law) Dalam Era Globalisasi dan Integrasi Ekonomi Edisi Pertama, Prenadamedia Group, Jakarta.

Salam, Moch. Faisal, 2007, Penyelesaian Sengketa Bisnis Secara Nasional Dan Internasional, Penerbit Mandar Maju, Bandung.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Rajawali Pers, Jakarta.

Subekti, 1981, Arbitrase Perdagangan, Angkasa Offset, Bandung.

Usman, Rachmadi, 2003, Hukum Hak Atas Intelektual, Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, Cetakan Pertama, Alumni, Bandung.

Winarta, Frans Hendra, 2016, Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitrase Nasional Indonesia dan Internasional, Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta.

Jurnal

Gatri Puspa Dewi dan Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, Tinjauan Yuridis Terhadap Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Kekayaan Intelektual, Kertha Wicara, Vol. 8 No. 3, Juni 2019.

I Putu Wisnu Karma dan I Ketut Artadi, Arbitrase Sebagai Upaya Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan Dalam Sengketa Hak Kekayaan Intelektual, Kertha Wicara, Vol. 07, No. 01, Januari 2018.

Yuniar Kurniawaty, Efektivitas Alternatif Penyelesaian Sengketa Dalam Sengketa Kekayaan Intelektual (Alternative Dispute Resolution On Intellectual Property Dispute), Vol. 14 No. 02, Juni 2017.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 138; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3872)

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 252; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5953)

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan.

17