KEWENANGAN SUPERVISI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI TERHADAP INSTANSI YANG MELAKUKAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI?
on
KEWENANGAN SUPERVISI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI TERHADAP INSTANSI YANG MELAKUKAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI∗
Oleh:
I Dewa Gede Agung Wira Saputra∗∗ I Ketut Rai Setiabudhi∗∗∗
Program Kekhususan Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Udayana
Abstrak
Korupsi merupakan salah satu masalah besar yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini. tindak pidana korupsi telah menjadi bagian perilaku budaya yang sangat menyimpang terhadap tatanan lembaga birokrasi pemerintahan dan negara sekaligus merugikan negara dan rasa keadilan serta kesejahtraan bagi rakyat. Untuk itu diperlukanya penegakan hukum dan aturan hukum melalui pembentukan suatu badan khusus dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK yang dibentuk berdasarkan Pasal 34 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang selanjutnya disebut Undang-Undang tipikor.
Permasalahan yang diangkat adalah bagaimana pengaturan kewenangan supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap instansi yang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi dan bagaimanakah sebaiknya pengaturan kewenangan supervisi terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi di masa mendatang. Tujuan penulisan ini adalah untuk memberikan suatu penjelasan terkait pengaturan kewenangan supervisi dan untuk mengetahui pengaturan kewenangan supervisi terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi di masa mendatang. Metode penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode hukum normatif, dengan menggunakan pendekatan analisis konsep hukum, pendekatan perundang-undangan dan pendekatan fakta.
Adapun hasil yang diperoleh dalam penulisan ini adalah dengan terbentuknya KPK, lembaga tersebut telah membuktikan keberhasilan dalam memberantas dan menangani korupsi di Indonesia. atas keberhasilan KPK dalam memerangi korupsi, maka alangkah baiknya
∗ Artikel ini merupakan karya ilmiah ringkasan skripsi mahasiswa pada Program Studi (S1) Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, Bali.
∗∗ Mahasiswa Program Studi (S1) Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, Bali, [email protected].
∗∗∗ Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, Bali.
jika lembaga ini dipertahankan untuk masa yang akan datang guna menstabilkan perekonomian Negara. Selain itu peranan KPK sangat diperlukan untuk masa mendatang dilihat dari faktor yuridis, sosiologis, filosofis beserta kewenangan, tugas, dan fungsi dari KPK saat ini.
Kata Kunci : Kewenangan, Supervisi, Tindak Pidana Korupsi
Abstrak
Corruption is one of the major problems facing the Indonesian nation now. Corruption has become a part of cultural behavior that is very distorted against the order of government bureau cretic institutions, as well as detrimental to the state and a sense of justice and welfare for the people. For this reason law enforcement and the role of law are needed throught the estabilishment of a special institution eradication of criminal acts of corruption. Kpk is based on article 34 of law no. 31 year 1999 about the eradication of criminal acts of corruption as amended by law no. 20 year 2001 about the eradication of criminal acts of corruption which was later reffered to as corruption law.
The problems raised is how to regulate the authority to supervising the corruption eradication commission against the agency that eradication of criminal acts of corruption and how should the arrangement authority of supervision of the prevention and eradication of corruption in the future. The purpose of this paper is to provide and explanation related to the regulation of supervision authority and to know the regulation of supervision authority for the prevention and eradication of corruption in the future. The legal research method used is a normative legal method using the legal concept analysis approach, the statutory approach and the fact approach.
The results obtained in this paper is the formation of KPK. The institution has proven success in eradicating and dealing with corruption in Indonesia. For the success of the KPK in eradication corruption, it would be better if the institution is maintained for the foreseeable future in order to stabilize the country’s economy. Besides, the role of KPK is necessary for future visist from yuridis factors, sociological, philosophical, outhority, duties and function of the current KPK.
Keywords : Authority, Supervision, criminal acts of corruption
Perbuatan tindak pidana korupsi yang merajalela merupakan suatu bentuk perlawanan terhadap hukum yaitu yang dilakukan oleh sebagian komunitas atau sebagian kecil anggota masyarakat tertentu yang berlindung pada suatu kekuasaan atau kewenangan guna kepentingan pribadinya dengan cara merugikan keuangan Negara.1 Korupsi telah menjadi penyakit yang muncul perlahan-lahan sebagai momok yang dapat membawa kehancuran bagi perekonomian Negara.2 Peristiwa korupsi ini seolah-olah telah menjadi bagian perilaku budaya yang sangat menyimpang terhadap tatanan lembaga birokrasi pemerintahan dan negara sekaligus merugikan negara dan rasa keadilan serta kesejahtraan bagi rakyat.3
Pernyataan tersebut menyatakan bahwa perkembangan tindak pidana korupsi dilihat dari sisi kuantitas maupun sisi kualitasnya di masa ini dapat dikatakana bahwa korupsi di Indonesia tidak lagi merupakan kejahatan yang biasa (ordinary crimes), tetapi sudah termasuk kejahatan luar biasa (extra ordinary crimes).4
KPK merupakan suatu lembaga atau komisi organik, yaitu komisi yang lahir dari suatu Undang-Undang yakni selanjutnya disebut UU KPK. KPK mempunyai tugas dan kewenangan yang telah diatur dalam Pasal 6 UU KPK.5 Selain itu, terbentuknya KPK dilatar belakangi alasan lembaga pemerintah yang menangani suatu tindak pidana korupsi belum berfungsi dengan baik, efisien dan efektif dalam pemberantas tindak pidana korupsi secara maksimal.6
Wewenang dan tugas dari KPK yang tertuang dalam Pasal 6 huruf b yang menyatakan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki wewenang dan tugas supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. Pengaturan terhadap Pasal 6 huruf b tersebut dibatasi oleh alasan yang tertuang di dalam Pasal 8 ayat (1), yang menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas supervisi sebagai mana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b, komisi pemberantasan korupsi berwenang melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan instansi dalam melaksanakan pelayanan publik.
Secara lebih rinci bunyi Pasal 8 UU KPK tersebut telah disebutkan bahwa tugas supervisi KPK melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya membrantas tindak pidana korupsi. Namun dalam setiap substansi yang termuat di dalam Pasal 8 UU No. 30 Tahun 2002 tersebut belum berjalan dengan baik terkait
pengaturan tugas supervisi KPK terhadap instansi-instansi yang berwenang melakukan pemberantasan korupsi yang diatur di dalam UU KPK tersebut. dengan demikian tidak ada pernyataan yang jelas menyatakan mengenai tugas supervisi dari KPK terhadap instansi-instansi terkait dalam melaksanakan tugas pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang berwenang membrantas tindak pidana korupsi. Diperlukan suatu penafsiran hukum yang bisa menyelesaikan kekaburan norma yang terdapat dalam Pasal 8 UU KPK tesebut. Sehingga dalam tugas dan kewenangan KPK yang terdapat pada pasal tersebut dapat dikatan norma kabur. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka jurnal ilmiah yang berjudul “Kewenangan Supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi Terhadap Instansi Yang Melakukan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi” akan membahas lebih lanjut mengenai kewenangan supervisi yang dimiliki oleh KPK.
-
1. Bagaimana pengaturan kewenangan supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi?
-
2. Bagaimanakah sebaiknya pengaturan kewenangan supervisi terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi di masa mendatang?
Untuk memberikan suatu penjelasan terkait pengaturan kewenangan supervisi komisi pemberantasan korupsi terhadap instansi yang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
dan Untuk mengetahui pengaturan kewenangan supervisi terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi di masa mendatang.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif karena terdapat adanya kekaburan norma.7 Penelitian ini menggunakan jenis pendekatan analisis konsep hukum (analytical and conseptual approach), pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan
pendekatan fakta (the fact approach). Sedangkan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan bahan hukum primer, sekunder dan tersier.
Teknik analisis yang digunakan pada dasarnya adalah bersifat mencari dasar hukum dari ketentuan Pasal dalam peraturan perundang-undangan yang dapat diterapkan untuk memecahkan suatu masalah. Oleh sebab itu, teknik analisis terhadap bahan hukum yang digunakan adalah dengan menggunakan teknik deskripsi dan interpretasi dalam bentuk sistematis dan gramatikal, yaitu dengan memperhatikan fenomena hukum yang ada dimasyarakat, seperti mendeskripsikan salah satu kasus tindak pidana korupsi.
-
2.2 . Hasil dan Analisis
-
2.2.1 . Pengaturan Kewenangan Supervisi Komisi
-
Pemberantasan Korupsi Terhadap Instansi Yang Berwenang Melakukan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
KPK yang berdasarkan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 (UU KPK) yang selanjutnya disebut Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga Negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Pemberantasan tindak pidana korupsi berdasarkan Pasal 1 angka 3 UU KPK adalah serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang pengadilan, dengan peran serta masyarakat berdasarkan, peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, dan karena itu semua maka tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa. Begitu pun dalam upaya pemberantasan tidak lagi dapat dilakukan secara biasa, tetapi dituntut cara-cara yang luar biasa.8
Diperlukannya suatu lembaga yang superbody dan supervisi dalam menanggulangi kejahatan tindak pidana korupsi dan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang nomor 30 tahun 2002 (UU KPK) tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Pasal 6 huruf b dimana mengatur tentang tugas KPK yang menyatakan bahwa bunyi Pasal tersebut sebagai berikut: “supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi” dalam pemuatan Pasal 6 huruf b dibatasi oleh Pasal 8 angka 1 UU KPK menjelaskan mengenai tugas supervisi KPK yang menyatakan bahwa dalam pelaksanaan supervisi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 huruf b, komisi pemberantasan korupsi berwenang melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik. Namun penjelasan dalam pemuatan pasal 8 ayat 1 UU No. 30 Tahun 2002 belum menyatakan secara jelas terkait kewenangan tugas pengawasan, penelitian, atau penelaahan seperti apa terhadap instansi yang berwenang memberantas tindak pidana korupsi sehingga dapat dikatakan norma kabur. Akibat yang terjadi karena terdapatnya kekaburan norma ini yaitu dapat membatasi kinerja KPK menjalankan tugas supervisi dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi baik itu secara pengawasan, penelitian dan penelaahan.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap Esthar Oktavi selaku Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Denpasar pada tanggal 21 Februari 2019 mengatakan bahwa berkaitan dengan tugas supervisi KPK dalam SOP internal Memiliki Kewenangan atau kaitan pokok dari UU Nomor 30 Tahun 2002 dalam Pasal 6 tersebut dijelaskan kembali kepada aturan terkait SOP internal KPK dikaitkan dengan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia Nomor 03 Tahun 2018 yang tertuang dalam Pasal 54 ayat (5) yang terdapat dalam pasal tersebut diantaranya kewenangan penyelidikan, penyidikan, dan tugas supervisi.
Kewenangan-kewenangan maupun tugas yang dimiliki KPK sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 7,8,9,10,11,12,13,14 UU KPK, merupakan pendukung pelaksana tugas-tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 UU KPK.9 Dasar pembentukan Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Korupsi adalah menimbang:
-
a. Bahwa dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemberantasan tindak pidana korupsi yang terjadi sampai sekarang belum dapat dilaksanakan secara optimal. Oleh karena itu pemberantasan tindak pidana korupsi perlu ditingkatkan secara profesional, intensif, dan berkesinambungan karena korupsi telah menjadi wabah dan musuh Negara karena merugikan keuangan negara, perekonomian negara, dan menghambat pembangunan nasional;
-
b. Bahwa lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas tindak pidana korupsi;
-
c. Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999(UU Tipikor), perlu dibentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang independen dengan tugas dan wewenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
-
d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kemudian sesuai dengan ketentuan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 (UU Tipikor), perlu dibentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang independen dengan kewewenang dan tugas melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. Dengan demikian, berdasarkan semua itu dibentuklah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 (selanjutnya disebut UU KPK).10
Berdasarkan analisis hukum diatas terkait pengaturan kewenangan supervisi KPK terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi baik itu dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 telah menjelaskan terkait tugas supervisi KPK, namun dalam Pasal 8 angka 1 perlu direvisi kembali dengan menyesuaikan SOP internal KPK yang berlaku agar dapat menjelaskan secara detail terkait kewenangan pengawasan, penelitian, atau penelaahan seperti apa yang dimaksud dalam UU tersebut agar setiap berjalanya tugas supervisi KPK berjalan dengan baik dan sesuai dengan tatanan yang terdapat dalam aturan UU KPK dan akan mengurangi potensi kekaburan norma dalam Undang-Undang KPK tersebut.
-
2.2.2 Pengaturan Kewenangan Supervisi Terhadap Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Masa Mendatang
-
2.2.2.1 United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) Dalam Pemberantasan Korupsi Di Masa Mendatang
-
Berbicara berkaitan dengan paradigma pemberantasan korupsi dimasa mendatang adalah berbicara tentang strategi percepatan pencegahan dan pemberantasan korupsi yang disesuaikan dengan United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) 2003 yang diratifikasi Oktober 2006. Implikasi dari telah diratifikasi UNCAC 2003 melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 pada 18 April 2006 tentang pengesahan United Nations Convention Against Corruption , 2003, yaitu keharusan Indonesia menyesuaikan perangkat hukum untuk upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia untuk masa mendatang dengan UNCAC 2003. Masalah pencegahan dan penanganan korupsi menjadi pusat perhatian masyarakat internasional, hal ini antara lain karena sedemikian seriusnya akibat yang di timbulkan. Dalam rangka penanggulangan praktek tindak korupsi maka lahirlah berbagai konvensi-konvensi international maupun regional sebelum UNCAC 2003 yang membahas strategi penanganan pemberantasan korupsi secara global.
UNCAC 2003 merupakan suatu guide lines terbaru dalam penanganan korupsi yang sudah semakin mewabah terutama apabila bersentuhan dengan lembaga pemerintah termasuk dengan kebijakan pemerintah dalam segala aspek-aspeknya. UNCAC 2003, terdapat beberapa hal baru yang bagi Indonesia perlu untuk segera mengadopsinya. UNCAC 2003 ini terhadap ketentuan anti korupsi di Indonesia maupun di berbagai negara. Walaupun demikian tetap diberikan status ruangan bagi tetap terpeliharanya kedaulatan dan sistem hukum masing-masing
Negara guna memberantas tindak pidana korupsi di masa mendatang.
Urgensinya melakukan pembaharuan ketentuan anti korupsi yang disesuaikan dengan Konvensi tersebut, terutama selain merupakan bentuk langkah inovatif dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi di masa mendatang juga untuk kepentingan kerjasama internasional. Hal ini mengandung makna bahwa kejahatan korupsi adalah kejahatan internasional yang bersifat lintas batas, Untuk menyelesaikan perkara korupsi ini tidak terhindarkan adanya kepentingan untuk melakukan suatu hal kerjasama internasional, terutama bagaimana caranya untuk mendapatkan kembali hasil korupsi yang telah berada di luar negeri, selain itu juga untuk menangkap pelaku, mendapatkan akses informasi keuangan pelaku di luar negeri, dan pemberantasan tindak pidana korupsi di masa mendatang.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap Esthar Oktavi selaku Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Denpasar pada tanggal 21 Februari 2019 mengatakan bahwa tindak pidana korupsi adalah tindak pidana yang sangat luar biasa (extra ordinary crime) maka penanganannya harus dilakukan dengan cara luar biasa jadi tidak bisa di samakan dengan tugas lain dari kejaksaan dan kepolisian tindak pidana korupsi ini dapat ditangani oleh KPK dengan salah satu kewenangan dari KPK serta dijalankan sesuai dengan struktur oprasional procedur yang berlaku itu sendiri yaitu terdapat dalam Peraturan KPK Nomor 03 Tahun 2018 yang tertuang dalam Pasal 54 ayat (5) yang
merumuskan diantaranya kewenangan supervisi atau melakukan pengawasan, penelaahan, pembinaan perkara tindak pidana korupsi yang sedang di tangani atau di sidik guna pemberantasan tindak pidana korupsi serta melakukan kerjasama dengan Negara lain melalui suatu konvensi dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Berkaitan dengan kebijakan Hukum pidana dalam percepatan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi di masa mendatang baik itu melalui Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, serta Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang komisi pemberantasan korupsi agar bisa mengakomodasi dan merevisi kembali pelaksanaan kewenangan supervisi yang berlaku sesuai dengan SOP internal KPK yaitu terdapat dalam Peraturan KPK Nomor 03 Tahun 2018 yang tertuang dalam Pasal 54 ayat (5) diantaranya kewenangan pengawasan, penelitian, dan penelaahan dan juga lembaga-lembaga lain yang berwenang untuk melakukan tindakan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana tersebut.
Berdasarkan uraian tentang korupsi tersebut, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
-
1. KPK dalam menjalankan kewenangan dan tugas supervisi dalam hal pemberantasan tindak pidana korupsi telah diatur dalam Pasal 6 huruf b namun dalam hal ini dibatasi oleh Pasal 8 ayat (1), dengan adanya SOP internal KPK yang terdapat dalam peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi
Nomor 03 Tahun 2018 Pasal 54 ayat (5) diharapkan dapat mengatasi adanya kekaburan norma.
-
2. kewenangan supervisi KPK yang dijalankan sesuai dengan SOP internal KPK yang terdapat dalam peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 03 Tahun 2018 Pasal 54 ayat (5) diharapkan dapat menjadi acuan KPK dalam penanganan yang lebih baik kedepanya dalam Pemberantas tindak pidana korupsi guna mencapai hukum yang di cita-citakan di masa mendatang.
Berdasarkan kesimpulan tersebut, adapun saran-saran yang dapat diajukan adalah sebagai berikut:
-
1. Fungsi supervisi yang sudah ada dalam kewenangan tugas KPK agar dalam setiap pemuatan dalam Pasal 6 hurf b dan Pasal 8 ayat (1) tersebut jelas kaitanya dan setiap pelaksanaannya terlaksanakan dengan baik sesuai dengan pengaturan terkait supervisi di dalam UU Nomor 30 Tahun 2002 serta sesuai dengan standar oprasional procedur (SOP) yang dimiliki oleh KPK guna menghindari terjadinya kekaburan norma dalam setiap pemuatan pasal tersebut.
-
2. Keberadaan KPK sebagai lembaga Negara yang bersifat independen beserta tugas dan wewenangnya yang diatur dalam UU Nomong 30 Tahun 2002 Serta dalam SOP internal KPK yang tertuang dalam peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 03 Tahun 2018 tetap harus dipertahankan guna memberikan efek jera terhadap para koruptor dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Atmasasmita, Romli, 2004, Sekitar Masalah Korupsi Aspek Nasional dan Aspek Internasional, Mandar Maju, Jakarta.
Budiharjo, Aswanto, 2001, Perilaku Menyimpang Budaya Korupsi, Grafindo Press, Jakarta, hal. 59.
Djaja, Ermansjah, 2009, Memberantas Korupsi Bersama KPK, Cet. II, Sinar Grafika, Jakarta.
Mulyadi, Lilik, 2007, Tindak pidana korupsi di Indonesia, Normatif, Teoritis, Praktik dan Masalahnya, PT Alumni, Bandung.
Prabowo, Ismail, 1998, Memerangi Korupsi Dengan Pendekatan
Sosiologis, Dharma Wangsa Media Press, Surabaya.
Putra Jaya, Nyoman Serikat, 2008, Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System), Semarang.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 2003, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, PT Raja Grafindo Persada Jakarta.
,2007, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan
Singkat, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Jurnal
Yuda Satria, I Wayan, 2013, Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dalam Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, vol.01,No.01,januari 2013.
Internet
Jessica, Cindy Rachel, 2015, URL:
https://www.kompasiana.com/speakingmind/54f71b22a33 311fd1f8b4810/urgensi-revisi-undang-undang-nomor-30-tahun-2002-tentang-komisi-pemberantasan-tindak-pidana-korupsi-mengenai-peniadaan-unsur-penuntutan-dalam-tugas-kpk-dikaitkan-dengan-dasar-dan-tujuan pembentukan-kpk-30-november-2012, (diakses pada
tanggal 24 Januari 2019 Pukul 15.00 WITA).
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Negara Repulik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150)
15
Discussion and feedback