KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA LANJUT USIA* oleh :

Ketut Inten Wiryani**

Anak Agung Ngurah Wirasila.***

Program Kekhususan Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRAK

Dewasa ini pelaku tindak pidana berasal dari berbagai kalangan, salah satunya dilakukan oleh seorang yang telah lanjut usia. Seorang yang telah lanjut usia termasuk dalam kategori kelompok rentan yang berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan yang lebih berkenaan dengan kekhususannya. Karya ilmiah ini akan membahas mengenai kebijakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana lanjut usia di Indonesia serta alternatif pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana lanjut usia di masa mendatang. Penulisan karya ilmiah ini menggunakan metode pendekatan normatif berdasarkan undang-undang serta bahan hukum lainnya. Dalam mempertanggungjawabkan perbuatan pidanya, seorang yang sudah lanjut usia membutuhkan perlakuan yang khusus. Tidak relevan jika bentuk pertanggungjawaban pidana seorang yang telah lanjut usia disamakan dengan seorang yang masih muda dan sehat. Kondisi fisik seseorang perlu dijadikan pertimbangan dalam penjatuhan pidana, guna terwujud fungsi pemidanaan yang sesuai dengan rasa keadilan masyarakat. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa hingga saat ini belum terdapat hukum positif yang memberikan perlindungan secara khusus terhadap pelaku tindak pidana yang telah lanjut usia. Alternatif pertanggungjawaban pidana bagi pelaku tindak pidana lansia di masa mendatang adalah diupayakan penyelesaian perkara diluar pengadilan. Dalam hal tindak pidana ringan, diberikan sanksi tindakan berupa pembinaan. Apabila hakim harus menjatuhkan sanksi pidana karena tidak ada pilihan lain, maka maksimum pidana pokok dari tindak pidana dikurangi sepertiganya.

Kata Kunci : alternatif, pidana, lanjut usia

ABSTRACT

Today the perpetrators of criminal offenses come from various backgrounds, one of which is carried out by an elderly person. An elderly person is included in the category of vulnerable groups who are entitled to treatment and protection that is more related to their specificity. This scientific work will discuss the criminal law policy towards perpetrators of elderly crimes in Indonesia as well as alternative criminal liability against perpetrators of elderly crimes in the future. The writing of this scientific work uses a normative approach based on laws and other legal materials. A person who has entered old age experiences a decline in his physical and mental condition. They need special treatment in taking responsibility for their criminal actions. Irrelevant if the form of criminal liability of an elderly person is equated with a person who is young and healthy. A person's physical condition needs to be taken into consideration in the conviction of a criminal, in order to realize the criminal function in accordance with the sense of justice of the community. The results of this study indicate that until now there has not been a positive law that provides special protection for perpetrators of crimes who are elderly. An alternative criminal liability for perpetrators of elderly crimes in the future is to try to settle cases outside the court. In the case of minor crimes, sanctions are given in the form of coaching. If the judge has to impose criminal sanctions because there is no other choice, then the maximum principal amount of the criminal offense is reduced by one third. .

Keywords: alternative, criminal, elderly

  • I.    Pendahuluan

    1.1    Latar Belakang

Negara Indonesia adalah negara hukum. Dalam sistem hukum Indonesia, mengenal sistem hukum pemidanaan, yaitu mengenai sistem aturan yang mengatur semua perbuatan pidana yang dilarang oleh negara dan tidak boleh dilanggar. Apabila dilanggar akan berkonsekuensi berupa penjatuhan sanksi pidana yang tegas terhadap pelaku pelanggaran tindak pidana tersebut.1

Dewasa ini khususnya di Indonesia praktik pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana lanjut usia masih sangat marak, seperti kasus Nenek Saulina Boru Sitorus, berusia 92 tahun yang telah divonis tahanan 1 bulan 14 hari karena terbukti menebang pohon durian milik Japaya Sitorus pada hari Senin 29 Januari 2018. Seorang yang lanjut usia pada dasarnya telah mengalami kemunduran yang signifikan terkait fisik dan mentalnya. seorang lansia membutuhkan perlakuan secara khusus dalam mempertanggungjawabkan perbuatan pidana yang ia lakukan. Apabila seorang yang telah lanjut usia dan renta diberi perlakuan yang sama dengan seorang yang usianya masih muda dan memiliki fisik yang kuat untuk menjalani hukuman tentu hal tersebut tidaklah tepat.

Tujuan dari pemidanaan bukanlah hanya untuk memberikan penderitaan, melainkan untuk mengembalikan terpidana kepada masyarakat serta mencegah timbulnya konflik, pemidanaan berupa pidana penjara kepada lansia sangatlah tidak efektif.

Dewasa ini aparat penegak hukum terkesan terlalu terpaku dengan isi pasal-pasal pemidanaan dan seringkali mengabaikan kenyataan serta kondisi dari lansia yang melakukan tindak pidana, penuntutan yang dilakukan oleh penuntut umum sangatlah kaku, hukuman berupa penjara sesungguhnya tidak relevan diberikan kepada seorang yang telah lanjut usia.     Seorang lansia

membutuhkan perawatan khusus atas kondidi fisiknya yang sudah lemah dan renta. Perlindungan hukum terhadap lansia yang tengah berhadapan dengan hukum merupakan tanggung jawab dari seluruh penegak hukum. Maka berdasarkan permasalahan tersebut penulis tertarik untuk mengkaji mengenai Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Lanjut Usia.

  • 1.2    Rumusan Masalah

    • 1.2.1  Bagaimanakah pengaturan perlindungan hukum terhadap

pelaku tindak pidana lanjut usia di Indonesia?

  • 1.2.2  Bagaimanakah alternatif pertanggungjawaban pidana bagi

pelaku tindak pidana lanjut usia di masa mendatang?

  • 1.3    Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

  • 1.3.1    Tujuan Umum

Guna mengetahui kebijakan hukum pidana yang diterapkan terhadap pelaku tindak pidana lanjut usia di Indonesia.

  • 1.3.2    Tujuan Khusus

  • 1.    Untuk    mengetahui    bagaimanakah    pengaturan

perlindungan hukum terhadap pelaku tindak pidana lanjut usia di Indonesia.

  • 2.    Untuk Mengetahui alternatif pertanggungjawaban pidana yang diberikan kepada pelaku tindak pidana lanjut usia di masa mendatang

  • II.  Isi Makalah

    • 2.1    Metode Penelitian

      • 2.1.1    Jenis Penelitian

Menggunakan metode penelitian normatif yang merupakan pendekatan terhadap bahan hukum, teori-teori, serta norma-norma hukum, asas-asas hukum, konsep-konsep hukum serta peraturan perundanga-undangan sebagai hukum positif.2

  • 2.1.2    Jenis Pendekatan

Menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach). Merupakan penelitian yang mengutamakan bahan hukum yang berupa peraturan perundang-undangan sebagai bahan acuan dasar dalam melakukan penelitian. Pendekatan perundang-undangan (statute approach) biasanya digunakan untuk meneliti peraturan perundang-undangan yang dalam penormaannya masih terdapat kekurangan. Pendekatan ini dilakuan dengan menelaah peraturan perundang-undangan yang bersangkut paut dengan permasalahan (isu hukum) yang dihadapi.3

  • 2.1.3    Sumber Bahan Hukum

Sumber bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

  • 1.    Bahan hukum primer terdiri atas:

Asas dan kaidah hukum yaitu berupa Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kesejahteraan lanjut usia

  • 2.    Bahan Hukum Sekunder terdiri atas:

Buku-buku hukum, jurnal-jurnal hukum, karya tulis hukum serta pandangan ahli hukum yang termuat dalam media massa

  • 2.1.4    Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Bahan-bahan hukum yang diperlukan dalam penelitian ditelusuri menggunakan metode bola salju (snow ball method)

  • 2.1.4    Teknik Analisis

Untuk menganalisis bahan-bahan hukum yang telah terkumpul, digunakan beberapa teknik analisis, yaitu:

  • 1.    Teknik deskripsi

Merupakan teknik dasar yang tidak dapat dihindari penggunaannya, deskripsi berarti uaraian apa adanya terhadap suatu kondisi atau posisi dari proposisi-propsisi hukum atau non hukum.4

  • 2.    Teknik Evaluasi

Merupakan penilaian berupa tepat, setuju atau tidak setuju, benar atau salah, sah atau tidak sah oleh peneliti terhadap suatu

pandangan, proporsisi, rumusan norma, baik yang tertera dalam bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder.5

  • 2.2    Hasil dan Analisis

    • 2.2.1    Pengaturan Perlindungan Hukum terhadap Lansia di Indonesia

Perlindungan Hukum adalah salah satu teori yang penting untuk dikaji, perlindungan hukum menitik beratkan kepada perlindungan masyarakat, masyarakat yang masuk kategori pada teori ini adalah masyarakat lemah, baik secara ekonomis maupun lemah dari sudut pandang yuridis.6 Perlindungan hukum adalah berupa upaya perlindungan yang diberikan oleh hukum untuk melindungi subjek hukum maupun untuk melindungi objek yang dilindungi.7

Seseorang dapat dikatakan telah memasuki usia senja (lanjut usia) adalah ketika sudah memasuki umur 60 Tahun.8 Seorang yang telah memasuki masa lanjut usia akan mengalami kemunduran baik kemunduran fisik maupun mental. Kekuatan fisik seorang lansia akan melemah seiring dengan bertambahnya usia, kemampuan psikologisnya pun akan melemah akibat dari penuaan. Kondisi semacam itulah yang menyebabkan mereka akan membutuhkan bantuan dan bergantung kepada orang lain. Berdasarkan hal

tersebut diperlukan pengaturan yang menjamin terselenggarakannya kesejahteraan sosial bagi lansia di Indonesia, merupakan kewajiban bagi negara untuk senantiasa menjamin kesejahteraan masyarakatnya.

Telah diatur dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu: untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Selain itu terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pentingnya perlindungan terhadap Lansia di Indonesia, yaitu sebegai berikut:

  • 1)    Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia.

  • a)    Pasal 1 ayat (2) menegaskan: “Lanjut Usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun (enam puluh) tahun keatas.”

  • b)    Pasal 1 ayat (3) menegaskan bahwa:Lanjut Usia Potensial adalah lanjut usia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan/atau jasa.

  • c)    Pasal 1 ayat (4) menegaskan bahwa: “Lanjut Usia Tidak Potensial adalah lanjut usia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.”

  • d)    Pasal 7 menegaskan: “Pemerintah bertugas mengarahkan, membimbing, dan menciptakan suasana yang menunjang bagi

terlaksananya upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia”

  • 2)    Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan kesejahteraan Sosial Lanjut Usia

Dalam Pasal 3 ayat (2) menyebutkan bahwa upaya peningkatan kesejahteraan sosial bagi Lanjut Usia Tidak Potensial meliputi:

  • a.    pelayanan keagamaan dan mental spiritual;

  • b.    pelayanan kesehatan;

  • c.    pelayanan untuk mendapatkan   kemudahan   dalam

menggunakan fasilitas, sarana dan prasarana umum;

  • d.    pemberian kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum;

  • e.    perlindungan sosial.

Berdasarkan pada ketentuan yang telah ditegaskan pada peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud diatas, terlihat dengan sangat jelas bahwa negara memiliki fungsi untuk memberikan kesejahteraan dan jaminan sosial kepada seluruh lapisan rakyatnya tanpa terkecuali. Dalam arti luas jaminan sosial yang dimaksud adalah berupa segala upaya yang dilakukan oleh pemerintah, pihak swasta, maupun oleh masyarakat untuk melindungi serta memenuhi kebutuhan dasar yang dapat meningkatkan kesejahteraan kaum yang rentan dalam menghadapi kehidupan yang penuh dengan resiko.9

  • 3)    Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,

Dalam Pasal 5 ayat (2) yang menegaskan Setiap orang berhak mendapat bantuan dan perlindungan yang adil dari pengadilan yang objektif dan tidak berpihak”. Dalam Pasal 5 ayat (3) yang menegaskan “Setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya”.

Pengertian mengenai kelompok rentan tidak diatur secara eksplisit dalam peraturan perundang-undangan, namun dalam penjelasan pada Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan kelompok masyarakat yang rentan yaitu adalah orang lanjut usia, anak-anak, fakir miskin, wanita hamil dan penyandang cacat. Berdasarkan penjelasan tersebut maka lansia dapat dikategorikan sebagai salah satu kelompok rentan yang perlu untuk mendapatkan perlindungan hukum secara khusus. Seperti halnya perlindungan yang diberikan kepada anak dan wanita. Khususnya perlindungan ketika ia berkonflik dengan hukum. Penjatuhan hukuman pidana terhadap seorang yang telah memasuki masa lanjut usia sepatutnya tidak disamakan dengan penjatuhan hukuman pidana terhadap seorang yang masih muda dan sehat.

Tujuan dari pemidanaan itu sendiri adalah untuk mencegah pelaku mengulangi perbuatannya, mencegah timbulnya konflik, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam

kehidupan masyarakat. Dalam penetapan jenis dan bentuk sanksi sesungguhnya merupakan bagian dari kebijakan kriminal yang menuntut penggunaan atau metode yang rasional.10 Apabila penjatuhan pidana berupa pidana penjara dijatuhkan kepada seorang lansia maka tujuan dari pemidanaan tersebut tidak akan dapat tercapai secara maksimal. Pemidanaan berupa penjara hanya akan memberikan penderitaan semata, konsep pemidanaan di Indonesia saat ini bukanlah sebuah pembalasan semata tetapi juga pemasyarakatan yang berupaya memulihkan serta memberikan pembinaan kepada pelaku kejahatan sehingga mereka dapat pulih dan menjadi pribadi yang lebih baik.

Seorang yang lanjut usia adalah kelompok yang rentan serta telah mengalami kemunduran fisik dan mental. Akibatnya mereka menjadi tidak produktif terutama dalam hal ekonomi. Hal tersebut dapat menjadi pemicu mereka melakukan tindak pidana seperti pencurian untuk mempertahankan kelangsungan hidup mereka. Berdasarkan kesalahan yang mereka lakukan, hakim cenderung menjatuhkan putusan tanpa pandang bulu, seperti kasus yang marak diperbincangkan yaitu kasus Nenek Saulina Boru Sitorus, yang berusia 92 tahun dan telah divonis tahanan 1 bulan 14 hari karen terbukti menebang pohon durian milik Japaya Sitorus pada hari Senin 29 Januari 2018.

Hingga saat ini belum terdapat hukum positif yang memberikan perlindungan khusus kepada seorang lansia yang berkonflik dengan Hukum. Terkadang hakim kurang mencermati

dalam memandang keadaan yang sesungguhnya terjadi pada seorang lansia yang melakukan tindak pidana. Berdasarkan hal tersebut dirasa perlu dibentuk suatu aturan yang menjadi alternatif penjatuhan hukuman kepada pelaku tindak pidana lanjut usia. Sebagai wujud perlindungan kesejahteraan sosial rakyat Indonesia.

  • 2.2.2    Alternatif Pertanggungjawaban Pidana Bagi Pelaku Tindak Pidana Lanjut Usia di Masa Mendatang

Dalam hal ini alternatif yang dimaksud bukan berarti bahwa para pelaku tindak pidana oleh lansia dapat dibebaskan begitu saja. Mereka tetap harus mempertanggungjawabkan perbuatannya hanya saja diupayakan untuk tidak dipenjara. Upaya yang dapat digunakan sebagai pertanggung jawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana yang telah lanjut usia harus memperhatikan efektifitas dalam penerapannya. Seorang yang telah lanjut usia dan memasuki masa renta telah mengalami penurunan kemampuan fisik dan juga mental sehingga hal tersebut sangatlah mempengaruhi kemampuannya untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Hal pertama yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi batasan usia seseorang yang masuk kategori lanjut usia. Hal tersebut akan mempermudah mengidentifikasi pelaku tindak pidana lanjut usia yang perlu memperoleh perlakuan khusus. Alternatif pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana lanjut usia adalah dengan penyelesaian pidana diluar pengadilan. Saat ini pada sistem peradilan di Indonesia tetap memberlakukan

pemidanaan melalui pengadilan terhadap pelaku tindak pidana lanjut usia, dimana pemberian pidana berupa pidana penjara hanya akan memberikan penderitaan kepada seorang yang telah lanjut usia, mereka membutuhkan perawatan khusus dalam berbagai hal seperti perawatan kesehatan, asupan gizi dan sebagainya. Akan lebih baik apabila dalam kasus pidana oleh seorang lansia agar diupayakan penyelesaian perkara diluar pengadilan melalui mediasi penal.

Dalam mekanismenya kewenangan terletak pada otoritas penyidik. Pemidanaan disesuaikan dengan hasil dari pemeriksaan, setelah dilakukan pemeriksaan secara mendalam, sehingga diketahui tindak pidana tersebut termasuk dalam kualifikasi tindak pidana ringan. Untuk itu dapat diterapkan penyelesaian sengketa diluar pengadilan.

Teori pemidanaan selalu berkembang seiring dengan dinamika kehidupan. Teori teori pemidanaan akan mempertimbangkan berbagai aspek sasaran yang hendak dicapai dalam penjatuhan pidana. Bagir Manan dalam tulisannya menguraikan mengenai substansi dari restorative justice system yang menegaskan bahwa pada prinsipnya restorative justice system berupaya untuk membangun partisipasi bersama antara pelaku, korban dan kelompok masyarakat yang menyelesaikan suatu peristiwa atau tindak pidana. Menempatkan pelaku, korban serta masyarakat sebagai stakeholders yang bekerjasama dan langsung berusaha menemukan penyelesaian yang dapat memberikan keadilan kepada seluruh pihak.11 Dalam hal kasus tindak pidana ringan yang

dilakukan oleh lansia, restorative justice system setidaknya akan bertujuan untuk memperbaiki ataupun memulihkan (to restore) perbuatan pidana ringan yang dilakukan oleh lansia tersebut, dengan tindakan yang bermanfaat pula bagi lansia, bagi korban serta lingkungannya yang melibatkan mereka secara langsung.

Menurut Barda Nawawi Arief bahwa tujuan dari pemidanaan adalah bertitik tolak pada perlindungan masyarakat dan perlindungan/pembinaan individu pelaku tindak pidana.12 Dalam teori retributif sanksi pidana tertuju pada perbuatan salah seorang lewat pengenaan penderitaan (agar yang bersangkutan jera. Sanksi tindakan merujuk pada suatu upaya agar pelaku dapat berubah dan menyadari kesalahannya.

Alternatif pemidanaan lainnya dapat berupa pemberian sanksi tindakan, sanksi tindakan pada dasarnya lebih bersifat mendidik yang berorientasi pada upaya perlindungan masyarakat.13 Diberikannya pembinaan serta dukungan secara moral, guna membangun kesadaran bahwa apa yang ia perbuat merupakan hal yang tidak pantas ia lakukan. Apabila hakim harus menjatuhkan sanksi pidana karena tidak ada pilihan lain, maka maksimum pidana pokok dari tindak pidana dikurangi sepertiganya. Mengingat bahwa pada usia lanjut seseorang akan mengalami penurunan kemampuan fisik dan mental. Penjatuhan sanksi pidana berupa penjara pada seorang yang telah lanjut usia hanya akan memberikan penderitaan

semata, dan fungsi dari pemidanaan tidak dapat diraih secara optimal.

  • III.    PENUTUP

    3.1    KESIMPULAN

Kesimpulan dari karya ini adalah sebagai berikut:

  • 3.1.1    Hingga saat ini belum terdapat hukum positif yang memberikan perlindungan khusus kepada seorang lansia yang berkonflik dengan Hukum. Diperlukan segera pembaharuan hukum yang dapat melindungi para pelaku tindak pidana yang telah lanjut usia sebagai bentuk wujud kemanusiaan.

  • 3.1.2    Alternatif pertanggungjawaban pidana bagi pelaku tindak pidana lansia di masa mendatang adalah dalam hal tindak pidana ringan diupayakan penyelesaian perkara diluar pengadilan. Dapat pula dengan pemberian sanksi tindakan berupa pembinaan moral. Apabila hakim harus menjatuhkan sanksi pidana karena tidak ada pilihan lain, maka maksimum pidana pokok dari tindak pidana dikurangi sepertiganya.

  • 3.2    SARAN

  • 1.    Diharapkan Agar segera dibentuk hukum positif yang mewadahi perlindungan hukum terhadap lansia, yang merupakan kelompok rentan sama halnya seperti perlindungan kepada anak.

  • 2.    Diperlukannya    upaya    pemerintah    untuk    lebih

memperhatikan kebutuhan-kebutuhan khusus yang dimiliki oleh seorang lanjut usia. Agar dibentuk alternatif kebijakan hukum pidana yang khusus diberlakukan untuk seorang lanjut usia, dengan demikian penjatuhkan sanksi pidana dapat dilakukan dengan bijaksana sesuai dengan rasa keadilan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA`

  • A.    BUKU

Andi Hamzah, 1986, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia dari Retribusi ke Reformasi, Pradnya Paramita, Jakarta.

Barda Nawawi Arief, 2008, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

George Boere, 2008, General Psychology Psikologi Kepribadian Persepsi Kognisi dan Perilaku, Prismasophie, Jogjakarta.

Edi Suharto, 2009, Kemiskinan dan Perlindungan Sosial di Indonesia, CV. Alfabeta, Bandung.

HAL. Salim, 2013, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi, PT Raja Grafindo, Jakarta.

Ilhami Bisri, 2004, System Hukum Indonesia, Prinsip-Prinsip Dan Implementasi Hukum Di Indonesia, Jakarta: Grafindo Persada.

M. Taufik Makarao, 2013, Pengkajian Hukum Tentang Penerapan Restorative Justice dalam penyelesaian Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh Anak-Anak, Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementrian Hukum dan HAM RI.

Zainudin Ali, 2016, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.

  • B.    Jurnal

Kleri Romania Sausele, Cndi, 2018, “Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Lanjut Usia (Lansia) Di Lembaga Pemasyarakatan ( Studi Di LembagaPemasyarakatan Kelas Ii A Mataram)” Jurnal Fakultas Hukum Universitas Mataram, URL: http://eprints.unram.ac.id/4594/1/Cindi%20Jurnal.pdf

  • C.    PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia.( Lembaran Negararepublik Indonesia Tahun 1998 Nomor 190; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3796).

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886).

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan kesejahteraan Sosial Lanjut Usia

17