KRIMINALISASI TRADING IN INFLUENCE DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
on
KRIMINALISASI TRADING IN INFLUENCE DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI∗
Oleh:
I Gusti Ayu Werdhiyani∗∗
I Wayan Parsa∗∗∗
Program Kekhususan Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Udayana
Abstrak
Kejahatan tindak pidana korupsi telah mengalami perubahan yang memberi dampak besar bagi Negara dan masyarakat. Terlihat dari adanya berbagai kasus tindak pidana korupsi yang ditangani oleh aparat penegak hukum. Korupsi merupakan suatu tingkah laku atau perbuatan orang yang berupa tindakan penyelewengan untuk kepentingan diri pribadi atau orang lain yang dapat merugikan keuangan negara. Kejahatan tindak pidana korupsi ini berkembang dengan berbagai bentuk modus yang tidak disertai dengan perubahan peraturan yang sesuai untuk menjerat pelaku tindak pidana korupsi. Dalam penulisan jurnal ini permasalahan yang diangkat adalah bagaimana pengaturan trading in influence dalam hukum positif Indonesia, serta bagaimana pengaturan trading in influence dalam pemberantasan tindak pidana korupsi pada masa mendatang. Trading in influence di Indonesia belum diatur secara khusus dalam hukum positif Indonesia sehingga masih terjadi kekosongan hukum. Kekosongan hukum ini menyebabkan aparat penegak hukum kerap menggunakan delik suap, padahal antara suap dan trading in influence memiliki makna yang tidak sama. Penulisan jurnal ini menerapkan metode kepustakaan dengan jenis pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan perbandingan.
Kata Kunci: Kriminalisasi, Trading in Influence, Tindak Pidana Korupsi
Abstract
The crime of corruption has undergone changes that have a major impact to the State and society. It can be seen from the various cases of corruption that were handled by the law enforcement. Corruption is a behavior or action of a person in the form of an act of misuse for personal or other personal interests that can be detrimental to the country's finances. The crime of corruption is developing with various forms of mode which are not accompanied with the appropriate changes of regulations to ensnare the perpetrators of corruption. In writing this journal the problem raised is how to regulate trading in influence in Indonesian positive law, and how to regulate trading in influence in eradicating corruption in
∗Penulisan karya ilmiah yang berjudul “Kriminalisasi Trading In Influence Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi” ini merupakan ringkasan di luar skripsi.
∗∗I Gusti Ayu Werdhiyani adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana, [email protected].
∗∗∗I Wayan Parsa adalah dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana, [email protected].
the future. Trading influence in Indonesia has not been specifically regulated in the Corruption Act so there is still a legal vacuum. This legal vacuum has caused law enforcement officials to often use bribery offenses, even though bribery and trading in influence have different meanings. Writing this journal applies the library method with the types of approaches used are the legislative approach, the conceptual approach, and the comparative approach.
Keywords: Criminalization, Trading in Influence, Crime of Corruption
Indonesia merupakan negara hukum yang pada setiap kebijakan atau operasional yang diambil oleh penyelenggaraan pemerintahan negara harus berdasarkan pada hukum (rechstaat) dan bukan berdsarkan atas kesewenang-wenangan.1 Indonesia sebagai sebuah negara yang berkembang tidak terlepas dari berbagai permasalahan, salah satunya adalah tindak pidana korupsi. Korupsi merupakan suatu tingkah laku atau perbuatan orang yang berupa tindakan penyelewengan untuk kepentingan diri pribadi atau orang lain yang dapat merugikan keuangan negara.2
Korupsi merupakan permasalahan yang terjadi pula di negara maju dan tidak hanya terjadi di negara berkembang, yang dampaknya dapat mengganggu perkembangan pembangunan infrastruktur suatu negara dalam menunjang kehidupan masyarakat agar lebih baik.3 Untuk memberantas tindak pidana korupsi diperlukan komitmen dari pemerintah dan masyarakat karena korupsi nampak makin terpola dan sistematis dengan modus yang seiring waktu mengalami perubahan yang tidak disertai dengan perubahan peraturan yang sesuai. Terlihat dari
banyaknya kasus korupsi dengan berbagai macam modus yang telah ditangani oleh penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan dan KPK. Hal ini sejalan dengan pendapat Marwan Effendy yang menyatakan bahwa: “korupsi di Indonesia tidak akan ada habisnya, makin diberantas akan semakin meluas, serta akan terus berkembang baik dari segi jumlah kasus maupun dari segi kerugian negara yang ditimbulkan”.4 Akibatnya, terdapat kelemahan dari UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dimana hal ini dimanfaatkan oleh banyak individu maupun kelompok untuk melakukan perbuatan yang termasuk dalam tindak pidana korupsi, yang salah satunya yaitu trading in influence.
Salah satu peran serta negara dan masyarakat untuk menentang tindak pidana korupsi adalah dengan ditandatanganinya United Nation Convention Against Corruption (UNCAC). Trading in influence diatur dalam Pasal 18 konvensi tersebut, tetapi dalam hukum positif Indonesia trading in influences ini tidak diatur secara khusus sehingga masih terjadi kekosongan hukum. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulisan jurnal ini berjudul “Kriminalisasi Trading In Influence Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”.
-
1. Bagaimanakah pengaturan trading in influence dalam hukum positif Indonesia?
-
2. Bagaimanakah pengaturan trading in influence dalam pemberantasan tindak pidana korupsi pada masa mendatang?
Melalui penulisan jurnal ini diharapkan dapat mengetahui mengenai pengaturan trading in influence dalam hukum positif Indonesia serta memahami bagaimana pengaturan trading in influence dalam pemberantasan tindak pidana korupsi pada masa mendatang.
Penulisan jurnal ini menerapkan metode kepustakaan atau metode penelitian hukum normatif, yakni penelitian dengan memaparkan suatu permasalahan yang selanjutnya dibahas dengan menggunakan teori-teori hukum yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.5 Jenis pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan yang mengacu pada peraturan, pendekatan konseptual yang berkaitan dengan prinsip-prinsip hukum, dan pendekatan perbandingan dengan membandingkan hukum suatu negara dengan hukum negara lain.6
Bahan hukum yang penulis terapkan yakni bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer yang digunakan seperti UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU No 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption Tahun 2003, bahan hukum sekunder meliputi jurnal hukum, buku
hukum dan hasil penelitian.7 Pengumpulan bahan hukum yang penulis gunakan ialah teknik kepustakaan. Analisis pada jurnal ini menggunakan teknik deskripsi pada bahan hukum primer dan sekunder yang telah dikumpulkan kemudian dikaitkan dengan teori serta literatur hukum sehingga dapat membantu dalam penulisan jurnal ini.
-
2.2 Hasil dan Analisis
-
2.2.1 Pengaturan Trading In Influence Dalam Hukum Positif Indonesia
Secara harfiah korupsi merupakan penyelewengan atau penggelapan untuk kepentingan orang lain atau diri pribadi berupa hal yang busuk, jahat dan merusak.8 Faktor penyebab timbulnya korupsi diantaranya faktor ekonomi, faktor modernisasi, serta tidak terdapat suatu sistem pemerintahan transparan yang mengakibatkan tergesernya nilai-nilai kehidupan yang ada dan berkembang di dalam masyarakat.9 Sejalan dengan hal tersebut, untuk memberantas tindak pidana korupsi maka diperlukan tanggung jawab suatu negara dan peran serta komitmen dari masyarakat untuk menentang praktik-praktik kejahatan korupsi, mengingat korupsi merupakan tindak kejahatan yang merugikan negara dan masyarakat. Melalui peratifikasian suatu perjanjian internasional oleh negara telah membuktikan bahwa terdapat komitmen dari pemerintah serta masyarakat untuk memberantas tindak pidana korupsi.
Konsekuensi dari peratifikasian ini adalah bahwa segala sesuatu yang tertuang dalam ketentuan konvensi tersebut harus
ditaati dan dipatuhi sebagai subjek dari hukum internasional.10 Indonesia merupakan salah satu negara yang meratifikasi UNCAC pada tanggal 18 Desember 2003, yang diwujudkan melalui Undang-undang No 7 Tahun 2006 sebagai bentuk persetujuan dan kesepahaman dalam memberantas kejahatan tindak pidana korupsi. Trading in influence diatur dalam Pasal 18 huruf a dan b United Nations Convention Against Corruption (UNCAC).
Rumusan pasal dalam konvensi tersebut mengatur mengenai pengertian trading in influence pada intinya pertama, setiap pemberian janji atau penawaran kepada pejabat publik atau orang lain, baik langsung maupun tidak langsung, yang dapat memberikan manfaat yang tidak semestinya sehingga pejabat publik atau orang itu menggunakan pengaruhnya dengan tidak benar atau memiliki maksud untuk mendapatkan suatu hal atau manfaat yang tidak sesuai dari pejabat publik untuk kepentingan penghasut atau kepentingan orang lain. Kedua, permintaan atau pemenerimaan oleh pejabat publik atau siapa pun, baik langsung maupun tidak langsung, manfaat yang tidak semestinya agar pejabat publik atau orang tersebut menyalahgunakan pengaruhnya dan dianggap memiliki maksud dan tujuan memperoleh manfaat dari pejabat publik yang tidak semestinya.
Secara umum, terminologi trading in influence intinya ialah perbuatan dengan maksud menjanjikan penawaran atau pemberian sesuatu baik langsung maupun tidak langsung kepada pejabat publik atau seseorang untuk memperoleh keuntungan.11 Adanya istilah keuntungan yang tidak semestinya ini oleh UNCAC termasuk lingkup yang luas lewat sesuatu yang ditawarkan
maupun dijanjikan pada pejabat publik atau orang lain.12 Terdapat 2 (dua) pola kejahatan trading in influence yaitu pertama, pola vertikal, merupakan pola trading in influence atas dasar kekuasaan yang dimilikinya, kedua pola horizontal yaitu trading in influence yang dilakukan melalui perantara orang berpengaruh yang merangkap calo untuk mempengaruhi penyelenggara negara.13 Pada beberapa negara telah diatur pula trading in influence seperti di Negara Spanyol, Perancis dan Belgia.
Rumusan tindak pidana korupsi dalam Undang-undang No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi merupakan rumusan tindak pidana yang berdiri sendiri. Unsur-unsur tertentu dalam rumusan undang-undang tersebut diancam menggunakan jenis pidana dengan sistem pemidanaan yang tertentu pula. Rumusan tersebut diantaranya perbuatan korupsi dengan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi, kemudian tindak pidana suap dengan memberikan atau menjanjikan sesuatu, dan tindak pidana suap pegawai negeri penerima gratifikasi serta korupsi suap pada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan jabatannya. Dari berbagai jenis tindak pidana korupsi tersebut, trading in influence tidak diatur dalam hukum positif Indonesia.
Penyusunan konsep RKUHP sebagai upaya pembaharuan hukum nasional telah digagas sejak lama oleh pemerintah, namun sampai saat ini RKUHP belum juga disahkan menjadi KUHP
nasional. Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa: “upaya pembaharuan hukum pidana pada hakikatnya merupakan bagian dari kebijakan untuk memperbaharui substansi hukum dalam rangka mengefektifkan penegakan hukum”.14 Kriminalisasi trading in influence dipandang sangat perlu untuk segera dilakukan mengingat trading in influence merupakan perbuatan yang merugikan keuangan negara, menghambat pembangunan nasional dan merugikan masyarakat sehingga, diperlukan adanya pembaharuan hukum positif Indonesia dengan menerapkan metode perbandingan dengan negara lain yang telah mengatur trading in influence.
Pengaturan trading in influence di Negara Spanyol terdapat dalam Pasal 428-430 KUHP Spanyol, yang mencakup perbuatan aktif dan pasif. Pasal-pasal tersebut memiliki aspek penting yang berbeda dimana ketentuannya hanya mengacu pada trading in influence dalam bentuk pasif sedangkan dalam bentuk aktif tidak dikriminalisasi sebagai suatu kejahatan. Trading in influence dalam bentuk pasif dibagi menjadi 2 (dua) kategori yakni Pasal 428 dan Pasal 429 mengatur tentang penyalahgunaan pengaruh oleh penjual pengaruh yang merupakan pejabat publik dan oleh masing-masing perorangan. Pasal 230 mengatur tentang manfaat yang diterima atau diminta oleh pejabat publik atau perorangan dalam hal mempertahankan pengaruhnya.
Trading in influence di Negara Perancis diatur dalam Pasal 435 ayat (4) KUHP Spanyol baik aktif maupun pasif. Bentuk dari trading in influence dalam KUHP Perancis dibagi menjadi dua, yakni bentuk pertama diatur trading in influence yang dilakukan oleh pejabat publik dan bentuk kedua dilakukan oleh
perorangan.15 Berbeda dengan suap, orang yang menggunakan pengaruhnya untuk mendapatkan keuntungan memiliki konsekuensi lebih kecil walaupun yang menjual pengaruh mendapat hukuman yang berat. Dengan adanya ketentuan ini, legislator Perancis memperluas ruang lingkup trading in influence terhadap penerimaan maupun tawaran untuk mempengaruhi pejabat publik atau orang yang menjabat di organisasi internasional.
Pengaturan trading in influence di Negara Belgia diatur dalam Pasal 247 ayat 4 KUHP Belgia. Badan legislatif Belgia memasukkan rumusan trading in influence sebagai sebuah kejahatan korupsi kedalam Pasal 247, terlepas dari pasal yang mengatur tentang suap baik sah ataupun tidak sahnya yang dilakukan oleh pebajat publik ke dalam ayat 1 dan 2. Dalam KUHP Belgia trading in influence di hukum dengan menggunakan pendekatan dan elemen yang sama seperti pada penyuapan aktif dan pasif.
Kasus trading in influence di Indonesia sebenarnya telah berulang kali terjadi dengan menggunakan modus yang berbeda-beda. Seperti pada kasus kuota impor gula yang dilakukan oleh Irman Gusman, kasus trading in influence yang dilakukan oleh Choel Malaranggeng terhadap PT. Adhi Karya terkait kasus pembangunan sport center hingga kasus kuota impor sapi yang dilakukan oleh Luthfi Hasan Ishaaq.16 Walaupun telah terjadi berbagai kasus trading in influence, pengaturan mengenai trading in influence hingga saat ini belum ada. UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi hanya membahas mengenai suap yang dilakukan oleh penegak hukum dan
pemerintah.17 Pada kasus tersebut pihak yang memperdagangkan pengaruh memang menerima sejumlah uang sehingga JPU mendakwa dengan menggunakan pasal suap, padahal antara suap dan trading in influence memiliki makna yang tidak sama. Apabila seandainya tidak terjadi penerimaan sejumlah uang oleh mereka yang memperdagangkan pengaruhnya maka akan terjadi kekosongan hukum dalam hal pertanggungjawaban pidananya karena hukum positif Indonesia belum mengaturnya.
Pada delik suap pihak yang terlibat adalah bilateral relationship sedangkan pada trading in influence pihak yang terlibat adalah trilateral relationship dan bilateral relationship. Trirateral relationship berarti menggunakan modus operandi dengan melibatkan tiga pihak yaitu pelaku pertama memberikan sesuatu demi mendapat keuntungan dari pejabat publik serta dua pelaku dari sisi pengambil kebijakan termasuk pula orang yang menjual pengaruhnya yang dalam hal ini tidak mesti dari penyelenggara negara. Pelaku pada delik suap adalah yang menerima janji atau menerima hadiah secara mutlak yang berasal dari penyelenggara negara maupun pegawai negeri, sedangkan pelaku pada trading in influence yang memiliki akses kuasa namun berasal dari bukan penyelenggara negara dapat dikategorikan sebagai trading in influence.
Trading in influence dengan tindak pidana korupsi memiliki hubungan yang erat dimana sifat dari trading in influence memicu penyebab dari munculnya korupsi, sehingga sudah semestinya akar dari masalah yang memberikan adanya celah dalam menyalahgunakan kekuasaan didasarkan atas pengaruh yang
diberikan. Hukum pidana Indonesia pada masa mendatang dipandang sangat perlu untuk mengkriminalisasi trading in influence sebagai suatu tindak pidana korupsi agar segala bentuk dari tindak pidana korupsi yang ada dapat segera ditanggulangi. Perumusan trading in influence dalam hukum pidana Indonesia yang perlu diperhatikan adalah penjelasan mengenai kualifikasi mereka yang dianggap memiliki pengaruh yang dapat mempengaruhi pejabat publik atau penyelenggara negara atau perorangan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu berdasarkan wewenang yang dimilikinya serta bagaimana pertanggungjawaban pidana pada masa mendatang bagi mereka yang dianggap telah melakukan trading in influence baik dalam bentuk aktif maupun pasif.
Pengaturan trading in influence dalam hukum pidana Indonesia merupakan bentuk tanggung jawab Indonesia sebagai negara yang meratifikasi UNCAC yang mengharuskan Indonesia untuk menyesuaikan hukum nasionalnya dengan ketentuan dalam konvensi tersebut. Jika Indonesia mengatur trading in influence, maka dapat dikatakan bahwa Indonesia telah ikut bekerjasama dalam memberantas korupsi secara global bersama dengan negara-negara lainnya untuk memberantas berbagai tindak pidana korupsi dan melakukan harmonisasi peraturan tindak pidana korupsi dengan negara-negara lain.
-
1. Korupsi merupakan penyelewengan atau penggelapan untuk kepentingan orang lain atau diri pribadi berupa hal yang busuk, jahat dan merusak. Untuk memberantas tindak pidana korupsi maka diperlukan tanggung jawab suatu negara dan peran serta komitmen dari masyarakat. Indonesia
merupakan salah satu negara yang meratifikasi UNCAC yang diwujudkan melalui Undang-undang No 7 Tahun 2006. Trading in influence diatur dalam Pasal 18 huruf a dan b United Nations Convention Against Corruption (UNCAC), namun trading in influence tidak diatur dalam hukum positif Indonesia.
-
2. Trading in influence telah diatur di beberapa negara seperti Spanyol, Perancis dan Belgia. Di Indonesia terjadi kasus trading in influence seperti kasus kuota impor gula yang dilakukan oleh Irman Gusman. Pada delik suap pihak yang terlibat adalah bilateral relationship sedangkan pada trading in influence pihak yang terlibat adalah trilateral relationship dan bilateral relationship. Perumusan trading in influence dalam hukum positif Indonesia yang perlu diperhatikan adalah penjelasan mengenai kualifikasi mereka yang dianggap memiliki pengaruh yang dapat mempengaruhi pejabat publik atau penyelenggara negara atau perorangan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu berdasarkan wewenang yang dimilikinya serta bagaimana pertanggungjawaban pidana pada masa mendatang bagi mereka yang dianggap telah melakukan trading in influence baik dalam bentuk aktif maupun pasif.
-
1. Tidak adanya pengaturan mengenai rumusan delik trading in influence dalam hukum positif Indonesia menyebabkan aparat penegak hukum kerap kali menggunakan delik suap sehingga menimbulkan kebingungan secara terus-menerus bagi aparat penegak hukum dalam menjerat para pelaku, oleh karena itu perlu adanya pengaturan yang khusus mengatur mengenai
rumusan delik trading in influence sebagai suatu delik yang termasuk dalam tindak pidana korupsi.
-
2. Mengingat kasus trading in influence di Indonesia masih sering terjadi, hukum pidana Indonesia di masa mendatang dianggap perlu untuk mengkriminalisasi trading in influence sebagai suatu tindak pidana agar Indonesia memiliki dasar hukum untuk menjerat pelaku trading in influence.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Arief, Barda Nawawi, 2008, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
Asshiddiqie, Jimly, 2014, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.
Hartanti, Evi, 2014, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta.
Kusumaatmadja, Mochtar, 2010, Pengantar Hukum Internasional, Bina Cipta, Bandung.
Marzuki, Peter Mahmud, 2013, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
Philipp, Julia, 2009, The Criminalisation of Trading in Influence in International Anti Corruption Laws, Faculty of Law University of the Western Cape, South Africa.
Pradjonggo, Tjandra 2010, Sifat Melawan Hukum Dalam Tindak Pidana Korupsi, Indonesia Lawyer Club, Surabaya.
Prasetyo, Teguh, 2010, Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 2015, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT Grafindo Persada, Jakarta.
Syamsuddin, Aziz, 2017, Tindak Pidana Khusus, Sinar Grafika, Jakarta.
Hasil Penelitian
Fariz, Donal et. al., 2014, “Kajian Implementasi Aturan Trading in Influence Dalam Hukum Nasional”, Hasil Penelitian, Indonesia Corruption Watch, Jakarta.
Jurnal Ilmiah
Prasetio, Muhammad Bondan Ferry, 2017, “Kebijakan Kriminalisasi Memperdagangkan Pengaruh (Trading In Influence) Sebagai Delik Korupsi di Indonesia, Diponegoro Law Jurnal, Vol. 6 No. 1 Th 2017.
Saputra, Alvin dan Ahmad Mahyani, 2017, “Tinjauan Yuridis Trading In Influence dalam Tindak Pidana Korupsi”, Mimbar Keadilan Jurnal Ilmu Hukum.
Susilo, Rikky Adhi, 2016, “Kriminalisasi Perdagangan Pengaruh (Trading In Influence) Sebagai Tindak Pidana Korupsi”, Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum 2016.
Surat Kabar
Kristiadi, J, 2015, “Bersatu Melawan Perdagangan Pengaruh”, Harian Kompas Edisi 24, November 2015.
Internet
Bayu, Dimas Jarot, 2016, “Dagang Pengaruh Marak Dinilai karena UU Tipikor Lemah”, Kompas Senin 19 September 2016, URL : https://nasional.kompas.com/read/2016/09/18144741/dag ang.pengaruh.marak.dinilai.karena.uu.tipikor.lemah. diakses tanggal 1 November 2018.
Peraturan Perundang-undangan
UUD NRI Tahun 1945
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (LNRI Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4150).
Undang-undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003) (LNRI Tahun 2006 Nomor 32).
14
Discussion and feedback