PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA HANDPHONE SAAT BERLALU LINTAS
on
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA HANDPHONE SAAT BERLALU LINTAS∗
Oleh :
Desintha Paramitha∗∗
A.A. Ngurah Wirasila***
Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana
Abstrak
GPS (Global Posittioning System) merupakan layanan aplikasi online yang acapkali digunakan oleh bukan hanya pengemudi ojek online saja tetapi pengemudi biasa untuk memudahkan mencari suatu letak lokasi, namun tanpa disadari penggunaan GPS sejatinya dapat membahayakan keselamatan baik pengemudi yang menggunakan maupun yang tidak sedang menggunakan. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini yakni bagaimana sesungguhnya pengaturan GPS dalam hukum positif Indonesia, dan kaitannya dengan ”Pasal 106 ayat (1) jo Pasal 283 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode normatif, yang dasarnya lebih menekankan adanya suatu Norma Kabur. Bila saja suatu regulasi tersebut memberikan suatu titik terang mengenai boleh tidaknya menggunakan GPS saat berkendara, maka tidak akan ada suatu polemik di masyarakat mengenai hal tersebut.
Kata Kunci : Penegakan Hukum , Pengguna Handphone, Lalu lintas
Abstract
GPS (Global Positioning System) is an online application service that is not only often used by the drivers of online motorcycle taxi but ordinary drivers as well to make it easier to find a location, but unwittingly the GPS usage can actually endanger the safety of both drivers who use and those who are not using it. The problem raised in this paper is how the GPS settings are in Indonesian positive law, and their relation with “the article 106 paragraph (1) jo article 283 in the act No. 22 of 2009 on Road Traffic”. The method used in this study is a normative method, which basically emphasizes the existence of a vagueness norm. If the regulation provides a bright spot regarding to the GPS usage that is able to use when driving, there will not be a polemic in the community regarding to this matter.
Keywords: Law Envorcement, Handphone User, Traffic
Aplikasi online sangat sering kita jumpai dalam kehidupan hari-hari ini dan ternyata saat ini transportasi sering juga dipermudah dengan hal yang berbasis aplikasi layanan navigasi Global Positioning System (GPS) atau dengan kata lain yakni google maps, kini tengah menjadi hal yang sangat mengundang banyak perhatian, khususnya bagi para pengemudi dari pekerja ojek online hingga pengemudi biasa pun ikut serta menggunakan aplikasi layanan navigasi Global Positioning System (GPS) tersebut.
Layanan navigasi GPS tersebut adalah suatu utilitas tanpa berbayar dalam Google, yang menawarkan berbagai kemudahan-kemudahan yang dimilikinya yaitu GPS memberikan gambaran umum kepada pengemudi mengenai jarak dan waktu yang akan ditempuh untuk tiba di lokasi yang diinginkan, lebih daripada itu aplikasi tersebut memudahkan dalam mencari jalan alternatif untuk menghidari kemacetan yang tengah terjadi, namun sangat disayangkan keunggulan yang ditawarkan oleh GPS kerap kali disalahgunakan oleh para pengemudi tersebut sehingga memiliki beberapa dampak negatif. Salah satu contoh dampak negatif yang ditimbulkan dalam penggunaan GPS ialah terkait dengan sinyal-sinyal yang terkadang mengalami kesalahan dan tidak selalu sesuai dengan fakta yang ada sehingga selalu dilakukannya monitoring, sehingga pengemudi biasanya mengendarai sembari menggengam telepon atau menggunakan alat bantu untuk mengaktifkan GPS yang ada dalam telepon seluler. Tindakan yang acapkali dilakukan oleh pengemudi tersebut selayaknya dilakukan dalam keadaan berhenti atau dengan kata lain tidak sedang mengendarai kendaraan, karena hal ini secara tidak langsung
membuat konsentrasi pengemudi berkurang sehingga berpotensi adanya suatu kecelakaan lalu lintas serta membahayakan penumpang atau bahkan pengemudi lainnya.
Jika menelaah dari tindakan yang dilakukan oleh para pengemudi tersebut dengan mengingat adanya aturan tertulis yang telah diformulasikan yaitu, menggunakan telepon pada saat berkendara sudah jelas melanggar ketentuan yang terdapat pada Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang dalam hal ini merujuk pada Pasal 106 ayat (1) jo Pasal 283. Ketentuan tersebut menuliskan bahwa siapa saja ketika mengemudi hendaknya dalam keadaan wajar serta fokus, tidak sedang melakukan aktivitas lain yang dapat mengganggu kemampuan fokus pengemudi ketika berkendara, hal ini pun disertai dengan ketentuan pidana yakni pada Pasal 283 menerangkan bahwasannya ketika terjadi pelanggaran maka dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan, adapun sanksi denda senilai paling banyak Rp 750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).
Pada dasarnya bagaimana pun kemudahan yang diberikan oleh GPS dalam berkendara untuk menunjukkan letak lokasi, tetap saja harus memperhatikan adanya Penegakan hukum yang merupakan suatu usaha mewujudkan nilai keadilan dan kebenaran, hal ini bukan hanya menjadi tugas dari penegak hukum yang secara konvensional telah memahaminya, tetapi hal ini juga menjadi bentuk tugas dari masyarakat yang ada.1 Sebab apabila terjadi pelanggaran terhadap penggunaan GPS yang dilakukan oleh masyarakat dalam konteks ini ialah pengemudi, maka secara harfiah regulasi terkait Undang-undang No. 22
Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan yakni Pasal 106 ayat (1) jo 283 diperlukan suatu Interprestasi terkait bagaimana selayaknya penegakan hukum dalam penggunaan GPS yang tepat, hal ini ditujukan agar dapat menjaga esensi dari kemanfaatan GPS serta tetap menjaga suatu esensi dari keselamatan berkendara dengan tindakan yang wajar sehingga, pada akhirnya tidak menimbulkan suatu Kekaburan Norma kembali.
Melalui rangkaian dari latar belakang masalah, terdapat dua rumusan permasalahan yang akan dibahas nantinya. Adapun rumusan masalah yang diangkat, ialah :
-
1. Apakah manfaat GPS saat berlalu lintas serta bagaimanakah Pengaturannya dalam Hukum Positif di Indonesia ?
-
2. Bagaimanakah Pengaturan mengenai Penggunaan GPS dalam berlalu lintas di masa mendatang ?
Tujuan dari penulis melakukan penelitian ini adalah untuk menganalisis regulasi terkait Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang masih menimbulkan adanya Kekaburan Norma, yakni dalam frasa penuh konsentrasi dan tidak menggunakan telepon saat berkendara, yang termuat pada penjelasan Pasal 106 ayat (1) Undang-undang No.22 Tahun 2009.
Metode penelitian ini menggunakan metode jenis penelitian hukum normatif yang dimana mengkaji dan meneliti bagaimana peraturan tersebut bekerja dalam masyarakat.2 Disertai adanya Interprestasi hukum dengan pendekatan komparatif, yang membandingkan antara satu dengan lainnya dalam ruang lingkup pengaturannya.3
Hal ini lebih ditegaskan adanya suatu Kekaburan Norma, bahwasannya dalam penjelasan Pasal 106 ayat (1) tepatnya pada frasa penuh konsentrasi dan tidak menggunakan telepon saat berkendara, hal ini belum memberi titik terang apakah dengan menggunakan alat bantu GPS yang ada di dalam telepon dikatakan dapat mengurangi konsentrasi para pengemudi saat berkendara ataukah sebaliknya. Penelitian ini menggkaji melalui bahan-bahan hukum primer dan sekunder yang meliputi beberapa buku, jurnal, beberapa peraturan serta literatur yang berkaitan dalam penelitian ini.
-
2.2 Hasil dan Pembahasan
GPS ialah “akronim dari Global Positioning System menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia GPS adalah satu global positioning system; dua gallons per second”. Global Positioning System ini merupakan navigasi yang dilengkapi dengan beberapa satelit yang telah diatur secara instan, serta mengenai kecepatan dan informasi waktu dalam setiap keadaan apapun, aplikasi ini adalah salah satu milik dari Pemerintah Negara Amerika Serikat. Menepi di pihak lain definisi terkait GPS pun dapat ditemukan dalam literatur lainnya, yakni dikatakan bahwa “GPS merupakan sistem navigasi dengan menggunakan teknologi satelit yang dapat menerima sinyal dari satelit”.4 GPS Tracker atau GPS Tracking ialah alat yang digunakan untuk menerima sinyal satelit, dengan adanya alat ini maka sangat dimungkinkan kepada para pengguna untuk dapat melacak dimana posisi kendaraan atau transportasi apapun dalam suatu keadaan yang nyata.5 Disamping itu kita dapat mengetahui bagaimana cara kerja dari GPS ini, dimana pada bagian primer GPS ialah satelit yang ada di ruang angkasa. Jumlah satelit GPS saat ini yakni 24 unit serta semuanya dapat memancarkan sinyal ke dalam bumi yang kemudian ditangkap GPS Tracker atau dengan kata lain sebagai penerima sinyal.
Selain itu ternyata di dalamnya terdapat tiga bagian penting dalam suatu sistem GPS, ketiga bagian tersebut yaitu GPS bagian
kontrol, GPS bagian angkasa, serta GPS bagian pengguna, yang memberikan berbagai kemudahan. Adapun manfaat praktis dari pengunaan GPS yaitu :
(1.) Modul yang dimiliki oleh GPS receiver ini memiliki suatu karakteristik, yakni dapat menghasilkan suatu informasi – informasi terkait data pada posisi yang ingin dituju. GPS ini sbagai sebuah salah satu kecanggihan teknologi komunikasi wireless yang dapat mengirimkan data – data dengan melalui jaringan internet. Karakteristiknya ialah dapat membangun sistem monitoring pada posisi dan tracking kendaraan.
(2.) Dengan adanya GPS Tracker yang terpasang pada kendaraan ini akan membuat perjalanan semakin nyaman dikarenakan arah dan tujuan jalan dapat diketahui, setelah GPS mengirim posisi kendaraan yang diterjemahkan ke dalam Google Maps atau peta online. Google Maps tersebut dapat diubah oleh para pengguna dalam hal memvisualisasikan data yang ada di dalamnya.
(3.) Selain itu, GPS yang telah diubahkan dalam bentuk Google Maps tersebut dapat juga sbagai penyedia layanan pemetaan serta kartografi web, kemudian di dalamnya juga menampilkan peta dalam bentuk script Aplication Program Interface yang dapat dikembangkan dengan mudah. Layanan inilah yang acap kali digunakan oleh pengemudi saat tidak mengetahui lokasi yang ingin dituju.
Di dalam Hukum Positif Indonesia berkaitan dengan pengaturan dari penggunaan GPS, sesungguhnya dapatlah kita pahami melalui ketentuan yang tertuang yakni pada Pasal 106 ayat (1) jo Pasal 283 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 menerangkan bahwasannya siapapun yang mengemudikan
kendaraan beroda dua, dihimbau agar dapat mengemudi dengan wajar serta dalam keadaan yang penuh konsentrasi, di dalam penjelasan Pasal tersebut yang dimaksudkan pada frasa penuh konsentrasi ialah mengemudi dengan keadaan fokus dan tidak terganggu oleh apapun baik itu karena sakit, mengantuk, menggunakan telepon, menonton televisi ataupun video yang terpasang pada kendaraan serta dalam kondisi pengemudi yang terpengaruh minuman beralkohol, dimana hal itu menurut penjelasan Pasal tersebut diyakini dapat mengurangi kefokusan yang dimiliki oleh pengemudi.
Namun pada hakekatnya ketentuan ini belum menerangkan secara ringkas dan jelas mengenai boleh atau tidaknya pada frasa “menggunakan telepon genggam” untuk melihat GPS saat berkendara, serta mengenai frasa “penuh konsentrasi” apakah dengan menggunakan alat bantu GPS yang berada dalam cangkupan telepon ini dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk pengurangan konsentrasi atau sebaliknya, mengingat bahwasannya GPS pun cukup membantu dalam mencari suatu lokasi yang belum diketahui.
Penggunaan GPS yang dilakukan dalam berlalu lintas oleh pengemudi kendaraan bermotor, tentu mengundang sebuah pertanyaan yang besar tentang peraturan yang melarang pengemudi tersebut untuk menggunakan telepon saat berkendara, sedangkan telah diterangkan bahwa GPS tersebut berada di dalam cangkupan dari isi smartphone atau telepon pintar. Lantas bagaimana terkait peraturan yang telah mengatur hal tersebut jika pada realitanya peraturan itu tidak terlaksana.
Mengenai pengaturan penggunaan GPS dalam berlalu lintas untuk di masa mendatang ini, dapat kita awali kembali menoleh pada regulasi yang berangkat dari Undang-undang Lalu lintas dan Angkutan Jalan, sebab pada regulasi inilah sesungguhnya termaktub mengenai aturan berlalu lintas yang baik dan benar. Tetapi sangat ironis, bahwasannya regulasi tersebut pun belum memberikan kejelasan terkait penggunaan GPS saat berlalu lintas di dalamnya. Selain itu adapula “Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek” yaitu pada BAB V mengenai Pengawasan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek Pasal 43 angka (1) huruf b ini menjelaskan bahwa setiap pengemudi kendaraan beroda dua diharuskan untuk tetap mematuhi ketentuan mengenai persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor, dalam hal ini sangat berkaitan dengan ketentuan dari inti penjelasan Pasal 106 ayat (1) tersebut. Isi dari rumusan diatas belum dapat menerangkan terkait siapa saja yang diperbolehkan menggunakan GPS saat berkendara serta langkah apa yang harus dilaksanakan, sehingga tidak lagi menimbulkan berbagai kekaburan kembali, ini berpengaruh dengan keberadaan dari Teori Penegakan hukum.6 Dengan teori Penegakan hukum ini yang merupakan, proses melibatkan berbagai hal menggunakan sarana pemilihan untuk mencapai hasil dari peraturan sesuai dengan keadaan masyarakat di masa mendatang sehingga aturan tersebut
dapat ditaati sehingga dapat berlaku secara baik atau dengan kata lain efektif.7
Apabila bercermin pada peraturan yang ada di Negara lain yakni Jepang dan Korea Selatan dalam menggunakan alat bantu GPS. Negara tersebut membentuk suatu aturan turunan berupa Peraturan Menteri, dimana polisi dapat menindaklanjuti terkait pelanggarannya sehingga dapat mengklasifikasi jenis kendaraan apa saja yang diperbolehkan untuk menggunakan GPS saat berlalu lintas. Negara Amerika, Eropa, dan Asia Pasifik pun telah membentuk suatu kebijakan secara jelas, terkait pengembangan maupun bagaimana memanfaatkan GPS tersebut dengan langkah yang baik.8 Apabila berbalik pada wujud cita yang menjadi tujuan daripada Undang-undang No. 22 Tahun 2009 Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berlaku saat ini, ialah dapat mewujudkan pelayanan lalu lintas dan juga angkutan jalan yang aman, tertib terpadu dengan bermodal angkutan lain selain untuk mendorong kesejahteraan umum dapat pula mewujudkan etika dalam berlalu lintas sehingga terwujudnya suatu penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.
Pemerintah memang sudah sangat memperjuangkan apa yang menjadi kewajibannya, hanya saja acapkali ada saja suatu kerancuan antar pengartian yang sah dari suatu peraturan tersebut dan pemahaman yang diterima bagi para masyarakat untuk dapat melaksanakan serta mengindahkan sebuah aturan
yang dibuat untuk menjadikan adanya keadilan, kemanfaatan dan kepastian yang ada dalam hukum.
Bersumber dari kajian diatas, secara garis besar dapat diberikan dua kesimpulan, yakni diantaranya :
-
1. GPS artinya suatu sistem navigasi yang menggunakan satelit yang telah didesain dengan menggunakan Google Maps. GPS Tracker ialah “alat yang digunakan untuk menerima sinyal satelit guna menemukan lokasi yang digunakan oleh para pengguna”. Manfaat dari pengunaan GPS yaitu “dengan adanya GPS Tracker yang terpasang pada kendaraan ini akan membuat perjalanan semakin nyaman dikarenakan arah dan tujuan jalan dapat diketahui, dan dapat mengetahui bagaimana apapun kondisi dan waktu tiba dalam perjalanan yang akan dituju”. Pengaturan terkait penggunaan GPS dalam Hukum Positif di Indonesia masih memberikan kekaburan norma, sehingga para penegak hukum belum berani memberikan suatu tindakan bahwasannya hal ini termasuk pada pelanggaran.
-
2. UU LLAJ masih menimbulkan kekaburan norma terkait frasa penggunaan telepon saat berlalu lintas, hal ini menimbulkan berbagai pelanggaran yang disebabkan kekaburan tersebut serta mengundang keraguan aparat hukum untuk memberikan tindakan terkait pelanggaran terhadap pengguna GPS yang ada dalam telepon saat berkendara. Sedangkan dalam hal ini Negara lain telah membentuk suatu aturan turunan berupa Peraturan Menteri terkait penggunaan GPS
mengenai jenis kendaraan apa saja yang diperbolehkan menggunakan GPS serta bagaimana memanfaatkannya.
-
1. Bagi Masyarakat bagaimana pun manfaat yang diberikan oleh GPS tersebut hendaknya masyarakat dapat ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan terkait aturan yang ada sebagaimana mestinya, serta bagi pemerintah Kekaburan norma hukum atas frasa menggunakan telepon saat berlalu lintas dalam hal ini menyangkut dengan penggunaan GPS harus segera ditindak lanjuti dengan memberi pangaturan yang jelas dan penjelasan terkait hal tersebut menggunakan kalimat yang ringkas dan bahasa yang mudah dipahami.
-
2. Bagi Pemerintah diperlukannya suatu pembentukan peraturan pemerintah terkait penggunaan GPS dalam berlalu lintas demi terciptanya ius constituendum yang adil, bermanfaat bagi masyarakat serta memberi kepastian hukum yang sesuai dengan keadaan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku :
Arief, Barda Nawawi, 2002, Kebijakan Hukum Pidana, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung.
Atmadja, I Dewa Gede, 2006, Penalaran Hukum (Legal Reasoning) Pengertian, Jenis dan Penerapannya, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar.
Hartanto, Antonius A, 2003, Mengenal Aspek Teknis dan Bisnis Location Based Service,elex media komputindo,Jakarta.
Salim H.S dan Erlis Septiana Nurbani, 2013, Penerapan Teori Hukum Pada Tesis dan Disertasi, Edsis Pertama, ctk Kesatu, Rajawali Press, Jakarta.
Shant, Dellyana, 1988, Konsep Penegakan Hukum, Liberty Yogyakarta.
Soekanto, Soerjono, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta.
Jurnal Ilmiah :
Sandro Alfeno, Ririn Eka Cipta Devi,2017,Implementasi Global Positioning System (GPS) dan Location Based Servic (LSB) pada Sistem Informasi Kereta Api untuk Wilayah Jabodetabek.Vol.7 No.2, September 2017,28.
Internet :
Anonim, 2019, ”Pengamat Transportasi sebut GPS biasa dipakai di Jepang dan Korea”, http://otomotif.tempo.co/read/1172950/pengamat-transportasi-sebut-gps-biasa-dipakai-di-jepang-dan-korea , diakses pada tanggal 28 Maret 2019.
Peraturan Perundang-undangan :
Undang – undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
13
Discussion and feedback