FAKTOR PENYEBAB DAN UPAYA PENANGGULANGAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DALAM LINGKUP KELUARGA (INCEST) (Studi di Polda Bali)

Oleh

I Putu Agus Setiawan∗∗ I Wayan Novy Purwanto∗∗∗ Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstrak

Kejahatan terhadap anak dalam lingkup keluarga kian hari semakin menghawatirkan, mereka sangat rentan terhadap kejahatan utamanya kekerasan seksual. Padalah sejatinya keluarga merupakan tempat paling aman bagi anak, namun pada kenyataannya malah sebaliknya dalam keluarga anak menjadi korban kekerasan seksual. Dari fenomena ini penelitian ini memiliki tujuan untuk memahami faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan seksual terhadap anak dalam lingkup keluarga dan untuk memahami upaya penanggulangan tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak dalam lingkup keluarga. Berdasarkan hal tersebut dapat ditarik beberapa permasalahan yaitu apa sajakah faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan seksual terhadap anak dalam lingkup keluarga (incest) dan bagaimana upaya penanggulangan tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak dalam lingkup keluarga. Metode yang digunakan yaitu menggunakan. metode penelitian. hukum empiris. Hasil penelitian menunjukkan faktor penyebab terjadinya kekerasan seksual terhadap anak dalam lingkup keluarga meliputi faktor intern (psikologi, biologis, dan moral) dan faktor ekstrn (ekonomi, media sosial, dan lingkungan). Upaya penanggulangan dapat dilakukan dengan upaya preventif dan upaya represif. Kesimpulannya, kekerasan seksual terhadap anak dalam lingkup keluarga mungkin akan terus terjadi, akan tetapi melalui berbagai pencegahan-pencegahan yang dilakukan diharapkan akan

Penulisan jurnal ilmiah dengan judul “Faktor Penyebab dan Upaya Penanggulangan Kekerasan Seksual Terhadap Anak Dalam Lingkup Keluarga

(Incest)merupakan jurnal diluar ringkasan skripsi.

∗∗ I Putu Agus Setiawan merupakan Mahasiswa Fakultas Universitas Udayana, Korespondensi: Aguz.setiawan113@gmail.com.

Hukum

Hukum


∗∗∗ I Wayan Novy Purwanto merupakan Dosen Fakultas Universitas Udayana.

meminimalisir angka kejahatan seksual terhadap anak dalam lingkup keluarga.

Kata Kunci: Faktor, Penanggulangan, Kekerasan, Anak, Incest

Abstract

Crimes against children in the family sphere are increasingly worrisome, they are very vulnerable to the main crimes of sexual violence. In fact, the family is the safest place for children, but in fact the opposite is true in families where children are victims of sexual violence. From this phenomenon, this research has the aim to understand the factors that cause sexual violence against children within the family and to understand the efforts to overcome the crime of sexual violence against children in the family sphere. Based on this matter, some problems can be drawn, namely what are the factors that cause sexual violence against children in the family sphere (incest) and how to deal with the crime of sexual violence against children in the family sphere. The method used is using. research methods. empirical law. The results of the study show that the causes of sexual violence against children in the family sphere include internal factors (psychological, biological, and moral) and extreme factors (economic, social media and environment). Countermeasures can be carried out with preventive, repressive and reasoning efforts. In conclusion, sexual violence against children in the family sphere may continue to occur, but through various prevention measures that are expected to minimize the number of sexual crimes against children in the family sphere.

Key Word: Factor, Prevention, Violence, Children, Incest

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar Belakang

Dewasa ini, masyarakat sering kali dikejutkan dengan fenomena penyimpangan seksual yang dilakukan dalam ikatan pertalian sedarah. Pergeseran nilai-nilai sosio kultural yang terjadi di masyarakat mengakibatkan lemahnya pola pikir masyarakat terhadap perilaku seksual menyimpang ini. Hal tersebut berimplikasi terhadap timbulnya kekerasan seksual terhadap anak berupa tindakan hubungan sumbang atau incest.

Kata incest secara etimologi bersumber. dari bahasa. Latin yakni incestus yang berarti tidak. murni.1 Dapat diartikan bahwa perbuatan incest merupakan hubungan bersenggama. atau hubungan. kelamin yang. dilakukan antara laki-laki. dan perempuan dalam. lingkup ikatan pertalian. sedarah dalam sebuah keluarga.

Incest dikatagorikan. sebagai perbuatan. kekerasan. seksual terhadap. anak (KSA). Di Indonesia khususnya di Bali perbuatan tersebut masih. sering terjadi dan sangat sulit untuk diungkap yang terkesan ditutup-tutupi oleh pihak keluarga, hal demikian dikarenakan perbuatan tersebut tergolong. sebagai aib dalam keluarga yang tidak perlu. diketahui oleh orang. lain. Komisi Perlindungan. Anak mencatat bahwa kasus kekerasan. anak 80% terjadi terhadap anak. yang berumur dibawah. 15 tahun dan salah satu tindak kekerasan. itu adalah kekerasan seksual.2

Berdasarkan data dari Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BP3A) Provinsi Bali serta Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), mencatat ratusan anak-anak di Bali menjadi korban kekerasan seksual setiap tahunnya. Menurut Luh Putu Anggreni, Ketua harian P2TP2A Kota Denpasar, bahwa kejahatan seksual terhadap anak meningkat setiap tahunnya, terhitung dari tahun 2012, jumlah kasus kekerasan seksual di Denpasar sebanyak 22 kasus, tahun 2013 (22),tahun 2014 (38), tahun 2015 (49), tahun 2016 (46), dan pada tahun 2017 (28) kasus. Sedangkan menurut data dari Polda Bali, tahun 2015 tercatat 133 kasus kekerasan, dan 63 di

antaranya adalah kekerasan seksual pada anak. Tahun 2016, Polda Bali mencatat jumlah kasus kekerasan seksual sebanyak 177 kasus, dan 81 kasus di antaranya adalah kekerasan seksual terhadap anak. Pada 2017, jumlah kasus kekerasan seksual yang tercatat di Polda Bali sebanyak 146 kasus, dan 65 kasus adalah kekerasan seksual terhadap anak. Ia juga menambahkan bawasannya kasus kekerasan seksual terhadap anak terjadi di lingkungan keluarga dan pelakunya merupakan orang terdekat korban, seperti ayah kandung, ayah tiri, kakek, kakak, paman, serta guru korban.3

Fakta diatas menunjukkan kasus kekerasan seksual terhadap anak dalam lingkup keluarga masih saja sering terjadi, oleh sebab itu, perlulah diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tindakan tersebut serta bagaimana upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir jumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak dalam lingkup keluarga.

Dengan menelaah kepada problematika tersebut penulis berkeinginan mengaplikasikannya kedalam karya ilmiah berupa jurnal dengan mengangkat judul : “FAKTOR PENYEBAB DAN UPAYA PENANGGULANGAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DALAM LINGKUP KELUARGA (INCEST)”.

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Apa sajakah faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan seksual terhadap anak dalam lingkup keluarga (incest)?

  • 2.    Bagaimana upaya penanggulangan tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak dalam lingkup keluarga?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

  • 1.    Untuk memahami faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan seksual terhadap anak dalam lingkup keluarga (incest).

  • 2.    Untuk memahami upaya penanggulangan tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak dalam lingkup keluarga.

  • II.    PEMBAHASAN

    • 2.1    Metode Penelitian

Jenis penelitian dalam jurnal ini menggunakan metode empiris. Metode ini pada dasarnya memuat penelitian dan pemahaman yang berlandaskan kepada metodologi yang menyelidiki fenomena sosial di masyarakat dan masalah manusia.4 Dalam penelitian ini dilakukan studi lapangan terkait dengan tindakan polisi dalam penanganan tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak dalam lingkup keluarga (incest).  Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan

pendekatan yuridis sosiologis, yakni dengan mengamati gejala sosial dalam masyarakat dan pendekatan perundang-undangan yaitu Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Sumber data yang digunakan yakni data primer, sekunder, dan juga tersier yang dapat menunjang kelancaran dalam pembuatan jurnal ini.5 Sumber data hukum. primer berupa wawancara dengan penyidik Reskrimum Polda Bali yaitu Bapak I Ketut Dana Suasta. Bahan hukum sekunder, meliputi buku-buku yang

berkaitan dengan obyek kajian yang dibahas, jurnal. hukum dan juga sumber yang didapatkan dari electronic search yaitu melalui media online di internet dengan cara mengunduh ( download ) bahan hukum yang diperlukan.6

  • 2.2    Hasil dan Analisis

    • 2.2.1    Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Seksual Terhadap Anak Dalam Lingkup Keluarga (Incest).

Definisi anak menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Pada hakikatnya anak merupakan karunia dan anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa sebagai bentuk manifestasi Beliau, oleh karenanya sudah sepatutnya harus di jaga, dirawat dan dihormati hak-haknya, hal demikian sejalan dengan. amanat Undang-undang. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal. 28 B ayat (2) yang menyatakan bahwa :

“setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

Selain itu dalam Undang-undang Perlindungan Anak pasal 4 yang menyatakan bahwa :

“setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

Berdasarkan bunyi pasal tersebut, sesungguhnya telah disampaikan secara tegas dan jelas bahwa anak tidak boleh diperlakukan secara semena-mena dan terhindar dari segala

bentuk kekerasan termasuk dalam hal ini adalah kekerasan seksual yang dilakukan dalam lingkup keluarga atau incest.

Kekerasan seksual diartikan sebagai suatu perbuatan seksual yang dilakukan dengan cara pemaksaan dengan cara tidak wajar dan tidak disukai, cara tersebut dapat berupa perbuatan oral-genital, genital-genital, genital-rektal, meremas payudaya, pemaparan anatomi seksual, dan menunjukkan pornografi yang biasanya dilakukan dengan tekanan psikologis atau fisik sering diartikan sebagai tindakan pemerkosaan.7 Dalam lingkup keluarga kekerasan seksual terhadap anak pada kenyataannya masih saja terjadi, hal demikian menyadarkan bahwa saat ini nilai-nilai moral dalam kehidupan masyarakat telah menghilang. Pada prinsipnya perilaku demikian tergolong tindakan yang tidak manusiawi, seperti yang diketahui bahwa perbuatan tersebut terjadi dalam lingkungan keluarga, dimana seyogyanya keluarga merupakan tempat paling aman yang dapat melindungi anak, bukan malah sebaliknya menjadikan anak sebagai korban kejahatan.

Kekerasan yang terjadi dalam lingkup keluarga dikatagorikan sebagai family abuse hal demikian berarti antara pelaku dan korban masih memiliki ikatan sedarah dalam sebuah keluarga. Menurut Mayer terdapat beberapa kategori yang mengkaitkan keluarga dengan kejahatan kekerasan seksual pada anak. Kategori pertama, yakni penganiayaan berupa pelecehan seksual meliputi interaksi noncoitus, petting, fondling, exhibitionism, dan voyeurism, semua hal tersebut bertujuan memberikan stimulus kepada pelaku secara seksual. Kategori kedua, perkosaan yaitu hubungan yang dilakukan melalui

kelamin, stimulasi oral, masturbasi, dan stimulasi oral pada klitoris. Kategori ketiga, merupakan kategori terakhir yang paling parah yaitu perkosaan dengan cara paksaan dengan menggunakan ancaman kekerasan terhadap korban sehingga korban menjadi tidak berdaya yang menimbulkan rasa ketakutan bagi korban.8

Contoh kasus kekerasan seksual terhadap anak dalam lingkup keluarga yang pernah terjadi di Bali tepatnya pada tahun 2017 lalu di Singaraja, Buleleng. Seorang ayah tega melakukan pelecehan selama enam tahun lamanya, kepada putri kandungnya sendiri yang berumur 14 tahun.9 Selanjutnya pada tahun 2019 tepatnya di kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar. Seorang ayah yang berinisial Gusti RP (54) yang bekerja sebagai buruh tega melakukan persetubuhan terhadap anak kandungnya yang berumur 16 tahun hingga hamil. Kejadian ini mengakibatkan korban hendak menggugurkan kandungannya di sebuah rumah sakit di Gianyar.10

Berdasarkan kasus tersebut bawasannya telah terjadi suatu bentuk penyimpangan seksual dalam keluarga yang korbannya merupakan anak kandung sendiri. Perbuatan tersebut didasari oleh beberapa faktor. Sehubungan dengan faktor terjadinya tindak pidana, maka tidak terlepas dari sudut pandang ilmu kriminologi. Kriminologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari mengenai

gejala sosial di bidang kejahatan yang terjadi didalam masyarakat. Kriminologi menurut J. Constant diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk menentukan faktor-faktor yang menjadi sebab-musabab dari terjadinya kejahatan.11

Untuk dapat menentukan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya kekerasan seksual terhadap anak dalam lingkup keluarga, penulis melakukan pengumpulan data melalui wawancara bersama Bapak I Ketut Dana Suasta selaku penyidik Reskrimum di Kepolisian Daerah Bali, pada tanggal 15 Juni 2019. Beliau menyebutkan bahwa terdapat dua faktor yang menyebabkan permasalahan tersebut yakni faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal merupakan faktor yang merujuk kepada kejahatan yang berasal dalam diri pelaku, berupa :

  • 1.    Kondisi psikologis pelaku

Kondisi ini dipengaruhi oleh orientasi seksual menyimpang berupa kondisi seks yang abnormal, biasanya kondisi ini terjadi dikarenakan pelaku tidak dapat mengontrol nafsu seksualnya dengan baik atau dalam hal ini pelaku sulit untuk menetralisir rangsangan seksual yang tumbuh di dalam dirinya sehingga memicu terjadinya perbuatan seksual menyimpang yang dilakukan pelaku terhadap anak kandungnya sendiri.

  • 2.    Kondisi biologis pelaku

Faktor biologis yang dimaksud disini adalah kebutuhan akan seks yang tidak terpenuhi atau tidak dapat disalurkan sebagaimana mestinya sehingga pelaku melampiaskannya kepada anak kandungnya sendiri. Contoh seperti kasus yang

terjadi di Gianyar dikarenakan pelaku tidak diberi jatah oleh sang istri sehingga melampiskan perbuatan tersebut ke anak pelaku.

Faktor eksternal merupakan faktor yang terdapat diluar diri pelaku, berupa :

  • 1.    Faktor ekonomi

Rendahnya pendapatan serta rendahnya taraf hidup seseorang sangat mempengaruhi terjadinya tindak pidana, hal demikian didasari asumsi bahwa dengan taraf hidup yang rendah menimbulkan tingkat pendidikan yang rendah pula. Semakin rendah tingkat pendidikan seseorang maka pengetahuan yang dimiliki orang tersebut akan semakin rendah. Hal tersebut menimbulkan pelaku tidak berpikir secara rasional akan dampak perbuatan kekerasan seksual yang dilakukan terhadap anak kandungnya.

  • 2.    Faktor lingkungan

faktor lingkungan dapat mempengaruhi kekerasan seksual terhadap anak dalam lingkup keluarga, ini didasari bahwa lingkungan yang tertutup menimbulkan suatu keuntungan bagi pelaku tindak pidana dalam menjalankan aksinya tanpa diketahui oleh siapapun.

Selain faktor-faktor yang telah disampaikan diatas, terdapat juga faktor lain yang menyebabkan terjadinya kekerasan seksual terhadap anak yakni faktor moral pelaku. Moral merupakan suatu instrument penting yang didalamnya mengajarkan tentang kebaikan-kebaikan dan merupakan suatu hal yang sangat sentral dalam menentukan tingkah laku, sehingga apabila seseorang tidak memiliki moral yang baik maka orang tersebut memiliki kecendrungan untuk berbuat jahat. Sama halnya dengan kasus kekerasan seksual yang terjadi terhadap anak dalam lingkup

keluarga, hal tersebut terjadi dikarenakan moralitas dalam diri pelaku sudah tidak ada lagi.12 Faktor media sosial, dengan berkembangnya era globalisasi sekarang ini akses terhadap konten-konten yang bersifat pornografi melalui jaringan internet semakin mudah, hal ini dapat berakibat buruk dikarenakan rangsangan dan pengaruh konten porno tersebut dapat menimbulkan kecanduan bagi yang melihatnya. Kecanduan yang ditimbulkan dikarenakan pengaruh adegan-adegan seksual yang diterima oleh otak serupa dengan mengkonsumsi kandungan kokain yang terdapat dalam narkoba.13

  • 2. 2.2 Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Kekerasan

    Seksual Terhadap Anak Dalam Lingkup Keluarga

Anak sebagai korban tindak pidana kejahatan terhadap kesusilaan yang dilakukan oleh orang terdekat tentunya akan menimbulkan trauma mendalam bagi korban tindak pidana. Seperti apa yang disampaikan oleh Fahmi Alaydroes, Ketua Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kesra) bawasannya para. korban kekerasan seksual mengalami tiga. dampak sekaligus yakni dampak psikologis, dampak fisik, dan dampak sosial.14 Dampak psikologis dan fisik yang terjadi kepada anak korban tindak kekerasan seksual yakni mereka akan merasa ketakutan karena melakukan tindakan yang belum pernah ia lihat ataupun ia dengar, dapat juga berupa merasa minder, takut yang berlebihan, perkembangan

jiwa terganggu, dan akhirnya berakibat pada keterbelakangan mental, kegelisahan, kehilangan rasa percaya diri, tidak lagi ceria, sering menutup diri atau menjauhi kehidupan ramai, tumbuh rasa benci terhadap lawan jenis dan curiga berlebihan terhadap pihak-pihak lain yang bermaksud baik kepadanya. Anak yang menjadi korban akan merasa tertekan apalagi jika kejadian terhadap dirinya diketahui oleh banyak orang. Ia akan mengurung diri, tidak mau makan dan minum, serta takut pada orang lain. Tekanan psikologis yang dialami akan mempengaruhi perkembangan mentalnya, sedangkan dampak. sosial yang dialami .korban tindak. pidana incest dapat berupa pengucilan dari masyarakat.15

Untuk dapat meminimalisir terjadinya kasus kekerasan seksual terhadap anak dalam lingkup keluarga maka aparat penegak hukum beserta lembaga sosial dan masyarakat saling bersinergi dan lebih intensif dalam melakukan tindakan terhadap kasus-kasus seperti ini. Tindakan yang dimaksud disini adalah melakukan upaya preventif atau upaya pencegahan dan upaya represif. Upaya preventif yakni dengan melakukan sosialisasi berkaitan dengan pendidikan, pembinaan, dan penyadaran kepada masyarakat umum tentang berbagai macam bentuk tindak kejahatan termasuk diantaranya kekerasan seksual terhadap anak dalam lingkup keluarga. Sedangkan upaya represif yaitu suatu bentuk upaya yang dilakukan dalam rangka menunjukkan bagaimana pemberantasan terhadap tindak kejahatan yang terjadi dengan diwujudkan melalui hukum pidana atau upaya penal.

(hasil wawancara dengan Bapak I Ketut Dana Suasta, penyidik Reskrimum di Kepolisian Daerah Bali, pada tanggal 15 Juni 2019).

Upaya penal atau hukum pidana merupakan upaya terakhir atau ultimum remedium, hal ini berarti apabila sanksi lain dianggap belum mampu untuk dapat meminimalisir terjadinya tindak pidana, maka hukum pidana digunakan sebagai upaya terakhirnya dengan menggunakan sanksi-sanksi berupa hukuman penjara dan denda.16 Perbuatan kekerasan seksual terhadap anak yang dilakukan dalam lingkup keluarga diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yakni dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana pasal 294 jo Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UUPA) pasal 76 D jo pasal 81 dan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UUPKDRT) pasal 8 huruf a jo pasal 46.

  • III.    PENUTUP

    • 3.1    Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai jawaban atas permasalahan yakni sebagai berikut :

  • 1.    Faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan seksual terhadap anak dalam lingkup keluarga   (incest)

dilatarbelakangi oleh dua faktor yakni faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern meliputi faktor psikologis,

faktor biologis, dan faktor moral pelaku. Sedangkan faktor ekstern meliputi faktor ekonomi, faktor media sosial, dan faktor lingkungan.

  • 2.    Upaya penanggulangan tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak dalam lingkup keluarga (incest) dilakukan melalui upaya preventif, upaya represif, dan upaya terakhir melalui upaya penal.

  • 3.2    Saran

  • 1.    Kepada para pihak utamanya pihak kepolisian, lembaga sosial yang menyangkut perlindungan anak serta komponen masyarakat harus berkorelasi bersama-sama untuk dapat meminimalisir faktor-faktor penyebab

terjadinya kekerasan seksual terhadap anak dalam

lingkup keluarga sehingga angka kekerasan seksual terhadap anak dapat berkurang.

  • 2.    Upaya penanggulangan baik preventif, represif, dan juga upaya penal diharapkan dijalankan dengan baik dan terpadu utamanya kepada komponen peradilan pidana yaitu kepolisian,  kejaksaan, hakim, dan lembaga

permasyarakatan,  dengan tujuan agar kasus-kasus

kekerasan seksual terhadap anak dalam lingkup keluarga dapat ditangani dengan baik dan mencapai keadilan yang seadil-adilnya.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Ali, Zainuddin, 2013, Metode Peneltian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.

Sokanto, Soerjono dan Mamudji, Sri, 2006, Penelitian Hukum Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafndo Persada. Jakarta.

Saptomo, Ade, 2009, Pokok-Pokok Penelitian Hukum Empiris Murni Sebuah Alternatif, Universitas Trisakti. Jakarta.

JURNAL

Dwi Kurniawan, Farida Hidayanti, 2017, Penyalahgunaan Seksual Dengan Korban Anak-Anak (Studi Kualitatif Terhadap Pelaku Penyalahgunaan Seksual dengan Korban Anak-Anak), Jurnal Empati Fakultas Psikologi Universitas Diponogoro, Semarang, Vol 6, No 1, Januari 2017. Vol 6, No 1, Januari 2017.

Ira Paramastri dan Prawitasari, 2011, Buklet Sebagai Media Pencegahan Terhadap Kekerasan Seksual Pada Anak-Anak. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Vol 6, No 2, Oktober 2011.

Ivo Noviana, 2015, Kekerasan Seksual Terhadap Anak: Dampak dan Penanganannya, Sosio Informa Pusat Penelitian dan

Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Kementrian Sosial RI, Jakarta, Vol.01, No.1, Januari-April 2015.

Lukman Hakim Nainggolan, 2008, Bentuk-Bentuk Kekerasan Seksual Terhadap Anak di Bawah Umur. Jurnal Equality, Vol. 13, No.1 Februari 2008.

Ni Made Dwi Kristiani, 2014, Kejahatan Kekerasan Seksual

(Perkosaan) Ditinjau Dari  Perspektif  Kriminologi, Jurnal

Magister Hukum Udayana, Denpasar,     Vol.03, No.3

November 2014.

Ratih Probosiwi dan Daud Bahransyaf, 2015, Pedofhilia dan Kekerasan Seksual: Masalah dan Perlindungan Terhadap Anak,  Sosio Informa B2P3KS Kementrian Sosial RI,

Yogyakarta, Vol.01, No.1 Januari-April 2015.

Syarifah Fauzi’ah, 2016, Faktor Penyebab Pelecehan Seksual Terhadap Anak, Jurnal Studi Gender dan Islam Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin Makasar, Vol 09, No 2. Desember 2016.

SITUS WEB

Anonim, 2019, Breaking News! Ayah Setubuhi Anak Kandung Hingga Hamil Terjadi di Gianyar, Sebut Tak Dijatah Istri. TribunBali.com.                                     URL:

https://www.google.com/amp/bali.tribunnews.com/amp/201 9/01/16. Diakses pada tanggal 7 Juni 2019.

Anonim,2018, Indonesia  Darurat Kekerasan  Seksual Anak.

Republika.com.                   URL                   :

https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/18/01/ 21/p2whmc318-indonesia-darurat-kekerasan-seksual-anak.

Diaskses pada tanggal 11 Juni 2019.

Annastasya Rahma, 2016, Kesehatan “Incest”. Kompasiana.com URL:

https://Kompasiana.com/annatasyarahma/56a49f31119373 90807/incest?page=all. Diakses pada tanggal 28 Mei 2019.

Hendra Gunawan, 2018, Kasus Pelecehan Seksual di Bali Besar, Media Sosial Sangat Berpengaruh. Tribunnews.com. URL: https://www.google.com/amp/m.tribunnews.com/amp/regio nal/2018/08/20/kasus-pelecehan-seksual-di-bali-besar-media-sosial-sangat-berpengaruh. Diaskses pada tanggal 7 juni 2019.

Aditya Himawan, 2017, Kasus Pelecehan Seksual Incest Pada Anak Juga Ditemukan di Bali. Suara.com. URL : https://www.google.com/amp/s/amp.suara.com/news/2017 /12/02/030000. Diakses pada tanggal 10 Juni 2019.

Prakoso Abintoro, 2017, Kriminologi dan Hukum Pidana (Pengertian, Aliran, teori, dan Perkembangannya. Universitas Jember.                     URL                     :

http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/80115.

Diakses pada tanggal 10 Juni 2019.

PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 297; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5606).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 95; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419).

16