ANALISIS TERHADAP UNSUR - UNSUR PENYEBARAN BERITA BOHONG (HOAX) DITINJAU DARI PASAL 13A UNDANG – UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG TINDAK PIDANA TERORISME
on
ANALISIS TERHADAP UNSUR - UNSUR PENYEBARAN BERITA BOHONG (HOAX) DITINJAU DARI PASAL 13A UNDANG – UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG TINDAK PIDANA TERORISME
Oleh :
Anak Agung Gde Agung Yudistira * 1
Anak Agung Ngurah Oka Yudistira Darmadi **
Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum, Universitas Udayana
Abstrak
Hoax adalah informasi, kabar atau berita yang berisikan hal yang tidak benar atau tidak sesuai dengan fakta. Perkembangan teknologi informasi dan hadirnya media online semakin memudahkan orang untuk mengakses segala berita yang mengandung hoax. Saat ini hoax sudah menjadi ancaman serius bagi kehidupan manusia, hoax tidak hanya dapat menyebabkan kerugian materiil, keonaran dimasyarakat tetapi kini hoax juga dapat mempengaruhi psikologi seseorang dengan menimbulkan rasa takut dan teror. Dari hal tersebut, Mentri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto mewacanakan bahwa “Penyebaran berita bohong atau hoax yang menimbulkan teror dan rasa takut di masyarakat dapat dijerat dengan UU Tindak Pidana Terorisme”. Penelitian ini membahas mengenai bagaimana pengaturan penyebaran berita hoax dan terorisme menurut hukum positif Indonesia dan dapatkah penyebar hoax di jerat dengan UU Tindak Pidana Terorisme. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dapatkah UU Tindak Pidana Terorisme diterapkan kepada pelaku penyebaran berita hoax. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian hukum normatif guna menganalisi norma kabur terhadap wacana untuk menerapkan UU Tindak Pidana Terorisme terhadap penyebar berita hoax. Berdasarkan hasil analisis penulis UU Tindak Pidana Terorisme tidak bisa diterapkan terhadap pelaku penyebaran berita hoax karena beberapal hal, yaitu bertentangan dengan asas persamaan, terorisme dan penyebaran berita bohong merupakan delik yang berdiri sendiri dan terorisme merupakan kejahatan yang serius mengancam ideologi dan keamanan negara.
Kata Kunci : Berita, Hoax, Terorisme Abstract
Hoax is information, news or news that contains things that are not true or not in accordance with facts. The development of information technology and the presence of online media make it easier for people to access all news that contains hoaxes. Nowadays hoaxes have become a serious threat to human life, hoaxes can not only cause material losses, social upheaval but now they can also influence one's psychology by causing fear and terror. From this, the Coordinating Minister for Political, Legal and Security Affairs Wiranto said that "The spread of hoaxes or stories that cause terror and fear in the community can be ensnared by the Law on Terrorism Crime". This study discusses how to regulate the spread of hoaxes and terrorism news according to positive Indonesian law and can hoax spreaders be ensnared by the Terrorism Criminal Act. The purpose of this study was to determine whether the Terrorism Criminal Law was applied to the perpetrators of hoax news dissemination. This study uses normative legal research methods to analyze the blurred norms of discourse to apply the Law on Terrorism Acts against hoaxes. Based on the results of the analysis of the writers of the Terrorism Act can not be applied to the perpetrators of hoax news dissemination because of several things, namely contrary to the principle of equality, terrorism and the spread of false news are stand-alone offenses and terrorism is a crime that seriously threatens the ideology and national security.
Keyword : News, Hoax, Terrorism
Hoax merupakan istilah baru yang akhir – akhir ini sering diperbincangkan dimasyarakat, kata hoax merujuk pada suatu hal yang tidak benar – benar terjadi atau tidak sesuai fakta. Menurut KBBI hoaks diartikan sebagai berita bohong, sedangkan menurut Gun Gun Heryanto hoax adalah suatu kejadian yang dibuat-buat dengan kata lain hanyalah karangan belaka. Hoax biasanya diartikan sebagai berita bohong, atau tidak sesuai dengan kenyataan karena kurangnya informasi, pengetahuan, akhirnya digembor-gemborkan seolah- olah informasi itu benar padahal
tidak benar. 2 Penyebaran berita bohong atau hoax bukanlah ancaman baru dimasyarakat tetapi akibat pesatnya perkembangan teknologi informasi dan hadirnya media online menyebabkan perkembangan hoax semakin menghawatirkan dan menjadi ancaman yang serius bagi masyarakat. Hoax dapat mengubah cara pandang seseorang terhadap suatu hal yang mengarah kepada tindakan provokatif sehingga dapat mengakibatkan kesalahan persepsi, cara pandang bahkan hingga merugikan orang lain.
2019 merupakan tahun politik dimana diadakannya pemilihan umum secara langsung dan serentak terhadap Presiden, Wakil Presiden, DPR dan DPD. Meningkatnya penyebaran berita yang mengandung unsur hoax pada tahun politik ini, telah banyak menimbulkan keresahan dan keonaran dimasyarakat. Menurut Wiranto yang menjabat sebagai Mentri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamana menyatakan penyebaran berita hoax dapat dijerat dengan Undang – Undang Terorisme. Dalam wacanannya ia menyatakan “hoax ini kan menteror masyarakat. Terorisme itu ada yang fisik ada yang non fisik tetapi teror menimbulkan ketakutan, terorisme itu kan menimbulkan ketakutan di masyarakat dan kalau masyarakat diancam dengan hoax kemudian mereka takut ke TPS itu sudah ancaman terorisme maka tentu kita gunakan Undang – Undang Terorisme”. 3 Pernyataan tersebut Wiranto sampaikan setelah terjadinya peristiwa penyebaraan berita bohong terkait dengan kerusuhan yang akan terjadi ditiap tempat pemungutan suara (TPS) pada waktu pemungutan suara pemilihan umum serantak tahun 2019,
akibat dari hal tersebut masyarakat menjadi takut untuk datang ke TPS memberikan hak suaranya.
Sebagaimana pernyataan Wiranto tersebut yang menyatakan bahwa penyebaran berita bohong atau hoax dapat dijerat dengan UU Terorisme. Maka dalam penelitian ini penulis akan menganalisi mengenai apakah hoax yang menimbulkan “rasa takut dan teror” di masyarakat dapat digolongkan sebagai tindakan terorisme dan dapat dijerat dengan UU Tindak Pidana Terorisme.
-
1. Bagaimana pengaturan tentang terorisme dan penyebaran berita bohong atau hoax menurut hukum positif Indonesia ?
-
2. Apakah penyebaran berita bohong atau hoax dapat dijerat dengan UU Terorisme ditinjau dari aspek unsur – unsur tindak pidana ?
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan penyebaran berita bohong atau hoax menurut hukum pidana Indonesia dan tujuan secara khusus untuk menganalisis apakah tindakan penyebaran berita bohong atau hoax dapat di jerat dengan Undang – Undang Tindak Pidana Terorisme
Penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian hukum normatif, yaitu metode penelitian yang dilakukan untuk menganalisis norma hukum yang berkaitan dengan adanya kekosongan norma, kekaburan norma dan konflik norma. Metode penelitian normatif yang dipilih penulis bertujuan untuk menganalisis kekaburan norma terhadap penyebaran berita hoax
yang di wacanakan akan di jerat dengan Undang – Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme.
Penelitian ini menggunakan sumber bahan hukum primer yang terdiri dari peraturan perundang - undangan, yurisprudensi, kontrak, atau arsip - arsip hukum lainnya.4
Penulisan penelitian ini menggunakan pendekatan konseptual, yaitu penelitian terhadap konsep – konsep hukum seperti sumber, fungsi, lembaga hukum. Mengenai konsep hukum tersebut terdiri dari tiga tataran antara lain, tataran ilmu hukum dogmatik konsep hukumnya teknis yuridis, tataran teori hukum konsep hukumnya konsep umum, tataran filsafat hukum konsep hukumnya konsep dasar.5
-
2.2. Hasil Pembahasan
Hoax dalam beberapa literatur umumnya diartikan sebagai informasi, kabar atau berita yang berisikan hal – hal yang tidak benar terjadi atau bohong, atau tidak sesuai dengan kenyataan atau fakta.6 Hoax dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai berita bohong, informasi palsu, atau kabar dusta sedangkan menurut kamus bahasa Inggris, hoax artinya olok-olok, cerita bohong, dan
memperdayakan alias menipu. 7 Pengaturan secara yuridis terhadap tindak pidana penyebaran berita bohong atau hoax menurut hukum positif Indonesia diatur dalam Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana memuat tiga pasal yang berkaitan tentang penyebaran berita bohong (hoax), yaitu :
-
1. Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1946 pada ensensinya menyatakan perbuatan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong yang dapat menimbulkan keonaran di masyarakat dihukum setinggi - tingginya sepuluh tahun penjara.
-
2. Pasal 14 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 1946 pada esensinya menyatakan perbuatan yang dilakukan dengan cara menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan yang dapat menimbulkan keonaran yang mana patut diduga berita tersebut adalah bohong, dihukum setinggi – tingginya tiga tahun penjara.
-
3. Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 pada esensinya menyatakan suatu perbuatan yang menyiarkan kabar tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap yang mana berita tersebut patut diduga dapat menimbulkan keonaran di masyarakat dihukum setinggi – tingginya dua tahun penjara.
Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik memuat satu pasal berkaitan dengan penyebaran berita bohong atau hoax, yaitu :
-
1. Pasal 28 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008 pada esensinya menyatakan perbuatan sengaja tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
Pengaturan terkait tindak pidana terorisme menurut hukum positif Indonesia diatur dalam Undang – Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme. Kata terorisme mulanya brasal dari bahasa prancis, yaitu le terreur. Istilah le terreur pada saat itu digunakan untuk menyebut tindakan pemerintah hasil Revolusi Prancis yang mempergunakan kekerasan secara brutal dan berlebihan.8 Menurut Eriec Dieda sebagaimana dikutip dari kamus Oxford menyatakan terorisme adalah perbuatan yang menggunaan kekerasan dan intimidasi yang melanggar hukum, terutama terhadap warga sipil, dalam mengejar tujuan politik.9
Terorisme merupakan kejahatan yang digolongkan dalam transnasional crime karena kejahatan terorisme dilakukan dengan cara melewati lintas batas negara dimana persiapannya dilakukan di satu negara tetapi sasaran dan eksekusinya dilakukan pada negara lain serta melibatkan kelompok yang terorganisir dan menimbulkan dampak kepada negara lain.10
Menurut Muladi sebagaimana dikutip dari Black Laws Dictionary menyatakan tindak pidana terorisme adalah perbuatan yang dilakukan dengan unsur kekerasan atau yang menyebabkan efek bahaya bagi kehidupan manusia yang bertentangan dengan
ketentuan - ketentuan hukum pidana dengan tujuan untuk memberi ancaman dan teror kepada penduduk sipil ; memberikan dampak terhadap jalannya pengambilan keputusan pemerintah ; mempengaruhi jalannya proses pemerintahan dan
penyelenggaraan negara, yang dilakukan dengan cara pembunuhan dan penculikan.11
Pengaturan secara yuridis menurut hukum positif Indonesia berkaitan tindak pidana terorisme diatur dalam Undang – Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme. Pengertian tindak pidana terorisme mengacu pada Pasal 1 angka (2) yang mana memuat unsur – unsur sebagai berikut :
-
1. Setiap orang
-
2. Sengaja
-
3. Dilakukan dengan cara kekerasan atau ancaman kekerasan
-
4. Menimbulkan teror atau rasa takut secara meluas
-
5. Menimbulkan korban yang bersifat massal
-
6. Merampas kemerdekaan, menghilangkan nyawa orang lain atau harta benda atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran fasilitas publik
-
7. Dengan motif ideologi, politik atau gangguan keamanan.
2.2.3.Analisis Unsur – Unsur Penyebaran Berita Bohong (Hoax) Ditinjau Dari Pasal 13A Undang – Undang Tindak Pidana Terorisme
Penyebaran berita bohong atau hoax dilihat dari prespektif penegakan hukum menurut Brigjen. Pol. Dr. Dedi Prasetyo yang menjabat sebagai Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri menyatakan bahwa setiap orang yang memiliki hubungan dengan jaringan atau organisasi terorisme melakukan perbuatan menyebarkan berita bohong (hoax) bertujuan
menghasut orang yang mana perbuatan tersebut dapat mengengakibatkat terjadinya tindak pidana terorisme akan di jerat dengan Pasal 13A UU Tindak Pidana Terorisme. 12 Apabila seseorang yang tidak memiliki hubungan secara langsung dengan jaringan atau organisasi terorisme melakukan perbuatan menyebarkan berita bohong (hoax) yang mengakibatkan rasa takut dan teror dimasyarakat apakah dapat dijerat dengan UU Tindak Pidana Terorisme sesuai dengan apa yang di wacanakan Mentri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto. Maka dari hal tersebut penulis akan menganalisis unsur – unsur tindak pidana penyebaran berita bohong (hoax) pada Pasal 14 ayat (1), Pasal 14 ayat (2), Pasal 15 UU No. 1 Tahun 1946 dan Pasal 28 ayat (1) UU ITE apakah telah memenuhi unsur – unsur Pasal 13A UU Tindak Pidana Terorisme akan dijelaskan sebagai berikut :
-
1. Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1946 memuat unsur – unsur tindak pidana sebagai berikut :
-
1. Barang siapa
-
2. Sengaja
-
3. Menyiarkan
-
4. Berita atau pemberitahuan bohong
-
5. Menimbulkan keonaran
-
2. Pasal 14 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 1946 memuat unsur – unsur tindak pidana sebgai berikut :
-
1. Barang siapa
-
2. Patut disangka
-
3. Menyiarkan
-
4. berita atau pemberitahuan bohong
-
5. Dapat menerbitka keonaran
-
3. Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 memuat unsur – unsur
tindak pidana sebagai berikut :
-
1. Barang siapa
-
2. Dapat menduga
-
3. Menyiarkan
-
4. kabar yang tidak pasti atau kabar berkelebihan, atau yang tidak lengkap
-
5. Menerbitkan keonaran dikalangan rakyat
Unsur barang siapa dalam hal ini ditunjukan kepada subyek hukum, yaitu orang perorang yang melakukan penyebaran berita bohong atau hoax. Unsur kesengajaan merupakan unsur
subyektif yang ada dalam diri pelaku antara lain meliputi sengaja dengan maksud, sengaja dengan kesadaran tentang kepastian dan sengaja dengan kesadaran kemungkinan terjadi. 13 Unsur patut disangka atau patut diduga merupakan kesalahan dalam bentuk culpa yang diartikan bahwa pelaku seharusnya dapat melihat kedepan akibat yang akan terjadi dari perbuatan yang dilakukan dan perbuatan tersebut dilakukan dengan kurangnya kehati – hatian dari pelaku.14 Unsur menyiarkan dalam bagian penjelasan UU No. 1 Tahun 1946 diartikan sama dengan verspreiden yang dalam bahasa Indonesia disepadankan dengan kata menyebarkan. Kata menyiarkan dimaknai sebagai perbuatan memberitahukan sesuatu kepada khalayak umum. 15 Unsur bohong diartikan sebagai sesuatu yang tidak benar atau tidak sesuai dengan hal yang sebenarnya terjadi. Unsur kabar yang tidak pasti atau
berkelebihan atau tidak lengkap dalam bagaian penjelasan Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 disebut sebagai kabar angin adalah kabar yang disiarkan dengan tambahan atau pengurangan. Sedangkan unsur menerbitkan keonaran dalam penjelasan Pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 1946 dinyatakan bahwa keonaran diartikan lebih hebat dari pada kegelisahan dan menggoncangkan hati penduduk yang tidak sedikit jumlahnya. Kekacauan memuat juga keonaran.
Pasal 28 ayat (1) UU ITE terkandung unsur – unsur tindak pidana sebagai berikut :
-
1. Setiap Orang
-
2. Sengaja
-
3. Tanpa hak
-
4. Menyebarkan
-
5. Berita bohong dan menyesatkan
-
6. Mengakibatkan kerugian konsumen dalan Transaksi Elektronik
Unsur tanpa hak termasuk dalam sifat melawan hukum. Kata “tanpa hak” dalam hukum pidana dikenal dengan istilah “wederrechtelijk” dalam bahasa Belanda. Wederrechtelijk dalam ajaran formil diartikan bertentangan dengan Undang – Undang atau apabila suatau perbuatan telah memenuhi unsur rumusan dalam delik.16 Unsur berita bohong dan menyesatkan merupakan satu kesatuan dimana berita bohong diartika sebagai suatu hal yang tidak sesuai dengan kenyataan dan menyesatkan diartikan dapat menyebabkan orang berpandangan keliru. Unsur mengakibatkan kerugian merupakan unsur yang harus terpenuhi yang merupakan akibat penyebaran berita bohong dan menyesatkan.
UU Tindak Pidana Terorisme pada Pasal 13A menyatakan “Setiap Orang yang memiliki hubungan dengan organisasi Terorisme dan dengan sengaja menyebarkan ucapan, sikap atau perilaku, tulisan, atau tampilan dengan tujuan untuk menghasut orang atau kelompok orang untuk melakukan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan yang dapat mengakibatkan Tindak Pidana Terorisme dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun”. Adapun unsur – unsur Pasal 13A UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme sebagai berikut :
-
1. Setiap Orang, yaitu subyek hukum orang perorangan
-
2. Memiliki hubungan dengan organisasi terorisme diartikan bahwa adanya ikatan antara seseorang dengan organisasi terorisme
-
3. Kesengajaan merupakan unsur subjektif yang ada dalam diri pelaku dimana adanya hubungan antara sikap batin dan perbuatannya.
-
4. Menyebarkan, adalah perbuatan yang bertujuan untuk diketahui sesuatu oleh khalayak umum.
-
5. Obyek berupa ucapan, sikap, perilaku, tulisan, atau tampilan
-
6. Tujuan untuk mengahasut orang atau kelompok orang. Menurut R Soesilo makna dari kata “Menghasut” adalah mendorong, mengajak, membangkitkan atau membakar semangat orang supaya berbuat sesuatu.17
-
7. Melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan. Menurut Pasal 1 angka 3 kekerasan diartikan sebagai setiap perbuatan penyalahgunaan kekuatan fisik dengan atau tanpa menggunakan sarana secara melawan hukum dan menimbulkan bahaya bagi badan, nyawa, dan kemerdekaan
orang, termasuk menjadikan orang pingsan atau tidak berdaya. Sedangkan ancaman kekerasan dalam Pasal 1 angka 4 diartikan sebagai setiap perbuatan secara melawan hukum berupa ucapan, tulisan, gambar, simbol, atau gerakan tubuh, baik dengan maupun tanpa menggunakan sarana dalam bentuk elektronik atau nonelektronik yang dapat menimbulkan rasa takut terhadap orang atau masyarakat secara luas atau mengekang kebebasan hakiki seseorang atau masyarakat
-
8. Dapat mengakibatkan tindak pidana terorisme. Pengertian tindak pidana terorisme sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 2 UU Tindak Pidana Terorisme.
Berdasarkan analisis penulis terhadap wacana Mentri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto menerapkan UU Tindak Pidana Terorisme terhadap penyebaran berita bohong (hoax) merupakan hal yang keliru dan tidak dapat dilaksanakan, adapun beberapa pertimbangan dari penulis sebagai berikut :
-
1. UU Tindak Pidana Terorisme dalam bagian menimbang menjelaskan kategori tindak pidana terorisme merupakan kejahatan yang serius, membahayakan ideologi negara, keamanan negara, kedaulatan negara, nilai kemanusiaan, dan berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta bersifat lintas negara, terorganisasi, dan mempunyai jaringan luas sedangkan tindak pidana penyebaran berita bohong atau hoax termasuk dalam kejahatan terhadap kepentingan umum karena menimbulkan dampak keonaran di masyarakat dan juga bertentangan dengan kepentingan pribadi karena mengakibatkan kerugian bagi orang lain.
-
2. Wacana menerapkan UU Tindak Pidana Terorisme terhadap penyebaran berita bohong (hoax) merupkan hal yang bertentangan dengan asas – asas hukum, khususnya asas persamaan (similia similibus) dimana bahwa dalam suatu perkara yang sama maka diputus dengan hukum yang sama pula.
-
3. Pasal 13A UU Tindak Pidana Terorisme mengharuskan bahwa pelaku penyebaran atau orang yang menghasut
memiliki hubungan dengan organisasi terorisme sedangkan tindak pidana penyebaran berita bohong tidak memuat unsur tersebut.
-
4. Dari segi akibat konstitutif yang ditimbulkan dalam Pasal 13A UU Tindak Pidana Terorisme, akibat dari perbuatan menghasut oleh pelaku kepada orang lain ditunjukan untuk melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan yang dapat mengakibatkan tindak pidana terorisme sedangkan dalam tindak pidana penyebaran berita bohong akibat yang ditimbulkan berupa keonaran dimasyarakat atau kerugian dalam transaksi elektronik.
-
3. PENUTUP
Tindak pidana penyebaran berita bohong atau hoax secara yuridis dalam hukum positif Indonesia diatur pada Pasal 14 dan 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 28 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE sedangkan tindak pidana terorisme diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme. Terhadap wacana akan menerapkan UU Tindak Pidana Terorisme terhadap pelaku penyebaran berita bohong, berdasarkan analisis penulis hal tersebut tidak dapat dilakukan karena beberapa hal, yaitu
bertentangan dengan asas persamaan dalam hukum pidana, tindak pidana terorisme dan penyebaran berita bohong merupakan delik yang berbeda dan berdiri sendiri serta memiliki akibat konstitutif yang berbeda pula, tindak pidana terorisme dikategorikan sebagai kejahatan yang serius yang mengancam ideologi keamana dan kedaulatan negara dimana tindak pidana terorisme memiliki sifat lintas batas negara, terorganisir dan memiliki jaringan sedangkan penyebaran berita bohong tidak dikategorikan sebagai kejahatan yang serius yang mengancam ideologi dan kedaulatan negara.
Sebagai upaya yang efektif untuk menggulangi penyebaran berita bohong (hoax) yang dapat menimbulkan teror dan rasa takut dimasyarakat pemerintah dalam hal ini perlu melakukan revisi Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dengan menambah unsur menimbulkan teror dan rasa takut dimasyarakat sebagai akibat konstitutif yang dapat ditimbulkan dari penyebaran berita bohong (hoax) melalui media elektronik dengan memberikan ancaman pidana yang lebih berat.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Andi Hamzah, 2017, Hukum Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.
Bahder Johan Nasution, 2016, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung.
Gede Marhaendra Wija Atmaja, et.al, 2018, Perancangan Peraturan Perundang – Undangan (Teknik Penyusunan Naskah Akademik Dan Penyusunan Peraturan Perundang – Undanganan), Uwais Inspirasi Indonesia, Ponorogo.
Gun Gun Heryanto. Et.al, 2017, Melawan Hoax di Media Social dan
Media Massa, Trustmedia Publishing, Yogyakarta.
Muladi, 2002, Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Reformasi Hukum
di Indonesia, Habibie Center, Jakarta.
R. Soesilo, 1991, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta
Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor.
JURNAL
Ari Mahartha, Pengaturan Tindak Pidana Terorisme Dalam
Dunia Maya (Cuber-Terorism) Berdasarkan Hukum Internasional, Jurnal Kertha Negara, Vol 4, No. 6 , 2016
Christiany Juditha, Interaksi Komunikasi Hoax di Media
Sosial serta Antisipasinya, Jurnal Pekommas, Vol. 3 No. 1, 2018
INTERNET
TvOneNews, Tanggal 21 Maret 2019, Wiranto : Penyebar Hoaks di
Pemilu Bisa di Jerat UU Terorisme, URL : https://youtu.be/ABKhmpLlH_0, Di akses pada 20 Mei 2019
Dedi Prasetyo, 27 Maret 2019, “Hoax Dibasmi UU Terorisme”, URL : https://youtu.be/YHcOZyzWsS8, di akses pada tanggal 20 Juni 2019
Eriec Dieda, 12 Juni 2018, Teorisme Bahasa Inggris, Bagaimana Kita Memahaminya Jika Menggunakan Bahasa Indonesia, URL : https://nusantaranews.co/terorisme-bahasa-inggris-bagaimana-kita-memahaminya-jika-menggunakan-bahasa-indonesia/, di akases pada Sabtu, 31 Agustus 2019
PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN
Undang – Undang Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas
Undang Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme Menjadi Undang – Undang/Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 92
Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik/Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58
Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum
Pidana.
17
Discussion and feedback