Tindak Pidana Judi Berkedok Tabuh Rah*

Oleh:

Ni Made Risma Widayanti** I Wayan Suardana*** Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstrak

Pelaksanaan tabuh rah di Bali dipergunakan untuk kepentingan upacara agama Hindu, dalam pelaksanaannya tidak jarang mempergunakan uang sebagai taruhannya sehingga melanggar Pasal 303 KUHP, sedangkan Tabuh Rah adalah bagian dari rentetan upacara agama Hindu, karena Tabuh Rah sebagai upacara kurban yang dipersembahkan kepada Dewa, sedangkan Tajen adalah salah satu bentuk judi tajen yang dilakukan disaat diselenggarakan tabuh rah. Permasalahan yang dikaji adalah bagaimana akibat hukum tindak pidana judi berkedok tabuh rah dan upaya penanggulangannya. Tujuan dibuat jurnal ilmiah ini adalah untuk mengetahui akibat hukum tindak pidana judi berkedok tabuh rah dan upaya penanggulangannya. Berdasarkan metode penelitian empiris yang digunakan dalam penulisan jurnal ilmiah ini, menghasilkan analisis bahwa akibat hukum dalam pelaksanaan judi berkedok tabuh rah melanggar Pasal 303 KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal sepuluh tahun atau dengan membayar denda maksimal sebanyak dua puluh lima ribu rupiah dan upaya penanggulangan yang dapat dilakukan yaitu upaya penanggulangan Preventif berupa penyuluhan terhadap masyarakat dan upaya penanggulangan Represif berupa menghukum para pelanggar sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kata kunci : Tindak Pidana, Judi, Tabuh Rah

Abstract

The implementation of tabuh rah in Bali is used for the benefit of Hindu religious ceremonies, in its implementation it is not uncommon to use money as a bet so that it violates Article 303 of the Criminal Code, while Tabuh Rah is part of a series of Hindu ceremonies, because Tabuh Rah is a sacrificial ceremony dedicated to Dewa, while Tajen is one form of starch gambling that is carried out when held tabuh rah. The problem studied is how the consequences of gambling criminal law under the guise of percussion and its prevention efforts. The purpose of this scientific journal is to find out the consequences of the crime of gambling under the guise of percussion and its prevention efforts. Based on the empirical research method used in writing this scientific journal, it produces an analysis that the legal consequences of gambling on

percussion rules violate Article 303 of the Criminal Code with the threat of maximum ten years imprisonment or by paying a maximum fine of twenty-five thousand rupiah and countermeasures that can This is done namely Preventive prevention efforts in the form of counseling to the community and repressive prevention efforts in the form of punishing violators in accordance with applicable laws and regulations.

Keywords: Crime, Gambling, Tabuh Rah

I.Pendahuluan

1.1    Latar Belakang

Keharmonisan antara makhluk hidup dan Bhuana Agung sangat dijaga masyarakat Bali. Salah satu caranya adalah dengan upacara (Yadnya) tabuh rah. Tabuh rah merupakan upacara korban suci dengan menggunakan hewan korban yang diambil darahnya dalam rankaian upacara keagamaan. Pelaksanaan tabuh rah di Bali merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan pelaksanaan Yadnya sebagai perwujudan korban suci yang telah melembaga dalam kehidupan Adat dan keagamaan. Upacara Adat dan Keagamaan di Bali di samping mempunyai nilai estetis, juga memiliki nilai etis, simbolis dan sakral. Nilai etis, nampak dalam pelaksanaan upacara Adat dan Agama yang berisikan anjuran untuk selalu mengutamakan perbuatan rela berkorban, dekat dengan Tuhan, solidaritas di antara sesama serta akrab dengan lingkungannya.1

Pelaksanaan tabuh rah dalam adat dan budaya bali dilaksanakan sebanyak 3 kali atau 3 saet dengan tidak menggunakan uang, dalam kenyataannya setiap ada pelaksanaan tabuh rah apabila pelaksanaannya sudah 3 kali menggunakan uang sebagai taruhan, sehingga antara aturan adat yang telah ada tidak sesuai, sehingga pelaksanaan dapat dikatakan judi berkedok tabuh

rah. Tujuan pelaksanaan tabuh rah merupakan upacara korban suci kepada unsur-unsur alam baik berwujud nyata maupun tidak nyata, untuk mengharmoniskan antara makrokosmos dan mikrokosmos. Upakara yang dipakai dalam Bhuta Yadnya ini disebut Caru yang dimaksudkan sebagai sarana komunikasi untuk mengharmoniskan hubungan antara Bhuana Agung dan Bhuana Alit. Sarana atau perlengkapan caru yang esensial adalah Api takepan dan Tetabuhan. Api takepan adalah api yang ditaruh pada dua buah serabut kelapa yang diletakkan menyilang berbentuk Tapak dara atau swastika yang bermakna sebagai energi dan gerak alam yang dikendalikan. Sedangkan tetabuhan adalah tetabuhan zat cair, dapat berupa : tuak, arak, berem, air ataupun darah. Tetabuhan berupa darah ini, biasanya di ambil dari darah binatang korban, seperti itik, angsa, babi, anjing, kambing, kerbau maupun ayam.

Tetabuhan dengan sarana binatang, khususnya ayam, dalam pelaksanaannya cukup unik, karena pelaksanaannya hampir selalu dilakukan dengan menyabung dua ekor ayam jantan, sampai salah satu meneteskan darah, dan bahkan sampai salah satunya mati. Di dalam pelaksanaan tabuh rah juga mengenal adanya taruhan yang lebih dikenal dengan Toh Dedamping.2 Di samping bentuk sabungan ayam tabuh rah, di Bali juga dikenal permainan sabungan ayam, yang tidak ada kaitannya dengan pelaksanaan tabuh rah. Permainan sabungan ayam ini lebih dikenal dengan tajen dan telah demikian melembaga di kalangan masyarakat Bali, walaupun bentuk sabungan ayam ini tidak ada kaitannya dengan pelaksanaan tabuh rah.

Kalau pelaksanaan tabuh rah dengan menggunakan uang sebagai taruhan, sesuai Pasal 303 dan Pasal 512 KUHP. Namun sebelum dikeluarkannya Undang-Undang No.7 Tahun 1974, aktivitas judi sabungan ayam tajen tetap dilaksanakan, karena ada ijin penyelenggaraan.3

Hak tersebut kemudian dapat dinyatakan melanggar dari ketentuan Pasal 303 KUHP yang menyatakan bahwa Ayat (1) diancam dengan kurungan paling lama empat tahun atau denda paling banyak sepuluh juta rupiah :

  • a.    Barangsiapa mengunakan kesempatan untuk main judi, yang diadakan, dengan melanggar ketentuan-ketentuan tersebut Pasal 303

  • b.    Barangsiapa ikut serta permainan judi yang diadakan dijalan umum atau dipinggirnya maupun ditempat yang dapat dimaksuki oleh khalayak umum, kecuali jika untuk mengadakan itu, ada izin dari penguasa yang berwenang

Pasal 512 KUHP menyebutkan bahwa barang siapa yang bukan karena terpaksa tanpa izin menjalankan pekerjaan yang menurut aturan umum harus diberi izin untuk itu, diancam dengan pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Adanya larangan penyelenggaraan judi sabungan ayam (tajen) nampaknya belum mengurangi niat masyarakat dalam melakukan judi sabungan ayam tajen. Hal tersebut dikarenakan masyarakat melihat potensi penyelenggaraan tabuh rah sebagai sarana menyalurkan niatnya. Dengan memperhatikan ajang judi dengan memanfaatkan tabuh rah,

apabila dilihat dalam pelaksanaan tabuh rah sebagai ajang judi, tabuh rah yang murni bertujuan untuk kepentingan kegamaan, telah banyak dilansir oleh media masa.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari uraian diatas, pada kesempatan ini penulis mencoba mengetengahkan permasalahan sebagai berikut :

  • 1.    Bagaimanakah akibat hukum terhadap judi berkedok tabuh rah ?

  • 2.    Apa saja upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi adanya judi sabungan ayam (tajen) yang berkedok tabuh rah ?

  • 1.3    Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui akibat hukum dari tindak pidana judi berkedok tabuh rah dan upaya penanggulangannya.

  • II.    Isi Makalah

    2.1    Metode Penelitian

Penelitian yang digunakan adalah penelitian emperis yaitu mengamati fakta-fakta yang ada dilapangan khususnya berkaitan dengan judi tajen yang berkedok tabuh rah, penulisan makalah ini bersumber pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan menganalisa bahan hukum dan mengadakan wawancara. Selanjutnya diolah dan dianalisa dengan teknik deskriptif kualitatif.

  • 2.2    Hasil dan Pembahasan

    2.2.1    Akibat Hukum terhadap Judi Berkedok Tabuh Rah

Tabuh rah tidak lepas dengan sabungan ayam  (tajen).

Sabungan ayam di Bali disebut dengan Tajen dan telah ada sejak

jaman kerajaan dan berlangsung hingga kini. Perkembangannya, sabungan ayam (tajen) yang pada awalnya berupa permainan yang berfungsi pengisi waktu yang kosong sebagai hiburan, lama kelamaan di tambah unsur baru guna menambah kegairahan dalam bermain dengan harapan untuk memperoleh kemenangan, yakni dengan memakai taruhan uang. Akibatnya, sabungan ayam (tajen) semakin berkembang yang mengakibatkan fungsi sebagai hiburan pada awalnya berkurang dan unsur judinya yang semakin lebih bertambah.

Upacara tabuh rah biasanya dilakukan dalam bentuk adu ayam, sampai salah satu ayam meneteskan darah ke tanah. Darah yang menetes ke tanah dianggap sebagai yadnya yang dipersembahkan kepada bhuta, lalu pada akhirnya binatang yang dijadikan yadnya tersebut dipercaya akan naik tingkat pada reinkarnasi selanjutnya untuk menjadi binatang lain dengan derajat lebih tinggi atau manusia. Matabuh darah binatang dengan warna merah inilah yang konon akhirnya melahirkan budaya judi menyabung ayam yang bernama tajen. Namun yang membedakan tabuh rah dengan tajen adalah, dimana dalam tajen dua ayam jantan diadu oleh para bebotoh sampai mati, jarang sekali terjadi sapih. Upacara tabuh rah bersifat sakral sedangkan tajen adalah murni bentuk praktik perjudian. Jadi sebenarnya susah untuk membedakan apakah tajen merupakan judi atau proses dalam sebuah upacara adat yang harus dilakukan masyarakat yang ada di bali.4

Sehingga pelaksanaan tabuh rah dengan menggunakan uang adalah bentuk judi terselubung melakukan perbuatan pidana. Dalam KUHP, terdapat beberapa Pasal yang berkaitan terhadap hal diatas, yaitu dapat dijelaskan sebagai berikut :

  • a.    Pasal 302

  • 1.    Seseorang yang sudah melakukan tindakan penganiayaan ringan terhadap binatang, maka orang tersebut dapat dijatuhkan hukuman kurungan paling lama tiga bulan atau dapat diganti dengan membayar denda maksimal empat ribu lima ratus rupiah. Dalam Pasal ini terdapat beberapa unsur bahwa seseorang dapat dijatuhkan pidana tersebut apabila : orang tersebut sengaja melukai dan meyakiti hewan    dan    orang    tersebut    sengaja    tidak

memberikankehidupan yang layak terhadap hewan yang seharusnya mendapatkan pengawasan dan dipelihara

  • 2.    Jika perbuatan itu mengakibatkan hewan sakit seminggu atau cacat, maka orang yang bersalah itu dapat dijatuhkan pidana penjara maksimal sembilan bulan atau dengan membayar denda sejumlah empat ribu lima ratus rupiah karena telah melakukan penganiayaan terhadap hewan

  • 3.    Hewan itu dapat diambil secara paksa jika terbukti hewan tersebut adalah kepunyaan orang yang bersalah

  • b.    Pasal 303

  • 1.    Seseorang dapat dijatuhkan pidana penjara maksimal sepuluh tahun atau dengan membayar denda maksimal sebanyak dua puluh lima ribu rupiah, apabila : Seseorang sengaja memberi peluang untuk melakukan

judi terhadap khalayak ramai atau ikut serta dalam perjudian itu

  • 2.    Seseorang yang bersalah dapat dicabut hak dalam pekerjaan apabila melakukan tindakan kejahatan dalam pekerjaannya

  • 3.    Berjudi berarti tiap permainan yang kemungkinan untuk menang tergantung pada kepandaian pemain dan juga tergantung pada nasib yang beruntung.

  • c.    Pasal 544

  • 1.    Seseorang yang melakukan sabungan ayam ditempat khalayak ramai yang tidak meminta izin terhadap pihak berwenang, dapat dijatuhkan pidana kurungan maksimal enam hari atau membayar denda paling banyak tiga ratus tujuh puluh

  • 2.    Penjatuhan pidana terhadap orang yang melakukan pelanggaran dapat dilipat dua apabila waktu terjadinya pelanggaran tersebut tidak lebih lebih dari satu tahun sejak penjatuhan pidana

Dalam perkembangan khususnya mengenai perbuatan perjudian sabungan ayam dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 7 tahun 1974 tentang hal pengertian perjudian Pasal 303 mengalami perubahan. Ancaman pidana dalam Pasal 303 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tipe berat menjadi maksimal penjara sepuluh tahun atau membayar denda sejumlah dua puluh lima juta rupiah. Dalam Pasal 544 ayat 1 KUHP, ancaman pidananya menjadi maksimal empat tahun atau dengan membayar denda paling banyak sepuluh juta rupiah, yang sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat 1 dan 2 Undang-Undang nomor 7 tahun 1974.

Berkaitan dengan hal ini diharapkan masyarakat dapat lebih mentaati aturan yang ada demi kelancaran dan keamanan serta kesejahteraan yang kita inginkan bersama di dalam bermasyarakat. Sebuah perbuatan dapat disebut sebagai perbuatan pidana apabila perbuatan tersebut dilarang oleh hukum dan disertai sanksi bagi yang melanggarnya.

Hal ini berarti ancaman pidana terhadap perbuatan yang dilarang oleh hukum itu sah-sah saja tetapi harus ditujukan terhadap perbuatan yang dilakukan oleh pelaku. Penjatuhan pidana ini bukan hal yang mudah, namun selama ini banyak orang diluar sana menganggap bahwa Hakim menjatuhkan pidana sesuai selera dan kehendaknya sendiri tanpa didasari dengan ukuran yang berlaku. Padahal Hakim didalam hal menjatuhkan pidana dengan menyesuaikan jenis, pelaksanaan dan kedudukan tindak pidana. Maka di dalam keputusan hakim harus dengan jelas terbaca bagaimana alur pemikiran hakim agar orang lain maupun terdakwa mudah mengerti dan tidak akan menyebabkan salah persepsi terhadap penjatuhan pidana tersebut. Kalau ada anggapan bahwa masalah pemberian itu tidak penting dan tidak merupakan masalah, itu karena untuk kebanyakan perkara pidana ada semacam “tarif’ yang dapat diikuti dengan penyesuaian menurut keadaan yang dalam batas tertentu memang dapat dipandang “ekonomis”.

  • 2.2.2    Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Judi Berkedok Tabuh Rah

Pelaksanaan tabuh rah dengan menggunakan uang telah dianggap melakukan pelanggaran hukum yang bersifat terselubung. Adapun hasil dari wawancara terhadap narasumber Bapak Wayan

Wija bahwa faktor yang mempengaruhi terjadinya tindak pidana judi berkedok tabuh rah yaitu :

  • 1.    Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan disebabkan karena adanya keinginan mamsyarakat yang suka bermain judi mempergunakan tabuh rah sebagai ajang perjudian.

  • 2.    Faktor Budaya

Dari segi budaya pelaksanaan tabuh rah dilaksanakan di areal pura, sehingga masyarakat sudah terbiasa terutama yang suka bermain judi disaat pelaksanaan tabuh rah, karena pura dianggap suci, maka Polisi dianggap tidak akan mau masuk pura.

  • 3.    Faktor Pergaulan

Pelaksanaan judi berkedok tabuh rah sudah memiliki kelompok atau perkumpulan orang-orang yang suka bermain judi, bahkan dalam pelaksanaan tabuh rah, tidak jarang masyarakat luar datang untuk bermain judi.

Upaya yang dilakukan dalam memberantas tindak pidana judi berkedok tabuh rah dengan menggunakan pola operasional untuk menghapus penyalahgunaan tabuh rah dan segala bentuk judi lainnya. Dalam kehidupan masyarakat perlu adanya penegakan terhadap norma pokok yang dilakukan melalui pembentukan undang-undang dan melalui badan resmi.5

Kegiatan-kegiatan operasional tersebut dibagi dua yaitu penanggulangan perjudian dengan cara Preventif dan penanggulangan perjudian dengan cara Represif. Penanggulangan perjudian Represif yaitu :

  • a.    Menghukum para pelaku penyalahgunaan tabuh rah.

  • b.    Terhadap    pengulang    melakukan    tindak    pidana

penyalahgunaan tabuh rah diberikan ganjaran hukuman yang lebih berat sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku didalam ketentuan yang berlaku

Jadi dapat dikatakan bahwa upaya Represif lebih menekankan pada aspek hukum, dimana para pelaku dijatuhkan sanksi sesuai aturan yang berlaku.6 Sedangkan upaya preventif biasanya melindungi masyarakat dari kejahatan, seperti memperhatikan kesehatan jiwa masyarakat dan memberi contoh yang baik berdasarkan budaya hukum masyarakat setempat dan juga memberikan   penyuluhan-penyuluhan   ataupun   melakukan

pendekatan pada masyarakat dengan maksud agar masyarakat bisa mengerti dan membatasi dengan membuat suatu peraturan tentang tabuh rah yang dilakukan tidak boleh dibarengi dengan judi. Upaya penanggulangan preventif ini juga harus memperhatikan budaya hukum masyarakat setempat, oleh karena efektivitas Hukum tidak bisa dilakukan dengan penerapan Hukum saja tapi juga harus dipahami Budaya Hukum masyarakat setempat.7

Kalau dilihat salah satu sudut dari tujuan peraturan hukum adalah untuk mengadakan imbangan dalam hidup lahir batin daripada masyarakat itu sendiri. Perbuatan melanggar hukum merupakan perbuatan yang bertentangan dengan ketertiban hukum dan dapat merugikan masyarakat.

Mengenai hal penyelesaian secara represif ini layak ditemui kemungkinan yang merugikan. Misalnya di dalam hal seseorang yang ditindak dan dihukum penjara karena kesalahan melanggar hukum

maka disini berakibat yang cukup fatal di dalam perkembangan jiwa orang tersebut. Selain memberi penderitaan berupa hilangnya kemerdekaan bergerak tetapi juga menuntun terpidana agar kembali menjadi orang baik dan juga memberikan pendidikan agar menjadi masyarakat sosialis yang berguna.

Perlu diperhatikan pula bahwa proses penghukuman harus dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang sah, melalui prosedur yang sah, ditangani oleh petugas-petugas yang sah pula. Asas legalitas ini hanya dapat dipandang dan dianggap terjamin bilamana segala sesuatunya ditanggulangi oleh negara dan pemerintah yang sah pula.

III.Penutup

3.1Kesimpulan

Dari urian diatas maka dapat disimpulkan sebagai beriku:

  • 1.    Akibat hukum dalam pelaksanaan judi berkedok tabuh rah melanggar pasal  303 dengan  ancaman pidana  penjara

maksimal sepuluh tahun atau dengan membayar denda

maksimal sebanyak dua puluh lima ribu rupiah.

  • 2.    Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penyimpangan pelaksanaan tabuh rah dalam bentuk tajen yang bermotif judi adalah dengan melakukan upaya hukum yang bersifat preventif dan upaya yang bersifat represif. Upaya hukum yang bersifat preventif yaitu dengan memberikan penyuluhan-penyuluhan ataupun melakukan pendekatan pada masyarakat dengan maksud agar masyarakat bisa mengerti dan membatasi dengan membuat suatu peraturan tentang tabuh rah yang dilakukan tidak boleh dibarengi dengan judi. Upaya

penanggulangan preventif ini juga harus memperhatikan budaya hukum masyarakat setempat, oleh karena efektivitas Hukum tidak bisa dilakukan dengan penerapan Hukum saja tapi juga harus dipahami Budaya Hukum masyarakat setempat. Sedangkan upaya hukum yang bersifat represif dapat dilakukan dengan menghukum para pelanggar sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.

  • 3.2 Saran

Sebelum tulisan ini diakhiri, penulis akan memberikan beberapa saran dapat kiranya berguna bagi kita semua.

  • 1.    Tabuh rah merupakan rangkaian dalam upacara bagi umat hindu, karena tabuh rah merupakan kurban suci yang diselenggarakan setiap melakukan upacara yadnya, untuk itu diharapkan kepada masyarakat agar tabuh rah tidak dipakai sebagai ajang perjudian.

  • 2.    Mengenai usaha menanggulangi adanya judi yang berkedok tabuh rah perlu adanya peningkatan pengawasan oleh instansi yang berwenang. Caranya adalah dengan melarang anggota masyarakat untuk melaksanakan tajen dan apabila itu dilanggar maka resikonya mereka akan diberi sanksi yang berat. Sehingga diharapkan dengan adanya pengawasan yang lebih ketat dari instansi yang berwenang, maka pelaksanaan tabuh rah akan sesuai dengan tujuan pelaksanaan yang sebenarnya.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU :

Purwita, Ida Bagus Putu, 1989, Pengertian Tabuh Rah di Bali, proyek Penyuluhan Agama Hindu di Bali.

Suasthawa, I Made, Dharmayudha dan I Wayan Koti Cantika, 1991, Filsafat Adat Bali , Upadana Sastra, Denpasar.

Raharjo, Satjipto, 1995, Hukum dan Masyarakat, Angkasa, Bandung.

Sudarto, 1996, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung.

Sudarto, 1996, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung.

Prodjodikoro, Wirjono,1992, Perbuatan Melanggar Hukum, Sumur, Bandung.

JURNAL :

Erawan, I Ketut Adhi dan I Wayan Parsa, Peneraoan Pasal 303 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang Perjudian terkait Sabung Ayam di Provinsi Bali, Vol. 05 No. 02, 2015, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Kairavani, K. Vimala, 2014, Penyelenggaraan Tajen : judi Versus Sarana Pemasukan Bagi Desa Adat dan Masyarakat, Jurnal Ilmiah Sosiologi Universitas Udayana.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN :

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Undang-Undangan Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban

Perjudian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3040)

14