TINJAUAN TERHADAP PEMBERIAN HADIAH DAN TINDAK PIDANA KORUPSI
on
TINJAUAN TERHADAP PEMBERIAN HADIAH DAN TINDAK PIDANA KORUPSI
Oleh :
Ni Putu Indah Pebriani∗∗
I Gusti Ngurah Parwata∗∗∗
Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstrak
Pemberian hadiah atau yang dikenal Bahasa hukumnya adalah gratifikasi. Gratifikasi merupakan suatu hal yang baru di dalam tindak pidana korupsi. Bisa kita sebut bahwa dari gratifikasi inilah muncul bibit-bibit seseorang untuk melakukan tindak pidana korupsi tersebut. Penelitian dengan judul “tinjauan terhadap pemberian hadiah dan tindak pidana korupsi” memiliki rumusan masalah yaitu Apa kriteria pemberian hadiah yang dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi dan Apakah tindakan pelaporan penerimaan gratifikasi kepada KPK dapat menghilangkan sifat melawan hukum . Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif yang pendekatannya melalui pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep. Berdasarkan analisis data yang penulis lakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa gratifikasi bukanlah sesuatu yang berbahaya. Gratifikasi akan membahayakan jikaula dalam pemberian hadiah tersebut memiliki makna suap didalamnya. Makna suap ini ada kepentingan atau maksud tersendiri terhadap jabatan penyelenggara pemerintah yang sudah barang tentu akan berlawanan dengan kewajibannya. Gratifikasi hanya bisa dikenakan kepada pejabat publik atau penyelenggara pemerintahan. Apabila penerima gratifikasi melaporkan gratifikasi yang diterimanya maka si penerima
∗Penulis karya ilmiah yang berjudul “ Tinjauan Terhadap Pemberian Hadiah dan Tindak Pidana Korupsi” ini merupakan ringkasan di luar skripsi.
* *Ni Putu Indah Pebriani, adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana, korespondensi : indahpebriani25@gmail.com.
***I Gusti Ngurah Parwata, SH., MH. Adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana.
gratifikasi tidak di pidana dengan alasan sifat melawan hukumnya hilang.
Kata kunci : Pemberian hadiah, Korupsi, Tindak pidana korupsi
Abstract
Gift Granting or known legal language is gratification. Gratification is a new thing in corruption. We can say that from these gratuities, the seeds of someone appear to commit the crime of corruption. Research with the title "opposing gift giving and criminal acts of corruption" has a formulation of the problem of what is the consideration of giving gifts that can be qualified as acts of corruption corruption and whether the act of reporting receipt of gratification for the KPK can help overcome the problem against the law. This study uses the normative legal method that was submitted through the agreements and approval of the concept. Based on the data analysis that the author did, conclusions can be drawn about the canceled gratuities. Gratification will protect if the gift is given if it means bribery in it. The meaning of this bribe is that there is a specific purpose or purpose towards the position of the organizer, which of course will be contrary to its obligations. Gratification can only be given to public officials or government officials. If the recipient of the gratuity reports the gratuity he received then the recipient of the gratuity is not in accordance with the reasons for the legal defiance that is lost.
Keywords: Gift giving, Corruption, Corruption crime
I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Siapa yang tidak senang di berikan hadiah. Dari anak kecil, hingga sudah menjadi kakek-nenek pasti senang sekali rasanya jika mendapat sebuah hadiah. Jangankan dari anak keci sampai kakek-nenek, terkadang bayi juga mendapatkan hadiah, tetapi respon bayi jika mendapatkan hadiah hanya bisa tertawa dan tersenyum. Menjadi pemberi dan penerima hadiah sepertinya sudah menjadi tradisi kita dari dulu, bahkan turun temurun. Entah itu hadiahnya kecil dan sederhana sampai hadiah yang besar nilainya.
Ketika seseorang berhasil mencapai apa yang ia ingin capai
apalagi menjadi kebanggan, pasti akan diberikan hadiah. Entah itu membanggakan bagi keluarga, maupun negara. Tetapi terkadang hadiah juga bisa didapatkan ketika seseorang mempunyai suatu acara baik perkawinan ataupun misalnya selamatan rumah baru, kantor, pasti akan diberikan hadiah. Ataupun ketika sanak saudara atau kita yang sedang sakit dan harus di rawat di rumah sakit, pasti kita akan diberikan hadiah misalhnya buah-buahan dan makanan yang diharapkan agar kita atau sanak saudara yang sakit bisa pulih.
Tidak dipungkiri, waktu tidak berhenti. Waktu terus berjalan. Berjalan menuju zaman yang satu ke zaman yang lainnya. Tentunya setiap zaman itu berbeda isinya. Di zaman sekarang, zaman yang serba canggih, masyarakatnyapun semakin modern terhadap pola pikirnya. Untuk urusan pemberian hadiahpun kini sudah berbeda maknanya. Jikalau dulu pemberiannya di lakukan untuk hubungan yang baik dalam artian tidak ada mementingkan kepentingan pribadi atau golongan, kemudian menghormati martabat seseorang, berbagai prilaku simbolis dimana diberikannya karena alasan yang dibenarkan secara sosial. Berbanding terbalik dengan sekarang. Makna pemberian hadiah sekarang ditujukan untuk mempengaruhi sebuah keputusan dan diberikan karena apa yang dikehendaki dan dikuasai oleh penerima. Wewenang yang melekat pada jabatan. Tetapi tidak setiap orang memiliki pola pikir yang seperti itu yang dimana dalam memberi hadiah ada maksud tersembunyi.
Masyarakat sangat awam akan hal mana pemberian hadiah yang benar-benar diberikan kepadanya tanpa ada maksud tersembunyi, dan mana pemberian hadiah karena ada maksud tersembunyi di dalamnya. Kurangnya sosialisasi terkait pembedaan mana suap mana tidak, mungkin menjadi salah satu faktor
masyarakat awam akan hal itu terutama penyelenggara pemerintahan atau pegawai negeri. Mereka menerima-menerima saja tanpa tahu maksud pemberian hadiah.
Untuk itu penulis tertarik mengangkat permasalah gratifikasi ini sebagai jurnal dengan judul “Tinjauan Terhadap Pemberian Hadiah dan Tindak Pidana Korupsi”. Alasan penulis karena pada tahun 2006 terjadi sebuah polemik tentang larangan gratifikasi (pemberian hadiah) kepada pihak penyelenggara negara. Sebab adanya sebuah asumsi bahwa gratifikasi dipandang sebagai perbuatan suap/atau korupsi. Larangan itu mempunyai dampak ekonomi yang luas terutama penjualan parcel tidak laku dan alhasil terjadi demo yang dilakukan oleh perkumpulan parsel. Kemudian lebaran tahun 2018 KPK melaporkan bahwa gratifikasi parcel menurun dari tahun sebelumnya disebabkan karena adanya himbaun tersebut.
-
1. Apa kriteria pemberian hadiah yang dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi?
-
2. Apakah tindakan pelaporan penerimaan gratifikasi kepada KPK dapat menghilangkan sifat melawan hukum?
Adapun tujuan yang ingin penulis capai adalah untuk mengetahui kriteria pemberian hadiah yang dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi dan apakah tindakan pelaporan penerimaan gratifikasi kepada KPK dapat menghilangkan sifat melawan hukum.
II Isi Makalah
Metode yang digunakan penulis adalah metode hukum normatif yang pendekatannya melalui pendekatan perundang-undanga dan pendekatan konsep.
-
2.2 Hasil dan Analisis
Korupsi merupakan suatu tindak pidana yang tidak hanya merugikan negara tetapi juga merupakan sebuah pelanggaran hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat. Kejahatan korupsi merupakan kejahatan yang sistematik secara struktural dan terorganisir. Akibat yang ditimbulkan dari korupsi itu sendiri dapat merusak suatu sendi-sendi kehidupan bangsa.2 Gratifikasi dapat dianggap tindak pidana korupsi suap jika yang menerima suatu gratifikasi tersebut merupakan pegawai negeri/penyelenggara yang berhubungan dengan jabatan/kedudukannya dianggap sebagai suap.3
Gratifikasi dan suap memiliki definisi yang berbeda. Berdasarkan Pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 1980 Tentang Tindak Pidana Suap, suap dapat dapat diartikan menjadi Barangsiapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentinganumum.
Sesuai dengan undang-undang yang berlaku terkait gratifikasi yaitu Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001, khususnya Pasal 12 b ayat (1) memberikan suatu pengertian terhadap gratifikasi itu sendiri. Dikatakan bahwa gratifikasi itu sendiri suatu pemberian dalam arti luas. Luas yang dimaksudkan adalah pemberian uang, suatu barang, rabat, komisi, suatu pinjaman yang tanpa Bunga, sebuah tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.4
Definisi tersebut di atas, tampak bahwa suap dapat berupa janji, sedangkan gratifikasi merupakan pemberian dalam arti luas dan bukan janji. Jika melihat pada ketentuan-ketentuan tersebut, dalam suap ada unsur “mengetahui atau patut dapat menduga” sehingga ada intensi atau maksud untuk mempengaruhi pejabat publik dalam kebijakan maupun keputusannya. Sedangkan untuk gratifikasi, diartikan sebagai pemberian dalam arti luas, namun dapat dianggap sebagai suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.5
Korupsi merupakan suatu kasus yang sulit diungkap karena pelakunya menggunakan peralatan yang canggih. Biasanya kasus korupsi dilakukan oleh lebih dari satu orang dan dalam keadaan terselubung serta terorganisasi. Kejahatan ini disebut dengan white collar crime.6
Gratifikasi disini ternyata memiliki 2 (dua) kategori, yaitu sebuah gratifikasi yang dianggap sebagai suap dan sebuah gratifikasi yang diangap bukan suap. Kita mulai dari sebuah
gratifikasi yang dianggap sebagai suap. Di mana ketika sebuah gratifikasi yang diterima oleh penyelenggara negara tersebut telah berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajibannya.7 Satu lagi yaitu sebuah gratifikasi yang dianggap bukan suap adalah ketika penyelenggara pemerintah menerima sebuah gratifikasi/atau suatu barang, dimana tidak ada sangkut pautnya dengan jabatannya dan sudah barang tentu tidak berlawanan dengan kewajibannya dalam mengemban tugas.8
Kegiatan kedinasan adalah kegiatan resmi yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pegawai negeri. Kegiatan yang berkaitan dengan kedinasan ini, tidak bisa di katakana gratifikasi. Contohnya dalam kegiatan pelatihan, workshop dan lain sebagainya pasti akan diberikan cindera mata atau sesuatu berupa barang. Itu tidak bisa di katakana gratifikasi karena itu merupakan kegiatan kedinasan yang resmi. Contoh lainnya adalah ketika pegawai negeri atau penyelenggara negara mendapatkan sebuah kompensasi, tranportasi yang dimana itu adalah bagian dari kegiatan kedinasan maka itu bukan gratifikasi. Sepanjang biayanyanya sewajarnya, tidak ada suatu konflik kepentingan dan yang paling penting tidak melanggar ketentuan yang tela berlaku, itu sah – sah saja di mata hukum karena kegiatan tersebut terkait dengan kedinasan.9
Di dalam buku saku memahami gratifikasi yang diterbitkan oleh KPK pada halaman 19, dijelaskan contoh-contoh pemberian yang dapat dikategorikan sebagai gratifikasi yang sering terjadi, yaitu Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat pada saat hari raya keagamaan, oleh rekanan atau bawahannya, Hadiah atau
sumbangan pada saat perkawinan anak dari pejabat oleh rekanan kantor pejabat tersebut, Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat atau keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma-Cuma, Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat untuk pembelian barang dari rekanan, Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada pejabat, Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya dari rekanan, Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat pada saat kunjungan kerja, Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah dibantu.
Lalu siapa yang wajib dalam melaporkan gratifikasi tersebut? Yang wajib melaporkan gratifikasi adalah :10
-
1. Penyelenggara Negara
Yang termasuk katagori penyelenggara negara ialah Majelis Permusyawaratan Rakyat, Menteri, Gubernur, wakil gubernur, Hakim, kepala perwakilan Republik Indonesia yang berkedudukan sebagai Duta Besar, Bupati, wakil Bupati, Direksi, Komisaris, pejabat pada Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, Pimpinan Bank Indonesia, Pimpinan perguruan tinggi negeri, jaksa, penyidik, panitera pengadilan dan masih banyak lagi sesuai yang diatur di dalam undang-undang nomor 28 tahun 2009 terkait pada pasal 1. Penyelenggara sendiri adalah pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutifnya, legislatif, yudi katif dan pejabat lain yang menjalankan tugas dan fungsi pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintah yang sesuai.
-
2. Pegawai negeri
Di dalam KUHP, pasal 92 menjabarkan pengertian tentang pegawai negeri. Yang termasuk pengertian dari pegawai negeri adalah semua orang yang terpilih dalam pemilihan yang berdasarkan peraturan umum, orang yang karena lain hal selain suatu pemilihan menjadi anggota badan pembentuk undang-undang, badan pemerintahan atau perwakilan rakyat yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara, orang yang menerima gaji dari suatu koorporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah dan seterusnya.
Ketika dari pihak penerima sudah merasa bahwa pemberian atau gratifikasi tersebut mencurigakan, hal demikian wajib lapor kepada komisi pemberantasan korupsi selambat-lambatnya 30 hari kerja terhitung sejak gratifikasi atau hadiah tersebut diberikan. Namun ketika pihak yang menerima hadih mencurigakan tersebut tidak melaporkan pada pihak yang berwajib, itu akan dikenakan sanksi. Sanksinya adalah pidana penjara minimum 4 (empat) tahun dan maksimun 20 ( dua puluh ) tahun dan bisa saja pidana penjara seumur hidup serta pidana denda paling sedikit Rp.200.000.000,00.11
Para penyelenggara pemerintah ataupun pegawai negeri pasti kemungkinan belum semuanya paham gratifikasi itu seperti apa. Mana yang boleh kita terima da mana yang boleh kita tolak. Dari buku saku yang telah dibuat oleh komisi pemberantasan korupsi, buku itu berisikan contoh sederhana. Ketika seorang ibu penjual makanan di warung kemudian anaknya menghampiri dan si ibu memberikan makanan pada anaknya, apakah itu termasuk gratifikasi suap? Tidak. Itu adalah pemberian keibuan. Kemudian
datanglah seorang pelanggan yang membeli makanan di tempat ibu itu dan menerima pembayaran sebagai balasannya itu bukan kategori gratifikasi suap. Tetapi ketika seorang inspektur kesehatan yang sedang mengecek kualitas dagang si ibu tersebut dan ibu tersebut memberikan makanan kepada inspektur dan menolak menerima pembayaran, itu termasuk katagori gratifikasi yang dianggap suap. Dikatakan sedemikian rupa karena pemberian makanan tersebut memiliki sebuah harapan bahwa inspektur tersebut akan menggunakan jabatannya untuk melindunginya. Seumpamakan inspektur tersebut tidak memiliki jabatan, makanan tersebut pasti tidak diberikan secara cuma-cuma.12
Terkadang muncul sebuah dilema ketika si penerima diberikan sebuah hadiah dari seorang anggota keluarganya yang hadiahnya tersebut nilainya lumayan besar. Kemudian ternyata si pemberi ini merupakan juga rekanan pada instansi si penerima. Sebelum kita menuduh bahwa itu adalah gratifikasi berupa suap, kita harus tahu dulu apakah peneriman tersebut bertentangan dengan peraturan yang sudah ditetapkan, jika iya pihak penerima wajib menolak atau bisa di laporkan kepada pihak yang berwajib. Jika tidak, anda pelu mengetahui lagi apakah penerimaan hadiah berhubungan dengan keputusan penting yang berhubungan dengan pemberi, jika iya anda harus menolak atau bisa laporkan penerimaan gratifikasi. Jika tidak anda harus mengetahui selanjutnya apakah anda pernah menerima hadiah lain dari pemberi yang sama, ini dapat dipertimbangakan untuk diterima.13
Dua tahun terakhir, Meski secara nilai meningkat, Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat jumlah laporan penerimaan gratifikasi terkait hari raya Idulfitri atau lebaran mengalami penurunan. KPK mengatakan pada Lebaran 2017 pihaknya menerima 172 laporan. Rinciannya, 40 laporan dari Kementerian/Lembaga, 50 laporan dari Pemerintah Daerah, dan 82 laporan dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN). 14 sejak 20 Mei hingga 10 Juni 2019,Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerima sebanyak 94 laporan gratifikasi terkait Hari Raya Idul Fitri 1440 Hijriyah.15 dari puluhan laporan tersebut, tujuh di antaranya merupakan laporan penolakan gratifikasi. Salah satunya yakni penolakan 1 ton gula pasir.16 Adapun enam laporan penolakan lainnya, yakni pemberian parsel pada pegawai di Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Ditjen Pajak. Lalu, pemberian uang Rp 4 juta pada pegawai Kementerian Keuangan dengan sebutan tunjangan hari raya (THR).17 Juru bicara KPK juga menyebut ada 87 laporan gratifikasi berupa makanan-minuman hingga kain batik yang totalnya mencapai Rp 66 juta. KPK pun mengimbau agar penerimaan gratifikasi berupa makanan dan
minuman itu diserahkan kepada warga yang membutuhkan.18
Gratifikasi dalam tindak pidana korupsi merupakan suatu penyakit sosial yang dapat merusak tidak hanya per individu manusia namun seluruh lapisan yang menopang kehidupan manusia, sehingga dalam hal ini keberadaan gratifikasi ini harus benar-benar dimaknai secara jelas.19 Melawan hukum merupakan kata-kata yang memiliki arti tidak sesuainya dengan sebuah larangan atau menyerang suatu kepentingan yang dilindungi oleh undang-undang itu sendiri. Bersifat melawan hukum berarti bertentangan dengan hukum. Dalam hal ini yang dimaksud hukum adalah hukum positif (hukum yang berlaku saat ini ).20
Berbagai modus operandi telah banyak terjadi, untuk dapat menjangkau hal tersebut baik dalam penyimpangan keuangan negara maupun perekonomian negara yang semakin hari semakin canggih dan rumit maka sifat melawan hukum yaitu mencakup sifat melawan hukum formil serta sifat melawan hukum materiil yang terdapat pada pasal 2 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.21 Putusan Mahkamah Konstitusi No. 003/PUU-IV/2006 pada tanggal 24 Juli 2006 mengenai pengujian Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum ialah meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan
perundang-undangan, namun apabila perbuatan itu dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial masyarakat. Maka perbuatan tersebut dapat dipidana.22 Melawan hukum formil yaitu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan, dengan kata lain sudah ada aturan yang mengatur tentang perbuatan tersebut. Sedangkan melawan hukum materiil yaitu jika perbuatan yang dilakukan menimbulkan ketidakadilan atau keresahan di dalam masyarakat.23
Pasal 12C ditentukan apabila penerima gratifikasi melaporkan gratifikasi yang diterimanya maka si penerima gratifikasi tidak di pidana dengan alasan sifat melawan hukumnya hilang.24 Pasal 12 C UU Tipikor memberikan ruang bagi pegawai negeri atau penyelenggara Negara untuk lepas dari jerat hukum dalam hal pegawai negeri atau penyelenggara Negara tersebut melaporkan penerimaan pada KPK paling lambat 30 (tiga puluh ) hari kerja terhitung sejak gratifikasi diterima. Dengan demikian jika dilihat dari aspek strategi pemberantasan korupsi, ketentuan tentang gratifikasi sesungguhnya berada pada dua ranah sekaligus yaitu, tidak hanya dari aspek penindakan, tetapi memiliki dimensi pencegahan yang kuat pula.
Tindakan pelaporan penerimaan gratifikasi kepada KPK dianggap sebagai dasar penghapusan sifat melawan hukum perbuatan. Meskipun demikian, perbuatan menerima gratifikasi tetap merupakan korupsi, karena jelas melanggar ketentuan Pasal 12B ayat (1) Jo (2). Oleh karena itu, andai kata si penerima diajukan
juga ke sidang pengadilan sebagai terdakwa dan apabila dapat dibuktikan dan dipenuhinya ketentuan Pasal 12C ayat (1) dan (2), maka kepada pegawai negeri tersebut tidak diputus bebaskan (vrijspraak) tetapi lepas dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsvervolging), karena perbuatan menerima gratifikasi telah terbukti.25
III PENUTUP
-
1. Kriteria pemberian hadiah yang dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi memiliki 2 (dua) katagori, yaitu sebuah gratifikasi yang dianggap sebagai suap dan sebuah gratifikasi yang diangap bukan suap. Gratifikasi yang dianggap suap adalah ketika sebuah gratifikasi yang diterima oleh penyelenggara negara tersebut telah berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajibannya dan
gratifikasi yang dianggap bukan suap adalah ketika
penyelenggara pemerintah menerima sebuah gratifikasi/atau suatu barang, dimana tidak ada sangkut pautnya dengn jabatannya dan sudah barang tentu tidak berlawanan dengan kewajibannya dalam mengemban tugas.
-
2. pelaporan penerimaan gratifikasi kepada KPK bagi penerima gratifikasi tersebut tidak di pidana dengan alasan sifat melawan hukumnya hilang. Pasal 12 C UU Tipikor
memberikan ruang bagi pegawai negeri atau penyelenggara Negara untuk lepas dari jerat hukum dalam hal pegawai negeri atau penyelenggara Negara tersebut melaporkan penerimaan
pada KPK paling lambat 30 (tiga puluh ) hari kerja terhitung sejak gratifikasi diterima.
-
1. Agar masyarak mengetahui dulu mana pemberian hadiah yang bisa berakibatkan tindak pidana korupsi. Untuk masalah parsel, sebenarnya tidak ada masalah dengan parsel tersebut. Cuman yang dipermasalahkan, parsel itu dibeli untuk tujuan apa. Jika tujuan tersebut untuk kepentingan jabatan, sudah barang tentu itu masuk kategori gratifikasi sebagai tindak pidana korupsi.
-
2. Jangan sampai para pejabat-pejabat pemerintah ada yang terseret lagi kedalam kasus korupsi dalam hal ini gratifikasi suap. Jangan salahkan masyarakat ketika rasa kepercayaan mereka terhadap pejabat pemerintahan mulai memudar. Semoga Komisi Pemberantas Korupsi selalu sigap dalam menangani kasus ini dan jangan sampai KPK sendiri yang ikut terjerat kasus gratifikasi suap.
Daftar Pustaka
Buku :
Adami Chazawi, 2008,Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, P.T. ALUMNI, Jakarta.
Bahharudin Lopa, 2000, Kejahatan Korupsi dan Penegakkan Hukum, cetakan pertama, kompas, Jakarta.
Evi Hartanti, 2014, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta.
Jurnal :
Fransiska Novita Eleanora, Pembuktian Unsur Sifat Melawan Hukum dalam Tindak Pidana Penyuapan, Jurnal Hukum, Vol. 9. No. 2, April 2012.
Mauliddar, Mohd. Din, Yanis Rinaldi, “Gratifikasi sebagai Tindak Pidana Korupsi terkait Adanya Laporan Penerima Gratifikasi”, Jurnal hukum Universitas Syiah Kuala , Vol. 19, No. 1 April, 2017.
Nur Laeli Fauziah, Penghapusan Pidana Bagi Pejabat Negara atau Penerima
Gratifikasi, Jurnal Hukum Islam, Vol. 1, N0 1, Juni 2015.
Ridwan, Kebijakan Formulasi Hukum Pidana dalam Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi, Kanun Jurnal Ilmu Hukum, No. 60 Tahun XV, Agustus 2013.
Sulistia Teguh dan Zurnetti Aria, Sistem Pembuktian Gratifikasi dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi, Kanun Jurnal Hukum, Nomor 42 Tahun XIV, Agustus 2005.
Syamsul Bahri, Korupsi dalam Kajian Hukum Islam, Kanun Jurnal Ilmu Hukum, No. 67 Tahun XVII, Desember 2015.
Internet :
Christoforus Ristianto, 2019, “KPK Terima 94 Laporan Gratifikasi Lebaran, dari Baju hingga "Voucher"”, https://nasional.kompas.com/read/2019/06/11/09432231/ kpk-terima-94-laporan-gratifikasi-lebaran-dari-baju-hingga-voucher.
CNN Indonesia, 2019, “KPK: Dua Tahun Terakhir Laporan Gratifikasi Lebaran Menurun”, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190513115916-12-394351/kpk-dua-tahun-terakhir-laporan-gratifikasi-lebaran-menurun.
Fachrur Rozie, 2019, “Rupa-rupa Gratifikasi PNS, Perlengkapan Ibadah Hingga 1 Ton Gula Pasir”, https://www.liputan6.com/news/read/3986828/rupa-rupa-gratifikasi-pns-perlengkapan-ibadah-hingga-1-ton-gula-pasir.
KPK, 2014, “Buku Saku Memahami Gratifikasi”, Jakarta, https://kpk.go.id/gratifikasi/BP/Gratifikasi.pdf.
Raka Dwi Novianto, 2019, “KPK Terima 94 Laporan Gratifikasi Terkait Idul Fitri 2019”, https://nasional.sindonews.com/read/1410739/13/kpk-terima-94-laporan-gratifikasi-terkait-idul-fitri-2019-1560223289.
Zunita Putri, 2019, “Pasca-Lebaran, KPK Terima 94 Laporan Gratifikasi”, https://news.detik.com/berita/d-4582008/pasca-lebaran-kpk-terima-94-laporan-gratifikasi?_ga=2.147680311.1620373569.1560430529-1555426512.1538914724.
Peraturan Perundang-undangan :
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaga Negara Republik Indonesia Nomor 4150.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1980 Tentang Tindak Pidana Suap, Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3178
17
Discussion and feedback