Tanggung Jawab Perusahaan Pengangkutan Barang Dengan Kendaraan Bermotor

Oleh :

I Gusti Agung Ika Laksmi Mahadewi∗∗

Made Nurmawati, SH., MH.∗∗∗

Program Kekhususan Hukum Bisnis Fakultas Hukum

Universitas Udayana

Abstrak

Secara Geografis, Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terdiri dari pulau-pulau besar maupun kecil yang dipisahkan oleh laut, sungai maupun danau. Maka dari itu, sangat diperlukan usaha dalam bidang pengangkutan untuk menjangkau wilayah Negara Indonesia. Adapun tujuan penulis yaitu untuk mengetahui dasar timbulnya pertanggungjawaban dalam pengangkutan barang dan mengetahui bentuk tanggung jawab perusahaan pengangkutan barang dengan kendaraan bermotor terhadap kerugian akibat kesalahan dalam penyelenggaraan pengangkutan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normative dengan pendekatan perundang undangan dan konsep. Dari hasil penulisan diketahui bahwa pertanggungjawaban pengangkut tidak sebatas apa yang sudah diperjanjikan dalam ketentuan dan syarat pengiriman barang. Namun pertanggungjawaban pengangkut dengan kendaraan bermotor telah diatur dalam ketentuan Pasal 193 ayat (1) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Kata Kunci : Pertanggungjawaban, Ganti Rugi, Angkutan Barang

Penulis kkarya ilmiah yang berjudul “Tanggung Jawab Ganti Rugi Perusahaan Pengangkutan Barang Dengan Kendaraan Bermotor Dalam Hukum Pengangkutan” ini merupakan ringkasan di luar skripsi.

∗∗ I Gusti Agung Ika Laksmi Mahadewi adalah mahasiswa Fakultas

Hukum Universitas Udayana. Korespondensi : agungika17@gmail.com

∗∗∗ Made Nurmawati, SH.,  MH. Adalah dosen Fakultas Hukum

Universitas Udayana. Korespondensi : nurma_unud@yahoo.com

Abstract

Geographically, Indonesia is an archipelagic country consisting of large or small islands completed by the sea, rivers and lakes. Therefore, business is needed in the transportation sector to be needed in the territory of Indonesia. Because the author's goal is to find out the basis for the emergence of accountability in the transportation of goods and an understanding of the responsibility of the freight forwarding company with vehicles related to transportation problems in transportation. This study uses normative legal research methods with invitational research and concepts. The carrier is not limited to what has been agreed on in the terms and conditions for shipping goods. Article 193 paragraph (1) of Law Number 22 Year 2009 concerning Road Traffic and Transportation

Keywords: Accountability, Compensation, Freight Transportation

  • I.    Pendahuluan

    1.1    Latar Belakang

Pada jaman globalisasi pasar bebas saat ini, perkembangan dan persaingan pelaku usaha sangat pesat. Pelaku usaha berlomba - lomba memberikan pelayanan terbaik agar dapat memenangkan persaingan. Dalam bidang jasa, pelayanan yang berkualitas merupakan factor yang sangat penting terhadap keberlangsungan perusahaan. Secara geografis, Indonesia berbentuk negara kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau yang dipisahkan oleh laut, sungai maupun danau. Usaha dalam bidang pengangkutan sangat diperlukan untuk menjangkau seluruh wilayah Negara Indonesia. Dengan keadaan demikian, industri jasa pengiriman akan memainkan peranan penting. Jasa pengiriman barang adalah suatu industri jasa penunjang yang sangat dibutuhkan melihat

kondisi geografis Indonesia.1 Dilihat dari segi ekonomi, jasa pengiriman barang melalui darat yang menggunakan kendaraan bermotor menjadi solusi dari kebanyakan masyarakat mengingat harga yang terjangkau serta mudah untuk mendapatkan jasanya. Saat ini pelaku usaha di bidang pengangkutan barang melalui darat berkembang sangat pesat. Tidak sulit bagi masyarakat untuk mencari kantor atau cabang dari perusahaan yang menyediakan jasa angkutan darat. Untuk memaksimalkan persaingan dalam dunia bisnis, pelaku usaha akan menyusun berbagai strategi. Salah satunya adalah menyusun ketentuan dan syarat pengiriman. Ketentuan dan syarat pengiriman barang yang sudah disusun sedemikian rupa dengan tujuan mengurangi beban pertanggungjawaban perusahaan angkutan barang melalui darat, yang akan ditawarkan kepada pengirim barang.

Tanggung jawab perusahaan pengangkutan barang melalui darat dengan kendaraan bermotor ini sudah diatur dalam ketentuan undang-undang nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (UULAJ). Secara umum, tanggung jawab pengangkutan Barang juga diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Namun untuk mensiasati beban perusahaan yang besar akibat ketentuan yang ada dalam peraturan perundang-undangan tersebut, pelaku usaha berusaha membuat ketentuan dan syarat pengiriman dengan sebaik-baiknya, agar terlihat seakan menguntungkan pengirim seperti dengan ketentuan ganti rugi dalam klausula perjanjian pengiriman. Disamping itu, keuntungan bagi pelaku usaha pengangkutan, apabila terjadi

sesuatu hal yang merugikan dan tidak diinginkan dalam proses pengangkutan, pengangkut hanya mengganti kerugian sebatas dalam ketentuan dan syarat pengiriman yang sudah ditawarkan dan disetujui pada awal pengiriman oleh pengirim dan tidak melakukan tanggung jawab lainnya. Untuk membahas lebih mendetail penulis mengangkat judul jurnal yang berjudul “Tanggung Jawab Perusahaan Pengangkutan Barang Dengan Kendaraan Bermotor”

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1)    Apa yang menjadi dasar timbulnya pertanggungjawaban dalam pengangkutan barang ?

  • 2)    Bagaimana bentuk tanggung jawab perusahaan pengangkutan barang dengan kendaraan bermotor terhadap kerugian akibat kesalahan dalam penyelenggaraan pengangkutan ?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

  • 1)    Untuk mengetahui dasar timbulnya pertanggungjawaban dalam pengangkutan barang.

  • 2)    Untuk mengetahui bentuk tanggung jawab perusahaan

pengangkutan barang yang dilakukan dengan kendaraan bermotor terhadap kerugian akibat kesalahan dalam penyelenggaraan pengangkutan.

  • II.    Isi Makalah

    2.1    Metode Penulisan

Jenis penelitian yang digunakan dalam tulisan ini yaitu penelitian hukum normatif yang meneliti hukum dari perspektif

internal2 dengan objek penelitiannya adalah pertanggungjawaban pengangkut dalam KUHD serta Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terhadap ketentuan dan syarat pengiriman barang dengan kendaraan bermotor dari perusahaan pengangkutan. Pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual yang berkaitan dengan judul yaitu tanggung jawab perusahaan pengangkutan barang. Bahan hukum digunakan yaitu bahan hukum primer yaitu undang-undang nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kitab Undang Undang Hukum Dagang dan juga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), sedangkan untuk bahan hukum sekunder menggunakan literatur yang terkait.

  • 2.2    Hasil dan Analisis

  • 1.    Timbulnya Tanggung Jawab dari Perusahaan Pengangkutan Barang Dengan Kendaraan Bermotor

Perjanjian pengangkutan menurut R. Subekti adalah keadaan satu pihak menjanjikan akan membawa orang atau barang dari satu tempat menuju tempat lain dengan keadaan aman, dan pihak lain menyanggupi pembayaran ongkos.3 Pengangkutan barang yang dilakukan dengan kendaraan bermotor adalah kegiatan pengangkutan barang yang disanggupi dan dilakukan oleh pelaku usaha, dalam kasus ini dilakukan oleh perusahaan pengangkutan dengan menggunakan kendaraan bermotor sesuai aturan dalam UULAJ. Pasal 160 UULAJ mengatur angkutan barang terdiri dari angkutan barang dengan kendaraan

bermotor umum dan angkutan barang dengan kendaraan bermotor khusus.

Tanggung jawab perusahaan yang secara klasik dimaknai berorientasi semata pada profit oriented. Dengan kata lain, perusahaan bertanggung jawab untuk mendapatkan keuantungan sebanyak-banyaknya demi kelangsungan kegiatan usaha perusahaan itu sendiri.4 dalam peraturan perundang undangan, suatu perusahaan harus memenuhi beberapa tanggungjawab lainnya. Salah satunya tanggungjawab yang harus dilakukan dalam pengangkutan barang. Pada prinsipnya tanggungjawab pengangkutan barang akan lahir dari klausula perjanjian pengangkutan yang disepakati oleh kedua belah pihak. Klausula perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang undangan. Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum di lakukan oleh beberapa orang yang akan menimbulkan akibat hukum berupa hak dan kewajiban yang harus dipatuhi oleh para pihak yang terlibat dalam pembuatannya. Subekti mengatakan bahwa perjanjian adalah sebuah peristiwa yang dilakukan beberapa orang yang saling berjanji dengan tujuan melaksanakan sesuatu hal dan akan menimbulkan bagi pihak yang membuatnya.5 Menurut Wirjono Prodjodikoro, perjanjian adalah suatu hubungan hukum yang menyangkut harta benda dan dilakukan oleh beberapa pihak. Suatu pihak akan berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu hal, dan pihak lain berhak menuntut agar

pihak lainnya melaksanakan janji yang sudah disepakati.6 Dalam Perjanjian yang meliputi kegiatan untuk menyerahkan prestasi seperti menyerahkan sejumlah uang, melakukan sesuatu dengan cara melakukan pekerjaan dalam hal ini melakukan pengangkututan barang dan tidak melakukan sesuatu. Perjanjian pengiriman barang pada dasarnya telah diatur dan termuat dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Pada Pasal 1313 KUH Perdata diatur bahwa Perjanjian adalah perbuatan mengikatkan diri yang terdiri dari beberapa orang. Perjanjian yang dibuat para pihak harus memenuhi syarat sahnya perjanjian yaitu kata sepakat, kecakapan, hal tertentu dan suatu sebab yang halal sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata agar suatu perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya.7 Ditegaskan juga mengenai pembatasan kebebasan berkontrak pada Pasal 1337 KUH Perdata bahwa setiap orang yang akan melakukan perjanjian dibebaskan untuk menentukan bentuk, macam dan isi perjanjian dengan syarat memenuhi syarat sahnya perjanjian yang tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Semua Persetujuan yang sudah dibuat secara sah akan berlaku sebagai undang-undang dan harus ditaati bagi para pembuatnya berdasarkan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata.

Tujuan dibuat perjanjian pengangkutan yaitu untuk memberikan perlindungan terhadap hak dari pengirim barang yang tidak dipenuhi oleh pelaku usaha atau perusahaan angkutan umum serta menjamin kepastian hukum yang diperoleh bagi pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Hukum Perjanjian

pengangkutan bersifat pelayanan yang berkala. Dalam pelaksanaannya, hubungan kerja pengirim dan pengangkut hanya terjadi jika pengirim membutuhkan pengangkutan, pelayanannya tidak bersifat tetap. Perjanjian yang bersifat “pelayanan berkala” ini diatur dalam Pasal 1601 KUHPerdata. Dalam menyelenggarakan pengangkutan, ada beberapa asas yang harus diperhatikan dan akan menimbulkan hubungan hak dan kewajiban antara pengangkut dan pengirim yang saling timbal balik. Asas-asas tersebut yaitu : Asas yang bersifat publik yang terdiri dari asas manfaat, asas usaha bersama, Asas adil dan merata, asas seimbang, asas kepentingan umum, asas keterpaduan, asas kesadaran hukum, asas percaya pada diri sendiri, asas keselamatan penumpang. Asas yang bersifat perdata, terdiri dari asas konsensual, asas koordinatif, asas campuran, asas pembuktian dengan dokumen. Berdasarkan asas-asas tersebut pengangkut akan memiliki tanggung jawab penuh terhadap sesuatu (barang atau orang) yang telah diperjanjikan untuk dikirimkan kepada penerima barang.

Dalam prakteknya, wujud pertanggungjawaban pengangkut yang lumrah digunakan yaitu dalam bentuk ganti rugi terhadap kerusakan barang angkutan. Yang dimaksud dengan ganti rugi adalah sesuatu yang berupa sanksi dan dibebankan kepada pelaku usaha apabila pelaku usaha tidak dapat memenuhi prestasi yang sudah diperjanjikan yang tertuang dalam perikatan. Sanksi tersebut bertujuan untuk memberikan penggantian kerugian berupa biaya dan rugi kepada pihak yang mengalami keruian. Biaya merupakan pengeluaran atau ongkos yang sudah dikeluarkan oleh konsumen untuk membayar pengiriman barang tersebut, sedangkan rugi adalah suatu kerugian yang disebabkan oleh rusaknya barang-barang milik konsumen yang diperjanjikan

akan dikirim oleh perusahaan pengirim barang.8 Pemberian hak akibat konsumen mengalami kerugian merupakan bentuk tanggungjawab perusahaan untuk memberikan perlindungan kepada setiap orang karena kesalahan dan kelalaian yang dilakukan baik yang berbentuk fisik maupun non fisik. Dalam Pasal 1236 KUH Perdata, pengangkut wajiib memberi ganti rugi terhadap kerugian yang diderita pengirim barang dan juga mengatur tentang biaya kerugian bunga yang terdiri dari kerugian berupa harga pada saat pembelian dan biaya yang dikeluarkan untuk pengiriman serta keuntungan atau laba yang seharusnya didapat oleh pengirim.

Dalam hukum pengangkutan, timbulnya pertanggungjawaban pengangkut terdiri dari 3 (tiga) prinsip yaitu: Prinsip tanggungjawab atas dasar kesalahan, Prinsip tanggungjawab atas dasar praduga dan Prinsip tanggungjawab mutlak. Apabila barang musnah, hilang atau rusak akibat penyelenggaraan angkutan, pengangkut bertanggung jawab terhadap kerugian yang dialami oleh pengirim barang. Hal tersebut diatur dalam Pasal 193 ayat (1) UULAJ. Pengangkut dapat melepaskan diri dari Tanggungjawab ketika pengangkut dapat membuktikan bahwa tidak bersalah atas kerugian yang timbul timbul akibat dari barang yang cacat atau kerugian terjadi akibat kesalahan dan kealpaan pengirim barang itu sendiri. Tanggungjawab pengangkut yang sangat besar pada perjanjian pengangkutan barang melahirkan pembatasan terhadap tanggungjawab. Dalam prinsip pembatasan terhadap tanggung jawab pengangkut menjelasakan bahwa apabila besaran ganti rugi oleh Pasal 468 KUHD itu tidak dibatasi, pengangkut dapat menderita kerugian yang besar sehingga menyebabkan

perusahaan pengangkut jatuh pailit. Pembatasan ganti kerugian dikecualikan apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa kerugian diakibatkan oleh kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari dan akibat kesalahan dari pengirim barang.

  • 2.    Bentuk Tanggung Jawab Perusahaan Terhadap Kerugian Akibat Kesalahan Dalam Penyelenggaraan Pengangkutan

Bentuk tanggung jawab dari perusahaan angkutan akibat kerugian yang timbul karena kesalahan penyelenggaraan pengangkutan dapat dicermati dari klausula perjanijian dari perusahaan pengiriman barang dengan kendaraan bermotor JNE dan TIKI. Berdasarkan sejarahnya, JNE dan TIKI berasal dari perusahaan yang sama, namun karena perkembangan dunia usaha akhirnya JNE dan TIKI berdiri sendiri. Perusahaan JNE bernama PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir Sedangkan perusahaan TIKI bernama PT. Citra Van Titipan Kilat. Persetujuan pengirim terhadap ketentuan dan syarat pengiriman barang yang ditawarkan oleh pihak JNE dianggap sepakat saat terjadi serah terima barang atau dokumen yang akan dikirim oleh pengirim kepada perusahaan pengangkutan barang yaitu JNE.9 Ketentuan dan syarat pengiriman adalah syarat standar yang mengikat dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian antara JNE dengan pengirim barang. Dalam Ketentuan dan syarat pengiriman JNE dijelaskan pula barang atau dokumen yang harga atau nilainya lebih dari 10 (sepuluh) kali biaya yang dikeluarkan untuk pengiriman, serta perhitungan harga nilai dokumen yang dikirimkan, wajib diasuransikan dan diatur berbeda/terpisah dari ketentuan dan syarat pengiriman. Sedangkan ganti rugi yang ditentukan dalam syarat dan ketentuan pengiriman barang dari

JNE berupa mengganti kerugian paling tinggi 10 (sepuluh) kali dari biaya pengiriman. Ganti rugi tersebut diberikan hanya jika terjadi kerusakan maupun kehilangan barang kiriman yang timbul akibat kelalaian JNE. Namun ganti rugi tersebut dikecualikan terhadap pengiriman barang yang menggunakan asuransi. Dalam ketentuan dan syarat pengiriman barang TIKI, juga diatur hal yang sama seperti ketentuan tanggung jawab oleh perusahaan JNE.10 TIKI sebagai perusahaan pengangkutan barang bertanggung jawab terhadap titipan barang dan barang berharga yang diangkutnya sesuai dengan pengakuan atau dokumen barang dengan isi barang. Pertanggungjawaban yang diatur dalam ketentuan dan syarat pengiriman barang dengan kendaraan bermotor dari perusahaan TIKI berupa ganti rugi sebesar sepuluh kali biaya pengiriman terhadap barang yang mengalami kerugian berupa hilang, rusak dan kurang saja sepanjang tidak diasuransikan. Sedangkan untuk barang yang harganya lebih dari 10 (sepuluh) kali biaya pengiriman yang dikeluarkan pengirim serta memiliki nilai subyektif, pengiriman wajib mengasuransikan barang kirimannya. Pembayaran premi asuransi dibayar oleh pengirim barang kepada pihak Asuransi Jasa Titipan. Besaran biaya asuransi ditentukan oleh perusahaan Asuransi Jasa Titipan. Dalam ketentuan dan syarat pengiriman barang dari perusahaan TIKI juga mengatur ganti rugi yang akan diberikan apabila barang mengalami kerusakan diatur sesuai dengan polis kontrak yang disepakati antara pengirim dengan pihak asuransi jasa titipan.

Tanggung jawab pengangkut terhadap kerugian akibat kesalahan dalam penyelenggaraan pengangkutan dalam hal ini perusahaan JNE dan TIKI tidak sebatas yang dituangkan dalam ketentuan dan syarat pengiriman barang, yaitu berupa ganti rugi

paling tinggi 10 (sepuluh) kali biaya pengiriman. Ketentuan dan syarat pengiriman barang yang dibuat oleh pengangkut untuk diperjanjikan kepada pengirim barang tidak dapat dibatasi demikian. Klausula perjanjian pengangkutan tersebut tidak boleh dibatasi oleh pihak pengangkut dan melimpahkan tanggungjawab pengangkut yang berjumlah besar kepada pihak asuransi dengan mewajibkan asuransi barang yang harganya diatas 10 kali biaya pengiriman. Pada dasarnya besaran ganti rugi yang harus dibayar pihak pengangkut kepada pengirim barang apabila terjadi kerusakan atau kehilangan barang kiriman ditentukan sesuai dengan harga barang yang dengan keadaan saat barang harus diserahkan kepada penerima barang.11 Tanggung jawab pengangkut telah diatur dalam UULAJ. Pasal 188 UULAJ menyatakan perusahaan angkutan umum berkewajiban menanggung kerugian dengan cara menggantinya sesuai dengan yang diderita oleh penumpang atau pengirim barang karena kesalahan pengangkut yang lalai dalam melaksanakan pelayanan angkutan. Dalam artian pengangkutlah yang menanggung kerugian yang diderita pengirim barang, dan tidak seharusnya dilimpahkan sepenuhnya kepada pihak asuransi, walaupun asuransi diajurkan dan diatur dengan ketentuan Pasal 189 UULAJ yang menyatakan perusahaan angkutan umum berkewajiban mengasuransikan segala tanggung jawabnya sesuai dengan ketentuan Pasal 188 UULAJ. Namun tidak semata mata melepaskan pengangkut dari beban tanggung jawab untuk mengganti kerugian yang dialami pengirim dengan besar kerugian yang dialami pengirim barang lebih dari jumlah klaim asuransi barang tersebut. Jika klaim asuransi yang didapat pengirim

jumlahnya jauh lebih kecil dari nilai barang yang mengalami kerusakan, pengirim berhak menuntut penggantian kerugian kepada pengangkut sesuai pada ketentuan pada Pasal 188 UULAJ.

  • III.    Penutup

    3.1    Kesimpulan

  • 1.    Pengangkutan barang dengan kendaraan bermotor diatur dalam undang-undang nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Tanggungjawab pengangkutan barang akan lahir dari klausula perjanjian yang tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan sesuai dengan ketentuan Pasal 1337 BW. Semua Persetujuan yang sudah dibuat secara sah akan berlaku sebagai undang-undang dan harus ditaati bagi para pembuatnya berdasarkan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Tujuannya untuk menjamin hak dari pengirim barang serta memberikan kepastian hukum terhadap pengirim dan penggangkut. Tanggung jawab yang harus dilakukan pengangkut harus sesuai dengan ketentuan Pasal 1236 KUH Perdata dan UULAJ yang diatur dalam Pasal 193 ayat (1).

  • 2.    Besaran tanggung jawab pengangkut JNE dan TIKI tidak sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 188 UULAJ yang mengatur penangkut menanggung kerugian dengan cara menggantinya sesuai dengan yang diderita. Tanggungjawab tetap berada pada pengangkut walaupun ada asuransi yang diajurkan dan diatur dengan Pasal 189 UULAJ, namun tidak semata mata melepaskan pengangkut dari beban tanggung jawab mengganti kerugian yang dialami pengirim .

  • 3.2    Saran

Seharusnya tanggung jawab pengangkut akibat kesalahan dari penyelenggaraan pengangkutan diatur lebih lanjut dalam perjanjian pengangkutan dengan klausula yang lebih jelas agar memberikan perlindungan hukum kepada pihak pengirim barang. Pengirim barang seharusnya lebih cermat dalam membaca ketentuan dan syarat pengiriman barang agar tidak merugikan pengirim saat terjadinya keadaan yang tidak menguntungkan sehingga menyebabkan kerugian.

Daftar Pustaka

Buku

I Made Pasek Diantha, 2017, Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori Hukum, Prenada Media Group, Jakarta.

Riduan Syahrani, 2000, Seluk Beluk Dan Asas Asas Hukum Perdata, Alumni, Bandung.

R. Subekti, 1995, Aneka Perjanjian, PT Citra Aditya, Bandung.

Suiharnoko, 2004, Hukum Perjanjian Teori dan Analisid Kasus, Kencana, Jakarta.

Subekti. R, 2001, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT Inter Masa, Jakarta.

Wirjono Prodjodikoro,1960, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Sumur Bandung, Jakarta.

Jurnal

I Gede Agus, Tanggung Jawab Perusahaan Dari Profit Menuju Stakeholders Oriented Studi Csr Di Tabanan, Jurnal Kertha Patrika Fakultas Hukum Unud, Vol. 39, No. 3, Desember 2017.

Url:nhttps://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthapatrika/article

/view/39984/24380, diakses pada tanggal 25 Juli 2019, pukul 15.00.

Nova Anta Putra, Proses Pemberian Ganti Rugi Terhadap Kerusakan Barang Dalam Pengangkutan Melalui Udara Di Bandara Ngurah Rai, Jurnal Kerta Semaya Fakultas Hukum Unud, Vol. 04, No. 04, Juli 2016.

Url:nhttps://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/articl e/view/24786, diakses pada tanggal 22 Juni 2019, pukul 07.00.

Bahan Internet

Sugiantoro,   2017,   “Tanggungjawab   Perusahaan Jasa

Pengangkutan Dalam Pengiriman Barang”, diakses dari Url: http://eprints.ums.ac.id, pada tanggal 20 Mei 2019, pukul 12.32 WITA.

Url: www. jne.co.id

Url. www.tiki.co.id

Bahan Hukum

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 20099 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025)

15