PENGATURAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN SYARAT ADMINISTRASIN CALON PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA*

Oleh

I Gede Brahmanda Candrawiguna** Ketut Sudantra***

Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstrak

Pada pemilu serentak 2019 ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) dituntut bekerja lebih extra untuk mensukseskan penyelenggaraan pemilu ini. Semua tahapan harus dilaksanakan dengan baik termasuk tahapan pendaftaran calon presiden dan wakil presiden. Pada saat melengkapi persyaratan adminstrasi berpotensi terjadi potensi tindak pidana pemalsuan. Terdapat peluang para calon ada yang memanipulasi surat atau berkas untuk melengkapi persyaratan administrasi.  Penelitian ini

membahas tentang pengaturan dan pertanggung jawaban pidana pelaku pemalsuan surat atau dokumen untuk menjadi calon Pasangan Presiden Dan Wakil Presiden Republik Indonesia.

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan dan pertanggungjawaban serta pembuktian tindak pidana ini. metodologi penelitian yang digunakan pada jurnal ini yaitu yuridis normatif. Penelitian ini menemukan tindak pidana pemilu terkait dengan pemalsuan persayaratan administrasi pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia belum diatur secara rigid.Perlu dilakukan peninjauan tentang pidana pemilu dalam Undang-Undang 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Kata Kunci : Pemalsuan Surat, Pemilu, Pertanggungjawaban pidana

Abstract

In the 2019 simultaneous election, the General Election Commission (KPU) was required to work extra to succeed in this election, especially in the process of registering candidates. When completing administrative requirements, potential fraud can occur. It is not uncommon for candidates to manipulate letters or files to complete administrative requirements. This journal discusses the regulation and accountability of criminal perpetrators of forgery of letters or documents to become presidential candidates and candidates for legislative members.

The purpose of this paper is to find out how the regulation and accountability and proof of this crime. the research methodology used in this journal is normative juridical. With the existence of Law Number 7 of 2017, the criminal responsibility for criminal acts has more legal certainty.

Keywords: Letter Forgery, Election, criminal liability

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar Belakang

Rangkaian dari pemilu serentak 2019 sebentar lagi akan berakhir. Pada Tanggal 17 April 2019secara serentak dipilih calon Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR, DPD, DPRD.

Pada pemilu serentak 2019 ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) dituntut bekerja lebih extra untuk mensukseskan pemilu. Khususnya dalam proses pendaftaran calon pasangan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesiaserta calon anggota legislatif (DPR, DPD, DPRD). Berdasarkan ketentuan Pasal 226 ayat (4) UU No 7 tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, pendaftaran calon Pasangan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia paling lambat 8 bulan sebelum tanggal pemungutan suara.

Dalam proses pendaftaran setiap calon diwajibkan untuk melengkapi persyaratan administrasi. Persyaratan

administrasidiatur undang-undang Pemilu. Persyaratan administrasi yang belum jelas dijelaskan dalam Peraturan KPU.

Pada saat melengkapi persyaratan adminstrasi berpotensi terjadi tindak pidana pemalsuan. Tidak jarang para calon ada yang memanipulasi surat atau berkas untuk melengkapi persyaratan administrasi. KPU harus teliti dalam memverivikasi persyaratan administrasi calon. Diharapkan tidak ada administrasi/berkas palsu yang lolos.

Dalam pengaturan Pidana di Indonesia, ada berbagai macam kejahatan   pemalsuan.Pemalsuan   suratadalah salahsatu

bentuknya. Soesilo berpendapat bahwa pemalsuan surat dapat dilakukan dengan cara:

  • 1.    Membuat surat palsu: membuat isinya bukan semestinya (tidak benar).

  • 2.    Memalsu surat: mengubah surat sedemikian rupa

sehingga isinya menjadi lain dari isi yang asli. Caranya bermacam-macam, tidak senantiasa surat itu diganti

dengan yang lain.Pemalsuan dapat pula dengan cara mengurangkan, menambah atau merubah sesuatu dari surat itu.

  • 3.    Memalsukan tanda tangan juga termasuk pengertian memalsu surat.

  • 4.    Penempelan foto orang lain dari pemegang yang berhak (misalnya foto dalam ijazah sekolah).1

Berdsarkan pendapat santoso, terdapat 4 (empat) cara untuk memalsukan surat. Cara yang paling sering dilakukan adalah cara nomor 1,2, dan 3 karena paling mudah dilakukan. Sedangkan cara nomor 4 sangat jarang karena sulit dilakukan.

Cara nomor 4 sangat mudah dibuktikan apabila dilakukan pemalsuan terhadap surat tersebut.

Dalam tulisan ini, akan dikaji permasalahan bagaimana pengaturan tentang tindak pidana pemalsuan persayaratan administrasicalon Pasangan presiden dan wakil presiden Republik Indonesia. Penulis juga ini mengetahui sanksi pidana yang diatur dalam KUHP dan UU No 7 tahun 2017 tentang pemilu. Oleh sebab itu, jurnal yang berjudul “Pengaturan Tindak Pidana Pemalsuan Syarat Administrasicalon Pasangan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesiapenulis buat agar dapat memberikan pemahaman-pemahaman yang sekiranya belum diketahui.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang bermasalahan diatas, dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana

pengaturan  tindak  pidana  pemalsuan

persyaratan Presiden?

administrasi  calon  Presiden  dan  Wakil

2. Bagaimana

seharusnya  pengaturan  tindak  pidana

pemalsuan persyaratan administrasi calon Presiden dan Wakil Presiden?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan jurnal ini yaitu untuk menuangkan pikiran secara ilmiah dan dapat dijadikan referensi bagi penelitian dan pembahasan yang membahas tindak pidana pemalsuan persyaratabcalon pasangan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Melalui penelitian ini diharapkan dapat memahami pengaturan tindak pidana pemalsuan

persyaratan administrasi calon Pasangan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1    Metode Penulisan

Metodelogi penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah metode penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder. 2 Metode yang digunakan adalah metode pendekatan undang-undang (statute approach), yang dilakukan dengan menelaah undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang ditangani.3Bahan yang digunakan dalam penulisan ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum skunder. Bahan hukum primer terdiri yaitu bahan hukum yang mengikat yaitu peraturan perundang-undangan, dan bahan hukum skunder meliputi semua publikasi tentang hukum yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer.

  • 2.2    Hasil dan Analisis

    • 2.2.1    Pengaturan Tindak Pidana Pemalsuan Persyarata Administrasi Calon Pasangan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia

Tindak pidana pemalsuan pemenuhan persyaratan administrasi calon pasangan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesiatidak diatur secara spesifik didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Kitab Undang-Undag Hukum Pidana hanya mengatur tentang pemalsuan surat.

Pemalsuan surat diatur dalamPasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi “(1) Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.

  • (2)    Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.”

Pasal tersebut terdiri dari 2 (dua) ayat. Ayat pertama mengatur tentang pelaku yang membuat surat palsu tersebut sehingga dapat dikategorikan sebagai pelaku tindak pidana pemalsuan surat, dan akibat yang dapat ditimbulkan oleh adanya pemalsuan surat tersebut. Akibatnya seperti menimbulkan suatu hak, perikatan, bahkan dapat menimbulkan pembebasan hutang.Ayat tersebut juga mengatur tentang penggunaan surat sebagai bukti dari suatu hal atau kejadian.

Ayat kedua Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur tentang tidak hanya orang yang membuat surat palsu saja yang dapat dikenakan pidana, orang yang menggunakan surat tersebut dapat pula dikenakan pidana yang sama dengan orang yang membuat sesuai ketentuan pasal 263 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yakni 6 (enam) tahun penjara.

Pada Pasal 263 ayat 1 (satu) dan 2 (dua) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sama-sama mengatur pelaku dapat dikenakan pidana apabila jika pemakaian dari surat palsuyang diakui seolah-olah sejati dapat menimbulkan kerugian. Hal tersebut sesuai seperti pendapat Menurut Eko Adi Susanto yang menyatakan bahwa tindak pidana pemalsuan surat dapat dikatakan sebagai pelanggaran terhadap kebenaran dan kepercayaan, dapat memberikan keuntungan kepada diri sendiri serta berpotensi merugikan orang lain. Kerugian yang dialami dapat berbentuk materil dan non materiil.4

Tindak pidana pemalsuan surat atau dokumen untuk menjadi calon pasangan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia disebutkan dalam Pasal 520 UU No 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum yang berbunyi “Setiap orang yang dengan sengaja membuat surat atau dokumen palsu dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang memakai, atau setiap orang yang dengan sengaja memakai surat atau dokumen palsu untuk menjadi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, untuk menjadi Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 254 dan Pasal 260 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp72.000.000,OO (tujuh puluh dua juta rupiah).”

Dalam pasal tersebut diatur siapa saja yang dapat dipidana apabila membuat, memakai untuk diri sendiri atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut untuk kepentingan mendaftarkan diri sebagai calon anggota DPR, DPD, DPRD, serta presiden dan wakil presiden.

Pasal 520 UU No 7 Tahun 2017 memberikan penjelasan mengenai pemalsuan surat dan berkas yang dimaksud dalam pasal tersebut adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 254 dan 260 UU No.7 Tahun 2017.

Pasal 254 UU No.7 Tahun 2017 berbunyi “Dalam hal ditemukan dugaan telah terjadi pemalsuan dokumen atau penggunaan dokumen palsu dalam persyaratan administrasi bakal calon dan/atau calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota berkoordinasi dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk menindaklanjutinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Pasal 254 mengatur tentang pemalsuan surat atau dokumen untuk melengkapi persyaratan administrasi pendaftaran calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten atau Kota.

Pasal 260 UU No.7 Tahun 2017 berbunyi “(1) Persyaratan dukungan minimal Pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 183 ayat (1) dibuktikan dengan daftar dukungan yang dibubuhi tanda tangan atau cap jempol jari tangan dan dilengkapi fotokopi k.artu tanda penduduk setiap pendukung. (2) Seorang Pemilih tidak dibolehkan memberikan dukungan kepada lebih dari 1 (satu) orang bakal calon anggota DPD. (3) Dalam hal ditemukan bukti adanya data palsu atau data yang sengaja digandakan oleh bakal calon anggota DPD terkait dengan dokumen persyaratan dukungan minimal pemilih, bakal calon anggota DPD dikenai pengurangan jumlah dukungan minimal Pemilih sebanyak 50 (lima puluh) kali temuan bukti data palsu atau data yang digandakan.”

Pasal 260 mengatur tentang pemalsuan dukungan minimal pemilih sebagai persyaratan untuk mencalonkan diri sebagai

calon DPD. Pasal ini juga mengatur sanksi administrasi apabila ditemukan pemalsuan terhadap persyaratan dukungan minimal pemilih berupa pengurangan jumlah dukungan sebanyak 50 (lima puluh) dukungan dikalikan dengan jumlah temuan data palsu atau data yang digandakan.

Pemalsuan persyaratan administrasi calon pasangan Presiden dan Wakil Presiden yang disebutkan dalam Pasal 520 UU No 7 tahun 2017. Tidak dijelaskan sama sekali dalam Pasal 254 dan pasal 260 UU No 7 Tahun 2017 karena pasal 254 dan 260 UU No 8 tahun 2017 hanya menjelaskan pemalsuan surat atau dokumen untuk pendaftaran anggota DPR,DPD, dan DPRD.

  • 2.2.2    Pengaturan Tindak Pidana Pemalsuan Persyarata Administrasi Calon Pasangan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia dimasa mendatang

Dewasa ini di Indonesia perkembangan hukum pidana khusus menjadi sedikit berbeda, salah satu contoh perundang undanganadministrasi seperti UU Narkotika, UU Pemilu/Pilkada, UU Tipikor, UU Perkawinan, Perburuhan dan sebagainya. Undang-undang ini semua, bukan perundang-undangan pidana tetapi perundang-undangan administrasi bersanksi pidana. Dalam hal semacam itu, apabila ketentuan pidana yang disebutkan, merupakan suatu ketentuan pidana yang bersifat khusus, 5dalam arti secara lebih khusus mengatur perilaku yang sebenarnya telah diatur di dalam suatu ketentuan pidana, maka ketentuan pidana yang bersifat khusus itulah yang harus diberlakukan. Kalau hal semacam itu terjadi, maka berlakulah

ketentuan hukum yang mengatakan Lex specialis derogat legi generali. 6

Prinsip pemberlakuan ialah bahwa hukum pidana khusus lebih diutamakan dari pada hukum pidana umum. Adagium Lex specialis derogat lex generalis, merupakan asas penting yang tercantum dalam Pasal 63 ayat (2) KUHP. Asas ini sangat penting bagi hukum pidana.

Sesuai pendapat diatas undang-undang pemilu dikategorikan sebagai hukum pidana khusus karena didalamnya memuat ketentuan pidana.Dibentuknya UU Pemilu ini oleh legislator, berdasarkan pandangan dari doktrin Juridische Specialitiet atau Systematiche Specialiteit yang dikemukakan Ch.J. Enschede tersebut, sehingga pada Undang-Undang Pemilu/Pilkada ‘melekat’ sifat ‘kekhususan suatu ketentuan pidana’, dengan suatu harapan mampu memberikan jaminan kepastian hukum, sekaligus menjawab kebuntuan-kebuntuan yang lahir dari fenomena hukum terkait election offences; yaitu semua pelanggaran/kejahatan yang berkaitan dengan pemilu yang diatur dalam undang-undang, yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu, dan semua pelanggaran/kejahatan yang terjadi pada tahapan pemilu.

Tindak pidana pemalsuan surat atau dokumen untuk menjadi calon pasangan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia seharusnya diatur secara khusus dalam undang-undang pemilu, sama seperti tindak pidana pemalsuan surat atau dokumen dalam pemilihan DPRD, DPD, dan DPRD. Sehingga harus dirumuskan dalam undang-undang yang baru. Hal ini sangat mungkin dilaksanakan karena apabila kira perhatikan

undang-undang pemilu selalu diubah menjelang akan diadakannya pemilu tersebut.

Didalam pasal undang-udang pemilu yang baru,Tindak pidana pemalsuan surat atau dokumen untuk menjadi calon pasangan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia harus diatur beberapa unsur yakni, makna atau arti pemalsuan surat atau dokumen, yang membuat atau dan menggunakan, juga harus diatur unsur lain yang bersifat memberatkan, seperti minimal sanksi akibat perbuatan tersebut.

Alasan lain pengaturan tindak pidana pemalsuan surat atau dokumen untuk menjadi calon pasangan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia diatur secara khusus adalah agar tindak pidana ini dapat diadili dengan peradilan cepat. Sehingga tidak mengganggu berjalannya proses pemilihan umum.

III PENUTUP

  • 3.1    Kesimpulan

  • 1.    Tindak pidana pemalsuan surat atau dokumen untuk menjadi calon pasangan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesiabelum diatur secara khusus dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang pemilu. Udang-undang tersebut hanya menyebutkan pemalsuan persyaratan administrasicalon DPR, DPD, dan DPRDUndang-undang tersebut tidak menjelaskan secara spesifik apa itu pemalsuan persyaratan administrasi calon Presiden dan Wakil Presiden

  • 2.    Tindak pidana pemalsuan surat atau dokumen untuk menjadi calon pasangan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia harus diatur dalam undang-undang pemilu, sehingga dalam penegakannya dapat berlangsung sesuai dengan ketentuan tindak pidana pemilu

  • 3.2    Saran

berdasarkan pembahasan diatas, penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut:

  • 1.    Sebaiknya tindak pidana pemalsuan persyarata administrasi calon Presiden dan Wakil Presiden diatur secara khusus dalam UU No.7 Tahun 2017. sesuai asaslex specialis derogate legi generalis atau peraturan yang khusus mengenyampingkan peraturan yang umum, karena seharusnya tindak pidana ini masuk dalam ranah tindak pidana pemilu agar dapat di proses dengan peradilan cepat, sehingga diperlukan adanya suatu pembaruan hukum pidana pada undang-udang tersebut.

  • 2.   Untuk kedepannya agar tindak pidana pemalsuan

persyarata adminstrasi calon Pasangan Presiden Dan Wakil Presiden Republik Indonesia dapat dintuntut dengan undang-undang Pemilihan Umum. Dalam undang-udang tersebut dapat diatur sanksi minimal, dan memberikan pidana berupa denda sehingga dapat memberikan efek jera kepada pelaku sebagai pendidikan politik untuk masyarakat dan semua peserta pemilu.

IV. Daftar Pustaka

BUKU-BUKU :

M. Abdul Kholiq, 2002, Buku Pedoman Kuliah Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Prenada Media Group , Surabaya.

P.A.F. Lamintang, 2013, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti, Badung.

R. Soesilo, 1991, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, ed.1, cet 10, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Topo Santoso, 2006, Tindak Pidana Pemilu, Cetakan I, Sinar

Grafika, Jakarta.

JURNAL :

Eko Adi Susanto, Pertanggungjawaban Pidana Yang Memakai Surat Palsu Ditinjadu Dari Pasal 263 ayat (2) KUHP, Jurnal Daulat Hukum, Vol. 1 No.1. Tahun 2018

Paramitha Ersan, Kualifikasi Hukum Pidana Khusus Terhadap Tindak Pidana Pemilu/Pilkada (Tinjauan Hukum Administrasi Negara), Pakuan Law Review, Volume IV, No.1. Tahun 2018

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN :

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182.

13