PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENDAFTARAN MEREK NAMA DOMAIN DALAM TINDAKAN CYBERSQUATTING DI INDONESIA

Oleh:

Ni Komang Lugra Mega Triayuni Dewi∗∗ Nyoman A. Martana∗∗∗

Program Kekhususan Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRAK

Pendaftaran Nama domain memiliki relefansi dengan merek. Dalam perkembangannya acapkali pihak yang beritikad tidak baik mendaftarkan merek orang lain sebagai nama domainnya, tindakan seperti itu dikenal dengan cybersquatting. Tujuan study ini untuk mengetahui perlindungan bagi pemilik merek yang mereknya didaftarkan sebagai nama domain oleh pihak lain. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konsep. Hasil study ini menunjukkan bahwa perlindungan hukum bagi pihak pemilik merek terdaftar sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Merek berhak menggunakan mereknya dan memiliki hak eksklusif atas merek tersebut serta menuntut ganti rugi pada pihak yang mendaftarkan mereknya sebagai nama domain degan itikad tidak baik berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang ITE.

Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Nama Domain, Merek, Cybersquatting.

ABSTRACT

Registration of domain names has relevance to the brand. In its development, often parties who have a bad intention to register other people's brands as their domain names, such actions are known as cybersquatting. The purpose of this study is to find out the protection of brand owners whose brands are registered as domain names by other parties. The method used in this study is a normative legal research

Penulis karya ilmiah yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Pendaftaran Merek Nama Domain Dalam Tindakan Cybersquatting Di Indonesia” ini merupakan ringkasan di luar skripsi.

∗∗ Penulis Pertama adalah Ni Komang Lugra Mega Triayuni Dewi, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana, Korespondensi: lugramega@gmail.com

∗∗∗ Penulis Kedua adalah Nyoman A. Martana, SH.,MH. Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana, Korespondensi: nyoman_martana@unud.ac.id

method with a legal approach and concept. The results of this study indicate that legal protection for the owners of registered brands as stipulated in Article 1 point 5 of the Trademark has the right to use their brands and have exclusive rights to these brands and demand compensation from those who register their brands as domain names with bad intentions Article 23 of the ITE Law.

Keywords:  Legal Protection, Domain Names, Brands,

Cybersquatting.

  • I.   PENDAHULUAN

    • 1.1  Latar Belakang

Di zaman globalisasi saat ini, kemajuan dan perkembangan teknologi informasi pada akhirnya dapat merubah hubungan sosial dalam masyarakat. Hal ini tidak dapat dihindari karena fleksibelitas dan kemampuan teknologi informasi dan komunikasi dengan cepat memasuki berbagai aspek kehidupan manusia. Menurut Syamsul Muarif, teknologi telah mengubah pola kehidupan masyarakat di berbagai bidang, sehingga secara tidak langsung telah mempengaruhi munculnya perbuatan hukum baru di masyarakat.1

Kemajuan di bidang telekomunikasi dan informatika memberikan pengaruh positif dan negatif bagi kegiatan masyarakat. Dimana dampak positif dapat dirasakan dalam bidang pendidikan, politik, hukum, kesehatan, sosial, budaya, ekonomi dan lain-lain. Sedangkan dampak negatifnya terletak pada timbulnya berbagai tindak kejahatan yang terjadi seperti pembajakan, pornografi, pemalsuan,  pencurian kartu kredit,  penipuan lewat e-mail,

pembobolan  rekening  bank,  perjudian online,  terorisme, dan

sebagainya.

Mengenai tentang kejahatan dibidang teknologi informasi salah satunya adalah Cybersquatting, yakni tindakan perbuatan yang

dilakukan oleh salah satu pihak yang dapat mengakibatkan kerugian bagi pihak lainnya dengan cara mendaftarkan nama domain oran lain dan kemudian menjual nama domain tersebut kepada orang tersebut dengan harga yang lebih tinggi sehingga menimbulkan kerugian bagi pemilik nama domain aslinya.2 Nama Domain terdiri dari beberapa karakter untuk menunjuk bidang, yang akan dengan mudah mengidentifikasi pemegang alamat tersebut atau suatu website.3 Dalam dunia perekonomian para produsen yang khususnya pemilik hak atas merek memakai nama domainnya yang sama dengan mereknya.

Perlu diketahui suatu Nama domain pada dasarnya tidak dibolehkan ada nama domain yang sama. Sehingga hal ini membuat para pengusaha yang memiliki hak sebagai pemilik hak atas merek tersebut mau tidak mau untuk secara cepat mendaftarkan nama domainnya sesuai dengan hak atas mereknya. Namun, hal tersebut seringkali dimanfaatkan oleh beberapa orang untuk mencari keuntungan dari keterlambatan pendaftaran nama domain yang dilakukan oleh pemilik hak atas mereknya. Tindak kejahatan ini dapat timbul tidak hanya dikarenakan semakin berkembangnya teknologi melaikan dikarenakan juga secara yuridis belum adanya peraturan perundang-undang yang bersifat inti yang mengatur tentang kejahatan tersebut, dan harus juga melihat dari berbagai aspek. Misalnya dalam hal pengembangan dan pemanfaatan rule of law dan internet, juridiksi dan konflik hukum, pengakuan hukum terhadap dokumen serta tanda tangan eletronik, perlindungan dan privasi konsumen, cybercrime, pengaturan konten dan cara-cara

penyelesaian sengketa domain.4 Maka dari itu untuk membahas lebih dalam penulis mengambil judul jurnal yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Pendaftaran Merek Nama Domain Dalam Tindakan Cybersquatting Di Indonesia”.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Berlandaskan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, maka dapat dikemukakan rumusan masalah yakni Bagaimana Perlindungan Hukum Terhadap Pendaftaran Merek Nama Domain Dalam Tindakan Cybersquatting Di Indonesia?

  • 1.3    Tujuan

Tujuan dari penulisan jurnal ini ialah untuk mengetahui dan memahami perlindungan hukum terhadap pendaftaran merek nama domain dalam tindakan cybersquatting di Indonesia.

  • II.   ISI MAKALAH

    • 2.1  Metode Penulisan

Dalam penulisan jurnal ini penulis memakai metode penelitian hukum normatif atau yang sering disebut dengan penelitian kepustakaan karena penelitian ini mengunakan pendekatan yakni peraturan perundang-undangan atau bahan-bahan hukum yang lainnya dan konsep.5 Yang dimana bahan hukum penelitian dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka.6

  • 2.2    Hasil Dan Pembahasan

Perlindungan Hukum Terhadap Pendaftaran Merek Nama Domain Dalam Tindakan Cybersquatting Di Indonesia

Nama domain adalah suatu alamat dalam jaringan internet, pada jaringan internet tersebut digunakan untuk mempermudah pengguna dan mengingat nama server yang ingin dikunjungi. Nama domain ini tidak berfungsi layaknya seperti pemerintahan dimana tidak adanya suatu kewenangan yang tersentral.7 Pengertian Nama domain juga telah tercantum dalam penjelasan Pasal 1 angka 20 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE yang menyebutkan bahwa: “Nama Domain adalah alamat internet penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet, yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi tertentu dalam internet”.

Menurut Budi Rahardjo yang berpendapat bahwa dalam penggunaan nama domain menjadi lebih intensif dan nama domain menjadi bagian dari identitas seseorang atau entitas bisnis.8 Hal ini secara tidak langsung dapat disimpulkan bahwa dalam pemakain nama domain telah menjadi bagian dari perlengkapan komunikasi yang digunakan oleh kalangan bisnis untuk mengidentifikasikan dirinya, produknya dan segala aktivitasnya serta berfungsi sebagai media dalam transaksi bisnis perdagangan.9 Dimana Nama domain memiliki keterikatan erat dengan merek, keterikatan ini dapat dilihat dalam dunia bisnis atau perekonomian tepatnya perdagangan, banyak pelaku bisnis tertentu bagi pemilik hak atas merek yang dengan sengaja memakai nama domain yang serupa dengan mereknya. Tujuan digunakannya nama domain yang serupa dengan mereknya ialah agar mempermudahkan pelanggan guna

mengidentifikasi suatu website yang mereka gunakan berhubungan dangan barang yang diingikan oleh konsumen. Walaupun keduanya memiliki keterkaitan erat, namun tidak dapat dikatakan bahwa keduanya identik, keduanya memiliki sistem dan syarat-syarat pendaftaran serta pengakuan eksistensinya secara berbeda.10

Di Indonesia Nama domain dan merek diatur dalam peraturan yang tidak sama. Penggunaan Nama domain diatur dalam peraturan Undang-Undang ITE sedangkan Pada Merek diatur dalam peraturan UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Perbedaan nama domain dengan merek menurut penulis terdapat dalam pengertiannya yakni berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU Merek, pada intinya Merek ialah suatu indentitas yang digunakan sebagai pembeda dari suatu produk dengan produk lainnya yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan. Sedangkan, definisi dari nama domain tercantum dalam Pasal 1 angka 20 Undang-Undang ITE yang telah di paparkan pada penjelasan sebelumnya. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa nama domain sebagai alamat dalam suatu internet yang dapat dipergunakan untuk berkomunikasi lewat internet sedangkan Merek digunakan untuk membedakan barang dan saja berupa tanda yang memiliki kemampuan untuk membedakan barang dan jasa dari jenis produk lainnya.11

Selain perbedaan diatas, terdapat pula perbedaan antara nama domain dengan merek yakni menggunakan asas yang berbeda. Di Indonesia merek menganut asas sistem first to file system yang dikenal dengan proses pendaftaran.12 Pada first to file system ini

didasarkan pada pendaftaran pertama.13 Asas first to file tercantum dalam Pasal 3 Undang-Undang Merek yang menyebutkan: “Hak atas Merek diperoleh setelah Merek tersebut terdaftar”. Yang dimaksud adalah melakukan permohonan melalui proses pemeriksaan yang telah ditentukan, melakukan proses pemeriksaan substantif, melakukan proses pengumuman dan mendapatkan persetujuan dari Direktur Jendral agar dapat diterbitakanya seterfikat merek tersebut. Hal ini menunjukan bahwa hak atas merek merupakan hak eksklusif, yang perlindungan terhadap hak atas merek yang dilindungi hanyalah merek yang sudah terdaftar dan merupakan pengakuan atas pembenaran akan hak atas merek seseorang, dengan dibuktikan melalui sertifikat pendaftaran merek sehingga dapat memperoleh perlindungan hukum sesuai tercantum dalam Pasal 1 angka 5 UU Merek.14 Sedangkan pada nama domain memaki asas first come first serve. Mengenai asas tersebut tercantum pada penjelasan Pasal 23 ayat (1) UU ITE, yang menyatakan “ Nama Domain berupa alamat atau jati diri . . . yang perolehannya didasarkan pada prinsip

pendaftaran pertama ( first come firsy serve ). Perlu diketahui dalam pendaftaran pertama tersebut dalam ketentuan nama domain dengan merek atau dalam bidang Kekayaan Intelektual berbeda. Hal ini dikarenakan dalam ketentuan pendaftaran pertama nama domain tidak diperlukan pemeriksan substantif, sebagaimana dalam ketentuan pendaftaran pertama merek dan paten yang salah satu ketentuannya harus melakukan pemeriksaan substantif.15

Nama domain dengan merek merupakan salah satu tujuan bisnis yang dimana akan saling bersinggungan karena akan

timbulnya beraneka macam kepentingan. Akibat meluasnya penggunaan jaringan internet di bidang perekonomian, dapat menimbulkan pengaruh terhadap perlindungan merek. Salah satunya apabila nama domain biasanya digunakan sebagai merek dagang, nama suatu perusahaan, barang dan jasa tanpa adanya ijin dari pemilik hak aslinya.16 Menurut pendapat O.K Saidin “Pelanggaran ini dapat terjadi saat pihak lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan sebuah perusahaan atau dengan sebuah merek perusahaan ternyata mendaftarkan nama dari perusahaan yang bersangkutan tersebut sebagai nama domainnya di jaringan internet tanpa adanya ijin”.17 Sehingga sudah seharusnya jika hak merek yang dimiliki seseorang dilindungi secara yuridis dari perbuatan-perbuatan yang mengarah pada pemakaian merek secara salah atau melawan hukum. Tujuan perlindungan hukum tersebut berfungsi untuk melindungi suatu hak merek dari tindakan yang mengarah pada perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang beritikad tidak baik.18

Melihat perkembangan saat ini, nama domain dalam dunia perekonomian sudah memiliki nilai ekonomis sehingga nama domain mulai diperdagangkan. Hal ini mengakibatkan munculnya pelaku yang berniat buruk untuk mendapatkan keuntungan dengan cara membuat dan mendaftarkan nama domain yang sama dengan nama seseorang yang terkenal, nama perusahaan, atau barang dan jasa orang lain yang telah banyak di ketahui oleh masyarakat. Tindakan kejahatan ini disebut dengan kejahatan siber yakni Cybersquatting. Menurut Black Law Dictionary yang menyatakan: Cyberquatting is “. .

. a company’s trademark, and then seeking to profit by silling or licensing the name to the company that has an interest in being identified with it”.19 Dari pemaparan diatas Cybersquatting merupakan tindakan yang di lakukan oleh suatu pihak dengan cara mendaftarkan nama domain seseorang atau perusahaan orang lain dengan menjualnya kembali kepada orang atau perusahaan tersebut dengan harga yang lebih tinggi sehingga orang yang mendaftarkan nama domain tersebut terlebih dahulu mendapatkan keuntungan dan bagi pemilik nama domain aslinya akan mengalami kerugian.

Dalam hukum Indonesia nama domain telah diatur dalam Undang-Undang ITE. Akan tetapi mengenai pengaturan tindakan kejahatan yang terjadi pada nama domain tidaklah diatur di Undang-Undang tersebut. Adapun Pasal-Pasal yang mengatur masalah nama domain dalam Undang-Undang ITE yakni Pasal 23 ayat (1), (2), (3). Pada Pasal 23 ayat (1) yang menyebutkan bahwa: “Nama domain berupa alamat atau jati diri penyelenggaraan negara, . . . yang perolehannya didasarkan pada prinsip pendaftaran pertama ( first come first serve)”. Kelemahan prinsip pendaftar pertama pada nama domain ini terletak pada pihak registrar yang tidak melakukan pegecekan secara kompetensi pada pihak pendaftar. Hal inilah yang akan menimbulkan sengketa, khususnya pada pendaftaran nama domain yang berkaitan dengan merek.

Dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang ITE tercantum bahwa : “Pemilik dan pengguna nama domain harus didasarkan pada itikad baik, tidak boleh melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat dan tidak melanggar orang lain”. Maksud dari “melanggar hak orang lain”, cotohnya memakai nama domain yang sama dengan nama orang yang telah dikenal banyak orang, nama perusahaan dan nama

sejenisnya yang pada intinya dapat menimbulkan kerugian bagi pihak lain.

Pada Pasal 23 ayat (3) yang menyebutkan: “Setiap penyelenggaraan negara, orang, badan usaha, atau masyarakat yang dirugikan karena penggunaan nama domain secara tanpa hak oleh orang lain, berhak mengajukan gugatan pembatalan nama domain yang dimaksud”. Maksud kata "penggunaan Nama Domain secara tanpa hak" diatas merupakan tindakan mendaftarkan atau memakai nama domain yang hanya bertujuan menghalangi orang lain untuk memakai nama domainnya misalnya menggunakan nama dirinya atau produknya. Pada intinya orang tersebut tidak memiliki hak untuk mendaftarkan dan menggunakan nama domain tersebut. Mengenai semua pihak dalam pasal tersebut apabila pihak-pihak yang telah merasa dirugikan dikarenakan adanya pemakaian nama domain secara tanpa hak yang di lakukan oleh pihak lain memiliki hak untuk mengajukan gugatan pembatalan nama domain tersebut. Kerugian yang dimaksud sini dapat berupa kerugin berupa uang (materiil) maupun kerugian yang tidak berupa uang (imateriil). Oleh sebab itu berdasarkan Pasal 38 dan Pasal 39 Undang-Undang ITE maka dapat melakukan gugatan pembatalan nama domain apabila telah merasa dirugikan.

Dalam penyelesaian sengketa penyalahgunaan nama domain dapat juga diselesaikan menggunakan dasar hukum Undang-Undang Merek. Contoh kasus di Indonesia mengenai nama domain yang berkaitan dengan merek yaitu kasus Sony Corp vs Sony AK, dan kasus Mustika Ratu. Pada faktanya penyelesaian sengketa dalam nama domain mengacu pada hukum kekayaan Intelektual. Perihal ini didukung oleh pendapat J. B. Lumenta yang mengemukakan: “dilihat dari praktek hukumnya konsep hukum merek-lah yang pada prinsipnya yang dipakai untuk menyelesaikan kasus-kasus nama

domain. Karena nama domain dimaksudkan sebagai suatu yang mudah diingat dan dikenal yang berkaitan dengan pemiliknya. Faktor ini sama halnya dengan tujuan dan fungsi merek”.20 Apabila terjadi sengketa nama domain yang berkaitan dengan merek dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana oleh pihak pemilik merek sesuai dengan ketentuan Pasal 83, Pasal 100, dan Pasal 101 Undang-Undang Merek.21

Perlindungan hukum terhadap nama domain yang berhubungan dengan merek terkait tindakan cybersquatting, yakni terdapat upaya pemerintah melalui pemberian tanggungjawab kepada PANDI (Pengelola Nama Domain Indonesia). PANDI disini bertugas sebagai pembuat dan perancang aturan-aturan terhadap nama domain yang sesuai dengan ketetentuan yang telah ditetapkan berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang ITE. Adapun kewenangan yang dimiliki oleh PANDI yakni berwenang untuk mengelola nama domain dalam media internet, menyampaikan informasi persyaratan-persyaratan untuk membuat suatu nama domain. Adapun salah satu syarat pembuatan nama domain yaitu dalam penamaan suatu nama domain harus sesuai dengan ketentuan yang telah berlaku.

Tujuan didirikannya PANDI yanki sebagai menyediakan registrasi, menyediakan jasa layananan dan sekaligus mengembangkan jasa pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah berlaku. Selain itu bertujuan untuk melindungi kepentingan para pengguna nama domain dan para anggota dan memberikan dukungan yang berupa bimbingan secara teknis kepada para anggota dalam pengelolan pembuatan nama domain, serta menjalin kerjasama dengan pemerintah berkenaan dengan membantu saranan informatika, dan juga melaksanakan hasil putusan yang sudah

memiliki kekuatan hukum tetap terhadap perselisihan nama domain yang telah diselesaikan oleh Pemerintah.22

Mengenai proses terkait dengan pencegahan pelanggaran yang berkaitan dengan nama domain, salah satu upanya PANDI yakni melaksanakan kebijaka nama domain sesuai dengan ketentuan dalam Udang-Undang ITE, dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi Nomor 28/PER/M.KOMINFO/9/2006 serta Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Informasi dan Transaksi Elektronik (RPP-PITE) yang khusus mengelola nama domain bagi situs website resmi yang berkaitan dengan pemerintahan.23

III PENUTUP

  • 3.1    Kesimpulan

Indonesia telah memiliki peraturan Perundang-Undangan ITE yang didalamnya mengatur tentang nama domain. Namun pengaturan secara substansial tentang kejahatan nama domain berkaitan dengan merak belum diatur dalam Undang-Undang ITE tersebut. Akibatnya terjadinya kekosongan norma yang menimbulkan berbagai persoalan pada pendaftaran nama domain yang beritikat tidak baik berhubungan dengan merek yang dialami oleh pemilik nama domain aslinya salah satunya cybersquatting. Mengenai perlindungan hukum bagi pihak pemilik merek terdaftar sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Merek berhak menggunakan mereknya dan memiliki hak eksklusif atas merek tersebut serta menuntut ganti rugi pada pihak yang mendaftarkan

mereknya sebagai nama domain degan itikad tidak baik berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang ITE.

  • 3.2    Saran

Dalam perlindungan hukum terhadap pendaftaran merek nama domain dalam tindakan cybersquatting di Indonesia sebaiknya diatur secara substansial. Peran pemerintah di sini sangat dibutuhkan dengan cara melakukan perubahan terhadap Undang-Undang ITE dengan menambahkan norma-norma yang berkaitan dengan kejahatan nama domain atau membuat Undang-Undang baru yang khusus berkaitan dengan nama domain yang di dalamnya mengatur tentang kejahatan nama domain agar dalam penegakkan hukumnya dapat dilakukan dengan jelas dan adil.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Arief Mansur, D. M., & Gultom, E. (2005). Cyber Law. Aspek Hukum Teknologi Informasi, Bandung.

Asikin, A. (2004). Zainal, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT.

Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Dharmawan, N. K. S. (2018). Harmonisasi hukum kekayaan intelektual Indonesia. Swasta Nulus.

I Made Pasek Diantha, dan Ni Ketut Supasti Dharmawan, 2018, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Disertasi, Swasta Nulus, Denpasr-Bali.

Jened, R. (2015). Hukum Merek (Trademark Law) Dalam Era Global dan Integrasi Ekonomi. Kencana Prenadamedia Group, Jakarta.

Makarim, E. (2003). Kompilasi hukum telematika. Divisi Buku Perguruan Tinggi, RajaGrafindo Persada, Jakarta

OK, H. (2003). Aspek hukum hak kekayaan intelektual:(intellectual property rights). Penerbit Pt Raja Grafindo Persada, Jakarta, Ramli, A. M. (2004). Cyber law & HAKI dalam sistem hukum

Indonesia. Refika Aditama, Bandung.

Utomo, T. S. (2010). Hak kekayaan intelektual (HKI) di era global: sebuah kajian kontemporer. Graha ilmu, Yogyakarta.

JURNAL ILMIAH

Aris Ganang, 2012, “Aspek Perlindungan Hukum Nama Domain dan Merek”, Jurnal Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya, Jilid 7, Nomor 1, April 2012, tanpa tempat terbit.

Ashari Luthfan Ibnu, “Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Atas Merek Terhadap Nama Domain Yang Sama Menurut Hukum Positif Di Indonesia, Diponogoro Law Journal, Volume5, Nomor 3, Tahun 2016, tanpa tempat terbit.

Dharma, S. (2014). Perlindungan Merek Terdaftar Dari Kejahatan Dunia Maya Melalui Pembatasan Pendaftaran Nama Domain. Jurnal Cita Hukum, 2(2)

Fazari, S. L. (2014). Perlindungan Nama Domain Merek Terkenal Terhadap Tindakan Cybersquatting Di Internet Menurut Undang-Undang Nomer 15 tahun 2001 Tentang Merek. Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum, 1(1),

Ferdinand Tommy, “Perlindungan Hukum Atas Hak Merek Pengguna Nama Domain Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik Serta Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen”, Jurnal Fakutas Hukum Universitas Brawijaya, Tahun 2015, Malang

Ida Ayu Citra Dewi Kusuma, Perlindungan Hukum Atas Hak Eksklusif Pemilik Merek Di Indonesia Terhadap Pelanggaran Merek Dalam Bentuk Perjanjian Lisensi, Jurnal Kertha Semaya Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Meliala, J. S. (2015). Perlindungan Nama Domain Dari Tindakan Pendaftaran Nama Domain Dengan Itikad Buruk Berdasarkan Hukum Positif Indonesia dan Uniform Domain Name Dispute Resolution Policy. Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum.

Putri, H. Y. Pengaturan Passing Off Dalam Penggunaan Domain Name Terkait Dengan Merek. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), 5(3).

MAKALAH

Rahardjo Budi, 2000, ’’Aspek Teknik dari Nama Domain di Internet ”, Makalah disampaikan pada Seminar Domain Name dan Anti Persaingan Curang, Jakarta, 2 Oktober 2000

INTERNET

Hukum                                               Online,

URL:https://m.hukumonline.com/klinik/detail/cl6560/perlind ungan-hukum-di-indoesia-atas-tindakan-cybersquatting-, diakses tanggal 8 Maret 2019.

PANDI, Berita Acara Penyerahan (BAP) Pengelolaan Domain Indonesia no         BA-43         43/DJAT/MKOMINFO/6/2007,

http://pandi.or.id/index.php/tentang-pandi/sejarah-pandi diakses pada 30 April 2019 pukul 19.00 WITA. Tanpa tempat terbit.

PERATURAN UNDANG-UNDANG

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis

15