TINJAUAN YURIDIS PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PENJUAL SUKU CADANG PALSU DI DENPASAR*

Oleh:

Yenita Sari** I Gede Putra Ariana*** Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstrak

Kegiatan pada masyarakat di era modern ini sangat berkembang pesat hal ini juga mempengaruhi dalam penjualan suku cadang, peminat kendaraan semakin tinggi yang kemudian membuat banyak pedagang menjual suku cadang palsu kepada konsumen. Masalah yang diangkat dalam penulisan ini yaitu Pertanggung jawaban secara pidana pada pelaku usaha suku cadang palsu. Metode penulisan yang digunakan adalah metode empiris yang berarti bahwa penelitian hukum ini berdasarkan pada efektivitas hukum di dalam masyarakat. Bentuk pertanggung jawaban terhadap pelaku penjual suku cadang palsu bertujuan agar konsumen lebih selektif dalam menggunakan suku cadang dan memahami perlindungan hukum terkait dengan suku cadang palsu yang beredar bebas dipasaran. Kasus peredaran suku cadang tertulis pada Bab XXV 378 KUHP tentang perbuatan curang atau pemalsuan, sebagaimana untuk mencegah peredaran suku cadang palsu yang beredar dipasaran. Kesimpulan penulisan ini yaitu diharapkan mendapatkan penyelesaian dalam bentuk pertanggung jawaban khususnya berfokus pada Undang-Undang merek.

Kata Kunci : Pertanggung jawaban, Suku cadang, Palsu.

Abstract

Activities in the community in the modern era are very rapidly developing, this also affects the sale of spare parts, vehicle enthusiasts are increasingly high which then makes many traders sell counterfeit parts to consumers. The problem raised in this paper is criminal liability on counterfeit business actors. The writing method used is an empirical method which means that this legal research is based on the effectiveness of law in society. The form of accountability to the perpetrators of counterfeit spare parts aims to make consumers more selective in using spare parts and understand the legal protection related to counterfeit spare parts circulating freely on the market. The case of spare parts circulation is written in Chapter XXV 378 of the Criminal Code concerning fraudulent or counterfeiting, as well as to prevent the circulation of counterfeit parts circulating in the ma rket. The conclusion of this paper is expected to get a settlement in the form of accountability, especially focusing on the brand law.

Said Key : Accountability answer , Spare Parts , False.

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar Belakang

Kejahatan pemalsuan adalah kejahatan yang di dalamnya mengandung sistem ketidak benaran atau palsu atas suatu hal objek yang sesuatunya itu nampak dari luar seolah-olah benar adanya, padahal sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya.1 Produsen pembuat suku cadang palsu menjualkan barang jualannya ke pasaran bebas kemudian masuk pada bengkel-bengkel tidak resmi atau penjual yang tidak jujur dan sampai kepada konsumen hal ini merugikan konsumen karena kurangnya pengetahuan akan suku cadang palsu dan penjual suku cadang palsu juga tidak menjelaskan suku cadang yang dijualkannya kepada konsumen hal ini

menimbulkan harus adanya pertanggung jawaban dari penjual suku cadang palsu dan perlindungan bagi para konsumen. Prasasto Sudyatmiko mengemukakan empat contoh elemen yang mempengaruhi kualitasdi dalam bisnis tidak sehat, yaitu konglomerasi, kartel/trust, insider tranding, dan persaingan negatif.2 Persaingan yang terjadi semakin hari semakin ketat ini bila tidak dikontrol dapat memberikan dampak tidak baik kepada konsumen pada umumnya.3

Kasus peredaran suku cadang palsu di Denpasar, dan data yang saat ini diperoleh memang belum dapat dilampirkan tetapi suku cadang palsu sudah mulai masuk di Kota Denpasar yaitu dari tahun 2005, yang didapat dari hasil wawancara pemilik bengkel tidak resmi di Kota Denpasar yaitu memang benar adanya suku cadang palsu telah masuk kebeberapa bengkel tidak resmi yang berada di Kota Denpasar, suku cadang bersifat gerak cepat dan harga lebih jauh terjangkau dimana produsen tidak resmi yang menciptakan produk palsu disertai dengan merek palsu adalah produk lokal yang dimana diciptakan didalam negeri ataupun biasa disebut dengan industri rumahan bukan dari luar negeri hal ini menyebabkan peredaran suku cadang palsu sangat cepat beredar luas. Kurangnya teknologi yang canggih dalam pembuatan suku cadang seperti rem palsu yang dapat mengakibatkan kecelakaan untuk konsumen hal tersebut sangat jauh dari standar oprasional prosedur berkendara. Ditakutkan jika terjadi kecelakaan imbas atau komplain yang dilakukan konsumen yaitu kepada produsen resmi yang dimana

sebenarnya konsumen tidak mengetahui bahwa suku cadang yang mereka gunakan adalah palsu karena saat pemasangan suku cadang palsu menggunakan kotak bermerek.4

Bab XXV Pasal 378 KUHP tentang perbuatan curang atau pemalsuan, dilihat segi pertanggung jawaban pidana dan sanksi yang dimana pemalsuan suku cadang termasuk kedalam pemalsuan menggunakan nama merek palsu maka undang-undang 20 tahun 2016 tentang merek diperlukan kedalam kasus suku cadang palsu ini karena berhubungan tentang bagaimanakah pertanggung jawaban pidana dan sanksi pidana yang akan diberikan kepada para penjual suku cadang palsu yang telah melalsukan merek suku cadang yang diperjualkan. Penelitian dilakukan pada bengkel-bengkel tidak resmi yang dimana para penjual tetap menjualkan suku cadang palsu tanpa memikirkan efek yang dimana mengancam keselamatan para konsumen, undang-undang yang dibuat oleh pemerintah telah ditetapkan tetapi penjual pada bengkel tidak resmi tidak menjalankan peraturan yang telah dibuat, sehingga tidak sesuai dengan kenyataan pada bengkel tidak resmi sehingga menimbulkan kesenjangan norma dengan kenyataan.

Penelitian dilakukan di Kota Denpasar bertujuan karena pengguna kendaraan di Kota Denpasar sangat banyak, penulisan dilakukan agar adanya penyelesaian dan upaya preventif dalam suku cadang palsu dikarenakan undang-undang merek hanya membahas tentang pertanggung jawaban pelaku usaha suku cadang palsu, tetapi tidak ada membahas mengenai upaya preventif atau pengecahan seperti rahasia rutin bagi para produsen pencipta suku

cadang palsu dan penjual suku cadang palsu dipasar khusus menjual alat-alatsuku cadang kendaraan, yang seharusnya dilakukan pihak berwenang sebagai upaya preventif dimana agar suku cadang palsu tidak bisa beredar luas dan sebagai salah satu tujuan untuk menjaga keselamatan para konsumen dari suku cadang palsu maka dalam penulisan ini akan memaparkan penjelasan bagi para konsumen pengguna suku cadang bagaimana penyelesaian dalam kasus suku cadang palsu ini.

Dampak yang disebabkan suku cadang palsu bagi para konsumen yaitu dapat menyebabkan kecelakaan karena suku cadang palsu tidak dibuat sebaik suku cadang asli. Permasalahan suku cadang palsu muncul karena para konsumen merasa dirugikan tetapi konsumen tidak mengetahui bagaimana bentuk pertanggung jawaban dan sanksi pidana yang harus dikenakan bagi penjual suku cadang palsu dalam pembahasan ini akan memperjelas bentuk pertanggung jawab bagi pelaku usaha sehingga bisa diketahui oleh konsumen/masyarakat yang menggunakan suku cadang.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Bagaimanakah Pertanggung jawaban secara pidana pada pelaku usaha suku cadang palsu ?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Penelitian ini tujuannya adalah agar konsumen lebih selektif dalam memilih suku cadang kendaraan danuntuk mengerti atau memahami perlindungan hukum, bentuk tanggung jawab tentang hak merek yang terkait dengan suku cadang palsu yang sudah beredar bebas di pasaran.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 1.1.    Metode Penelitian

Metode penelitian yang dibahas yaitu penelitian hukum empiris yang lokasi penelitian dilakukan di bengkel-bengkel di Kota Denpasar, berarti dalam penelitian hukum ini akan berdasarkan pada efektivitas hukum dimasyarakat. Kajian empiris adalah kajian yang memandang hukum sebagai kenyataan, mencakup kenyataan sosial, kenyataan kultur dan lain-lain. Kajian ini bersifat deskriptif dimana kajian empiris mengkaji law in action. Kajian empiris

duniannya adalah das sein (apa kenyataan).5 2.2 Hasil dan Analisis

  • 2.2.1    Pertanggung jawaban pelaku secara pidana dalam pemalsuan suku cadang

Pertanggung jawaban pidana mengandung makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang maka orang tersebut patut mempertanggung jawabkan perbuatan sesuai dengan kesalahannya. Tindak pidana pemalsuan diatur pada Bab XXV Pasal 378 KUHP memaparkan yaitu Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat (4) tahun.

Bentuk tanggung jawab tentang penjualan suku cadang palsu berada dalam undang-undang 20 tahun 2016 tentang merek. Solusi diberikan dan difokuskan pada pertanggung jawaban pidana suku

cadang palsu menurut undang-undang merek. Seorang Ahli J.E. Jonkers mengemukan di dalam bukunya merumuskan peristiwa pidana yaitu perbuatan yang melawan hukum(wederrechttelijk) yang berhubungan dengan kesengajaan atau kesalahan yang dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan.6

Menciptakan efek takut atau jera dalam melakukan suatu tindakan melanggar hak merek. Dalam ini juga menurut pendapat ahli Nurmadjito suatu upaya yang mempunyai tujuan untuk menciptakan sistem bagi perlindungan konsumen.7Menurut pendapat ahli Chairul Huda dalam adanya suatu tindak pidana yaitu berdasarkan asas legalitas melainkan dapat di pidana pembuat yaitu atas dasar kesalahan, pada hal ini seseorang mempunyai tanggung jawab pidana jika seseorang tersebut telah melakukan perbuatan yang salah dan bertentangan dengan hukum. Hakikat dari pertanggung jawaban pidana yaitu bentuk mekanisme dibuat sebagai berkas dalam pelanggaran suatu perbuatan tertentu yang telah disepakati.8

Digolongkan dengan penipuan karena dilakukan penjual kepada konsumen disaat posisi konsumen yang lemah atau kurang tentang pengetahuan akan suku cadang, dan penjual dapat dipidana dalam Pasal 378 KUHP tentang penipuan/pemalsuan terhadap konsumen dan seseorang memalsukan nama atau identitas merek dapat dipidana pada undang-undang merek. Pasal dan undang-

undang tersebut dapat dituntut ataupun pidana bersamaan karena pertama penjual menjualkan barang palsu yang berarti menipu konsumen penjual dapat dipidana Pasal 378 KUHP dan kedua penjual juga menjualkan dagangannya menggunakan merek palsu yang terdapat pada undang-undang merek.

Bentuk tanggung jawab pidana untuk penjual suku cadang palsu menurut uu merek lebih tepatnya sudah diatur dalam Bab XVIII mengenai Ketentuan pada Pasal 100 ayat (1), (2), dan (3)

undang-undang no 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Pada pasal tersebut menyatakan hukuman dan denda pidana bagi pelaku usaha suku cadang palsumenyatakan :

  • (1)    Setiap orang yang dengan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan atau jasa sejenis yang di produksi dan atau diperdagangkan dipidana penjara paling lama 5 tahun da atau denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00

  • (2)    Setiap orang yang dengan tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan atau jasa sejenis yang di produksi dan atau diperdagangkan,dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan atau denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00

  • (3)    Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yang jenis barangnya mengakibatkan gangguan kesehatan, gangguan lingkungan hidup, dan kematian manusia dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 5.000.000.000,00

Penjualan suku cadang palsu, pertanggung jawaban atau sanksi pidana dalam pelanggaran merek yang dilakukan oleh okum-oknum yang tidak bertanggung jawab dalam menjualkan dagannya demi keuntungan pribadi yaitu sanksi pidana terdapat pada Bab XVII berpusat pada penyidikan dan Bab XVIII berpusat pada ketentuan pidana, berfokus pada Pasal 99, 100, 102, 103 uu merek. Sanksi yang di dapat yaitu sesuai dengan ketentun uu merek dari hukuman pidana paling sedikit 4 tahun dan paling lama 10 tahun dengan denda paling sedikit 2 milyar dan paling banyak 10 milyar. Masalah tanggung jawab penjual telah mendapat perhatian dari berbagai kalangan, kurangnya tanggung jawab dan kesadaran sebagai penjualakan berakibat fatal dan menghadapi resiko bagi kelangsungan hidup dan keseimbangan usahanya.9

Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 sampai dengan Pasal 102 merupakan delik aduan. Bahwa ini penjualan produk atau barang palsu hanya bisa ditindak oleh pihak yang berwenang jika ada aduan dari pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh hal tersebut. Kewenangan Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia mempunyai kewenangan dalam kasus penjualan suku cadang palsu yang dibantu oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Direktorat Jenderal diberikan kewenangan khusus sebagai penyidik dan telah diatur kedalam undang-undang nomor 8 tahun 1981 KUHAP. Undang-undang no 15 tahun 2001 Pasal 89 tentang penyidikan, yang dimana didalam ayat (2) menyebutkan

tugas penyidik pegawai negeri sipil seperti melakukan pemeriksaan, meminta keterangan/barang, membuat catatan dan meminta bantuan ahli. Dilanjutkan pada ayat (3) dan (4) yang berfokuskan tentang kewenangan kepolisian yaitu memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyedikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dengan mengingat ketentuan Pasal 107 undang-undang nomor 8 tahun 1981 KUHAP.

Pencegahan atau upaya prefentif yaitu sebaiknya pemerintah mencantumkan di undang-undang 20 tahun 2016 tentang hak merek, dengan dilakukannya rahasia rutin yang ditingkatkannya kwalitas kinerja oleh pihak berwenang kepolisian dengan cara yang berpatroli dan melakukan rahasia rutin pada pasar-pasar penjual suku cadang khususnya pada daerah-daerah yang tingkat penggunaan kendaraannya tinggi lalu mengoptimalisasi fungsi dan kinerja itu sendiri dengan melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap pelaku usaha suku cadang palsu. Terkait dengan undang-undang merek diharapkan dapat memenuhi perlindungan hukum tentang pertanggung jawaban pelaku usaha suku cadang palsu bagi masyarakat dimasa mendatang terkait dihentikannya peredaran suku cadang palsu.

III PENUTUP

  • 3.1    Kesimpulan

Pertanggung jawaban pidana kepada pelaku usaha suku cadang palsu harus memenuhi unsur dari setiap pasal, yang terkandung kedalam undang-undang No 20 Tahun 2016 karena pemalsuan merek dan dapat dijerat pasal 378 KUHP karena

pemalsuan/penipuan kepada konsumen. Kewenangan kepolisian dalam menindaki pelaku penjual suku cadang palsu yaitu terdapat di dalam undang-undang no 15 tahun 2001 dalam Pasal 89 ayat (1), (2), (3), dan (4) yang sudah jelas mengenai kewenangan penyidikan kepolisian bagi para pelaku usaha penjual suku cadang palsu. Sehingga diharapkan mendapatkan efek jera kepada para pelaku usaha yang merugikan konsumen.

  • 3.2    Saran

Pada hal ini menenukan pertanggung jawaban pidananya adalah sebagaimana harus selalu mengacu pada Undang-Undang yang sudah berlaku. Saran yang dapat diberikan yaitu harus perlu adanya penindakan atau sanksi tegas yang dilakukan pemerintah atau penegak hukum bagi oknum yang melanggar aturan, selanjutnya konsumen secara umum dapat membedakan suku cadang asli memiliki hologram pada kotak kemasan dan sementara suku cadang palsu tidak memiliki hologram pada kotaknya, pengguna suku cadang juga harus selektif kedalam barang yang selalu digunakan demi keselamatan bersama dalam berkendara.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Adrius Meliala (peny), Praktik Bisnis Curang, Jakarta, Sinar harapan

Celina Tri Kristiyanti, S.H., M.Hum. 2008, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta

Chairul Huda, Dari Tindak Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggung jawab Pidana Tanpa Kesalahan, Cetakan ke-2, Jakarta, Kencana, 2006

Hanafi Amrani, Mahrus Ali, 2015. Sistem Pertanggungjawabaan pidana: perkembangan dan penerapan, Rajawali Pers.

jakarta.

Ismu Gunadi dan kawan-kawan, Cepat Mudah Memahami Hukum Pidana, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2011)

Nurmadjito, Kesiapan Perangkat Peraturan Perundang-undangan tentang Perlindungan Konsumen di Indonesia, dalam Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, 2011. Hukum Perlindungan Konsumen, cetakan ketujuh, Rajawali Pers, Jakarta

Ronny Hanitijo Soemitro,Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri

JURNAL

I Gede Agus Satrya Wibawa, I Nengah Suharta, 2016, “Mekanisme Penyelesaian Sengketa Konsumen secara Mediasi terhadap Produk Cacat dalam Kaitannya dengan Tanggung Jawab Produsen”,KerthaSemaya,Vol.04,No.01,Februari2016,hal.2,ojs .unud.ac.id,URLhttp://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasema ya/article/view/18973/12436,diakses tanggal 9 Juli 2019, jam 10.00 WITA

WAWANCARA

Wawancara dengan Cahaya Putrawan, tanggal 31 Juli 2019 di Bengkel Cahya,Jl Kartini Denpasar

UNDANG-UNDANG

Undang-Undang No 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No 5939

13