PERLINDUNGAN HUKUM KEPADA KONSUMEN PENGGUNA JASA LAUNDRY TERKAIT PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI PADA NOTA PEMBAYARAN*

Oleh:

Ida Ayu Oka Risma Dwiyanthi**

I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati***

Program Kekhususan Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstrak

Penulisan ini mengangkat judul mengenai Perlindungan Hukum Kepada Konsumen Pengguna Jasa Laundry Terkait Pencantuman Klausula Eksonerasi Dalam Nota Pembayaran. Klausula Eksonerasi adalah perjanjian yang disertai syarat-syarat mengenai hak salah satu pihak dalam hal ini produsen tentang pengalihan tanggung jawabnya terhadap produk yang akibatnya dapat merugikan konsumen. Tujuan dari penulisan ini yaitu untuk mengetahui keabsahan klausula eksonerasi dalam suatu perjanjian serta menganalisis akibat hukum pelaku usaha Laundry terhadap konsumen yang dirugikan terkait pencantuman klausula eksonerasi. Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif membahas doktrin-doktrin atau asas-asas dalam ilmu hukum. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu untuk melindungi konsumen dari ketidakadilan dalam klausula eksonerasi yang diatur dalam Pasal 18 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Akibat Hukum Terkait Pencantuman Klausula Eksonerasi Pada Nota Laundry Terhadap Konsumen yang dirugikan dalam Pasal 1320 ayat 3 dan 4 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Kata Kunci : Perlindungan Konsumen, Klausula Eksonerasi, Perjanjian

Hukum

Hukum


Abstract

The title of this paper discusses about Legal Protection to Consumers of Laundry Service Users Regarding the Inclusion of the Exoneration Clause in the Payment Note. The Exoneration clause is a requirement that requires the requirements of one party. In this case, the producer is about transferring his obligations or responsibilities to the product which consequently can harm consumers. The purpose of this paper is to find out the validity of the exoneration clause in an agreement an analyze the responsibility of the laundry businesses to the consumers who are disadvantaged related to the inclusion of the exoneration clause. This paper uses discusses doctrines or principles in law. The conclusion of this study is to protect consumers from injustice in the exoneration clause stipulated in Article 18 of Act Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection and Legal Effects Regarding the Inclusion of Exoneration Clauses on Laundry Notes to Consumers who are harmed in Article 1320 paragraph 3 and 4 of the Book Civil Law.

Keyword: Consumer Protection, Exoneration Clause, Agreement

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar Belakang

Pada era modern saat ini manusia sebagai mahluk sosial membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Hubungan yang paling terlihat dalam kehidupan bermasyarakat adalah ekonomi terutama pada era sekarang ini. Dalam kegiatan hubungan ekonomi, kegiatan tukar menukar terjadi dalam proses yang disebut transaksi.

Transaksi merupakan kesepakatan yang terjadi antara dua belah pihak di dalam suatu perjanjian untuk dapat mencapai suatu tujuan tertentu, yang disebut dengan perjanjian serta perjanjian merupakan bagian dari adanya kesepakatan.1

Perkembangan zaman yang semakin modern ini berbagai macam jenis usaha yang mempermudah manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Diantaranya jenis usaha tersebut adalah usaha jasa cuci pakaian (laundry) yang merupakan suatu usaha mencuci segala jenis pakaian dengan menggunakan mesin cuci. Dengan adanya jasa laundry ini sangat memudahkan pengguna jasa laundry karena dapat merugikan pekerjaan rumah dan lebih menghemat waktu dan tenaga.

Tidak sedikit pelaku usaha jasa laundry menggunakan syarat dan pencantuman (klausula) untuk mempercepat proses kesepakatan perjanjian yang isinya sudah ditentukan oleh pelaku usaha tanpa adanya negosiasi dengan konsumen sebagai pengguna jasa laundry yang dimana sering disebut klausula eksonerasi. Klausula eksonerasi adalah perjanjian yang disertai syarat-syarat mengenai hak salah satu pihak dalam hal ini produsen tentang pengalihan kewajiban atau tanggung jawabnya terhadap produk yang akibatnya dapat merugikan konsumen.2 Klausula yang tercantum pada nota laundry digunakan untuk membatasi tanggung jawab pelaku usaha, hal ini menyebabkan tidak terpenuhinya hak-hak konsumen selama berpindahnya beban kepada konsumen. Apabila konsumen sebagai pengguna jasa laundry merasa tidak puas dengan pelayanan jasa laundry tersebut dikarenakan telah tercantumnya klausula tersebut maka konsumen tidak bisa menghindari untuk menuntut ganti rugi sebagai hak dari konsumen.

Meskipun dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disingkat UUPK) telah diatur tentang hak-hak konsumen, tetapi masih ada saja pelaku usaha yang mencantumkan klausula eksonerasi yang menunjukan

lepasnya tanggung jawab pelaku usaha pada pelayanan yang kurang baik. Perbuatan tersebut dapat mengakibatkan konsumen menerima hasil jasa laundry yang berkualitas rendah dengan harga yang tidak sesuai dengan harga yang dikenakannya. Disamping itu, ketidaktahuan konsumen mengenai hak-haknya sebagai konsumen, sehingga mengakibatkan konsumen menjadi korban dari pelaku usaha yang tidak bertanggungjawab atas kelalaiannya. Kerugian tersebut meliputi kelunturan pada pakaian, pakaian yang tertukar dengan konsumen lain dan hilangnya aksesosris pada pakaian.

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana Keabsahan Klausula Eksonerasi Dalam Suatu Perjanjian Laundry ?

  • 2.    Bagaimana Akibat Hukum Terkait Pencantuman Klausula Eksonerasi Pada Nota Laundry Terhadap Konsumen Yang Dirugikan?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk dapat mengetahui keabsahan klausula eksonerasi dalam suatu perjanjian laundry serta menganalisis tanggung jawab pelaku usaha laundry terhadap konsumen yang dirugikan terkait pencantuman klausula eksonerasi.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1    Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif membahas doktrin-doktrin atau asas-asas dalam ilmu

hukum.3 Penelitian ini dilakukan dengan cara menganalisis asas, teori, konsep, serta pasal-pasal dalam peraturan yang terkait permasalahan diatas serta dengan pendekatan perundang-undangan (statue approach) yang artinya pendekatan terhadap permasalahan yang dibahas berdasarkan pada peraturan perundang-undangan.

  • 2.2    Hasil dan Analisisi

    • 2.2.1    Keabsahan Klasula Eksonerasi Dalam Suatu Perjanjian Laundry

Keabsahan dalam kamus hukum ditemukan arti kata absah yaitu sah, benar dan menurut undang-undang.4 Adanya Klausula Eksonerasi saat ini sudah mulai berkembang dalam dunia usaha jasa seperti jasa cuci pakaian (laundry) dengan adanya usaha laundry sangat memudahkan konsumen dikarenakan dapat meringankan pekerjaan rumah dan lebih menghemat waktu dan tenaga. Adanya klausula eksonerasi menyebabkan kerugian bagi konsumen dimana posisi konsumen menjadi tidak seimbang, sehingga salah satu pihak yang lebih kuat atau pelaku usaha yang menentukan syarat-syarat pada perjanjian. Kondisi seperti inilah yang menimbulkan adanya penyalahgunaan keadaan dari pelaku usaha yang menentukan syarat-syarat perjanjian terhadap konsumen.

Klausula eksonerasi diartikan sebagai bentuk pengalihan tanggung jawab yang dituangkan dalam suatu perjanjian, sehingga tidak terlepas dari perjanjian. Dalam Pasal 1313 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (selanjutnya disingkat KUH Perdata), perjanjian dijelaskan sebagai Perbuatan dengan mana

satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dalam perjanjian berisi kaidah-kaidah yang harus dilakukan oleh kedua belah pihak dan berisikan hak maupun kewajiban kedua belah pihak yang harus yang harus dilaksanakan.

Perjanjian dapat dikatakan sah apabila memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh Undang-Undang sehingga diakui oleh hukum. Syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata.5 Pada Pasal 1320 KUH Perdata menentukan empat syarat sahnya perjanjian yaitu : adanya kesepakatan kedua belah pihak, kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum, suatu hal tertentu, dan adanya sebab yang halal. Selanjutnya dalam Pasal 1337 KUH Perdata menjelaskan bahwa suatu sebab (dilakukannya perjanjian) adalah terlarang, apabila dilarang oleh Undang-Undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum.

Pada UUPK, klausula eksonerasi merupakan salah satu bentuk klausula baku yang dilarang oleh Undang-Undang. Berdasarkan Pasal 1 angka 10 UUPK menjelaskan bahwa klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipatuhi oleh konsumen. Dalam Pasal 18 ayat (1) huruf a UUPK mejelaskan mengenai larangan membuat atau mencantumkan klausula eksonerasi pada setiap dokumen atau perjanjian yang menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha. Apabila pelaku usaha melanggar

mengenai ketentuan pencantuman klausula eksonerasi, sesuai dengan ketentuan Pasal 18 ayat (3) UUPK, klausula eksonerasi dikatakan batal demi hukum yang artinya syarat-syarat dalam perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada. Mengenai perjanjian, meskipun telah disepakati oleh kedua belah pihak, akan tetapi tidak dapat dianggap sah apabila mengandung klausula eksonerasi di dalamnya. Pada Pasal 62 ayat (1) UUPK juga mengatur mengenai sanksi apabila pelaku usaha melanggar Pasal 18 UUPK tersebut, maka ancaman hukuman pidana penjara maksimum 5 (lima) tahun atau pidana denda maksimum Rp. 2.000.000.000,00 (Dua miliar rupiah).6

  • 2.2.2    Akibat Hukum Terkait Pencantuman Klausula Eksonerasi Pada Nota Laundry Terhadap Konsumen Yang Dirugikan

Keberadaan bisnis usaha jasa laundry merupakan salah satu bentuk kegiatan bisnis yang dilakukan oleh pelaku usaha. Hal ini dipengaruhi oleh perkembangan masyarakat yang bertambah modern dan berpikir praktis sehingga keberadaan jasa laundry bermunculan dimana-mana baik dalam skala kecil hingga skala besar.

Pada praktiknya, hubungan hukum seringkali melemahkan posisi konsumen karena secara sepihak para produsen/distributor sudah menyiapkan satu kondisi perjanjian dengan adanya klausula baku yang syarat-syaratnya secara sepihak ditentukan

pula oleh produsen atau jaringan distributornya.7 Pelaku usaha mempunyai tugas dan kewajiban untuk ikut serta menciptakan dan menjaga iklim usaha yang sehat yang menunjang bagi pembangunan perekonomian nasional secara kesulurah, karena itu pelaku usaha dibebankan tanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan kewajiban tersebut.8

Akibat hukum adalah akibat yang muncul karena adanya peristiwa, perbuatan, dan hubungan hukum. Suatu perbuatan hukum menyebabkan akibat hukum dengan adanya perjanjian sepihak (klausula eksonerasi) antara pelaku usaha dan konsumen yang tercantum dalam nota laundry yaitu batal demi hukum. Batal Demi Hukum adalah dari semula dianggap tidak pernah ada dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Dikatakan batal demi hukum karena adanya pencantuman klausula eksonerasi pada nota laundry yang melanggar syarat objektif sesuai dengan Pasal 1320 ayat 3 dan 4 KUH Perdata yaitu suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal.

Pada Pasal 18 ayat (3) UUPK yang menyatakan bahwa “Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum”. Pencantuman klausula eksonerasi pada nota laundry merupakan bentuk pengalihan tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen yang berakibat timbulnya suatu kerugian bagi konsumen yang tercantum dalam Pasal 18 ayat (1) huruf a UUPK.

UUPK tidak melarang pelaku usaha untuk membuat klausula baku disetiap dokumen dan perjanjian transaksi usaha perdagangan barang atau jasa, selama dan sepanjang klausula baku tersebut tidak mencantumkan ketentuan sebagaimana dilarang dalam Pasal 18 UUPK. Ketentuan pelarangan pencantuman klausula baku yang sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UUPK tersebut bertujuan untuk menyeimbangkan kedudukan antara konsumen dan pelaku usaha. Selain itu dalam Pasal 18 ayat (2) UUPK juga menyatakan bahwa “Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti”.

Pencantuman klausula baku yang dimana konsumen merasa dirugikan dengan adanya klausula baku yang berisikan perjanjian atau ketentuan yang dibuat secara sepihak oleh pelaku usaha, maka dilakukanlah suatu pengawasan dalam pencantuman klausula baku tersebut. Pengawasan ini tentunya dilakukan lembaga yang memiliki kewenangan akan pelaksanaan pengawasan terhadap klausula baku tersebut. Berdasarkan UUPK Lembaga tersebut adalah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (selanjutnya disingkat BPSK). Berdasarkan Pasal 52 huruf c UUPK menyatakan bahwa “melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku”. BPSK memiliki tugas dan wewenang dalam melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku. Selain menyelesaikan sengketa konsumen, BPSK juga ditugaskan untuk mengawasi pencantuman klausula baku.9

  • III.  PENUTUP

    • 3.1  Kesimpulan

  • 1.    Keabsahan klausula eksonerasi dalam suatu perjanjian laundry didasari atas adanya larangan didalam UUPK pada Pasal 18 ayat (1) huruf a yang menyatakan larangan tentang pencantuman klausala eksonerasi pada setiap dokumen atau perjanjian dengan menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha. Maka Apabila pelaku usaha melakukan pelanggaran terhadap pencantuman klausula eksonerasi tersebut maka perjanjian tersebut dikatakan batal demi hukum, dan apabila pelaku usaha tetap mencantumkan Klausula eksonerasi didalam nota laundry maka pelaku usaha laundry dapat dikenakan sanksi berupa sanksi pidana 5 tahun penjara dan denda maksimum 2.000.000.000,00 sesuai dengan UUPK pasal 62 ayat(1).

  • 2.    Akibat hukum dari pencantuman klausula eksonerasi yang dilakukan oleh pelaku usaha terhadap konsumen menimbulkan perjanjian tersebut batal demi hukum atau tidak pernah dianggap lahir sebagai perikatan.

  • 3.2    Saran

  • 1.    Agar pelaku usaha memperhatikan serta mengedepankan kualitas dari pencucian laundry yang diperdagangkan, agar nantinya tidak terdapat pengalihan tanggung jawab yang dimana akan dibebankan seluruhnya kepada konsumen serta juga diperlukan sosialisasi kepada para pelaku usaha atau calon pelaku usaha terhadap larangan-larangan yang diatur dalam Undang-Undang mengenai tiap-tiap usaha yang akan dijalankan.

  • 2.    Agar para pelaku usaha lebih bertanggung jawab dari segala kerugian serta kelalaian yang merugikan konsumen akibat adanya pencantuman klausula eksonerasi.

  • IV. DAFTAR PUSTAKA

Buku-Buku

Miru Ahmadi dan Sutarman Yodo, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Zainuddin, 2011, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta

R. Subekti dan Tjitrosoedibio, 2005, Kamus Hukum, PT. Malta Printndo, Jakarta.

Salim H.S, 2014, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta.

Celina Tri Siwi, 2011, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta.

Sidabalok Janus, 2014, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Jakarta.

JURNAL ILMIAH

Eka Wijayanti dan Ketut Sudiarta, 2013, “Keabsahan Sebuah Perjanjian Berdasarkan Dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata”, Kertha Semaya,  Vol.01,  No.12,  h.1, URL :

https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view /7125, diakses pada tanggal 18 Mei 2019, pukul19.08.

Junitri Paramitha dan Nengah Suharta, 2016, “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Penerapan Klausula Eksonerasi Dalam Perjanjian”, Kertha Semaya, Vol.01, No.4, h.5,                          URL                          :

https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view /18972 diakses pada pada tanggal 18 Mei 2019, pukul19.15.

Bure Teguh Satria. 2016, “Eksistensi dan Akibat Hukum Klausula Eksonerasi”, Lex Privantum, Vol. II, No. 3, h. 44, URL : https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexprivatum/article/

viewFile/6157/5683 diakses pada tanggal 25 Juni 2019, Pukul 14.31.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Burgerlijk Wetboek, 2001, diterjemahkan oleh Soimin Soedaryo, Cet. 3 Sinar Grafika, Jakarta.

Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 8, Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 3821)

12