PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA JENIS BARU DI INDONESIA*

Oleh :

I Wayan Gede Phalosa Jitaksu Wahendra** I Wayan Parsa***

Program Kekhususan Ilmu Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstrak

Pada tahun 2013 artis terkenal di Indonesia yaitu Raffi Ahmad tersandung kasus penyalahgunaan narkotika, namun narkotika yang dibawah kekuasaan Raffi Ahmad tersebut tidak tercantum dalam jenis-jenis obat-obatan terlarang seperti yang tertuang di dalam UU Narkoba, yaitu derivate catinon. Maka berdasarkan hal tersebut tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat apakah derivate catinon diatur dalam UU Narkoba dan bagaimana pengaturannya di masa yang akan datang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normatif dikarenakan adanya kekosongan norma hukum mengenai derivate catinon. Adapun yang menjadi hasil penelitian yaitu penerapan pidana terhadap Raffi Ahmad yang menggunakan narkoba jenis baru memang tidak dapat dilakukan sepenuhnya mengingat hal tersebut tidak tertuang di dalam Perundang-Undangan di Indonesia. Dikarenakan banyaknya peredaran narkoba jenis baru yang belum tertuang dalam UU maka perlu dibuat sebuah aturan dimana setiap zat-zat yang memenuhi unsur-unsur yang tertuang dalam ketentuan narkoba dapat dipidana dengan ketentuan sanksi yang tertuang dalam Undang-Undang tentang narkotika tersebut.

Kata kunci: Narkotika, Hukum Pidana, Pemidanaan.

Abstract

In 2013 the famous artist in Indonesia, Raffi Ahmad stumbled over a narcotics abuse case, but narcotics under the control of Raffi Ahmad were not listed in the types of illegal drugs as contained in the Narcotics Act, namely the catinon derivate. So based on that, the purpose of this research is to see whether catinon derivatives are regulated in the Narcotics Law and how they will be regulated in the future. The research method used is a normative research method due to the absence of legal norms regarding catinon derivates. As for the results of the research, namely the application of a criminal offense against Raffi Ahmad who uses a new type of drug indeed cannot be carried out fully considering that it is not stated in the legislation in Indonesia. Due to the large number of new types of drug trafficking that have not been stipulated in the Act, it is necessary to make a rule whereby every substance that meets the elements contained in the drug provisions can be punished with the provisions of the sanctions contained in the Law on narcotics.

Keywords: Narcotics, Criminal Law, Penalty.

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar Belakang

Penggunaan obat terlarang seperti narkotika bukan lagi sebuah permasalahan baru di Indonesia, setiap tahunnya kejahatan ini semakin meningkat dengan pelaku yang semakin bervariasi. Jika dulu kebanyakan pelaku merupakan laki-laki dewasa yang tentu saja telah cakap hukum, namun di era yang serba modern ini pelaku tindak pidana narkotika sudah masuk ke kalangan wanita bahkan anak-anak. Banyak hal yang menjadi faktor pendukung mereka melakukan tindak pidana tersebut, yaitu antara lain masalah ekonomi, kebutuhan hidup serta ketidaktahuan bahwa apa yang mereka bawa adalah obat-obatan terlarang.

Tidak hanya pelaku tindak pidana pengedaran narkotika yang berkembang, namun jenis dari narkotika tersebut juga semakin lama semakin tidak terkendali. Bahkan saat ini terdapat narkotika jenis baru yang tidak tertuang di dalam ketentuan peraturan Perundang-Undangan. Penyebaran obat-obatan ini semakin hari semakin meluas dengan tidak terkendali. Indonesia sendiri telah memiliki pengaturan terkait adanya praktik penyalahgunaan narkotika yaitu UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika selanjutnya disebut UU Narkoba. Adapun pengertian dari narkoba itu sendiri diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009 yang berbunyi:

“Narkoba merupakan sebuah obat yang terbuat dari tumbuhan maupun bukan jenis tumbuhan, yang berbentuk semisintesis atau berbentuk campuran, yang mengakibatkan hilangnya rasa sakit, membuat seseorang kehilangan kesadaran, membuat seseorang berhayal berlebihan sehingga orang yang mengkonsumsi obat tersebut akan ketergantungan yang dibedakan berdasarkan golongan tertentu seperti yang tertuang dalam peraturan ini.”

Istilah narkoba tersebut bukan lagi merupakan hal yang tabu atau baru di masyarakat mengingat begitu banyaknya berita yang tersiar melalui media televisi, surat kabar bahkan internet bahwa penyebaran narkoba terus mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun meskipun telah dibentuk regulasi terkait penyalahgunaan narkoba tersebut, namun hal tersebut tidak dapat mengurangi tingkat pengedaran dan penggunaan terhadap narkoba tersebut.1

Pada tahun 2013 artis terkenal di Indonesia yaitu Raffi Ahmad tersandung kasus penyalahgunaan narkotika, namun narkotika yang dikonsumsi oleh Raffi Ahmad tersebut tidak tercantum dalam jenis-jenis narkoba seperti yang tertuang di dalam UU Narkoba yaitu derivate catinon dikarenakan zat tersebut merupakan zat baru. Mengingat Indonesia menganut asas legalitas dimana tidak ada suatu perbuatan yang diperbolehkan untuk dipidana apabila Undang-Undang tidak mengaturnya maka penelitian ini diangkat dengan berjudul “Pertanggung jawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika jenis baru di Indonesia.”

  • 1.2  Rumusan Masalah

  • 1. Apakah pengguna narkotika jenis baru seperti derivate

catinon dapat dimintai pertanggung jawaban menurut

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika?

  • 2.    Bagaimanakah sebaiknya pengaturan penggunaan narkotika jenis baru seperti derivate catinon di masa yang akan datang?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaturan penyalahgunaan narkoba atau obat-obatan terlarang jenis baru berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika serta bagaimanakah sebaiknya pengaturan ancaman pidana terhadap pengedar narkoba jenis baru di masa yang akan datang

  • II.   Isi Makalah

    2.1  Metode Penelitian

Penelitian ini dibuat dengan menggunakan metode penelitian normatif dikarenakan adanya kekosongan norma hukum di dalam UU Narkoba. Pendekatan analisis konsep hukum, pendekatan perundang-undangan serta pendekatan fakta merupakan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini. Melalui metode kepustakaan yang akan dianalisis tersebut bersumber dari bahan hukum pustaka terkait permasalahan diatas. Adapun yang menjadi sumber bahan hukum dalam penelitian ini yaitu sumber bahan hukum sekunder dengan menggunakan buku-buku hukum (text book) serta jurnal-jurnal hukum. Teknik pengumpulan yaitu ditelusuri dengan menggunakan metode bola salju yang dilakukan dengan teknik analisis bahan hukum yang berarti menguraikan suatu kondisi tertentu dengan apa adanya.2

  • 2.2    Hasil dan Analisis.

    • 2.2.1    Pengguna narkotika jenis baru seperti derivate catinon dapat dimintai pertanggung jawaban menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

Derivet Catinon itu sendiri merupakan turunan dari Catinon yang memang telah tertuang dalam Peraturan Perundang-Undangan. Catinon merupakan alkaloid yang diekstrak dari tamanan khat (Chata edulis), tanaman herbal yang banyak tumbuh di Afrika bagian utara. Catinon mempunyai struktur kimia mirip dengan obat-obatan yang sudah kita kenal efedrin dan amfetamin. Perubahan struktur kimia pada katinon menghasilkan

berbagai macam turunan zat atau komponen kimia baru yang biasa disebut dengan kation sintetis. Uniknya katinon sintesis ini mempunyai potensi dan efek farmakologi yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan zat aslinya.3 Hingga saat ini terdapat lebih dari 10 buah katinon sintesis. Diantaranya yaitu derivet catinon itu sendiri.

Katinon sintesis biasanya terdapat dalam bentuk serbuk, kristal, larutan. Selain itu juga terdapat dalam bentuk tablet dan kapsul. Rute administrasi/penggunaannya tergantung pada bentuk sediaannya, cara penggunaan yang paling banyak dilakukan oleh pengguna katinon sitetis adalah dengan menghisap serbuk/kristal obat tersebut melalui hidung atau menelannya apabila zat tersebut dalam tablet atau kapsul. Rute administrasi lainnya adalah melalui injeksi langsung intravena, dimasukkan lewat rektal atau dengan menelan mentah-mentah serbuk yang dibungkus dengan kertas. Berdasarkan hal tersebut maka derivet catinon dapat digolongkan sebagai narkotika golongan I yang berjenis sintetis, hal tersebut dikarenakan derivet catinon tidak dapat digunakan dalam terapi serta memiliki potensi yang sangat tinggi sehingga menyebabkan ketergantungan.

Keberadaan derivet catinon memang sangat tidak terduga, unsur-unsur yang dapat menguatkan keberadaan derivet catinon merupakan obat-obatan terlarang yaitu ketergantungan, halusinasi, anti depresi dan yang lainnya. Terkait peryataan BNN yang menyatakan bahwa narkotika yang tidak termasuk dalam undang-undang kesehatan kemungkinan besar adalah benar, untuk itu sangatlah penting bagi pemerintah dalam hal ini

kementerian kesehatan dan DPR untuk segera melakukan revisi atas undang-undang tersebut.4 Tentunya tidak hanya terkait katinon dan turunannya, tetapi juga produk narkotika dan psikotropika lainnya yang saat ini mungkin belum ada pasal-pasal dalam perundangan yang mengaturnya. Selain para akademisi dan peneliti, khususnya dalam bidang kesehatan hendaknya mengkaji lebih dalam mengenai zat narkotika/psikotropika ini.

Obat-obatan yang dikonsumsi oleh Raffi Ahmad memang belum dapat dikatakan sebagai narkoba, BPOM itu sendiri memberikan definisi mengenai senyawa derivet catinon dimana BPOM menyatakan bahwa derivet catinon yang ditemukan pada saat penggerebekan artis Raffi Ahmad memang belum pernah ditemui di Indonesia dan dapat dikategorikan sebagai jenis obat-obatan terlarang jenis baru. Adapun efek yang ditimbulkan dari senyawa ini yaitu euphoria berlebihan terhadap penggunanya.5 Namun zat tersebut tidak tertuang di dalam UU Narkoba. Hal ini tentu saja bertentangan dengan asas legalitas sehingga pengguna obat-obatan jenis baru ini tidak dapat dijerat dengan ancaman pidana. Terkait dengan asas legalitas, Moeljatno memberikan pendapat bahwa asas legalitas sangat berkaitan dengan 3 arti penting, yaitu:

  • 1.    Suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang meskipun dapat dikategorikan sebagai suatu tindak pidana, apabila tidak ada aturan yang mengatur maka perbuatan tersebut tidak dapat dikenakan sanksi pidana.

  • 2. Analogi atau kiasan tidak dapat digunakan dalam

mengkategorikan adanya suatu tindak pidana.

  • 3. Pengaturan di dalam hukum pidana tidak dapat berlaku

surut dalam kondisi apapun.6

Pada dasarnya Narkotika berasal dari alam dan hasil proses kimia (sintetis), menurut cara atau proses pengolahannya, Narkotika dibagi menjadi tiga golongan, yaitu:

  • 1.    Narkotika alam adalah narkotika yang berasal dari hasil olahan tanaman yang dapat dikelompokkan dari tiga jenis tanaman masing-masing :

  • a)    Opium atau candu, yaitu hasil olahan getah dari buah tanaman papaver somniferum. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah opium mentah, opium masak dan morfin. Jenis opium ini berasal dari luar negeri yang diselundupkan ke Indonesia, karena jenis tanaman ini tidak terdapat di Indonesia.

  • b)    Kokain, yang berasal dari olahan daun tanaman koka yang banyak terdapat dan diolah secara gelap di Amerika bagian selatan seperti Peru, Bolivia, Kolombia.

  • c)    Canabis Sativa atau marihuana atau yang disebut ganja termasuk hashish oil (minyak ganja). Tanaman ganja ini banyak ditanam secara ilegal didaerah khatulistiwa khususnya di Indonesia terdapat di Aceh.

  • 2.    Narkotika semi sintetis, yang dimaksud dengan narkotika golongan ini adalah narkotika yang dibuat dari alkaloida opium dengan inti penathren dan diproses secara kimiawi untuk menjadi bahan obat yang berkhasiat sebagai

narkotika. Contoh yang terkenal dan sering disalahgunakan adalah heroin dan codein.

  • 3.    Narkotika sintetis, narkotika golongan ini diperoleh melalui proses kimia dengan menggunakan bahan baku kimia, sehingga diperoleh suatu hasil baru yang mempunyai efek narkotika seperti Pethidine, Metadon dan Megadon.

Berkaitan dengan penggolongan Narkotika, diatur dalam Pasal 6 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yaitu:

  • a.    Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi yang sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

  • b.    Narkotika Golongan II adalah narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi yang tinggi mengakibatkan ketergantugan.

  • c.    Narkotika Golongan III adalah narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengembangan pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.

Berkaitan dengan penggolongan narkotika di atas, pengaturan lebih lanjut terdapat dalam Lampiran I Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang memberikan pengaturan rinci tentang daftar Narkotika golongan I yang terdiri dari 65 jenis, Narkotika golongan II terdiri dari 86 jenis, Narkotika golongan III terdiri dari 14 jenis, di mana jenis

Narkotika sintetis yang pada awalnya merupakan kategori Psikotropika golongan I dan golongan II sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika yang telah dipindahkan menjadi Narkotika golongan I menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang terjadi saat ini khususnya di bidang farmasi, telah banyak ditemukan narkotika sintetis jenis-jenis baru yang belum diatur dalam lampiran Undang-Undang Narkotika termasuk derivet catinon yang digunakan oleh Raffi Ahmad tersebut maka perlu dibuat sebuah aturan dimana setiap zat-zat yang memenuhi unsur-unsur yang tertuang dalam ketentuan narkoba dapat dipidana dengan ketentuan sanksi yang tertuang dalam Undang-Undang tentang narkotika tersebut.

  • 2.2.2 Pengaturan penggunaan narkotika jenis baru seperti derivate catinon di masa yang akan datang.

Pada kasus yang menimpa Raffi Ahmad ditahun 2013, Raffi Ahmad dibebaskan dari segala tuntutan hukum dikarenakan obat-obatan terlarang yang digunakan oleh Raffi Ahmad tidak tertuang dalam UU Narkoba. Pihak kepolisian sempat mengajukan berkas Raffi Ahmad kepada pihak kejaksaan, namun pihak kejaksaan menolak karena tidak adanya aturan hukum yang mengatur mengenai derivet catinon yang digunakan oleh Raffi Ahmad. Penerapan sanksi pidana terhadap perbuatan pidana dapat menjadi kacau apabila tidak terdapat atau belum dicantumkannya sebuah pengaturan tertentu dalam peraturan di Indonesia.

Asas yang sangat amat terkenal dan diutamakan di Indonesia yaitu asas legalitas yang dimana apabila terdapat sebuah perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai suatu tindak

pidana, namun hal tersebut tidak diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan maka perbuatan tersebut tidak dapat diancam dengan hukuman pidana.7 Asas legalitas tertuang di dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP. Maka dari itu kelemahan yang sangat terlihat dari adanya pengkonsumsian dan pengedaran narkoba jenis baru yaitu tidak dapatnya perbuatan tersebut dipertanggung jawabkan. Hal ini akan berakibat fatal karena akan mengakibatkan adanya ketidakpastian hukum.8

Maraknya penyebaran narkotika jenis baru yang beredar di masyarakat membuat UU Narkoba dipandang sudah tidak bisa lagi menangkal atau menjadi pemecah masalah dari kegiatan pengedaran narkotika tersebut. Beberapa tahun belakangan ini apabila terdapat pengkonsumsi atau pengedar narkoba jenis baru yang tertangkap dan diadili, lebih banyak hanya dilakukan rehabilitasi dan tidak diproses secara pidana, dikarenakan jaksa biasanya menolak untuk mengadili kasus-kasus yang tidak tercantum di dalam peraturan-peraturan khususnya dalam peraturan pidana.

Tidak hanya kasus yang menjerat artis tenar Raffi Ahmad, namun kasus-kasus penyalahgunaan narkotika jenis baru tersebut juga masih terus menerus terjadi, biasanya obat-obatan terlarang jenis baru tersebut diperoleh dari luar negeri. Sudah seharusnya aparat penegak hukum mulai membuka mata mengenai permasalahan-permasalahan baru yang muncul dari

adanya pengedaran narkotika yang mulai berkembang dan memunculkan jenis-jenis baru ini. Agar hal tersebut tidak membuat pelaku-pelaku penyalahgunaan narkotika jenis baru semakin berani untuk melakukan tindak pidana tersebut dikarenakan yakin bahwa tidak ada hukuman yang dapat menjerat mereka. Maka sudah seharusnya terhadap Undang-Undang tersebut dilakukan revisi-revisi yang dapat menunjang eksistensi dari Undang-Undang tersebut.

III PENUTUP

  • 3.1    Kesimpulan

  • 1.    Penerapan pidana terhadap pelaku yang menggunakan narkoba jenis baru memang tidak dapat dilakukan sepenuhnya mengingat hal tersebut tidak tertuang di dalam perundang-undangan di Indonesia maka terhadap pelaku yang mengkonsumsi atau mengedarkan obat-obatan terlarang tersebut sangat sulit untuk ditindaklanjuti. Ketika suatu kejahatan mengalami suatu perkembangan yang signifikan, maka aturan hukum yang berlaku di dalam suatu kesatuan masyarakat juga harus lebih ditingkatkan. Dikarenakan kelonggaran-kelonggaran yang terdapat di dalam hukum pidana tentu saja membuat hukum itu tidak bekerja dengen efektif di dalam menertibkan masyarakat, dan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab tentu saja tidak dapat dijerat dengan hukuman dan harus dibebaskan mengingat adanya asas legalitas di Indonesia.

  • 2.    Asas yang sangat amat terkenal dan diutamakan di Indonesia yaitu asas legalitas yang dimana apabila terdapat sebuah perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai suatu tindak pidana, namun hal tersebut tidak diatur dalam suatu

peraturan perundang-undangan maka perbuatan tersebut tidak dapat diancam dengan hukuman pidana. Asas legalitas tertuang di dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP maka dari itu kelemahan yang sangat terlihat dari adanya pengkonsumsian dan pengedaran narkoba jenis baru yaitu tidak dapatnya perbuatan tersebut dipertanggung jawabkan. Hal ini akan berakibat fatal karena akan mengakibatkan adanya ketidakpastian hukum.

  • 3.2    Saran

  • 1.    Tindak Pidana atau kejahatan setiap harinya selalu saja mengalami perkembangan, mulai dari cara, modus hingga pada hal-hal yang tidak dapat diduga. Dengan adanya perkembangan kejahatan tersebut sudah seharusnya hukum juga mengalami perkembangan yang mampu untuk menangani berbagai masalah tersebut. Diperlukan terobosan-terobosan baru yang tujuan utamanya untuk membuat pelaku tidak lagi mengulangi perbuatan tersebut, dan masyarakat tidak meniru perbuatan tersebut serta tau bahwa perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang dilarang.

  • 2.    Indonesia merupakan negara hukum yang menganut asas legalitas, tanpa adanya peraturan hukum maka seseorang yang secara logika sudah melakukan suatu kejahatan tidak dapat dihukum dengan hukuman pidana.  Dalam hal

terjadinya tindak pidana penyalahgunaan narkotika jenis baru yang tidak tertuang di dalam peraturan perundang-undangan maka sudah seharusnya pemerintah membuat perubahan pada  UU Narkoba. Hal ini  akan lebih

memudahkan aparat penegak hukum apabila terdapat suatu aturan dalam UU No. 35 Tahun 2009 yang menyatakan

bahwa seluruh zat yang mengandung unsur-unsur dari narkoba dapat dipidana dengan ketentuan sanksi yang tertuang dalam UU Narkoba, sehingga tidak akan ada lagi seseorang yang dibebaskan dari jerat pidana narkoba dikarenakan hal tersebut belum tertuang dalam Undang-Undang.

IV. DAFTAR PUSTAKA

Buku

Bassar, M. Sudrajat, 1986, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Remadja Karya CV Bandung, Bandung.

Dirdjosisworo, Soedjono, 2012, Pengantar Ilmu Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Hamzah, Andi, 2010, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.

Mahrus Ali, 2012, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta.

R.Soesilo, 1995, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor.

Soekanto, Soerjono, 2015, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta.

Jurnal:

Kadek Nonik Silpia Dwi Candra, 2019, Tindak Pidana Penyalahgunaan Tembakau Gorilla di tinjau dari Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Kertha Wicara, Vol. 08, No. 04, Juni 2019.

Idham Maula Tama, 2018, Perlindungan Hukum Terhadap Korban Penyalahgunaan Narkotika, Kertha Wicara, Vol. 01, No. 07, Januari 2018.

Nyoman Setiawan Adiwijaya, 2019, Implementasi Perizinan Peredaran Narkotika di Kota Denpasar, Kertha Wicara, Vol. 01, No. 01, Desember 2012.

Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

Internet :

Sabrina Asril, 2013, BPOM: Zat Katinon Memicu Euforia, http://megapolitan.kompas diakses pad tanggal 20 desember 2018.silahkan dikembangkan

15