The Effect of Dragon Fruit Skin Powder Fermented in The Rations Toward on Organes In Sheet Chicken (Lohmann Brown) Age 21 Weeks
on
e-journal
FAPET UNUD
e-Journal
Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: [email protected]
Submitted Date: Juny 13, 2019
Accepted Date: Juny 29, 2019
Editor-Reviewer Article;: I M. Mudita & I W. Wirawan
Pengaruh Pemberian Tepung Kulit Buah Naga Terfermentasi pada Ransum terhadap Organ Dalam Ayam Petelur (Lohmann Brown) Umur 21 Minggu
Diana, I. P. R. S., M. Wiraparta dan G. A. M. K. Dewi
P.S Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar
Email: [email protected] Tlp 087860063706
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung kulit buah naga terfermentasi pada ransum terhadap organ dalam ayam petelur (Lohmann Brown) umur 21 Minggu. Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Lapangan (Teaching Farm) Kampus Fakultas Peternakan Bukit, Jimbaran, Badung, Bali selama 1,5 bulan. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 5 ulangan,setiap ulangan terdiri dari 3 ekor ayam, total ayam yang digunakan sebanyak 45 ekor. Adapun perlakuan yang diberikan yaitu R0= ransum tanpa kulit buah naga terfermentasi, R1= ransum kulit buah naga terfermentasi sebanyak 5% dan R2= ransum komersial. Variabel yang diamati adalah berat potong, berat hati, persentase hati, berat jantung, persentase jantung, berat empedu, persentase empedu, berat limpa, persentase limpa.Hasil penelitian menunjukan variabel berat potong, berat hati, berat limpa, persentase empedu dan limpa berbeda tidak nyata antara perlakuan R0, R1, dan R2 (P>0,05). Berat jantung, berat empedu, persentase hati dan persentase jantung perlakuan R1 dan R2 berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan R0. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan pemberian ransum dengan 5% kulit buah naga terfermentasi dan ransum komersial mempengaruhi berat jantung, berat empedu, persentase hati, persentase jantung dan tidak mempengaruhi berat potong, berat hati , berat limpa, persentase empedu dan persentase limpa pada ayam Lohmann Brown umur 21 minggu.
Kata Kunci: ayam lohmann brown, organ dalam, kulit buah naga, saccharomyces cerevisiae.
The Effect of Dragon Fruit Skin Powder Fermented in The Rations Toward on Organes In Sheet Chicken (Lohmann Brown) Age 21 Weeks
ABSTRACK
This study aims to determine the effect of fermented dragon fruit skin flour on rations on organs in laying hens (Lohmann Brown) aged 21 weeks. This research has been carried out at the Field Laboratory (Teaching Farm) of the Faculty of Animal Husbandry Campus, Jimbaran, Badung, Bali for 15 months. The design used was Completely Randomized Design (CRD) with 3 treatments and 5 replications, each replication consisted of 3 chickens, total of 45 chickens were used. The treatments given are fermented dragon fruit skin ration, 5% fermented dragon fruit skin ration and commercial R2 ansum. The variables observed were cut weight, heart weight, liver percentage, heart weight, heart percentage, bile weight, percentage of bile, spleen weight, and percentage of spleen. The results showed variable weight, weight, spleen weight, percentage of bile and spleen were not significantly different between treatments R0, R1, and R2 (P>0.05). Heart weight, bile weight, liver
percentage and heart percentage treatment R1 and R2 were significantly different (P<0.05) compared to R0. From the results of the study it can be concluded that giving rations with 5% fermented dragon fruit skin and commercial rations affect heart weight, bile weight, liver percentage, heart percentage (P>0.05) and does not affect cut weight, liver weight, spleen weight, percentage of bile and percentage of spleen (P<0.05) in Lohmann Brown chicken age of 21 weeks.
Keywords:chicken, lohmann brown, internal organ, dragon fruit skin, saccharomyces cerevisiae.
PENDAHULUAN
Latar belakang
Peternakan merupakan salah satu subsektor agribisnis yang mempunyai prospek yang sangat bagus bila dikembangkan secara optimal. Kemajuan dan perkembangan subsektor peternakan akan membawa dampak positif dalam meningkatkan kesejahteraan petani. Sularso et al (2013), menyatakan bahwa pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian negara secara umum dan bagian dari pembangunan nasional secara keseluruhan. Pembangunan subsektor peternakan bertujuan untuk meningkatkan produksi peternakan dengan prioritas untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi serta meningkatkan pendapatan peternak. Selain itu, pengembangan dibidang peternakan akhir- akhir ini mulai menjadi perhatian penting yang disebabkan adanya prog diversifikasi pangan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas gizi masyarakat (Rohani et al., 2011).
Ayam petelur merupakan salah satu ternak unggas yang cukup potensial di Indonesia. Ayam petelur dibudidayakan khusus untuk menghasilkan telur secara komersial. Saat ini terdapat 2 kelompok ayam petelur yaitu tipe ayam medium dan tipe ringan. Tipe medium umumnya bertelur dengan kerabang coklat, sedangkan tipe ringan bertelur dengan kerabang putih (North dan Bell, 1990). Sebelum adanya ayam ras petelur, masyarakat sudah mengkonsumsi telur ayam kampung yang dipelihara secara tradisional. Sampai saat ini masyarakat di Indonesia sangat gemar mengkonsumsi telur ayam, terutama ayam ras yang disebabkan ukurannya yang lebih besar dan rasanya yang enak serta manfaatnya yang sangat baik bagi kesehatan. Telur ayam merupakan salah satu bahan pangan yang memiliki protein hewani yang cukup lengkap serta memiliki kandungan protein yang cukup tinggi yaitu 13 – 14%. Telur ayam juga sangat sering digunakan sebagai lauk-pauk utama dan bahan campuran pembuatan makanan (martabak, roti, dan sebagainya). Konsumsi telur di Indonesia sebagian besar dipenuhi dari telur ayam ras (91,82%). Semua lapisan masyarakat telah terbiasa dengan telur ayam ras yang harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan telur ayam kampung (Setyono et al., 2013).
Unggas memiliki organ pencernaan yang sederhana. Makanan utamanya berupa pakan dari biji-bijian, ikan, cacing, dan rumput-rumputan. Organ dalam yang berkembang pada unggas adalah usus dan rempela hal ini disebabkan oleh ayam yang tidak mempunyai gigi dan tulang rahang yang besar serta berotot. Hal tersebut menyebabkan sistem pencernaan unggas berkembang sesuai dengan makanan utamanya. Organ pencernaan unggas dimulai dari mulut, esofagus, rempela, usus halus, usus buntu, usus besar, dan kloaka. Organ dalam tambahan sangat erat hubungannya dengan pencernaan karena sekresi yang dikeluarkan akan dialirkan ke dalam saluran usus untuk membantu dalam pencernaan ransum. Organ – organ tersebut yaitu pankreas, hati, empedu, serta organ vital lain seperti jantung dan limpa (Amrullah, 2004).
Menurut Dewi et al. (2013) dalam proses pencernaan pakan merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Zat-zat makanan pada pakan yang dicerna pada usus dengan baik dapat meningkatkan kecernaan (penyerapan) langsung zat-zat makanan yang di perlukan tubuh untuk hidup pokok (maintenance) dan produksi untuk menghasilkan telur dan daging. Salah satu alternatif untuk penyediaan pakan yang murah dan kompetitif adalah melalui pemanfaatan limbah, baik limbah pertanian, peternakan maupun industri pertanian sepeti: limbah brokoli, limbah anggur dan limbah buah naga (kulit buah naga). Penyediaan bahan baku ransum unggas telah terjadi pergeseran pola menggunakan bahan pakan konvensional dengan bahan baku alternatif yang bersumber dari limbah pertanian (crop residu), hasil samping agroindustri (agro-industry by-product). Limbah subsektor pertanian dan subsektor perkebunan merupakan penghasil limbah terbesar. Salah satu komoditi yang belum termanfaatkan adalah limbah buah naga (dragon fruit). Tanaman buah naga (dragon fruit) merupakan tanaman baru dibudidayakan di Indonesia sekitar tahun 2000. Buah naga banyak digemari masyarakat karena memiliki banyak manfaat dan khasiat serta nilai gizi yang tinggi. Potensi dari tanaman buah naga sangat baik terlihat dari permintaan yang terus meningkat di masyarakat, teknik budidaya mudah serta iklim di Indonesia sangat cocok untuk berkembangnya tanaman buah naga ini.
Kulit buah naga mengandung potensi sangat besar baik sebagai sumber energi, serat kasar ataupun sumber nutrien lainnya. Pemanfaatan kulit buah naga masih jarang atau bahkan belum dimanfaatkan. Beberapa peneliti menemukan bahwa kulit buah naga memliki kandungan antosianin. Antosianin merupakan zat warna yang berperan memberikan warna merah. Khosem et al. (2007) buah naga mengandung zat aktif phenol banyak berperan dalam aktivitas biologis seperti antimutagen, antikarsinogenik, antiaging dan antioksidan.
Selain mempunyai kandungan yang menguntungkan, kulit buah naga juga mengandung serta kasar (crude fiber) yang cukup tinggi. Kandungan serat kasar yang cukup tinggi dalam ransum menjadi factok penghambat digestibilitas (kecernaan) ransum pada ternak unggas, termasuk ayam petelur. Untuk mengurangi kandungan serat kasar di dalam kulit buah naga dapat dilakukan terfermentasi terhadap kulit buah naga tersebut, terfermentasi dengan khamir (Saccharomyces cerevisiae). Sifat unggul yang dimiliki kulit buah naga secara langsung atau tidak langsung berkontribusi terhadap peningkatan kondisi ayam yang akan meningkatkan produksinya (Andika et al., 2017).
Astuti (2016) telah melakukan penelitian dengan memakai tepung kulit buah naga yang terfermentasi oleh Aspergillus niger pada ayam broiler dengan menggunakan 4 perlakuan, yaitu tanpa tepung kulit buah naga terfermentasi, 2% tepung kulit buah naga terfermentasi, 4% tepung kulit buaha naga terfermentasi, dan 6% tepung kulit buah naga terfermentasi. Namun hasil yang didapat adalah tidak berbeda nyata terhadap performans ayam broiler umur 0-4 minggu.
Organ dalam merupakan organ penting yang memiliki fungsi membantu untuk mengubah bahan makanan menjadi hasil berupa daging atau telur yang memiliki nilai tinggi dan bermanfaat bagi kebutuhan manusia. Di Indonesia, komoditi organ dalam sebagai sumber protein masih sangat diminati di Indonesia, bahkan harga organ dalam di pasaran hampir menyamai harga daging. Organ dalam tersebut adalah hati, jantung, limpa, empedu dan saluran pencernaan.
Berdasarkan uraian sebelumnya, dipandang perlu untuk mencoba menggunakan kulit buah naga sebagai campuran ransum pada ayam petelur. Penelitian ini dilaksanakan untuk melihat respon ayam petelur yang diberi ransum mengandung tepung kulit buah naga terfermentasi dengan khamir (Saccharomyces cerevisiae), khususnya pada organ dalam.
MATERI DAN METODE
Materi
Ayam (Lomhann Brown)
Ayam yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam petelur (Lohmann Brown) umur 21 minggu sebanyak 45 ekor. Ayam yang di peroleh dari PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk.
Kandang dan perlengkapan
Kandang yang digunakan pada penelitian ini adalah kandang dengan sistem “battery colony” sebanyak 15 petak. Masing-masing petak berukuran panjang 30 cm, lebar 30 cm dan tinggi 30 cm. Kandang battery ini diletakkan di sebuah bangunan berukuran panjang 6 m dan lebar 5 m yang menggunakan atap dari asbes dan lantai beralaskan beton. Setiap unit kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat air minum. Tempat pakan dan tempat minum yang diperoleh dari toko pakan ternak. Bahan-bahan kandang terbuat dari besi dan kayu serta kawat sebagai pengikat. Dalam kandang dilengkapi dengan lampu neon (TL) memiliki daya 20 watt untuk memberikan penerangan pada waktu malam hari. Pada bagian bawah kandang diberi alas plastik untuk menampung kotoran agar lebih mudah untuk dibersihkan. Kotoran di kandang dibersihkan setiap 3 hari sekali agar tidak menimbulkan bau yang menyengat serta mengurangi gas amoniak.
Ransum dan air minum
Ransum yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransum disusun mengikuti rekomendasi Scott et al., (1982) dengan kandungan protein sebanyak 20% dan energi sebanyak 2900 Kkal/kg. Produksi ransum dilakukan dengan cara terlebih dahulu semua bahan penyusun ransum dikeringkan (baik dengan bantuan matahari maupun oven) dan selanjutnya digiling halus. Produksi ransum dilakukan dengan cara mencampur homogen semua bahan penyusun ransum. Setelah itu, ransum siapdiberikan pada ayam petelur. Air minum yang diberikan selama penelitian adalah bersumber dari air PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum).
Komposisi bahan penyusun ransum dan kandungan nutrien ransum ternak ayam petelur dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2
Tabel 1 Komposisi bahan penyusun ransum ayam petelur
Bahan Penyusun Ransum (%) |
Komposisi | ||
R0 |
R1 |
R2 | |
Jagung |
43,57 |
41,39 |
43,57 |
Tepung Ikan |
8 |
8 |
8 |
Kacang Kedelai |
18,44 |
18,49 |
18,44 |
Dedak Halus |
25 |
21,93 |
25 |
Tepung Kulit Buah Naga |
0 |
5 |
0 |
Minyak Kelapa |
4,79 |
5 |
4,79 |
Premix |
0,1 |
0,1 |
0,1 |
CaCO3 |
0,1 |
0,1 |
0,1 |
Total |
100 |
100 |
100 |
Sumber : Dewi et al., (2017)
Tabel 2 kandungan nutrien ransum ayam petelur | ||||
Kandungan Nutrien 2) |
R0 |
R1 |
R2 |
Standar 1) |
Energi Termetabolis Kkal/Kg |
2900 |
2900 |
2900 |
2900 |
Protein Kasar (%) |
20 |
20 |
17-19 |
20 |
Lemak Kasar (%) |
10,35 |
10,14 |
6 |
4-11 |
Serat Kasar (%) |
3,08 |
3,73 |
3,5 |
3-8 |
Kalsium/Ca(%) |
0,65 |
0,73 |
0,6 |
0,90 |
Phosfor/P (%) |
0,67 |
0,64 |
0,45 |
0,60 |
Sumber : 1) Scott et al., (1982) 2) Dewi et al., (2017)
Keterangan:
R0 = Ayam diberi ransum tanpa tepung kulit buah naga terfermentasi
R1 = Ayam diberi ransum dengan 5% tepung kulit buah naga terfermentasi
R2 = Ayam diberi ransum komersial produksi Charoen Phokphan indonesia Tbk
Kulit buah naga
Pembuatan kulit buah naga terfermentasi dengan Saccharomyces cerevisiae. Adapun proses pembuatan tepung kulit buah naga terfermentasi dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar Proses Pengolahan Kulit Buah Naga Yang Terfermentasi Sumber: Dewi et al. (2016)
Alat penelitian
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
-
1. Timbangan digital kapasitas 5kg dengan kepekaan 1g digunakan untuk menimbang ayam dan menimbang ransum.
-
2. Timbangan elektrik dengan kapasitas 100 g dan kepekaan 0,1 g untuk menimbang berat organ dalam ayam petelur setelah dipotong.
-
3. Plastik digunakan sebagai alas untuk pencampuran pakan dan penambahan tepung buah naga terfermentasi.
-
4. Kantong plastik 1,5 kg sebagai tempat ransum yang telah dicampur.
-
5. Kerat telur untuk tempat meletakan telur apabila ayam sudah mulai bertelur
-
6. Talenan dan nampan yang akan digunakan pada saat pemotongan.
-
7. Sekop dan sapu untuk membersihkan kandang dan juga membersihkan kotoran.
-
8. Label, spidol, kertas dan leg band untuk penomoran pada ayam dan kandang serta alat-alat tulis untuk mencatat.
Metode
Tempat dan lama penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Teaching Farm Kampus Bukit, Jimbaran, Badung dan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Udayana, dan dilaksanakan selama 1 bulan, yang terdiri dari persiapan hingga pemotongan.
Pengacakan ayam
Pada penelitian ini, ayam yang digunakan ayam umur 21 minggu, berat ayam yang homogen, semua ayam ditimbang beratnya kemudian dicari berat badan rata-rata (SD= 1,554,8± 2,56). Kemudian ayam dimasukan kedalam masing-masing petak yang sudah disediakan sebanyak 5 petak. Masing-masing petak diisi 1 ekor ayam. Pada setiap ayam diberikan leg band di kakinya sebagai tanda dan penomeran ayam.
Pencampuran ransum
Pembuatan ransum dilakukan dengan caramenyiapkan bahan-bahan seperti komposisi bahan pada Tabel 2.1 yaitu: jagung, tepung ikan, kacang kedelai, dedak halus, tepung kulit buah naga, minyak bimoli, premik, CaCO3. Bahan disusun dari jumlah yang paling banyak diletakan paling bawah sampai bahan yang paling sedikit berada paling atas. Pencampuran dilakukan diatas plastik yang sudah disiapkan. Bahan yang telah tersusun kemudian diaduk sampai homogeny,setelah itu timbang setiap pakan perlakuan dan juga pakan yang akan diisi
campuran tepung kulit buah naga terfermentasi sesuai persentase yang sudah ditetapkan kemudian masukan kedalam kantong plastik dan diberikan label masing- masing perlakuan. Pemberian ransum dan air minum
Ransum dan air minum diberikan secara ad libitum dan konsumsi ransum dihitung setiap hari mulai dari pagi hari (jam 08.00 wita) sampai keesokan harinya (jam 08.00 wita). Pemberian ransum dilakukan dengan menempatkan ransum dalam wadah dari plastik yang ditempatkan di depan kandang pada setiap unit perlakuan. Pemberian ransum dan air minum diberikan pada pagi hari dan juga sore hari.
Pencegahan penyakit
Dua (2) hari sebelum ayam dimasukkan ke dalam kandang disemprot dengan menggunakan formalin untuk mencegah ayam terserang virus dan juga bakteri. Setelah ayam dimasukkan ke dalam setiap petak diberikan vitachik melalui air minum untuk meningkatkan daya tahan tubuh masing-masing ayam.
Pemotongan ayam
Pemotongan ayam dilakukan pada akhir penelitian yaitu pada saat ayam berumur 21 minggu. Untuk pengambilan sampel diambil satu ekor ayam di setiap perlakuan yang berat badannya mendekati berat badan rata-rata. Sebelum dilakukan pemotongan ayam terlebih dahulu dipuasakan selama 12 jam. Darah yang keluar pada saat pemotongan ditampung lalu ditimbang beratnya. Setelah ayam dipastikan mati, kemudian dicelupkan kedalam air panas (65-80oC)selama 1-2 menit kemudian dilakukan pencabutan bulu. Bagian-bagian tubuh seperti kaki, leher, kepala, paha kanan dan kiri, dada kanan dan kiri, sayap kanan dan kiri, punggung dan organ dalam dipisah dan dicari beratnya. Organ dalam dikeluarkan dari dalam, saluran pencernaan dan dihitung.
Rancangan penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitianini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 5 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 3 ekor ayam, total ayam yang digunakan sebanyak 45 ekor. Adapun perlakuan yang diberikan yaitu:
R0 = Ayam diberi ransum tanpa tepung kulit buah naga terfermentasi
R1 = Ayam diberi ransum dengan 5% tepung kulit buah naga terfermentasi
R2 = Ayam diberi ransum komersial produksi Charoen Phokphan indonesia Tbk
Variabel yang diamati
Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah bagian organ dalam yang terdiri:
-
1. Berat potong.
Berat potong diperoleh dengan menimbang ayam hidup pada penelitian setelah dipuasakan selama 12 jam. Berat potong dinyatakan dalam satuan g, serta pengambilan organ dalam dilakukan dengan cara memasukkan tangan ke rongga perut dan menarik seluruh isi perut keluar (Soeparno, 1994).
-
2. Berat hati dan persentase hati (%)
Berat hati diperoleh dengan cara menimbang berat hati (g), lalu persentase hati diperoleh dengan cara membagi berat potong dengan berat potong dan dikali 100%.
-
3. Berat jantung dan persentase jantung (%)
Berat jantung diperoleh dengan cara menimbang berat jantung (g), lalu persentase jantung diperoleh dengan cara membagi berat jantung dengan berat potong dan dikali 100%.
-
4. Berat empedu dan persentase empedu (%)
Berat empedu diperoleh dengan cara menimbang berat empedu (g), lalu persentase empedu diperoleh dengan cara membagi berat empedu dengan berat potong dikali 100%.
-
5. Berat limpa dan persentase limpa (%)
Berat limpa diperoleh dengan cara menimbang berat limpa (g), lalu persentase limpa diperoleh dengan cara membagi berat limpa dengan berat potong dan dikali 100%.
Analisis statistik
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (Anova) dan apabila terdapat nilai berbeda nyata (P<0,05) dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan’s ( Stell dan Torrie,1993).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil penelitian pengaruh pemberian tepung kulit buah naga terfermentasi pada ransum terhadap organ dalam ayam Lohmann Brown umur 21 minggu yang disajikan dalam Tabel 3
Tabel 3Pengaruh pemberian tepung kulit buah naga terfermentasi pada ransum terhadap organ dalam ayam petelur Lohmann Brown umur 21 minggu
Variabel
Perlakuan1)
SEM2)
R0 |
R1 |
R2 | ||
Berat Potong (gram) |
1.520,2a |
1.544,6a |
1.533,6a |
7,3 |
Berat hati(gram) |
28,60a |
27,60a |
32,00a |
1,20 |
Persentase hati (%) |
1,75a |
1,58b |
2,11b |
0,10 |
Berat jantung (gram) |
5,20a |
6,00b |
6,80b |
0,35 |
Persentase jantung (%) |
0,34a |
0,39a |
0,44b |
0,02 |
Berat empedu(gram) |
1,68a |
1,94ab |
1,71b |
0,18 |
Persentase empedu (%) |
0,088a |
0,093a |
0,119a |
0,01 |
Berat limpa (gram) |
3,42a |
3,60a |
4,20a |
0,33 |
Persentase limpa (%) |
0,23a |
0,23a |
0,27a |
0,02 |
1) R0: ransum tanpa tepung kulit buah naga terfermentasi
R1: ransum yang diberi 5% tepung kulit buah naga terfermentasi
R2: ransum komersil (ransum komersial Charoen Phokphan)
2) SEM: Standart error of the treatment means
3) Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Berat potong (gram)
Hasil penelitian menunjukkan rataan berat potong pada perlakuan R0 sebanyak 1.520,2 gram, R1 1.544,6 gram dan R2 1.533,6 gram (Tabel 3). Secara statistik berat potong perlakuan R1 dan R2 berbeda tidak nyata dibandingkan perlakuan R0 (P>0,05). Rataan berat potong perlakuan R0 1,57% lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan R1. Berat potong perlakuan R0 lebih rendah 0,87% dibandingkan dengan perlakuan R2, sedangkan pada perlakuan R1 lebih tinggi 0,72% dibandingkan dengan perlakuan R2.
Berat hati (gram) dan persentase hati (%)
Hasil penelitian menunjukkan rataan berat hati pada perlakuan R0 sebanyak 28,60 gram, R1 27,60 gram dan R2 32,00 gram (Tabel 3). Berat hati pada perlakuan R0 sebesar 3,50% lebih tinggi dari R1. Perlakuan R0 10,63% lebih rendah dibandingkan R2. Perlakuan R1 13,75% lebih rendah dibandingkan R2, secara statistik R1 dan R2 berbeda tidak nyata dibandingkan dengan perlakuan R0 (P>0,05) Dengan persentase hati perlakuan R0 sebesar 1,75 %, perlakuan R1 sebesar 1,58% dan perlakuan R2 sebesar 2,11 %. Persentase hati perlakuan R1 dan R2 berbeda nyata dibandingkan dengan persentase hati perlakuan R0 (P<0,05). Perlakuan persentase hati R0 9,71% lebih tinggi dari perlakuan R1. Persentase hati perlakuan R0 20,57% lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan R2, sedangkan persentase hati perlakuan R125,11% lebih rendah dari perlakuan R2.
Berat jantung(gram) dan persentase jantung (%)
Rataan berat jantung pada perlakuan R0 5,20 gram, R1 6,00gram dan R2 sebanyak 6,8 gram (Tabel 3). Berat jantung perlakuan R0 lebih rendah 13,33% dibandingkan dengan
perlakuan R1. Berat jantung pada perlakuan R0 lebih rendah 23,53% dibandingkan dengan perlakuan R2, sedangkan perlakuan R1 lebih rendah 11,76% dibandingkan dengan perlakuan R2. Secara statistik perlakuan R1 dan R2 menunjukkan berat jantung berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan R0 (P<0,05). Persentase jantung perlakuan R0 sebesar 0,34%, persentase perlakuan R1 sebesar 0,39%, dan perlakuan R2 sebesar 0,44%. Secara statistik persentase jantung perlakuan R1 dan R2 dibandingkan dengan perlakuan R0 berbeda nyata (P<0,05). Persentase jantung perlakuan R0 12,82% lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan R1. Persentase perlakuan R0 24,44% lebih rendah dibandingkan dengan R2. Sedangkan persentase jantung perlakuan R1 lebih rendah 13,36% dibandingkan dengan perlakuan R2.
Berat empedu(gram) dan persentase empedu (%)
Penelitian ini menunjukkan hasil rataan berat empedu pada perlakuanR0 1,68 gram, R1 1,94 gram dan R2 1,71 gram (Tabel 3). Berat empedu pada perlakuan R0 lebih rendah 1,17% dibandingkan dengan perlakuan R2, sedangka pada perlakuan R1 lebih tinggi11,80% dibandingkan perlakuan R2. Secara statistik menunjukan berat empedu R1 dan R2 berbeda nyata dibandingkan dengan R0 (P<0,05). Persentase berat empedu perlakuan R0 sebesar 0,088, perlakuan R1 sebesar 0,093 dan perlakuan R2 sebesar 0,119%. Secara statistik persentase empedu perlakuan R1 dan R2 berbeda tidak nyata dengan perlakuan R0 (P>0,05). Persentase empedu perlakuan R0 5,37% lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan R1. Persentase empedu perlakuan R0 26,05% lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan R2, sedangkan persentase empedu perlakuan R1 21,84% lebih rendah dibandingkan perlakuan R2. Berat limpa(gram) dan persentase limpa (%)
Hasil yang didapatkan pada rataan berat limpa pada perlakuan R0 3,42 gram, R1 3,60 gram dan R2 sebanyak 4,2 gram (Tabel 3). Berat limpa perlakuan R0 5,00% lebih rendah dibandingkan perlakuan R1. Berat limpa pada perlakuanR0 18,57% lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan R2, sedangkan perlakuan R1 lebih rendah 19,04% dibandingkan perlakuan R2. Secara statistik menunjukan berat limpa perlakuan R1 dan R2 berbeda tidak nyata dibandingkandengan perlakuan R0 (P>0,05). Persentase limpa perlakuan R0 sebesar 0,23%, perlakuan R1 sebesar 0,23% dan perlakuan R2 sebesar 0,27%. Secara statistik persentase limpa perlakuan R1 dan R2 dibandingkan dengan perlakuan R0 berbeda tidak nyata (P>0,05), Persentase limpa perlakuan R0 3,00% lebih rendah dibandingkan perlakuan R1. Persentase limpa perlakuan R0 17,21% lebih rendah dibandingkan perlakuan
R2, sedangkan persentase limpa perlakuan R1 14,65% lebih rendah dibandingkan perlakuan R2.
Pembahasan
Berat potong (gram)
Hasil penelitian menunjukkan rataan berat potong pada penelitian ini yaitu R0(1.520,2gram) dan R1 (1.544,6 gram) dan R2(1.533,6 gram) secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan berat potong yang relative sama. Dalam penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda tidaknyata (P>0,05) hal tersebut kemungkinan terjadi karena dipengaruhi oleh umur atau fase produksi dari ayam petelur hal ini sejalan dengan pernyataan Anggorodi (1985) bahwa faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi ransum dan kebutuhan protein pada ayam petelur, diantaranya faktor tersebut adalah besar dan bangsa, suhu lingkungan, fase produksi, sistem perkandangan (sistem batteray atau lantai), ruang tempat makan perekor, dipotong tidaknya paruh, kepadatan ayam, tersediannya air minum, kesehatan dan kandungan energi dalam ransum.
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan berat potong akibat pemberian ransum mengandung kulit buah naga 5% yang difermentasi khamir Schacaromyces cerevisiae (perlakuan R1) memiliki berat potong yang paling tinggi hal ini menunjukan bahwa pemberian kulit buah naga difermentasi pada jumlah tertentu mempunyai pengaruh positif terhadap performans ayam petelur, khususnya pada peningkatan berat potong. Pengaruh positif yang diberikan oleh penambahan kulit buah naga difermentasi karena kulit buah naga mengandung zat antosianin, yang langsung atau tidak langsung membantu meningkatkan dayatahan tubuh ayam dari berbagai gangguan fisiologis. Adanya khamir Saccharomyces cerevisiae pada saat fermentasi membantu meningkatkan kecernaan ransum, khususnya serat kasar, yang pada gilirannya meningkatkan asupan (intake) gizi dari ayam yang bersangkutan. Berat hati (gram) dan persentase hati (%)
Hasil penelitian menunjukkan rataan berat hati pada perlakuan R0 sebanyak 28,60 gram, R1 27,60 gram dan R2 32,00 gram. Secara statistik menujukan berat hati berbeda tidak nyata (P>0,05) hal tersebut disebabkan berat dan besar hati dapat dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya jenis hewan, besar tubuh, genetika dan pakan yang diberikan. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan tepung kulit buah naga terfermentasi khamir Saccharomyces cerevisie pada level 5% tidak mempengaruhi kerja hati dan tidak berefek negatif karena hati mampu melakukan proses detoksifikasinya.Besarnya berat hati disebabkan oleh kerja hati yang semakin berat pada proses detoksifikasi sehingga kebengkakan hati
terjadi Sturkie (1976). Berdasarkan hasil penelitian yang didapat rataan persentase berat hati yang dihasilkan berkisar antara 1,58-2,52% dari berat potong, secara statistik berbeda nyata (P<0,05). Kondisi ini sesuai dengan berat hati yang dinyatakan Putnam (1991), yaitu berkisar sampai dari berat potong 2,80%. Hati akan mengalami kerusakan apabila terdapat zat toksik yang berlebih dalam tubuh. Selanjutnya dalam Hatta (2005) dijelaskan bahwa semakin tinggi kandungan serat pada ransum semakin rendah konsumsi ransum dan semakin rendah energinya sehingga aktivitas organ hati semakin meningkat untuk melakukan fungsinya sebagai penghasil energi untuk mensuplai energi berbagai aktivitas ternak.
Berat jantung(gram) dan persentase jantung (%)
Perlakuan R1 lebih tinggi 13,33% dibandingkan dengan R0.Secara statistik menujukan berat jantung berbeda nyata (P<0,05) dengan persentase berat jantung yang didapat dalam penelitian ini berkisar antara 0,34-0,44% secara statistik berbeda nyata (P<0,05). Angka ini sesuai dengan yang didapatkan Putnam (1991) bahwa persentase berat jantung ayam berkisar hingga 0,75% dari berat potong.Dalam penelitian ini dengan penambahan kulit buah naga yang terfermentasi pada ransum justru dapat mengeliminir toksin dan zat antinutrisi yang dapat menyebabkan kontraksi berlebihan pada jantung.
Menurut Ressang (1984), ukuran jantung sangat dipengaruhi oleh jenis, umur, besar, dan aktivitas ternak. Sebagaimana dengan pernyataan Frandson (1992) yang menyatakan bahwa jantung sangat rentan terhadap racun dan zat antinutrisi, pembesaran jantung dapat terjadi karena adanya akumulasi racun pada otot jantung.Pengaruh positif yang diberikan oleh penambahan kulit buah naga terfermentasi karena kulit buah naga mengandung zat antosianin, yang langsung atau tidak langsung membantu meningkatkan daya tahan tubuh ayam dari berbagai gangguan fisiologis.
Adanya khamir Saccharomyces cerevisiae pada saat terfermentasi membantu meningkatkan kecernaan ransum, khususnya serat kasar, yang pada gilirannya meningkatkan asupan (intake) gizi dari ayam yang bersangkutan. Hal ini sesuai dengan pendapat Ahmad (2005) yang menyatakan bahwa penggunaan khamir Saccharomyces cerevisiae yang terkandung dalam ragi, dapat meningkatkan kecernaan pakan berserat pada ungags.
Berat empedu dan persentase empedu (%)
Penelitian ini menunjukkan hasil rataan berat empedu pada perlakuanR1lebih tinggi dari perlakuan R0 dan R2 masing-masing 13,40% dan 11,86%. Secara statistik menujukan berat empedu R1 dan R2 berbeda nyata dengan R0 (P<0,05). Besarnya berat empedu tergantung dari banyaknya cairan yang dikeluarkan empedu di hati. Semakin berat kerja hati
maka cairan empedu juga akan semakin banyak. Amrullah (2004) menyatakan bahwa fungsi empedu yaitu sebagai penyalur cairan empedu dari hati ke usus dengan pembesaran saluran empedu membentuk kantong empedu.
Berbeda dengan persentase empedu yang didapat secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Rataan persentase berat empedu yang dihasilkan berkisar antara0,088-0,17% dari berat potong, sedangkan Dewi (2013) menyatakan bahwa persentase berat empedu ayam berkisar antara 0,27-0,29% dari berat potong. Hal ini menunjukkan bahwa ransum yang dikonsumsi tidak mempengaruhi persentase empedu. Cairan empedu yang dikeluarkan oleh hati masih dalam jumlah yang kecil.
Semakin berat kerja hati maka cairan empedu yang dihasilkan semakin besar. Besarnya berat empedu tergantung dari banyaknya cairan yang dikeluarkan empedu di hati. Semakin besar kerja hati maka cairan empedu juga akan semakin besar. Besarnya berat hati disebabkan oleh kerja hati yang semakin berat pada proses detoksifikasi sehingga kebengkakan hati terjadi Sturkie (1976). Hal yang sama disampaikan oleh Yusuf (2007) yang menyatakan bahwa meningkatnya kerja organ hati menyebabkan kebutuhan cairan empedu yang lebih banyak, sehingga memacu peningkatan berat kantung empedu yang dihasilkan. Berat limpa dan persentase limpa (%)
Hasil rataanperlakuan berat limpa R1 5,00% lebih tinggi dibandingkan perlakuan R0. Secara statistik menujukan berat empedu R1 dan R2 berbeda tidak nyata dengan R0 (P>0,05) dan rataan persentase bobot limpa yang dihasilkan berkisar antara 0,23-0,27% (Tabel 3.1) dari berat potong, secara statistic berbeda tidak nyata (P>0,05). Angka ini sedikit lebih tinggi dari yang disampaikan oleh (Merryana et al., 2007), yaitu berat limpa normal berkisar antara 0,10– 0,12%.
Berat limpa pada hasil penelitian yang relatif sama akan tetapi berat limpa pada perlakuan R1 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan R0 hal ini diduga karena limpa bekerja lebih keras untuk menghasilkan antibodi. Gregg (2002) yang menyatakan bahwa kerja limpa yang berlebihan dapat mengakibatkan membesrnya ukuran limpa. Menurut Tizzard (1988) limpa akan membentuk sel limfosit untuk membentuk antibodi apabila ransum toksik, mengandung zat antinutrisi maupun penyakit. Aktivitas limpa ini mengakibatkan limpa semakin membesar atau semakin mengecil ukurannya karena limpa terserang penyakit atau benda asing. Dan juga Menurut Bakta (2006), penyebab terjadinya pembesaran limpa (splenomegaly) adalah karena adanya peningkatan jumlah sel-sel fagosit dan peningkatan jumlah sel darah yang diakibatkan oleh infeksi dan inflamasi.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan pemberian ransum dengan 5% kulit buah naga terfermentasi dan ransum komersial mempengaruhi berat jantung, berat empedu, persentase hati, persentase jantung dan tidak mempengaruhi berat potong, berat hati, berat limpa, persentase empedu dan persentase limpa pada ayam Lohmann Brown umur 21 minggu.
Saran
Berdasarkan data hasil penelitian yang didapatkan, dapat disarankan pada penelitian selanjutnya agar menambahkan pemberian ransum kulit buah naga terfermentasi dengan 5%pada ransum untuk ayam Lohmann Brownsebagai pakan alternatif (pemanfaatan limbah).
UCAPAN TERIMA KASUH
Perkenankan penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S (K), Dekan Fakultas Peternakan Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama,MS, Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Dr. Dewi Ayu Warmadewi, S.Pt., M.Si, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Udayana.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, R. Z. 2005. Pemanfaatan Khamir Saccharomyces cerevisiae Untuk Ternak. Balai Penelitian Veteriner. Bogor.
Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Edisi ke-2. Satu Gunung Budi, Bogor.
Andika, I.P.D., 2017. “Pengaruh pemberian probiotik bakteri selulotik isolate rumen kerbau melalui air minum terhadap penampilan itik bali”. Peternakan Tropika Vol.5; 11-22.
Anggorodi, R. 1985. Ilmu Makanan Ternak Unggas. Kemajuan Mutakhir. Cetakan Pertama.
Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta.
Astuti,I., I.M.martika dan G.A.M.Kristina Dewi., 2016.Performan broiler yang diberi ransum mengandung tepung kulit buah naga tanpa dan dengan Aspergillus niger terfermentasi.Majalah Ilmiah Peternakan.Vol.19(2): 65-70.
Bakta, I. M. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. EGC.1,2,9,11. Jakarta.
Dewi. G.A.M.K., R.R. Indrawati, dan N. M. Laksmiwati. 2013. Pengaruh energi-protein ransum terhadap karkas dan organ dalam ayam kampung umur 35 Minggu. Prosiding.
Seminar Nasional II HITPI Bekerjasama Dengan DIRJEN Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan RI. INNA Bali Hotel, Denpasar, Bali.
Dewi, G.A.M.K., I M. Nuriyasa dan I W. Wijana. 2016. Kajian Pemanfaatan Kulit Buah Naga (Hylocereus sp.) untuk Sumber Nutrisi dan Antioksida dan dalam Optimalisasi Peternakan Unggas Rakyat di Bali. Laporan LPPM Grup Riset Universitas
Udayana.Denpasar.
Dewi, G. A. M. K., M. Nuriyasa, dan I W. Wijana. 2017.Effect of diet containing dragon fruit peel meal fermentation for productivity of kampung chickens. The 2nd International Conference on Animal Nutrition and Environment (ANI-NUE). Khon Kaen, Thailand. ISBN 978-616-438-084-4 Vol. II
Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi ke-4. Terjemahan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Gregg, J.C. 2002. Imunnity Commercial Chiken Meat and Egg Production. 5th Ed. Springer Science and Business Media, New York.
Hatta, U. 2005. Performan hati dan ginjal ayam broiler yang diberi ransum menggunakan ubi kayu terfermentasi dengan penambahan lysine. J. Agroland 16 (1) ;85-90.
Khosen, N.Y.H and P Moongkarndi. 2007. Antioksidant and Cytoprotective Activities of Methanolic Extract from Garciniamangostana Hulls. Science Asia 33: 283-92.
Merryana F.O., Nahrowi, M. Ridla, A. Setiyono, dan R. Ridwan. 2007. Performan broiler yang diberi pakan silase dan ditantang Salmonella typhimurium. Prosiding Seminar Nasional AINI VI. Yogyakarta, 26-27 Juli 2007. Hal. 186-194.
North MO, and Bell D. 1990. Commercial Chicken Production Manual. United States of America (US): Incorporate.
National Research Council. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. Ninth Revised Edition. National Academy Press. Washington DC.
Putnam, P. A. 1991. Handbook of Animal Science. Academic Press, San Diego.
Ressang, A. A. 1984. Patologi Khusus Veteriner. Edisi Kedua. NV Percetakan Bali, Denpasar.
Rohani, A.B.D H.,Hoddi., M. B. Rombe, dan M. Ridwan. 2011. Bahan Ajar “Pengelolaan Usaha Peternakan”. Universitas Hasanuddin. Makassar
Scott , M. L., M. C. Nesheim, and R. J. Young. 1982. Nutrition of TheChicken.3rd Ed.M. L. Scott and Associates, Ithaca, New York.
Setyono, D.J; M.Ulfa, dan S. Suharti. 2013. Sukses Meningkatkan Produksi Ayam Petelur. Penebar Swadaya. Jakarta
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie.1993. Prinsip dan Prosedur Statistik (Pendekatan Biometrik) Penerjemah B. Sumantri. Gedia Pustaka Utama, Jakarta.
Sturkie, P.D. 1976. Avian Physiology. 3th Edition. Spinger-Verlag. New York
Sularso, E. B. Hartono. H. D. Utami. 2013. Analisis Ekonomi Usaha Peternakan Ayam Petelur di UD. Hs Indra Jaya Desa Ponggok Kecamatan Ponggok Kabupaten Blitar. Universitas Brawijaya. Malang
Tizzard, I. 1988. Pengantar Imunologi Veteriner. Edisi Ke-2. Terjemahan Masduki Partodirejo. Airlangga University Press, Surabaya.
Yusuf. Z. 2007. Pengaruh Pemberian Silase Ransum Komplit Terhadap Organ Dalam Itik Mojosari Alabio Jantan. Skripsi. Prog Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Diana et al., Peternakan Tropika Vol. 7 No. 2 Th. 2019: 633 - 649
Page 649
Discussion and feedback