PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN TERKAIT PRODUK KEMASAN MAKANAN*

Oleh:

Ni Nyoman Raswati Dewi**

Ni Luh Gede Astariyani***

Program Kekhususan Hukum Bisnis Fakultas Hukum

Universitas Udayana

ABSTRAK

Pelaku usaha memiliki kewajiban memberikan informasi kepada konsumen dalam kemasan produk makanan yang diproduksi, namun dalam kemasan produk makanan acapkali informasinya tidak jelas dan tidak sesuai dengan informasi yang dicantumkan dalam kemasan. Tujuan tulisan ini untuk mengetahui pertanggungjawaban pelaku usaha terhadap konsumen terkait produk kemasan makanan. Metode penelitian yang digunakan metode penelitian hukum normatif dan pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan perundang-undangan. Hasil studi menunjukkan bahwa tanggungjawab pelaku usaha atas produk kemasan makanan yang tidak sesuai dan merugikan konsumen adalah pihak pelaku usaha bertanggungjawab mengganti kerugian atas kerusakan dan atau pencemaran produk kemasan makanan mengacu pada Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999.

Kata kunci : Tanggungjawab pelaku usaha, Produk, Konsumen

ABSTRACT

Business actors have the obligation to provide information to consumers in the packaging of manufactured food products, but in the packaging of food products the information is often unclear and does not match the information contained in the packaging. The purpose of this paper is to find out the accountability of business people to consumers regarding food packaging products. The research method used is the normative legal research method and the approach used is the legislative approach.

The results of the study show that the business actor's responsibility for food packaging products that are not suitable and detrimental to consumers is that the business actor is responsible for compensating for damage and / or pollution of food packaging products in accordance with Article 19 of the Consumer Protection Act Number 8 of 1999.

Keywords: Responsibilities of business actors, products, consumers

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar Belakang

Pada saat ini pengusaha dalam rangka memproduksi dan memasarkan hasil usahanya sangatlah tergantung dari cara pemasaran dan bagaimana penyajian dari hasil usaha tersebut, oleh karenanya sekarang pengusaha sangat mengutamakan mutu, kualitas dan penyajian hasil produksinya dan yang tak kalah pentingnya adalah kemasan daripada hasil produk tersebut. Karena pengusaha sadar akan kebutuhan konsumen sehingga mereka berusaha menampilkan produk kemasan makanan sehingga akan menarik para konsumen untuk memakainya. Masing-masing pengusaha tentunya akan menetapkan suatu standar untuk menjaga kualitas produk kemasan dengan tujuan agar bisa bertahan lama dan selalu dipakai oleh konsumen. Disini pengusaha akan membutuhkan tenaga yang ahli untuk melakukan pengawasan baik dalam hasil produksi maupun dalam produk kemasan makanan tersebut.

Menurut Rachmadi Usman perlu diberlakukan suatu sistem pengawasan dengan diwajibkannya “wajib uji makanan”. Wajib ini tidak hanya meliputi persyaratan mutu, tetapi juga mengenai hal-hal lain yang penting dalam usaha memberikan perlindungan konsumen

seperti wajib daftar makanan dan minuman, masalah kemasan, masalah label serta tanggungjawab produsen.1

Dalam hal ini pelaku usaha wajib bertanggungjawab atas hasil usahanya tersebut kepada para konsumen yang memakai hasil usahanya, hal ini telah diatur dalam Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, Hak konsumen dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 yaitu pada Pasal 4, dan pengaturan mengenai kewajiban konsumen terdapat dalam Pasal 5 Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen. Dalam Pasal 1 angka 3 UUPK menyebutkan “Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Pelaku usaha yang dimaksudkan disini yaitu pedagang, distributor dan perusahaan.

Sama halnya seperti pemberian hak dan kewajiban kepada konsumen, undang-undang juga memberikan hak dan kewajiban kepada pelaku usaha yaitu dalam Pasal 6 dan Pasal 7 UUPK serta Pasal 1365 KUH Perdata menyebutkan bahwa “tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut”.

Akan tetapi perlindungan konsumen di Indonesia saat ini belum sepenuhnya dapat terwujud walaupun telah ada Undang-Undang yang mengaturnya, tetap saja pelaku usaha dapat berbuat semaunya terhadap barang dan/jasa yang ia tawarkan kepada konsumen. Begitu banyaknya kecurangan-kecurangan yang pelaku usaha lakukan guna untuk mendapatkan keuntungan yang besar atas penjualan barang dan/jasa yang mereka produksi atau diperdagangkan.2

Masalah yang diangkat dalam permasalahan ini menitikberatkan pada pertanggungjawaban pelaku usaha terhadap konsumen terkait produk kemasan makanan dan perlindungan hukum terhadap konsumen terkait produk kemasan makanan. Hal ini sangat dibutuhkan oleh konsumen untuk dapat melakukan pengaduan apabila menemukan suatu produk yang merugikan konsumen. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka untuk mengangkat masalah tersebut ke dalam judul jurnal yaitu “Pertanggungjawaban Pelaku Usaha Terhadap Konsumen Terkait Produk Kemasan Makanan”.

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana bentuk pertanggungjawaban pelaku usaha terhadap konsumen terkait produk kemasan makanan?

  • 2.    Bagaimanakah perlindungan hukum bagi para pelaku usaha terhadap konsumen terkait produk kemasan makanan?

  • 1.3    Tujuan

Tujuan dari penulisan jurnal ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui bentuk pertanggungjawaban pelaku usaha terhadap konsumen terkait produk kemasan makanan dan mengetahui perlindungan hukummnya bagi para pelaku usaha terhadap konsumen terkait produk kemasan makanan

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1    Metode Penulisan

Di dalam penulisan jurnal ini metode yang digunakan yaitu metode penelitian normatif yang meneliti hukum dari segi perspektif internal dengan objek penelitiannya adalah norma hukum dan berfungsi untuk memberikan argumentasi yuridis. Hukum normative berperan untuk mempertahankan aspek kritis dari keilmuan hukumnya sebagai ilmu normatif yang sui generis.3 Pendekatan yang digunakan dalam jurnal ilmiah ini yaitu pendekatan peraturan perundang-undangan (the statue approach), dimana pendekatan ini akan lebih mengutamakan peraturan perundang-undangan yang terkait dan mampu memecahkan permasalahan-permasalahan yang ada dalam jurnal ini.

  • 2.2    Hasil dan Pemabahasan

    2.2.1    Tanggungjawab Pelaku Usaha Terhadap Konsumen Terkait
    Produk Kemasan Makanan

Pada dasarnya pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan bukan berbentuk badan hukum yang memiliki kedudukan pada wilayah Negara Republik Indonesia , baik sendiri maupun bersama-sama diselenggarakan untuk melakukan kegiatan usaha. Pada umumnya produk itu terdiri atas suatu benda baik benda itu bergerak atau tidak bergerak dan atau merupakan suatu benda nyata ataupun benda tidak nyata. Namun produk itu mempunyai tanggungjawab secara hukum dari orang atau badan yang dalam usahanya menghasilkan suatu produk atau producer, manufacture atau dari orang atau badan yang dalam usahanya memperjualbelikan dan mendistribusikan hasil produk tersebut pada konsumen (seller, distributor). Dalam hal ini antara produser (penghasil) daripada produk tersebut dan penjual (seller) serta pendistribusian (distributor) akan bertanggungjawab penuh terhadap konsumen didepan hukum. Artinya hukum telah dapat mengayomi dan melindungi konsumen dari produsen.4

Tanggung jawab disini maksudnya melibatkan antara pelaku usaha terhadap konsumen terkait produk kemasan makanan dan tanggungjawab pelaku usaha dapat dibagi menjadi dua yaitu pertanggungjawaban publik dan pertanggungjawaban privat. Pertanggungjawaban publik yakni kewajiban pelaku usaha untuk senantiasa beritikad baik dalam melakukan kegiatannya (Pasal 7 angka 1 UUPK) sedangkan pertanggungjawaban privat yakni tanggung

jawab pelaku usaha secara perdata, dengan memberi ganti kerugian akibat menggunakan produknya.5

Bentuk tanggungjawab tersebut sudah diatur dalam Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999. Sebagai konsekuensi yang diberikan oleh UUPK tersebut dan bersifat perdata dari hubungan hukum pelaku usaha terhadap konsumen. Dari hal tersebut konsumen sudah mendapatkan suatu perlindungan/proteksi dari UUPK terhadap produsen maka dari itu konsumen bisa meminta pertanggungjawaban kepada pelaku usaha, serta menuntut ganti rugi yang diakibatkan oleh konsumen dan pelaku usaha wajib memberikan ganti kerugian yang terdapat dalam UUPK Pasal 7 huruf f dan g serta Pasal 1365 KUH Perdata. Hak-hak seperti inilah yang diperhatikan oleh pelaku usaha sehingga tidak boleh adanya pelanggaran dan hal ini berarti tanggungjawab pelaku usaha meliputi segala kerugian yang ditimbulkan oleh terjadinya kesalahan baik dalam produksi maupun dalam mengkemas produk tersebut.

Ganti rugi merupakan bagian dari tanggungjawab pihak yang menyebabkan kerugian baik itu kerugian nyata yang telah terjadi, atau kerugian yang diduga akan timbul dikemudian hari terhadap pihak yang dirugikan. Hubungan antara konsumen dengan pelaku usaha timbul suatu kerugian sebagai akibat dari penggunaan, pemanfaatan

serta pemakaian atas suatu barang tertentu yang dihasilkan oleh pelaku usaha, maka konsumen dalam hal ini keluhannya berhak untuk didengar. Konsumen juga berhak untuk memperoleh ganti kerugian dan sebaliknya pelaku usaha berkewajiban untuk mendengarkan keluhan konsumen dan memberi ganti rugi akibat kerugian konsumen.6

Oleh karena itu, masing-masing produsen dalam hal ini badan usaha atau perorangan yang dalam oprasionalnya dan menjalankan usahanya untuk menghasilkan suatu produk atau barang dituntut untuk dapat menghasilkan produk secara berkesinambungan, berkualitas, serta konsisten dengan apa yang sudah tertera dalam kemasan produk tersebut.7

Tuntutan ganti kerugian atas kerugian yang dialami oleh konsumen baik akibat daripada penggunaan produk maupun, kerugian dalam bentuk materi serta berupa kerugian jiwa. Tuntutan ganti kerugian berdasarkan wanprestasi dan tuntutan ganti kerugian yang berdasarkan perbuatan melanggar hukum.8

Dalam hal menuntut ganti kerugian ada cara-cara dan mekanismenya yang harus diikuti oleh konsumen yang mana sudah diatur dalam tata cara menuntut ganti kerugian. Untuk dapat

menuntut ganti kerugian, maka kerugian tersebut harus dipastikan merupakan akibat dari perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh produsen. Hal ini berarti bahwa untuk menuntut ganti kerugian harus dipenuhi unsur-unsur sebagai berikut :9

  • 1.    Ada perbuatan melanggar hukum

Yang dimaksud dengan perbuatan melanggar hukum ini adalah segala kegiatan atau aktifitas yang dilakukan oleh seseorang dalam usahanya terbukti secara sah dan menyakinkan telah melanggar aturan-aturan hukum yang ada

  • 2.    Ada kerugian

Kerugian yang dimaksud adalah ketidaksesuaian isi produk serta kemasannya yang membuat konsumen merasa dirugikan

  • 3.    Ada hubungan kausalitas antara perbuatan melanggar hukum dan kerugian

Oleh karena adanya perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh perusahaan dengan cara mengurangi isi produk sehingga konsumen merasa dirugikan, karena membayar dengan harga yang sama sementara mendapatkan produk yang kurang dari yang tertera di label

  • 4.    Ada kesalahan

Suatu rangkaian peristiwa yang tidak sesuai antara isi produk yang sebenarnya dengan isi produk yang tertera di label, itu bisa terjadi baik dilakukan secara sengaja ataupun dilakukan dengan cara tidak sengaja.

Secara umum, prinsip-prinsip tanggungjawab dalam hukum dapat dibedakan sebagai berikut :10

  • 1.    Kesalahan (liability based on fault)

  • 2.    Praduga selalu bertanggung jawab (presumption of liability)

  • 3.    Praduga selalu tidak bertanggung jawab (presumption of nonliability)

  • 4.    Tanggungjawab mutlak (strict liability)

  • 5.    Pembatasan tanggung jawab (limitation of liability)

Keadaan konsumen pada saat ini, khususnya menyangkut hak atas konsumen kepada produsen atau pelaku usaha sudah deiatur dalam UUPK, sekalipun UU tersebut mengatakan bahwa beban pembuktian kesalahan telah dibebankan kepada pelaku usaha namun hal tersebut tidaklah secara gamblang akan mempermudah suatu usaha konsumen dalam mengajukan gugatan hukum kepada pelaku usaha didalam pengadilan. Namun perlindungan kepada konsumen diberikan dengan jalan membebaskan mereka dari beban untuk membuktikan bahwa kerugian yang timbul akibat kesalahan produksi.

  • 2.2.2 Perlindungan hukum bagi para pelaku usaha terhadap konsumen terkait produk kemasan makanan

Menurut Pasal 1 angka 1 UUPK menyebutkan bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

Perlunya Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak lain karena lemahnya posisi konsumen dibandingkan posisi produsen, proses sampai hasil produksi barang atau jasa dilakukan tanpa campur tangan konsumen sedikitpun. Tujuan hukum perlindungan konsumen secara langsung adalah untuk meningkatkan martabat dan kesadaran konsumen dan secara tidak langsung juga akan mendorong produsen untuk melakukan usaha dengan penuh tanggung jawab.11

Perlindungan hukum terhadap konsumen terkait produk kemasan makanan diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 yaitu pada Pasal 4 salah satunya menjelaskan bahwa hak untuk memperoleh ganti kerugian bagi konsumen, dan Pasal 5 mengenai Hak dan Kewajiban Konsumen, Pasal 6 dan Pasal 7 mengenai Hak dan Kewajiban Pelaku usaha. Berkaitan dengan kewajiban pelaku usaha prinsip GCG (Good Corporate Governance) sangat diperlukan agar dapat bertahan dan tangguh dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat, serta dapat menerapkan etika bisnis, sehingga dapat mewujudkan iklim usaha yang sehat dan transparan. Dalam penerapannya untuk melaksanakan GCG dalam suatu perusahaan dibutuhkan prinsip-

prinsip sehingga GCG bisa terlaksanakan dengan baik. Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance yaitu Transparansi (Transparancy), Akuntabilitas (Accountability), Responsibilitas (Responsibility), Independensi (Independency), Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness)12. Selanjutnya Pasal 8 mengenai Perbuatan yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha, Pasal 19 mengenai Tanggungjawab Pelaku Usaha, serta Pasal 1365 KUH Perdata menyebutkan bahwa “tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut”.

Hal ini sangatlah penting dilakukan oleh pemerintah dalam usahanya untuk melindungi masyarakat secara umum, makanya disusunlah dan dibentuk UUPK tersebut diatas oleh pemerintah bersama dengan DPR sebgai wakil daripada masyarakat serta sebagai pucuk pimpinan pemerintah telah banyak mengupayakan aturan dan perundang-undangan untuk dapat memberikan perlakuan yang sama kepada seluruh masyarakat, sehingga harapannya dapat memberikan rasa nyaman, adil serta mendapatkan perlakuan yang sama didepan hukum. Sehingga masyarakat secara umum akan mendapatkan suatu dampak serta faedah daripada adanya kepastian hukum untuk menciptakan suasana yang harmonis diantara kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Dalam adanya upaya yang dilakukan oleh pemerintah sebagai pengelola dalam kehidupan bernegara yang merupakan cita-cita besar

nasional yaitu memberikan pelayanan dan perlindungan hukum yang sama kepada seluruh masyarakat Indonesia, sehingga tercipta suasana yang aman, tertib serta setiap anggota masyarakat akan dapat merasakan suatu situasi yang aman dan berkesinambungan.

Untuk melindungi para konsumen agar tidak dirugikan dari segi kualitas barang, maka dapat dilihat dari berbagai cara yaitu :13

  • a.    Standar Mutu

  • b.    HKI/Merek

  • c.    Daluwarsa

  • d.    Kehalalan

  • e.    Pengawasan Produk Impor

Berdasarkan UUPK upaya yang dapat ditempuh atas ganti kerugian yang dilakukan oleh pelaku usaha terhadap konsumen terkait produk kemasan makanan dapat diselesaikan melalui dua cara yaitu penyelesaian sengketa melalui pengadilan (litigasi) dan penyelesaian sengketa diluar pengadilan (non litigasi). Penyelesaian sengketa dalam hal ini dilakukan diluar pengadilan yaitu dengan bernegosiasi antara pelaku usaha dengan konsumen mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen, mengacu pada Pasal 47 UUPK.

  • III. PENUTUP

  • 3.1    Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan tersebut diatas, maka dapat ditarik kesimpulan yang meliputi :

  • 1.    Tanggungjawab pelaku usaha terkait produk kemasan makanan ini dilibatkan kepada pelaku usaha terhadap konsumen, dalam hal ini konsumen meminta pertanggungjawaban kepada pelaku usaha dan ganti kerugian yang terdapat dalam Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 yaitu bertanggungjawab memberi ganti kerugian yang diderita oleh konsumen dan dalam KUH Perdata Pasal 1365. Terkait prinsip-prinsip tanggungjawab dalam hukum yaitu adanya kesalahan, praduga selalu bertanggungjawab, praduga selalu tidak bertanggungjawab, tanggungjawab mutlak, dan pembatasan tanggung jawab.

  • 2.    Perlindungan hukum bagi konsumen terkait produk kemasan makanan terdapat dalam Pasal 4, 5, 6, 7 dan Pasal 19 UUPK dan Pasal 1365 KUH Perdata serta Berkaitan dengan kewajiban pelaku usaha prinsip GCG (Good Corporate Governance) sangat diperlukan agar dapat bertahan dan tangguh dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat. Untuk melindungi konsumen agar tidak dirugikan dari segi kualitas barang yaitu standar mutu, merek, daluwarsa, kehalalan, dan pengawasan produk inpor dan penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh yaitu penyelesaian sengketa diluar pengadilan (non litigasi).

  • 3.2    Saran

Agar dapat diupayakan oleh pihak pemerintah dengan instansi terkait untuk membuat suatu Undang-Undang yang jelas dalam rangka mengatur pelaku usaha sehingga akan tercipta suasan iklim usaha yang harmonis di Negara kita yang nantinya secara otomatis akan membuat suasana nyaman kepada semua konsumen secara terus menerus dan berkesinambungan.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Usman, Rachmadi, 2004, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sumarwan, Ujang, 2002, Perilaku Konsumen Teori Dan Penerapannya Dalam Pemaswaran, Ghalia Indonesia, Bogor.

Diantha, I Made Pasek 2017, Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori Hukum, Kencana, Jakarta.

Saliman, Dr. Abdul R. 2005,Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, Kencana, jakarta.

Miru Ahmadi dan Sutarman Yodo, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen, Rajawali Pers, Jakarta.

Kristiyanti, Celina Tri Siwi, 2011, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta.

Jurnal Ilmiah

Suyadi, 2010, “Perlindungan Hukum terhadap Konsumen Produk

Pangan Olahan yang Mengandung Bahan Rekayasa Genetik”, Jurnal Dinamika Hukum, Vol.10 No. 1, URL: http://dinamikahukum.fh.unsoed.ac.id/index.php/JDH/article /view/141, diakses tanggal 24 Mei 2019.

Agung, Anak Agung Sagung Istri, Westra, I Ketut, & Rudy, Dewa Gede, 2016, “Peran Balai Besar Pengawas Obat Dan Makanan Provinsi

Bali Dalam Memberikan Perlindungan Bagi Konsumen Akibat Mengkonsumsi Obat Berbahan Kimia Impor Yang Tidak Mencantumkan Label Berbahasa Indonesia Pada Kemasannya”, Jurnal Hukum Kerta Semaya, Vol. 4 No. 5, URL: https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/ 24595, diakses tanggal 24 Mei 2019.

Rianti, Ni Komang Ayu Nira Relies, 2017, “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Konsumen Dalam Hal Terjadinya Shortweighting Ditinjau Dari Undang-Undang RI No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen”, Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), Vol. 6 No. 4, URL: https://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu/article/view/37177, diakses tanggal 24 Mei 2019.

Ristanti, Anak Agung Sagung Istri, & Ariana, I Gede Putra, 2016, “Aspek Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Di Indonesia Terkait Cacat Tersembunyi Pada Produk Minuman Botol”, Jurnal Kertha     Semaya,     Vol.     1     No.     1,     URL:

https://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu/article/view/37177, diakses 24 Mei 2019.

Dharmawan, Ni Ketut Supasti, & Kurniawan, I Gede Agus, 2018, “Fungsi Pengawasan Komisaris Terkait Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat: Pendekatan Good Corporate Governance Dan Asas Irikad Baik”, LAW REFORM, Vol. 14 No. 2, URL: https://ejournal.undip.ac.id/index.php/lawreform/article/view /20871, 24 Mei 2019

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

16