PERTANGGUNGJAWABAN PENYALAHGUNAAN KEWENANGAN ADMINISTRASI YANG DILAKUKAN OLEH PEJABAT PEGAWAI NEGERI SIPIL
on
PERTANGGUNGJAWABAN PENYALAHGUNAAN KEWENANGAN ADMINISTRASI YANG DILAKUKAN OLEH PEJABAT PEGAWAI
NEGERI SIPIL
OLEH:
Ni Made Suwindayani Utami*
I Gusti Ayu Putri Kartika**
Program Kekhususan Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRAK
Etika penyelenggara negara pada saat ini menjadi sorotan berbagai pihak terkait adanya penyalahgunaan wewenang oleh pegawai negeri sipil yang memiliki jabatan pada organisasi pemerintahan. Kesewenangan memungkinkan timbulnya konflik kepentingan diantara pejabat negara dengan masyarakat. Penulisan ini mengemukakan dua permasalahan, yaitu: apa saja bentuk-bentuk penyalahgunaan wewenang ditinjau dari Undang-Undang Administrasi
Pemerintahan; permasalahan yang kedua bagaimana pertanggungjawaban pejabat pegawai negeri sipil yang menyalahgunakan wewenang. Metode
penelitian hukum normatif digunakan dalam penulisan ini dengan menggunakan pendekatan konsep hukum ddan perundangan-undangan. Penelitian ini menyimpulkan mengenai bentuk-bentuk penyalahgunaan wewenang. Pertanggungjawaban yang dilakukan Pegawai Negeri Sipil jika menyalahgunakan wewenang dapat diperkarakan dan dituntut secara hukum administrasi Negara secara administrasi berat yang tertuang dalam pasal 80 ayat (3) Undang-undang No 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan Kata Kunci: Wewenang, tanggungjawab, pegawai negeri sipil
ABSTRACT
The ethics of state administrators at the moment is in the spotlight of various parties related to the abuse of authority by civil servants who have positions in government organizations. Abuse allows conflicts of interest to arise between state officials and the community. This writing presents two problems, namely: what are the forms of abuse of authority viewed from the Government Administration Act; the second problem is how the responsibility of civil servants who abuse their authority. Normative legal research methods are used in this writing by using the legal and regulatory concepts approach. This research concludes about the forms of abuse of authority. Accountability carried out by Civil Servants if abusing their authority can be prosecuted and prosecuted by the administrative administration of the heavy law as stipulated in article 80 paragraph (3) of Law No. 30 of 2014 concerning government administration. Keywords: Authority, responsibility, government employees
Sebuah negara merupakan organisasi mandiri, bersifat publik pada suatu wilayah yang merupakan bagian dari yurisdiksi dan kekuasaannya. Sifat keistimewaan sebuah negara terletak pada kedaualatan yang mengikat. Negara merupakan sebuah sistem yang terintegrasi dari unsur-unsur yang membentuk negara dan memiliki prosedur seerta metode.1 Indonesia merupakan berlandaskan atas hukum, maka seluruh aspek kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, berpedoman pada Pancasila sebagai ideologi, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.2 Peraturan perundangan atau dasar hukum atas suatu perbuatan menjadi legitimasi terhadap segala bentuk tindakan pemerintah.
Komitmen untuk untuk menegakan tata pemerintahan yang baik dan telah direncanakan oleh pemerintah dapat terganggu akibat adanya penyelewengan, korupsi, kolusi dan nepoteisme. Tindakan penyimpangan berupa perbuatan melawan hukum seperti penyalahgunaan wewenang oleh pemerintah bertentangan dengan peraturan perundangan. Penyalahgunaan wewenang merupakan bentuk dasar pembatalan atas tindakan pemerintah yang dilakukan tidak sesuai dengan wewenang yang telah ditetapkan sebelumnya. Tindakan pemerintah yang bertentangan dengan peraturan perundangan dikenal secara normatif pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (selanjutnya disingkat Undang-Undang Administrasi Pemerintahan).
Kewenangan selalu melekat pada jabatan, kewenangan tidak akan muncul jika suatu jabatan tidak ada. Jabatan terdapat dalam suatu badan atau organisasi hukum yang bersifat publik dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara dan pada jabatan penyelenggara negara akat selalu mengikat kewenangan dalam melaksanakan kebijakan publik sebagai bagian dari pelaksanaan penyelenggaraan negara. Kewenangan dapat berfungsi apabila jabatan diisi atau diwakili oleh seorang individu atau pribadi (natuurlijke persoon). Seorang yang mengisi suatu jabatan pada badan pemerintahan disebut sebagai pejabat atau pejabat pemerintahan yang berkedudukan sebagai pegawai negeri sipil. Asas umum pemerintahan yang baik menjadi pedoman dalam penyelenggaraan pemerintah menuju arah keadilan, kesejahteraan dan terbebas dari pelanggaran peraturan yang dilakukan termasuk penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pejabat aparatur sipil negara.3 Asas ini berfungsi dalam melaksanakan pemerintahan dan berpedoman dalam melaksanakan fungsi jabatan administrasi dalam menetapkan suatu kebijakan. Penyalahgunaan wewenang memungkinkan timbulnya konfilk kepentingan diantara pejabat negara sebagai penggerak roda pemerintangan dengan masyarakat yang merasa dirugikat dari penggunaan wewenang yang tidak sesuai.
Guna terwujudnya pemerintahan yang baik maka diperlukan aparatur pemerintahan dan penyelenggara negara atau pegawai pemerintahan yang disiplin, profesional, bersih dan jujur, menjunjung tinggi etika kepegawaian. Maka aparatur sipil negara dituntut untuk dapat terbuka kepada masyarakat agar penyalahgunaan wewenang dapat terhindari.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka terdapat dua permasalahan dalam penulisan ini, yaitu:
-
1. Apa saja bentuk-bentuk penyalahgunaan wewenang ditinjau dari peraturan perundang-undangan?
-
2. Bagaimana pertanggung jawaban pejabat pegawai negeri sipil yang menyalahgunakan wewenang?
Tujuan penulisan ini untuk menguraikan bentuk-bentuk penyalahgunaan wewenang serta pertanggungjawaban bagi pegawai negeri sipil yang menyalahgunakan wenang. Penulisan ini juga bertujuan sebagai bahan referensi bagi penulisan hukum lainnya dan sebagai saran serta masukan kepada pemerintah khususnya kepada aparatur sipil negara untuk berhati-hati dalam melaksanakan tugas dan fungsi jabatannya sehingga tidak terjadinya kesewenangan.
Penulisan ini menggunakan metode penulisan hukum normatif, karena penelitian ini mengedepankan pengkajian terhadap produk hukum atau undang-undang yang merupakan data primer dalam menunjang penulisan hukum serta mengidentifikasi sebuah persoalan.4 Jenis pedekatan perundangan, dan pendekatan analisis konsep hukum digunakan sebagai pendukung dari metode penulisan hukum normatif. Teknik argumentasi digunakan untuk mengedepankan penalaran kemudian dilakukan argumentasi berdasarkan kemampuan
penulis.5 Teknik deskripsi juga digunakan dalam menggambarkan isu hukum yang digambarkan serta diuraikan dengan lengkap.6 2.2 Pembahasan
Wewenang memiliki keterkaitan dengan kekuasaan dalam konsep hukum publik. Wewenang (bevoegdheid) berdasarkan pengertian yang dikemukakan oleh Philiphus M. Hadjon merupakan kekuasaan terhadap hukum.7 Wewenang dalam ruang lingkup hukum administrasi negara merupakan kekuasaan resmi yang dimiliki pejabat aparatur sipil negara untuk melakukan tindakan oleh dirinya sendiri atau memberikan wewenang tersebut kepada pihak lainnya berdasarkan peraturan perundangan. Kekuasaan yang dimiliki pemerintah merupakan bagian dari wewenangnya, sehingga dalam melaksanakan wewenang wajib dilakukan berdasarkan hukum positif. Pelaksanaan wewenang yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan menciptakan suatu hubungan hukum yang harmonis antara pemerintah dengan warga masyarakat, dan menjauhkan konflik kepentingan dari kedua belah pihak.8
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, memberikan definisi mengenai unsur pemenuhan tindakan administrasi yang berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang, yaitu: “melampaui wewenang
atau menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, atau termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayan publik”.
Terdapat tiga unsur dalam penyalahgunaan wewenang, yaitu: unsur kesengajaan, unsur pengalihan tujuan dari wewenang, dan unsur kepribadian yang negatif.9 Selain tiga unsur tersebut, perlu diperhatikan mengenai pengaturan dasar dari sumber kewenangan yang dimiliki oleh pejabat aparatur sipil negara. Setiap pejabat aparatur sipil negara memiliki wewenang dan sumber wewenang yang berbeda, maka jika terjadi indikasi penyalahgunaan wewenang, perlu diperhatikan dan dibuktikan mengenai kesalahan dan sumber wewenang yang dimilikinya.
Berdasarkan hukum administrasi negara, penyalahgunaan wewenang diuraikan menjadi tiga bagian. Penyalahgunaan wewenang yang bertentangan dengan kepentingan publik. Penyalahgunaan wewenang yang menyimpang dari peraturan perundangan dengan tujuan terlaksananya kepentingan publik. Penyalahgunaan wewenang yang tidak sesuai dengan prosedur dalam mencapai suatu tujuan. Dari tiga bentuk penyalahgunaan tersebut, dapat dipersempit menjadi dua bagian penyalahgunaan wewenang, diataranya: melampaui wewenang (detournement de pouvoir) dan sewenang-wenang (abuse de droit).10
Melampaui wewenang (excess of power atau excès de pouvoir) merupakan tindakan yang melebihi batas wewenang yang berakibat pada tidak sahnya tindakan hukum yang dilakukan, serta tujuan dari wewenang tersebut tidak dapat tercapai karena tindakan dan keputusan yang dilakukan tidak memiliki dasar
kewenangan. Bertindak sewenang-wenang dapat diartikan sebagai penggunaan wewenang dalam bentuk hak serta kekuasaan, melebihi apa yang seharusnya dilakukan dan berakibat pada tindakan dan keputusan yang dilakukan bertentangan dengan ketentuan yang telah ditentapkan.
Tolak ukur dalam penyalahgunaan wewenang dapat dilihat dari adanya kepentingan publik dari tujuan yang hendak dicapai oleh pemberi wewenang. Namun, harus didahului dengan adanya pembuktian secara faktual terhadap pejabat pemerintahan yang telah menggunakan wewenang untuk tujuan lain. Parameter yang digunakan dalam menggunakan wewenang berkaitan dengan pelaksanaan atau terjadi penyimpangan terhadap wewenang yang diberikan oleh undang-undang kepada pemerintah adalah kepatuhan. Dalam hukum administrasi negara yang secara umum berisikan norma-norma hukum pemerintahan juga menjadi tolak ukur atau parameter dari pelaksanaan suatu wewenang.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (selanjutnya disingkat UUAP), tidak didefinisikan mengenai penyalahgunaan wewenang dan hanya diklasifikasikan tiga bentuk penyalahgunaan wewenang, yaitu: melampaui wewenang, mencampur adukan wewenang, bertindak sewenang-wenang. Pasal 17 ayat (1) mengatur mengenai pejabat pemerintahan dilarang menyalahgunakan wewenang yang meliputi: larangan melampaui wewenang; larangan mencampur adukkan wewenang; larangan bertindak sewenang-wenang. Melampaui wewenang dikategorikan sebagai keputusan atau tindakan yang dilakukan melampaui masa jabatan dan batas waktu berlakunya wewenang; melampaui batas wilayah berlakunya wewenang; serta bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Mencampur adukan wewenang
didefinisikan sebagai tindakan atau keputusan yang dilakukan diluar cakupan bidang atau materi wewenang serta bertentangan dengan tujuan dari wewenang yang diberikan. Bertindak sewenang-wenang didefinisikan sebagai tindakan yang dilakukan tanpa dasar wewenang atau bertentangan dengan putusan pengadilan yang telah inkrachts.
Pejabat pegawai negeri sipil dapat dikatakan menyalahgunakan wewenang apabila dalam pelaksanaannya wewenang yang telah diberikan dengan tujuan tertentu ternyata terjadi penyimpangan terhadap tujuan yang hendak dicapai. Tujuan yang telah ditetapkan dan hendak dicapai tidak terlaksana sebagai mana mestinya. Penyalahgunaan wewenang.
Penyalahgunaan wewenang tidak terjadi akibat dari suatu kealpaan, melainkan secara sadar dan meyakinkan untuk melakukan pengalihan tujuan yang hendak dicapai dengan tujuan yang bersifat menguntungkan secara pribadi terhadap kelompok atau golongan tertentu. Pemerintah dan atau pejabat administrasi yang dengan sengaja menyalahgunakan wewenang wajib bertanggung jawab berdasarkan unsur kesalahannya sesuai dengan ranah hukum administrasi negara.11 Dalam kaitannya dengan kriteria penyalahgunaan wewenang terdapat dalam Undang-Undang Administrasi Pemerintahan dan Undang-Undang Ombudsman.
Undang-Undang merupakan sumber wewenang dan dasar pelaksanaan wewenang oleh pemerintah.12 Wewenang berkaitan dengan hak dalam kekuasaan negara untuk kepentingan publik.
Tidak seluruh pegawai negeri sipil memiliki wewenang, hanya pegawai negeri sipil yang memiliki jabatan struktural/fungsional tertentu yang dapat memiliki wewenang. Pejabat yang tergolong sebagai pegawai negeri sipil dapat melaksanakan wewenang berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pejabat merupakan seseorang yang menjalankan hak serta kejawiban dalam ruang lingkup jabatan yang dimilikinya. Jabatan hanya dapat diisi oleh aparatur sipil negara berdasarkan tugas dan fungsinya dalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara.
Undang-Undang Administrasi Pemerintahan dan Undang-Undang Ombudsman telah mendefinisikan mengenai kriteria dan bentuk-bentuk dari penyalahgunaan wewenang. Guna menjamin tidak adanya tindakan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat pegawai negeri sipil maka dibentuk Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Pasal 4 angka 1 mengatur mengenai larangan pegawai negeri sipil untuk bertindak sewenang-wenang atau menyalahgunakan wewenang. Apabila pegawai negeri sipil terbukti menyalahgunakan wewenang maka berdasarkan ketentuan ini akan diberikan hukuman disiplin ringan, sedang, hingga berat berdasarkan Pasal 11, 12, 13. Berat ringannya hukuman disiplin ditentukan berdasarkan kesalahan yang terdapat dalam Pasal 8, 9, 10. Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi Pejabat PNS, dan Pejabat eselon akan menjatuhkan hukuman pada pejabat yang berada setingkat dibawahnya.
Hukuman disiplin ringan yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah sebagai berikut; berupa teguran lisan dan tertulis serta pernyataan tidak puas secara tertulis. Hukuman disiplin sedang meliputi penundaan kenaikan gaji dan kenaikan pangkat
selama satu tahun dan penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama satu tahun. Hukuman disiplin berat meliputi; penurunan pangkat lebih rendah selama tiga tahun, pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah, pembebasan dari jabatan, pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sediri sebagai PNS dan pemberhentian dengan tidak hormat.
Ketentuan pelaksana dari Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil ditetapkan dalam Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara No. 23/SE.1980 dan PERKA No. 21 Tahun 2010 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Selain Itu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, seorang pegawai negeri sipil dapat diberhentikan dengan tidak hormat, aparatur sipil negara atau dalam hal ini pegawai negeri sipil akan diberikan hukuman administrasi berupa penjatuhan disiplin berdasarkan Pasal 86 hingga Pasal 90. Dalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara tidak ditemukan dan tidak diatur mengenai penyalahgunaan wewenang oleh pejabat pegawai negeri sipil.
Pejabat Administrasi Pemerintahan dilarang menyalahgunakan Kewenangan dalam menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan berdasarkan Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Pejabat pemerintahan dilarang menyalahgunakan wewenang yang meliputi melampaui wewenang, mencampur adukan wewenang dan sewenang-wenang berdasarkan Pasal 17 ayat (1) dan (2). Berdasarkan ketentuan ini kewenangan diperoleh melalui atribusi, delegasi dan mandat. Badan atau pejabat pemerintahan yang memperoleh wewenang
melalui atribusi, tanggung jawab kewenangan berada pada badan atau pejabat pemerintahan yang bersangkutan. Badan atau pejabat pemerintahan yang memperoleh wewenang melalui delegasi, tanggungjawab kewenangan berada pada penerima delegasi. Badan atau pejabat pemerintahan yang memperoleh wewenang melalui mandat, tanggung jawab kewenangan tetap berada pada pemberi mandat.
Apabila dalam melaksanakan kewenangannya terdapat unsur penyalahgunaan wewenang sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan terdapat suatu kesalahan administratif yang menimbulkan kerugian keuangan negara, maka dilakukan pengembalian kerugian keuangan negara yang dibebankan kepada pejabat pemerintahan. Apabila kesalahan administratif yang menimbulkan kerugian keuangan negara tidak disebabkan karena adanya unsur penyalahgunaan wewenang, maka badan pemerintahan dibebankan pengembalian kerugian keuangan negara.
Adapun pertanggung jawaban pejabat pegawai negeri sipil yang menyalahgunakan wewenang adalah pertanggung jawaban hukum, artinya pejabat pegawai negeri sipil yang bersangkutan dapat dituntut administrasi berat terdapat dalam Pasal 80 ayat (3) Pejabat Pemerintahan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 42 dikenai sanksi administratif berat. Pasal 80 Ayat (4) Pejabat Pemerintahan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) yang menimbulkan kerugian pada keuangan negara, perekonomian nasional, dan/atau merusak lingkungan hidup dikenai sanksi administratif berat. Dalam hal ini pengertian sanksi Administrasi Berat Ialah termuat dalam pasal 81 ayat (3) Sanksi
administratif berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (3) berupa: a. pemberhentian tetap dengan memperoleh hakhak
keuangan dan fasilitas lainnya; b. pemberhentian tetap tanpa memperoleh hakhak keuangan dan fasilitas lainnya; c. pemberhentian tetap dengan memperoleh hakhak keuangan dan fasilitas lainnya serta dipublikasikan di media massa; d. pemberhentian tetap tanpa memperoleh hakhak keuangan dan fasilitas lainnya serta dipublikasikan di media massa III. PENUTUP
-
1. Bentuk penyalahgunaan wewenang, yakni; melampaui wewenang, mencampur adukan wewenang, bertindak sewenang-wenang. Pemerintahan dikategorikan
melampaui wewenang apabila tindakan yang dilakukan: melampaui batas waktu dan wilayah berlakunya wewenang. Pejabat pemerintahan dikategorikan
mencampur adukkan wewenang apabila tindakan yang dilakukan diluar cakupan bidang atau materi wewenang yang diberikan. Pejabat pemerintahan dikategorikan bertindak sewenang-wenang apabila tindakan yang dilakukan tanpa dasar kewenangan.
-
2. Pertanggungjawaban pejabat pegawai negeri sipil yang terbukti menyalahgunakan wewenang akan diberikan sanksi disiplin sebagai bentuk pertanggungjawaban atas penyalahgunaan wewenang yang dilakukannya pertanggung jawaban hukum, artinya pejabat pegawai negeri sipil yang bersangkutan dapat dituntut administrasi berat terdapat dalam Pasal 80 ayat (3). Seorang pejabat pegawai negeri sipil yang menyalahgunakan wewenang bertanggung jawab
berdasarkan kewenangan yang diterimanya baik berdasarkan atribusi, delegasi, dan mandat yang memiliki pertanggungjawaban yang berbeda berdasarkan sumber wewenang yang diterimanya. Pertanggung jawaban berupa pertanggungjawaban secara administrasi dalam ruang lingkup administrasi pemerintahan.
-
1. Bentuk-bentuk penyalahgunaan wewenang disarankan agar tidak mengarah kepada domain hukum perdata ataupun pidana. Perlu adanya batasan mengenai penyalahgunaan wewenang yang bersifat pada hukum administrasi negara sehingga tidak terjadi pemberian hukuman disiplin yang tidak sesuai.
-
2. Sanksi terhadap Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang telah melakukan penyalahgunaan wewenang disarankan agar lebih diprberat dari pada apa yang sudah ada selama ini. Tujuannya yang pertama untuk memberi efek jera kepada Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk tidak menyalahgunakan wewenangnya, kemudian agar kerugian negara dapat terhindar akibat penyalahgunaan wewenang tersebut sudah menurun sebelumnya akibat sanksi yang berat tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Sugandha, Dann, 2002, Organisasi dan Sistem Pemerintah Negara Republik Indonesia Serta Pemerintah Daerah, Sinar Baru, Bandung.
Ridwan H.R, 2010, Hukum Administrasi Negara, RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Fajar, A. Muktie dan Yulianto Ahmad, 2009, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 2010, Penelitian Hukum Normatif Suatu tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Marzuki, Peter Mahmud, 2011, Penelitian Hukum, Prenada Media Group, Jakarta.
Latif, Abdul, 2014, Hukum Administrasi Dalam Praktek Tindak Pidana Korupsi, Kencana, Jakarta.
Sibuea, Hotma. P, 2010, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan, Asas-asas Umum Pemerintah yang Baik, Erlangga, Jakarta.
Jurnal:
Philiphus M. Hadjon, “Tentang Wewenang”, Makalah Universitas Airlangga, Yuridika, No. 5 & 6 Tahun XII, September–
Desember, 1997, hlm. 1 dalam Enrico Parulian Simanjuntak, Pengujian Ada Tidaknya Penyalahgunaan Wewenng Menurut Undang-Undang Administrasi
Pemerintahan, Jurnal Hukum dan Peradilan, Volumen 7 Nomor 2, Juli 2018.
Philiphus M Hadjon. “Konsep Penyalahgunaan Wewenang
Berdasarkan UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan”, disampaikan dalam Colloquium Membedah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, Hotel Garden Palace, 5 Juni 2015, hlm. 4 , dalam Enrico Parulian Simanjuntak,
Pengujian Ada Tidaknya Penyalahgunaan Wewenng Menurut
Undang-Undang Administrasi Pemerintahan, Jurnal Hukum dan Peradilan, Volumen 7 Nomor 2, Juli 2018.
Peraturan Perundang-Undangan:
Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, UUD NRI Tahun 1945.
Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494).
Indonesia, Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890).
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74)
Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara No. 21 Tahun 2010 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5135)
Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara No. 23/SE.1980
15
Discussion and feedback