PIDANA KURUNGAN SEBAGAI PENGGANTI TERHADAP PELAKSANAAN PIDANA DENDA DALAM TINDAK PIDANA MATA UANG*

Oleh:

Ketut Krisna Hari Bagaskara P.** A.A. Ngurah Wirasila***

Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstrak

Mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tindak pidana mata uang ialah tindak pidana yang dilakukan terhadap mata uang. Konflik norma yang terjadi dalam hal konsep pemidanaan pidana kurungan pengganti pidana denda dalam UU Mata Uang dengan KUHP akan menimbulkan ketidakpastian hukum. UU Mata Uang tidak mengatur secara eksplisit pidana kurungan pengganti pidana denda yang dapat dijatuhkan, namun secara implisit dapat melewati batas maksimum yang diatur dalam KUHP. Hal ini bertentangan dengan konsep pemidanaan. Metode penelitian menggunakan metode penelitian hukum secara normative. Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan perbandingan. Pidana kurungan pengganti pidana denda mengatur batas minimum ialah 1 (satu) hari dan maksimum 6 (enam) bulan. Pidana ini dapat diperberat hingga maksimum 8 (delapan) bulan apabila tindak pidana berhubungan dengan samenloop van strafbare feiten, recidive atau tindak pidana yang dimaksud dalam pasal 52 KUHP. Pada UU Mata Uang, diatur dalam Pasal 40 UU Mata Uang, namun secara eksplisit menyebutkan batas minimum dan batas maksimum kurungan yang akan dijalankan. Pidana kurungan pengganti pidana denda merupakan bentuk pidana perampasan kemerdekaan, dalam KUHP merupakan bentuk pidana pokok. Penjatuhan pidana perampasan kemerdekaan perlu memperhatikan tujuan pemidanaan yaitu untuk memperbaiki terdakwa. Konsep merupakan pedoman dalam pemidanaan, oleh karena itu,

pengaturan pidana pengganti dalam UU Mata Uang sudah tidak relevan sehingga perlu diperbaiki.

Kata kunci : Pidana Kurungan, Pidana Pengganti, Pidana Denda, Mata Uang

Abstrack

Currency is money released by Unity State Republic Of Indonesia. Doing an injustice Currency is conducted doing an injustice to currency. Norm conflict that happened in the case of coop crime crime concept substitution of crime fine in UU Currency with KUHP will generate uncertainty of law. UU Currency do not arrange by eksplisit coop crime substitution of penalty crime able to be dropped, but implicitly can pass maximum boundary which arranged in KUHP. This Matter oppose against crime concept. Research method use method research of law by normative. This research use approach of legislation, conceptual approach, and approach of comparison. Coop crime substitution of penalty crime arrange minimum boundary is oen day and maximum six month. This crime earn diperberat till maximum eight month if doing an injustice relate to van samenloop of strafbare feiten, such doing an injustice or recidive in section 52 KUHP. At UU Currency, arranged in Section 40 UU Currency, but by eksplisit mention minimum boundary and maximum boundary of coop to be run. Coop crime substitution of penalty crime represent crime form hijack of independence, in KUHP represent fundamental crime form. Crime fallout hijack of independence require to pay attention the target of crime that is to improve repair defendant. Concept represent guidance in crime, therefore, arrangement of substitution crime in UU Currency have irrelevant so that require to improve repair.

Key words :  Crime Coop, Crime Substitution, Penalty,

Currency

  • I.   Pendahuluan

    1.1  Latar Belakang

Negara Indonesia adalah negara merdeka yang memiliki simbol kedaulatan negara dan wajib dihormati oleh seluruh Warga Negara Indonesia tanpa terkecuali. Simbol yang dimaksud ialah

mata uang. Mata uang yang dikeluarkan oleh Negara Indonesia disebut dengan Rupiah. Mata uang digunakan oleh Warga Negara Indonesia sebagai alat pembayaran yang sah dalam seluruh kegiatan yang berhubungan dengan perekonomian di Indonesia.

Peranan mata uang amatlah penting dalam perekonomian suatu negara karena uang mempunyai fungsi, yaitu sebagai alat penukar atau alat pembayaran dan sebagai pengukur harga. Selain fungsinya yang penting tersebut, kejahatan terhadap mata uang, terutama pemalsuan uang semakin merajalela dalam skala yang besar dan sangat merisaukan, terutama dalam hal dampak yang ditimbulkan oleh kejahatan pemalsuan uang yang dapat mengancam kondisi moneter dan perekonomian nasional. Pemalsuan uang dewasa ini ternyata juga menimbulkan kejahatan lainnya seperti terorisme, kejahatan politik, pencucian uang (money laundring), pembalakan kayu secara liar (illegal logging), dan perdagangan orang (human trafficking), baik yang dilakukan secara perseorangan, terorganisasi, maupun yang dilakukan lintas negara. Bahkan, modus dan bentuk kejahatan terhadap mata uang semakin berkembang. Sementara itu, ketentuan tindak pidana pemalsuan uang yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) belum mengatur secara komprehensif jenis perbuatan tersebut dan sanksi yang diancamkan.

Pentingnya peran mata uang dan rawannya kejahatan mata uang bagi suatu negara menjadikan alasan bagi setiap negara untuk membentuk regulasi mengenai mata uang. Indonesia telah membuat regulasi mengenai mata uang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang mata uang untuk selanjutnya disebut dengan UU Mata Uang. Pasal 40 ayat (1) UU Mata Uang mengatur mengenai pidana kurungan pengganti pidana denda, dengan ketentuan apabila terpidana perseorangan tidak mampu

membayar pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35, serta Pasal 36 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) UU Mata Uang, pidana denda diganti dengan pidana kurungan dengan ketentuan untuk setiap pidana denda sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan. Sebagai ilustrasinya, seseorang dipidana penjara selama 10 tahun, dan dipidana denda sebanyak 50.000.000.000 (lima puluh miliar rupiah) karena telah terbukti mengedarkan uang palsu sesuai yang dimaksud pasal 36 ayat (3) UU Mata Uang. Jika mengacu pada Pasal 40 ayat (1) UU Mata Uang, setiap denda 100.000.000 (seratus juta rupiah) akan diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan penjara. Maka dengan pidana denda 50.000.000.000 (lima puluh miliar rupiah), lama pidana kurungan pengganti pidana denda ialah 1000 bulan.

Sifat ultimum remedium pencantuman sanksi pidana dalam suatu ketentuan undang-undang bukan saja agar menimbulkan efek jera pada calon pelaku kejahatan dan masyarakat pada umumnya, namun juga harus dipikirkan dan dikaji mengenai ketepatan maupun efektivitasnya manakala suatu sanksi pidana itu benar-benar diterapkan terhadap para pelaku kejahatan, sehingga dalam konteks yang lebih luas pencantuman ancaman sanksi pidana itu tidak justru akan menimbulkan kesan latah, bahwa setiap undang-undang jika ingin efektif dalam penerapannya maka harus disertai pencantuman sanksi pidana, melainkan semestinyalah sanksi pidana itu benar-benar dapat diterapkan dan efektif.1

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sendiri telah mengatur mengenai lamanya kurungan pidana pengganti pidana denda dalam pasal 30 ayat (3) KUHP yaitu paling sedikit satu hari dan paling lama enam bulan. Konfilk norma yang terlihat dalam pengaturan mengenai lamanya pidana kurungan pada UU Mata Uang dan KUHP cenderung akan menimbulkan ketidakpastian hukum. Oleh karena itu penulis mengangkat permasalahan ini dalam penelitan ilmiah dengan judul “Pidana Kurungan Sebagai Pengganti Terhadap Pelaksanaan Pidana Denda Dalam Tindak Pidana Mata Uang”.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Berdasarkan pada permasalahan yang telah diulas, rumusan masalah yang diangkat pada jurnal ilmiah ini yaitu:

  • 1.    Bagaimanakah pengaturan pidana kurungan pengganti

pidana denda dalam hukum positif Indonesia?

  • 2.    Bagaimanakah pengaturan pidana kurungan pengganti

pidana denda dalam tindak pidana mata uang pada masa mendatang?

  • 1.3    Tujuan Penelitian

Penelitian ilmiah ini bertujuan agar dapat memahami bagaimana pengaturan pidana kurungan pengganti pidana denda dalam hukum positif Indonesia serta memahami bagaimana pengaturan pidana kurungan pengganti pidana denda pada masa mendatang.

  • II.   Isi Makalah

    • 2.1  Metode Penelitian

Penelitian menggunakan metode penelitian hukum secara normatif dengan cara mengkaji bahan-bahan hukum.2 Dalam penelitian ilmiah ini terdapat penggunaan bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan mengatur mengenai pidana kurungan pengganti pidana denda. Terdapat juga bahan hukum sekunder yaitu karangan ilmiah yang berhubungan dengan pidana kurungan pengganti pidana denda. Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan perbandingan. Pendekatan perundang-undangan (statute approach) yaitu dengan cara menelaah semua undang-undang yang berhubungan dengan pidana kurungan pengganti pidana denda.3 Pendekatan konseptual yaitu pendekatan dari pandangan atau doktrin yang ada khususnya mengenai pidana kurungan pengganti pidana denda.4 Pendekatan perbandingan yaitu dengan membandingkan pengaturan pidana pengganti di UU Mata Uang dengan KUHP. Pengumpulan bahan hukum yang penulis gunakan ialah teknik kepustakaan. Analisis pada jurnal ini menggunakan teknik deskripsi pada bahan hukum primer dan sekunder yang telah dikumpulkan kemudian dikaitkan dengan teori serta literatur hukum sehingga dapat membantu dalam penulisan jurnal ini.

  • 2.2    Hasil dan Analisa

    • 2.2.1    Pengaturan Pidana Kurungan Pengganti Pidana Denda dalam Hukum Positif Indonesia

Pidana atau straf dapat diartikan sebagai suatu penderitaan suatu alat belaka untuk mencapai tujuan pemidanaan. Pemidanaan atau penghukuman pada intinya adalah menetapkan

hukum untuk suatu peristiwa.5 Pasal 10 KUHP, menentukan bahwa pidana pokok terdiri atas empat macam pidana yaitu pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan dan pidana denda.6 Dalam Pasal 30 ayat (1) KUHP, mengatur bahwa pidana denda dapat dijatuhkan paling sedikit adalah dua puluh lima sen, namun tidak mengatur jumlah maksimum denda yang dapat dijatuhkan.

Pidana kurungan merupakan pembatasan kemerdekaan dari seorang terpidana, dengan menutup terpidana tersebut di dalam lembaga permasyarakatan dan orang itu harus menaati semua peraturan tata tertib yang diatur dalam lembaga permasyarakatan tersebut. Singkatnya, pidana kurungan dapat diartikan sebagai perampasan kemerdekaan namun lebih ringan dibandingkan dengan pidana penjara.7 Pidana kurungan dapat dijatuhkan dengan batas minimum 1 (satu) hari dan maksimum yaitu 1 (satu) tahun. Tetapi, apabila terdapat pemberatan semisalnya perbarengan atau pengulangan, kurungan yang telah dijatuhkan dapat dikumulasikan menjadi 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan.

Pidana kurungan pengganti pidana denda hampir sama dengan pidana kurungan. Pidana kurungan pengganti pidana denda ini biasanya dijatuhi oleh hakim bersaman pidana denda. Hakim harus dengan jelas menyebutkan pidana denda yang harus dibayarkan oleh terdakwa beserta dengan lamanya kurungan yang harus dijalani oleh terdakwa, apabila ia tidak dapat melunasi denda yang ditetapkan.8 Pidana kurungan pengganti pidana denda diatur dalam Pasal 30 ayat (1) hingga ayat (6) KUHP. Mengenai bagaimana penentuan lamanya suatu pidana kurungan pengganti

itu dijatuhkan, telah disinggung dalam Pasal 30 ayat (4), yang menyebutkan dalam putusan lamanya pidana kurungan pengganti telah ditetapkan secara demikian, jika besaran dendanya 50 (lima puluh) sen atau kurang dari 50 (lima puluh) sen, dihitung kurungan sebanyak satu hari, apabila lebih dari 50 (lima puluh) sen, maka tiap 50 (lima puluh) sen akan dihitung maksimum satu hari, sama halnya apabila sisanya yang tidak lebih atau kurang 50 (lima puluh) sen.

Perbedaan yang terlihat antara pidana kurungan dengan pidana kurungan pengganti yaitu dalam pengaturan batas minimum dan batas maksimum. Pidana kurungan pengganti pidana denda mengatur batas minimum kurungan ialah 1 (satu) hari dan maksimum 6 (enam) bulan. Pidana ini dapat diperberat hingga maksimum 8 (delapan) bulan apabila tindak pidana berhubungan dengan samenloop van strafbare feiten, recidive atau tindak pidana yang dimaksud dalam Pasal 52 KUHP.

Selain pengaturan yang terdapat dalam KUHP, pidana kurungan pidana pengganti denda juga digunakan dalam UU Mata Uang. Pasal 40 ayat (1) UU Mata Uang mengatur apabila terpidana perseorangan tidak mampu membayar pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35, serta Pasal 36 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) UU Mata Uang, pidana denda diganti dengan pidana kurungan dengan ketentuan untuk setiap pidana denda sebesar Rp100.000.000 (seratus juta rupiah) diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan.

Hukum adalah ius atau recht. Apabila suatu hukum yang konkret, yaitu undang-undang bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan, maka hukum itu tidak bersifat normatif lagi, dan tidak dapat disebut sebagai hukum.9 Pertentangan antara UU

Mata Uang dengan KUHP yang terjadi dalam penentuan jumlah masa kurungan yang dapat dijatuhkan hingga mencapai 1000 bulan, mengakibatkan hilangnya nilai keadilan yang seharusnya. Sejatinya pidana kurungan berbeda dengan pidana penjara, hal ini nampak pada lamanya pidana tersebut. Oleh sebab itu, dengan adanya ketentuan pidana kurungan pengganti pidana denda pada UU Mata Uang, tidak saja menghilangkan nilai keadilan, namun juga bertentangan dengan konsep pemidanaan dalam hukum pidana.

  • 2.2.2    Pengaturan Pidana Kurungan Pengganti Pidana Denda dalam Tindak Pidana Mata Uang Pada Masa Mendatang

Penjatuhan pidana tidak dapat dilepaskan dari kepastian hukum dan keadilan. Keduanya merupakan syarat mutlak untuk menentukan apakah seseorang layak atau tidak layak dijatuhi pidana. Hal ini senada dengan pendapat Roeslan Saleh, bahwa dalam mempertimbangkan hukum yang akan diterapkan, hakim sejauh mungkin mengutamakan keadilan di atas kepastian hukum.10 Perbedaan lamanya kurungan pengganti pidana denda antara KUHP dengan UU Mata Uang menunjukan ketidakpastian hukum dan akan mengganggu keadilan bagi pelaku kejahatan.

Tindak Pidana Khusus yang melekat pada Tindak Pidana mata uang menyiratkan bahwa penyimpangan yang terjadi khususnya dalam jenis pidana yang diatur secara teoritis benar. Hal ini juga diperjelas dalam Pasal 103 KUHP, yang menegaskan ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku ini juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain. Ketentuan mengenai pidana yang dijatuhkan dalam hal ini pidana pengganti denda juga telah

diatur dalam UU Mata Uang. Batas maksimum pidana kurungan juga dapat ditentukan, dengan menghitung pidana denda terbanyak yaitu 50.000.000.000, pidana penggantinya ialah 1000 bulan atau kurang lebih 83 tahun kurungan.

Penentuan lama dan besarnya denda dipertimbangkan atas dampak yang ditimbulkan dari tindakan dan unsur kesalahan pelaku.11 Secara konseptual, ancaman pidana menunjukan ketercelaan perbuataan yang dimanefestasikan dalam bentuk dan jumlah pidana yang diancamkan. Ancaman pidana yang tinggi menunjukan ketercelaan yang tinggi dari perbuatan yang dilarang. Sebaliknya, ancaman pidana rendah menunjukan ketercelaan yang rendah dari perbuatan yang dilarang. Namun konsepsi ini harus didukung dengan tolok ukur yang jelas tentang ukuran-ukuran ketercelaan perbuatan yang dilarang. Ukuran ini justru tidak ditemukan dalam hukum pidana Indonesia. Kriminalisasi tindak pidana sering kali tidak disertakan penjelasan yang memadai tentang alasan diancamkannya pidana atau jumlah pidana tertentu. Misalnya saja dalam pidana kurungan pengganti pidana denda dalam UU Mata Uang. Dalam bagian penjelasan tidak ditemukan alasan, mengapa penjatuhan pidananya begitu berat, sedangkan secara konseptual, pidana kurungan seharusnya lebih ringan dibandingkan dengan pidana penjara.

Pidana kurungan dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) saat ini tidak mengenal adanya pidana kurungan. Pidana pokok yang diatur yaitu pidana penjara, pidana tutupan, pidana denda, pidana pengawasan, pidana kerja sosial, dan pidana mati yang sifatnya alternatif. Harmonisasi peraturan perundang-undangan di Indonesia, khususnya antara tindak pidana khusus yang diatur

secara terpisah dengan KUHP perlu dilakukan. Walaupun sifatnya khusus, namun tidak berarti melakukan penyimpangan yang akan menyebabkan kesengsaraan. Penyimpangan yang terjadi juga tidak boleh menyimpang dari tujuan pemidanaan yaitu untuk memperbaiki pelaku agar tidak mengulangi kejahatan. Di Swedia, tujuan dari pidana perampasan kemerdekaan adalah untuk mempersiapkan terpidana untuk bebas melalui pendidikan, latihan-latihan keterampilan, bantuan mencari pekerjaan dan sebagainya.

Bentuk harmonisasi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan revisi UU Mata Uang, atau membentuk peraturan pelaksanaan yang menjelaskan bahwa lamanya kurungan pidana pengganti adalah kembali ke KUHP atau memperhatikan keadaan si pelaku. Pembentukan ini diperlukan untuk memperjelas batas maksimum dari pidana kurungan pengganti yang dapat dikenakan, sehingga pemidanaan dalam UU Mata Uang tidak melenceng jauh dari konsep pemidanaan. Menentukan pidana yang bermanfaat bagi pembuat tindak pidana selayaknya mempertimbangkan pengaruhnya terhadap keluarga pembuat tindak pidana. Hal ini bertujuan agar pidana yang dijatuhkan tidak menghambat terciptanya kesejahteraan dan ketertiban sosial, tetapi sebaliknya turut memacu perkembangan yang positif kearah terciptanya kesejahteraan dan ketertiban sosial.

  • III.  Penutup

    • 3.1  Kesimpulan

  • 1.   Pidana kurungan pengganti pidana denda diatur dalam

Pasal 30 ayat (1) hingga ayat (6) KUHP. Pasal 30 ayat (4), yang menyebutkan  dalam  putusan  lamanya  pidana

kurungan pengganti telah ditetapkan secara demikian, jika besaran dendanya 50 (lima puluh) sen atau kurang dari 50

(lima puluh) sen, dihitung kurungan sebanyak satu hari, apabila lebih dari 50 (lima puluh) sen, maka tiap 50 (lima puluh) sen akan dihitung maksimum satu hari, sama halnya apabila sisanya yang tidak lebih atau kurang 50 (lima puluh) sen. Selain pengaturan yang terdapat dalam KUHP, pidana kurungan pidana pengganti denda juga digunakan dalam UU Mata Uang. Pasal 40 ayat (1) UU Mata Uang mengatur apabila terpidana perseorangan tidak mampu membayar pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35, serta Pasal 36 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) UU Mata Uang, pidana denda diganti dengan pidana kurungan dengan ketentuan untuk setiap pidana denda sebesar Rp100.000.000 (seratus juta rupiah) diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan.

  • 2.    Pertentangan yang terjadi dalam UU Mata Uang dengan KUHP mengenai pengaturan pidana kurungan pengganti pidana denda terdapat pada lamanya kurungan pidana pengganti yang dapat dijatuhkan. Dalam UU Mata Uang pidana kurungan lebih berat dibandingkan dengan dalam KUHP. Pertentangan tersebut akan menimbulkan ketidakpastian hukum yang menjurus pada hilangnya nilai keadilan. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah timbulnya dampak dari pertentangan norma tersebut adalah dengan mengadakan harmonisasi berupa revisi UU Mata Uang, atau membentuk peraturan pelaksana yang menjelaskan bahwa lamanya kurungan pidana pengganti adalah kembali ke KUHP atau memperhatikan keadaan si pelaku. Pembentukan ini diperlukan untuk memperjelas batas maksimum dari pidana kurungan pengganti yang

dapat dikenakan, sehingga pemidanaan dalam UU Mata Uang tidak melenceng jauh dari konsep pemidanaan.

  • 3.2  Saran

  • 1.   Untuk mengatasi masalah pertentangan norma dalam

peraturan perundang-undangan apabila terjadi suatu perkara atau kasus yang terjadi berkaitan dengan aturan tersebut sebaiknya aparat penegak hukum menggunakan ketentuan hukum yang lebih khusus dengan tetap memperhatikan teori serta asas hukum yang berlaku.

  • 2.   Diperlukan suatu harmonisasi dalam peraturan perundang-

undangan di Indonesia, khususnya UU Mata Uang dengan KUHP, yang mengatur pidana kurungan pengganti pidana denda. Agar pengaturan sanksi pidana dapat sesuai dengan konsep atau tujuan pemidanaan.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Ainul Syamsu, Muhammad, 2016, Penjatuhan Pidana dan Dua Prinsip Dasar Hukum Pidana, Prenada Media, Jakarta.

Ali, Zainuddin, 2014, Filsafat Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.

Amiruddin, 2004, Pengantar Metode dan Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Farida Indrati, Maria, 2007, Ilmu Perundang-Undangan Proses dan Teknik Pembentukannya, PT Kanisius, Yogyakarta.

Kansil, C.S.T Christine S.T. Kansil, 2007, Pokok-Pokok Hukum Pidana: Hukum Pidana untuk Tiap Orang, Pradnya

Paramita, Jakarta.

Lamintang, P.A.F, Theo Lamintang, 2012, Hukum Penitensier Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.

_______, 2014, Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.

Mahmud Marzuki, Peter, 2010, Penelitian Hukum, Prenamedia Group, Jakarta.

Soekanto, Soerjono, dan Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Cetakan 5, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Serikat Putra Jaya, Nyoman, 2016, Hukum Pidana Khusus, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

JURNAL

Adriano, “Pidana Pengganti Denda Sebagai Bentuk Substitusi

Pidana Dalam Pertanggungjawaban Pidana Korporasi”, Jurnal   Hukum   Fakultas   Hukum Universitas

Muhammadiyah, Surabaya, Volume 1, No.1 Tahun 2017.

Mintalangi, Rian, “Tindak Pidana Rupiah Palsu Dalam Pasal 36 dan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang mata uang” Skripsi Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi, Manado, Volume 6, No. 6 Tahun 2017.

Mahmud, Ade, Dinamika Pembayaran Uang Pengganti Dalam Tindak Pidana Korupsi, Jurnal Hukum Mimbar Justitia Fakultas Hukum Universitas Suryakancana, Cianjur, Volume 3, No. 2 Tahun 2017.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang; Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 64; (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5223).

14