TINDAK PIDANA PERZINAHAN DALAM KONTEKS PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA

Oleh :

Ayu Dianita Widyaswari∗∗ I Gede Yusa***

Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstrak

Di Indonesia segala sesuatu berdasarkan dengan hukum. Meskipun begitu masuknya budaya luar yang tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat dan tanpa disaring terlebih dahulu menimbulkan berbagai kejahatan atau suatu tindak pidana salah satunya perzinahan. Seiring dengan pembaharuan hukum pidana, konsepsi pengertian zina yang ada pada KUHP berbeda dengan pengertian dalam Rancangan KUHP 2015 yang dalam hal ini merupakan bentuk dari upaya pembaharuan hukum pidana. Seiring dengan pelaksanaan pembaharuan hukum pidana di Indonesia, tindak pidana perzinahan ini pun tidak luput dari perbuatan yang perlu dikriminalisasikan. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui konsep tindak pidana perzinahan dalam hukum positif dan untuk mengetahui bagaimana sebaiknya pengaturan tindak pidana perzinahan di masa mendatang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian hukum normative dengan mengambil sumber bahan sekunder. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan Undang-Undang. Hasil penelitian menyatakan Konsep perzinahan dalam hukum positif hanya melihat suatu perbuatan dikatakan perzinahan apabila salah satunya telah menikah. Sebaiknya pengaturan perzinahan di masa mendatang selaras dengan nilai-nilai sentral sosio-politik,sosio-filosofik,dan nilai-nilai sosio-kultural masyarakat Indonesia serta melihat tujuan dari hukum itu sendiri yaitu kepastian, keadilan dan kemanfaatan. Pemberian pemidanaan kedepannya lebih diperhitungkan.

Kata Kunci : Tindak Pidana, Perzinahan, Pembaharuan Hukum Pidana

Abstract

In Indonesia everything is arrange based on the law. Although, the inclusion of an outside culture that is not in accordance with the development of the community and without being screened first causes various crimes or a crime, one of them is adultery. Along with the renewal of criminal law, the conception of the understanding of zina in the Criminal Code is different from the understanding in the Draft Criminal Code which in this case is a form of renewal of criminal law. Along with the implementation of renewal of criminal law in Indonesia, the crime of adultery is also not escaped from acts that need to be criminalized. This study aims to determine the concept of adultery in a positive law and to find out how it should be regulated for criminal acts of adultery in the future. The method used in this study is normative legal research by taking secondary material sources. The approach used in this research is the Law approach. The results of the study state that the concept of adultery in positive law only sees an act as adultery if one of them is married. It is advisable for the regulation of adultery in the future to be in harmony with the socio-political, socio-philosophical, and socio-cultural values of the Indonesian people and to see the purpose of the law itself, namely certainty, justice and expediency. Provision of punishment in the future is more calculated.

Keywords : Crime, Adultery, Criminal Law Reform

I.PENDAHULUAN

  • 1.1.    Latar Belakang

Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan Negara hukum. Hukum memiliki kedudukan yang penting sehingga segala sesuatu haruslah berdasarkan dengan hukum. Meskipun kehidupan telah dibentengi dengan hukum, tetapi pada dewasa ini telah terjadi perubahan konstruksi tata nilai sosial budaya yang ada di masyarakat. Hal ini pun tidak terlepas dari dampak globalisasi yang memberi akses

budaya-budaya Negara lain masuk dengan mudah. Selain memberi dampak positif, masuknya budaya luar pun menimbulkan dampak negative dalam kehidupan dimana masuknya budaya luar yang tidak selaras dengan yang ada di Indonesia seperti adanya budaya luar yang mempunyai norma longgar terhadap suatu pergaulan. Budaya-budaya luar yang tidak sesuai dengan perkembangan dan kenyataan yang dianut oleh masyarakat Indonesia masuk dengan mudah tanpa disaring terlebih dahulu menimbulkan berbagai kejahatan atau suatu tindak pidana salah satunya perzinahan.

Perzinahan atau yang biasa dikenal dengan kumpul kebo ini sering ditemukan di masyarakat. Perzinahan dalam KUHP dipandang tercela jika hal tersebut dilakukan dalam suatu pernikahan. Perihal pasal ini, R. Soesilo menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan zina yaitu persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki ataupun perempuan yang telah terikat perkawinan dengan perempuan ataupun laki-laki yang bukan merupakan istri atau suaminya. Supaya dapat dikatakan termasuk dalam pasal ini, suatu persetubuhan itu haruslah dilakukan dengan suka sama suka, dengan tidak adanya paksaan dari salah satu pihak1.

Perzinahan dalam hukum pidana pun termasuk kedalam tindak pidana yang termasuk kedalam delik aduan absolute (absolute klacht delict). Mengenai laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak sedang terikat dalam suatu perkawinan yang sah melakukan persetubuhan tidak diatur dalam KUHP. Jika melihat pada perkembangan di masyarakat perbuatan tersebut tidak sesuai

dengan norma-norma yang dianut dalam masyarakat sehingga terdapat kekosongan hukum yang tidak dapat memfasilitasi perkembangan yang ada di masyarakat. Jika melihat Rancangan KUHP 2015 perbuatan tersebut dimasukkan kedalam bagian zina dan perbuatan cabul.

Seiring dengan pembaharuan hukum pidana, konsepsi pengertian zina yang ada pada KUHP berbeda dengan pengertian dalam Rancangan KUHP 2015 yang dalam hal ini merupakan bentuk dari upaya pembaharuan hukum pidana. Pasal 284 KUHP memberikan batasan bahwa suatu perbuatan dapat dikatakan perzinahan apabila seseorang melakukan hubungan badan dengan orang lain dan salah satunya terikat suatu perkawinan. Sedangkan pada perkembangannya, Rancangan KUHP 2015 menyatakan bahwa tindak pidana perzinahan tidak hanya dilakukan oleh seorang yang salah satunya telah menikah saja namun seorang yang melakukan hubungan badan tanpa salah satunya harus terikat perkawinan pun dikatakan melakukan tindak pidana perzinahan.

Seiring dengan pelaksanaan pembaharuan hukum pidana di Indonesia, tindak pidana perzinahan ini pun tidak luput dari perbuatan yang dikriminalisasikan kedalam konsep Rancangan KUHP 2015 dalam upaya pembaharuan hukum pidana. Usaha pembaharuan hukum pidana Indonesia diharapkan memberikan pembaharuan-pembaharuan yang dapat mengatasi kelemahan aturan pidana mengenai delik perzinahan dengan memberikan masukan-masukan agar peraturan tersebut sesuai dengan perkembangan yang ada. Serta delik perzinahan pada pembaharuan

hukum pidana diharapkan dapat sesuai dengan kepentingan/nilai yang ada dimasyarakat.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana konsep tindak pidana perzinahan dalam hukum positif Indonesia?

  • 2.    Bagaimana sebaiknya pengaturan tindak pidana perzinahan di masa mendatang?

  • 1.3.    Tujuan

Untuk mengetahui bagaimana konsep tindak pidana perzinahan dalam hukum positif Indonesia dan untuk mengetahui bagaimana sebaiknya pengaturan tindak pidana perzinahan di masa mendatang.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1.    Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode penelitian hukum normative dimana dapat dikatakan juga sebagai penelitian hukum doctrinal. Dalam penelitian hukum ini, seringkali hukum dikonsepkan seperti apa yang tertulis dalam suatu peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum yang dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang dijadikan tolak ukur berprilaku manusia sehingga dianggap pantas2. Sehingga penelitian ini mengambil sumber bahan sekunder yang dimana jika dalam arti sempit biasanya seperti buku-buku hukum yang memuat ajaran atau doktrin;terbitan berkala berbentuk artikel-artikel tentang ulasan hukum; dan narasi tentang arti, istilah, konsep, phrase, berupa kamus hukum atau ensiklopedia hukum. Melihat dari arti luas yaitu

bahan hukum yang tidak termasuk bahan hukum primer atau tergolong dalam segala karya ilmiah hukum yang tidak dipublikasikan atau yang dimuat di Koran atau majalah populer3. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan Undang-Undang bahwa pendekatan ini dimaksudkan bahwa penelitian menggunakan peraturan perundang-undanan sebagai dasar awal penulis melakukan penelitian4.

  • 2.2.    Hasil dan Pembahasan

    2.2.1. Konsep Perzinahan Dalam Hukum Positif Indonesia

Indonesia dengan budaya timurnya menjunjung tinggi nilai kesopanan dan kesusilaan dimasyarakat, namun seiring dengan masuknya budaya luar yang tidak sesuai dengan budaya di Indonesia menggerus norma-norma yang selama ini kita junjung tinggi. Banyak anak muda yang terjerat pergaulan bebas sehingga tingkat aborsi yang tinggi merupakan salah satu sebab yang timbul akibat adanya sebuah tindak pidana perzinahan.

Muljatno berpendapat bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut5. Berarti perbuatan pidana dapat juga dikatakan sebagai tindak pidana yang merupakan perbuatan yang dilarang oleh hukum positif dengan adanya sanksi pidana jika perbuatan yang dilarang itu dilakukan. Hukum positif dalam hal ini

merupakan kaidah hukum tertulis yang sedang berlaku saat ini yang digunakan sebagai dasar dalam penegakan hukum.

Di Indonesia tindak pidana perzinahan atau yang dapat disebut dengan istilah “permukahan” diatur oleh KUHP dalam Bab XIV tentang kejahatan terhadap kesusilaan dan diatur secara khusus yaitu pada pasal 284. Hukuman pidana untuk seorang yang melakukan perzinahan yaitu 9 bulan. Konsep perzinahan dalam Hukum positif Indonesia tidak melihat seluruh hubungan kelamin diluar ikatan perkawinan merupakan suatu perbuatan perzinahan. Hukum positif hanya melihat suatu hubungan kelamin dikatakan suatu perzinahan apabila seorang melakukan persetubuhan dengan orang lain yang bukan merupakan suami ataupun istrinya dan atau seseorang yang melakukan persetubuhan dengan orang lain yang sudah terikat sebuah perkawinan. Sehingga selain hal tersebut tidak dikatakan sebagai suatu tindak pidana dalam hal ini perzinahan.

  • 2.2.2. Pengaturan Tindak Pidana Perzinahan Di Masa Mendatang

Suatu Negara pastinya memiliki hukum yang dicita-citakan atau ius constituendum untuk dapat memfasilitasi perkembangan yang ada di masyarakat, Ius constituendum ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum terhadap masyarakat setelah dijadikan ius constitutum nantinya. Indonesia pun memerlukan ius constituendum, tidak terkecuali dalam hukum pidana Indonesia yang diatur dalam Wetboek van Strafrecht yang merupakan warisan dari penjajah Belanda yang muatannya sudah tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat Indonesia sehingga diperlukan hukum pidana yang dapat mengatur sesuai dengan perkembangan masyarakat Indonesia. Agar hukum pidana yang sesuai dengan perkembangan masyarakat tidak

hanya menjadi hukum yang dicita-citakan, Indonesia telah melakukan pembaharuan-pembaharuan hukum pidana tidak terkecuali mengenai pengaturan tindak pidana perzinahan.

Berdasarkan pendapat dari Barda Nawawi Arief, pembaruan hukum pidana pada hakekatnya ialah sebuah cara melaksanakan peninjauan dan pembentukan kembali (reorientasi dan reformasi) hukum pidana yang selaras dengan nilai-nilai sentral sosio-politik,sosio-filosofik,dan nilai-nilai sosio-kultural masyarakat Indonesia yang mendasari segala kebijakan sosial kebijakan kriminal,dan kebijakan penegakan hukum di Indonesia. Barda Nawawi Arief menitikberatkan bahwa pembaruan hukum pidana patut dilaksanakan dengan pendekatan yang mengarah kepada kebijakan dan orientasi nilai (value oriented approach)6.

Pengaturan perzinahan dalam Rumusan Rancangan KUHP 2015 yang merupakan salah satu tahap formulasi dalam pembaharuan hukum pidana pada intinya :

  • -    Dalam Rancangan KUHP 2015 zina diatur dalam Pasal 484 dengan ancaman pidana oleh pelaku perzinahan diancamkan dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun. Apabila pada Pasal 284 KUHP yang berlaku saat ini seorang yang dianggap melakukan tindak pidana perzinahan yaitu jika salah satunya telah menikah, dalam Pasal 484 ayat (1) huruf e Rancangan KUHP 2015 ditambahkan bahwa perbuatan yang dapat dikatakan perzinahan bahwa laki-laki dan perempuan

yang masing-masing tidak sedang terikat dalam suatu perkawinan yang sah melakukan persetubuhan.

  • -    Pasal 284 KUHP mengatur bahwa perzinahan ini termasuk delik aduan, dan yang berhak melakukan pengaduan adalah atas pengaduan suami/istri yang tercemar. Dalam Rancangan KUHP 2015 tindak pidana perzinahan ini masih masuk kedalam delik aduan namun yang berhak untuk melakukan pengaduan adalah atas pengaduan suami, istri, atau pihak ketiga yang tercemar.

Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa pada Rancangan KUHP 2015 terjadi perluasan delik zina. Dalam Rancangan KUHP 2015 laki-laki dan perempuan yang sedang terikat dalam sebuah perkawinan, maupun yang tidak terikat oleh sebuah perkawinan dapat diancam dengan pidana, dengan sifat deliknya masih merupakan delik aduan. Pasal 484 Rancangan KUHP 2015 mengatur perihal tindak pidana zina, dengan tidak memberikan pembeda antara mereka yang telah kawin dan yang belum kawin. Begitu juga tidak dibedakan siapa yang melakukan tindak pidana tersebut baik laki-laki maupun perempuan. Dengan adanya perluasan pengertian delik ini ditakutkan adanya potensi tindakan main hakim sendiri. Apabila Negara terlalu jauh mencampuri urusan pribadi warga negara maka yang akan terjadi adalah penyalahgunaan kekuasaan dan kekacauan. Negara seharusnya melakukan tugasnya untuk menjamin kesejahteraan warga negaranya7. Selain itu adanya perluasan ini Negara menjadi terlalu jauh dalam mencampuri urusan

privat dari masyarakat dimana pada prinsipnya hukum pidana merupakan sarana terakhir atau ultimum remedium dalam menangani suatu tindak pidana.

Selain itu dalam rumusan Pasal 484 ini delik perzinahan tetap menjadi delik aduan, tetapi hal yang membedakan dengan pengaturan dari KUHP adalah yang dapat mengadukan merupakan suami,istri atau pihak ketiga yang tercemar. Ditambahnya pihak ketiga dalam hal ini cukup rawan karena tidak diberikan batasan perihal pihak ketiga yang tercemar sehingga hal tersebut tidak pasti serta tidak memiliki kepastian hukum. Siapapun yang menganggap dirinya tercemar karena terjadi suatu perbuatan persetubuhan yang terjadi tidak pada sebuah ikatan pernikahan yang dilakukan orang lain, dapat diadukan orang tersebut atas dugaan Tindak Pidana Perzinahan. Jika keadaan seperti ini dilakukan oleh orang yang hanya tidak suka dengan seseorang atau benci secara individu ke individu kepada seseorang tentunya akan terjadi kekacauan dimasa mendatang8.

Berdasarkan hal diatas pengaturan tindak pidana perzinahan di masa mendatang seharusnya selaras dengan nilai-nilai sentral sosio-politik,sosio-filosofik,dan nilai-nilai sosio-kultural masyarakat Indonesia. Pengaturan perzinahan seharusnya mefasilitasi perkembangan yang ada di masyarakat tanpa terlalu jauh mencampuri urusan pribadi masyarakat itu sendiri sejauh tidak melanggar norma-norma yang ada dimasyarakat. Dalam memformulasikan peraturan tersebut harus melihat tujuan dari

hukum itu sendiri yaitu kepastian, keadilan dan kemanfaatan. Kepastian ini memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat agar tidak ada kekosongan hukum untuk mengatasi suatu masalah yang ada dalam masyarakat. Melihat dari segi kemanfaatan diharapkan hukum pidana yang mengatur perzinahan ini benar-benar memberikan manfaat yang dapat menciptakan ketertiban dan keamanan.

Dalam konsideran Rancangan KUHP 2015, bahwa materi hukum pidana nasional harus disesuaikan dengan politik hukum, keadaan, perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang bertujuan menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, serta menciptakan keseimbangan berdasarkan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab,

persatuan  Indonesia,  kerakyatan yang  dipimpin  oleh hikmat

kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sehingga mengenai delik perzinahan kedepan sebaiknya melihat perkembangan di masyarakat agar tidak terjadi tindakan-tindakan yang dapat menimbulkan keresahan seperti tindakan main hakim sendiri. Serta dalam mengatur hal-hal dari suatu tindak pidana perzinahan nantinya agar tidak melanggar hak asasi manusia dari warga Negara.

  • III.    PENUTUP

    • 3.1.    Kesimpulan

Bersumber dari kajian diatas dapat disimpulkan bahwa :

  • 1.    Konsep perzinahan dalam Hukum positif Indonesia tidak melihat seluruh hubungan kelamin diluar ikatan perkawinan

merupakan suatu perbuatan perzinahan. Hukum positif hanya melihat suatu hubungan kelamin dikatakan suatu perzinahan apabila seorang melakukan persetubuhan dengan orang lain yang bukan merupakan suami ataupun istirinya dan atau seseorang yang melakukan persetubuhan dengan orang lain yang sudah terikat sebuah perkawinan. Sehingga selain hal tersebut tidak dikatakan sebagai suatu tindak pidana dalam hal ini perzinahan.

  • 2.    Pengaturan tindak pidana perzinahan di masa mendatang sebaiknya memperhatikan keselaras dengan nilai-nilai sentral sosio-politik,sosio-filosofik,dan nilai-nilai sosio-kultural yang dapat mefasilitasi suatu perbuatan yang dilakukan oleh seorang yang belum kawin atau keduanya tidak terikat suatu perkawinan. Dalam memformulasikan peraturan tersebut harus melihat tujuan dari hukum itu sendiri yaitu kepastian, keadilan dan kemanfaatan.

  • 3.2.    Saran

Badan legislatif sebagai badan yang bertanggung jawab dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, mengenai Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang mengatur tentang perzinahan diharapkan segera untuk diundangkan sehingga dapat memberikan kepastian hukum.

Daftar Pustaka

Buku

Amirudin dan Zainal Asikin, 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta

Arief Barda Narwawi, 2008, Kebijakan hukum pidana, Kencana Prenada Media Group, Jakarta

-------- ,2011,Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru), Kencana Prenada Media Group, Jakarta

Diantha I Made Pasek, 2017, Metodologi Penelitian Hukum Normatif Dalam Justifikasi Teori Hukum, cetakan ke-2, Kencana, Jakarta.

Eddyono Supriyadi Widodo, 2015, Meninjau Kebijakan Kriminalisasi Dalam RKUHP 2015, Institute for Criminal Justice Reform, Jakarta

Hajar M,2017,Model-Model Pendekatan Dalam Penelitian Hukum Dan Fiqh,Kalimedia,Yogyakarta

Moeljatno,1985,Asas-asas Hukum Pidana,Bina Aksara, Jakarta

R.Soesilo, 1976, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor

Jurnal/Artikel

Eko Sugiyanto, Pujiyono, Budi Wicaksono, Kebijakakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Perzinahan, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, Vol.5 No.3, 2016

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1995

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 2015

13