KAJIAN PERBANDINGAN TENTANG PENGATURAN PENYEBARAN BERITA BOHONG (HOAX) SEBAGAI PERBUATAN PIDANA DI INDONESIA DIBANDINGKAN

DENGAN NEGARA SINGAPURA

Oleh:

Andreas Siambaton*

I Gusti Ngurah Parwata**

Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstrak

Penyebaran berita bohong di Indonesia merupakan suatu perbuatan pidana. Berita bohong yang sering disebut Hoax berarti tipuan atau lelucon, kegiatan yang seperti menipu, berbohong, dan menyampaikan sesuatu yang tidak sesuai dengan fakta. Penyebaran hoax seringkali dilatarbelakangi oleh ketidakpahaman masyarakat atas kebenaran suatu berita, dan penyebaran hoax juga dipakai oleh beberapa pihak untuk mendapatkan keuntungan dari keonaran atau kesesatan didalam masyarakat akibat berita hoax yang dibuat. Permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini adalah bagaimana pengaturan mengenai berita bohong di Indonesia dan perbandingan pengaturan mengenai berita bohong di Indonesia dengan Negara Singapura?

Metode Penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif, Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan, dan pendekatan perbandingan.

Penyebaran hoax yang telah diatur sebagai perbuatan pidana dalam hukum positif Indonesia masih memiliki definisi dan spesifikasi yang sangat terbatas, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian penelitian terhadap pengaturan tentang penyebaran hoax sebagai suatu perbuatan pidana dibandingkan dengan Negara Singapura. Hal ini diharapkan dapat membantu pengaturan mengenai berita bohong (hoax) di Indonesia kedepannya

Kata Kunci:  Perbandingan, Pengaturan, Berita bohong,

Perbuatan pidana

Abstract

The spread of hoaxes in Indonesia is a criminal act. Hoax means cheating or tricking, activities that such as cheating, lying, and conveying something that is not in accordance with the facts. False

news, often called hoax, means deception or jokes, activities that are like cheating, lying, and conveying something that is not in accordance with the facts. The spread of hoaxes is often motivated by people's lack of understanding of the truth of the news, and the spread of hoaxes are also used by some parties to benefit from confusion or error in society due to news hoaxes are made. The issues raised in this paper is how is the regulation regarding hoaxes in Indonesia and comparation about arrangements regarding false news in Indonesia with the State of Singapore?

The research method used is normative research. The approach used is a legislative approach and a comparative approach.

The spread of hoaxes which have been regulated as criminal acts in positive law Indonesia still has very limited definitions and specifications, therefore research needs to be conducted on the regulation of the spread of hoaxes as a criminal offense compared to the State of Singapore. This is expected to help regulate hoaxes in Indonesia in the future.

Keywords: Comparative, Regulation, Hoax, Criminal act

  • I.    Pendahuluan

    • 1.1  LATAR BELAKANG

Pesatnya kemajuan teknologi memberikan kemudahan bagi setiap orang dalam bertransaksi maupun berkomunikasi melalui media internet. Media internet adalah media yang tidak mengenal batas, baik batas-batas wilayah maupun batas-batas kenegaraan1. Kajian hukum mengenai internet dikenal luas dengan istilah cyber law atau hukum cyber. Penyalahgunaan dan kejahatan yang terjadi dalam lingkup ini disebut cyber crime atau kejahatan cyber. Perbuatan melawan hukum cyber sangat tidak mudah diatasi dengan mengandalkan hukum positif konvensional, karena berbicara mengenai kejahatan itu tidak dapat dilepaskan dari 5 (lima) faktor yang saling berkaitan, yaitu pelaku kejahatan, korban

kejahatan, reaksi sosial atas kejahatan dan hukum2. Penyebaran berita bohon sering dilakukan melalui media internet belakangan ini, yang bertujuan membuat opini publik, menggiring opini, membentuk persepsi, juga untuk having fun yang menguji kecerdasan dan kecermatan pengguna internet dan media sosial3.

Penyebaran berita bohong (hoax) di Indonesia sendiri telah dikategorikan sebagai suatu perbuatan pidana. Moeljatno sebagaimana dikutip oleh Mahrus Ali mengatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan atau omisi yang dilarang oleh hukum untuk melindungi masyarakat, dan dapat dipidana berdasarkan prosedur hukum yang berlaku4. Menurut Indrianto Seno Adji sebagaimana dikutip oleh Mahrus Ali mengatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan seseorang yang diancam pidana, perbuatannya bersifat melawan hukum, terdapat suatu kesalahan dan bagi pelakunya dapat dipertanggung jawabkan atas perbuatannya5.

Hoax sebagai suatu perbuatan pidana telah diatur dalam beberapa instrument undang-undang di Indonesia. Kendati telah memiliki sanksi pidana, penyebaran hoax masih dengan mudah ditemukan, padahal menurut Hart sebagaimana dikutip oleh Bemmelen hukum pidana itu tidak saja bertujuan untuk

memperbaiki pelaku kejahatan agar tidak melakukan lagi kejahatan, tetapi juga untuk mencegah masyarakat untuk melakukan kejahatan6.

Penyebaran berita bohong (hoax) merupakan suatu kejahatan yang konvensional. Kejahatan konvensional adalah suatu kejahatan terhadap jiwa, harta benda, dan kehormatan yang menimbulkan kerugian baik fisik maupun psikis yang baik dilakukan dengan cara-cara biasa maupun dimensi baru, yang terjadi di dalam negeri7. Penyebaran berita bohong (hoax) tidak hanya sekedar menyebarkan berita bohong yang menyesatkan, seringkali ada motif tersendiri dalam penyebaran hoax yang dapat mengakibatkan kerugian bagi masyarakat. Masyarakat yang tidak paham mengenai suatu berita sering menyebarkan ulang berita hoax, sehingga penyebaran hoax semakin cepat. Perlunya pembahasan mengenai pengaturan hoax sebagai suatu perbuatan pidana untuk dapat mencari tahu apakah pembuat hoax dan penyebar hoax dengan materi-materi tertentu dapat dijerat hukum demi keamanan dan kenyamanan masyarakat.

Berdasarkan hal-hal diatas, maka perlu dilakukannya kajian tentang pengaturan hoax sebagai suatu perbuatan pidana di Indonesia dan membandingkannya dengan pengaturan tentang hoax sebagai suatu perbuatan pidana di Negara Singapura.

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana pengaturan Hoax sebagai perbuatan pidana di Indonesia?

  • 2.    Bagaimana pengaturan Hoax sebagai perbuatan pidana di Negara Singapura dibandingkan dengan Indonesia?

  • 1.3    Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dengan jelas bagaimana pengaturan Hoax sebagai suatu perbuatan pidana dan membandingkannya dengan pengaturan Hoax sebagai suatu perbuatan pidana di Negara Singapura.

  • II.   ISI MAKALAH

    • 2.1   Metode Penelitian

Penulisan makalah tentang Hoax sebagai suatu perbuatan pidana ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, yaitu membahas doktrin-doktrin atau asas asas dalam ilmu hukum.8 Jenis pendekatan dalam penelitian ini menggunakan jenis pendekatan Perundang-undangan, yakni mengkaji dan menganalisis isi dari perundang-undangan, dan Pendekatan Komparatif    (Comparative    Approach),    yaitu    dengan

membandingkan undang-undang suatu Negara, dengan undang-undang dari Negara satu atau lebih Negara lain mengenai hal yang sama9.

  • 2.2    Hasil dan Analisis

    2.2.1    Pengaturan Hoax sebagai perbuatan pidana di Indonesia

Hoax Dalam cambridge dictionary10, berarti tipuan atau lelucon. Kegiatan seperti menipu, berbohong, dan menyampaikan sesuatu yang tidak sesuai dengan fakta. Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana telah mengatur mengenai Hoax sebagai suatu perbuatan pidana dalam beberapa pasal, yakni Pasal 14 ayat:

“(1)Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggitingginya sepuluh tahun.

  • (2)    Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.”

Berdasarkan ketentuan diatas, maka penyebar Hoax dapat dipidana jika memenuhi unsur-unsur menyiarkan berita atau pemberitaan bohong, adanya kesengajaan, mengakibatkan keonaran dikalangan rakyat. Kata keonaran dan menyiarkan sendiri dijelaskan lebih lanjut dalam bagian Penjelasan Pasal XIV Undang-Undang No 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum pidana, yaitu ialah sama dengan "Verordening No. 18 van het Militair Gezag". Keonaran adalah lebih hebat dari pada kegelisahan dan menggoncangkan hati penduduk yang tidak sedikit jumlahnya. Kekacauan meuat juga keonaran. Menyiarkan artinya sama dengan "verspreiden" dalam pasal 171 Kitab Undang-undang Hukum Pidana

Kemudian Pasal 15, yang menyatakan “Barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah

dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggitingginya dua tahun.”

Berdasarkan ketentuan diatas maka penyebar Hoax dapat dipidana jika memenuhi unsur-unsur menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti atau menduga bahwa kabar tersebut dapat menerbitkan keonaran di kalangan masyarakat. Pengertian dari Kabar yang tidak pasti sendiri dijelaskan lebih lanjut dalam Bagian penjelasan Pasal XV Undang-Undang No 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana, disusun tidak begitu luas sebagai "verordening No. 19 van het Militair Gezag". Pasal ini mengenai "kabar angin" (kabar yang tidak pasti) dan kabar yang disiarkan dengan tambahan atau dikurangi. Menyiarkan kabar benar secara yang benar tidak dihukum. Arti perkataan "keonaran" telah dijelaskan dalam penjelasan pasal XIV.

Penyebaran Hoax yang dilakukan melalui media internet juga dapat dijerat pidana, hal ini diatur dalam ketentuan pasal 45A Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Selanjutnya disebut UU ITE yang menyatakan “Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”. Berdasarkan ketentuan diatas maka penyebar Hoax dapat dipidana jika memenuhi unsur-unsur dengan sengaja dan tanpa hak, menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi Elektronik. Frase “menyebarkan berita bohong dan menyesatkan” menciptakan

suatu hubungan sebab dan akibat yang menjelaskan sebab “berita bohong” tersebut akibatnya “menyesatkan”.

Dalam UU ITE tidak dijelaskan mengenai definisi dan ruang lingkup tentang frase “berita bohong dan menyesatkan” tersebut. Padahal jika dikaji lebih lanjut, mengenai “berita bohong” juga memiliki pengertian yang berbeda-beda di setiap orang dalam konteks tertentu, maksudnya adalah bagaimana jika seseorang tidak mengetahui bahwa berita yang disebarnya merupakan berita bohong dan ia tidak secara sadar mengetahui bahwa hal tersebut adalah berita bohong. Di lain sisi ruang lingkup dari kalimat “menyesatkan” sangatlah luas, tidak dijelaskan sejauh apa efek dan dampak menyesatkan itu. Hal ini tentu saja dapat menimbulkan terjadinya multitafsir yang berujung terjadinya kekaburan norma.

  • 2.2.2    Pengaturan Hoax sebagai perbuatan pidana di Negara lain

Salah satu Negara di Asia Tenggara yang telah mengatur Hoax sebagai suatu perbuatan pidana adalah Singapura. Hal ini diatur dalam beberapa undang-undang di Singapura, yaitu :

  • 1.    Section 45 of the Telecommunications Act (CHAPTER 323) :

“Setiap orang yang mentransmisikan atau menyebabkan ditransmisikannya pesan yang dia tahu palsu atau palsu akan bersalah karena pelanggaran dan akan bertanggung jawab atas hukumannya

  • (a)    dalam kasus di mana pesan palsu atau pesan yang dibuat mengandung referensi apa pun terhadap kehadiran di tempat atau lokasi apa pun dari bom atau benda lain yang dapat meledak atau menyala, dapat didenda hingga tidak melebihi $ 50.000 atau penjara untuk jangka waktu tidak lebih dari 7 tahun atau keduanya; dan

  • (b)    dalam kasus lainnya dapat didenda dengan tidak lebih dari $ 10.000 atau penjara untuk jangka waktu tidak lebih dari 3 tahun atau keduanya. “

Berdasarkan ketentuan diatas, penyebar hoax yang menyebarkan berita bohong dalam media komunikasi dapat dipidana denda maksimal $10.000 dan/atau pidana penjara maksimal 3 tahun, sedangkan jika menyangkut tentang bom maka dapat dipidana denda $50.000 dan/atau pidana penjara maksimal 7 tahun.

  • 2.    Regulation 8(1) of the United Nations (Anti-Terrorism Measures)

Regulations :

“Tidak ada orang di Singapura dan tidak ada warga Singapura di luar Singapura yang akan mengkomunikasikan atau menyediakan informasi apa pun yang diketahui atau diyakininya palsu kepada orang lain dengan maksud untuk mendorongnya atau orang lain pada keyakinan yang salah bahwa seorang teroris bertindak telah, sedang atau akan dilaksanakan”

Individu yang diyakini bersalah atas pelanggaran ini dapat didenda hingga $ 500.000 dan/atau penjara hingga 10 tahun11. Berdasarkan ketentuan diatas, penyebar hoax yang menyebarkan berita bohong dapat dipidana maksimal $500.000 dan atau pidana penjara maksimal 10 tahun jika menyebarkan berita yang ia tahu bahwa berita tersebut salah yang menyangkut mengenai kegiatan terorisme.

  • 3.    Section 499 of the Penal Code (CHAPTER 224):

“Siapa pun, dengan kata-kata yang diucapkan atau dimaksudkan untuk dibaca, atau dengan tanda-tanda, atau dengan representasi yang terlihat, membuat atau menerbitkan setiap tuduhan tentang siapa pun, yang bermaksud mencelakakan, atau mengetahui atau memiliki

alasan untuk percaya bahwa tuduhan tersebut akan merugikan, reputasi orang tersebut, dikatakan, kecuali dalam kasus-kasus yang selanjutnya dikecualikan, untuk mencemarkan nama baik orang itu”.

Dan ketentuan pidananya terdapat dalam Section 499 of the Penal Code, yaitu: “Siapa pun yang memfitnah orang lain akan dihukum penjara untuk jangka waktu yang dapat diperpanjang hingga 2 tahun, atau dengan denda, atau dengan keduanya”. Berdasarkan ketentuan diatas, penyebar hoax yang menyebarkan berita bohong dan dengan sadar bahwa berita tersebut dapat merugikan orang lain dapat dipidana denda dan/atau pidana penjara maksimal 2 tahun.

  • 4.    Section 26 of the Internal Security Act (CHAPTER 143):

Setiap orang yang, dari mulut ke mulut atau tertulis atau di surat kabar, publikasi berkala, buku, surat edaran, atau publikasi cetak lainnya atau dengan cara lain menyebarkan laporan palsu atau membuat pernyataan palsu yang kemungkinan menyebabkan alarm publik, akan bersalah karena pelanggaran di bawah bagian ini

Pelanggar dapat dihukum dengan denda penjara hingga $ 1.000 dan/atau hingga 1 tahun12. Berdasarkan ketentuan diatas, penyebar hoax yang menyebarkan laporan atau berita bohong yang menyebabkan alarm public dapat dipidana denda maksimal $1.000 dan/atau penjara maksimal 1 tahun.

  • 5.    Section 4 (1) of the Sedition Act (CHAPTER 290):

“Setiap orang yang

  • (a)    melakukan atau mencoba untuk melakukan, atau membuat persiapan untuk melakukan, atau bersekongkol dengan siapa pun untuk melakukan, tindakan apa pun yang telah atau yang akan, jika

dilakukan, memiliki kecenderungan yang bersifat menghasut;

  • (b)    mengucapkan kata-kata kasar apa pun;

  • (c)    mencetak, menerbitkan, menjual, menawarkan untuk dijual, mendistribusikan atau mereproduksi publikasi yang bersifat menghasut; atau

  • (d)    menyebarkan publikasi yang bersifat menghasut

akan bersalah karena pelanggaran dan akan bertanggung jawab atas hukuman karena pelanggaran pertama terhadap denda yang tidak melebihi $ 5.000 atau penjara untuk jangka waktu tidak lebih dari 3 tahun atau keduanya, dan, untuk pelanggaran berikutnya, penjara untuk jangka waktu tidak melebihi 5 tahun; dan setiap publikasi keras yang ditemukan dalam kepemilikan orang itu atau digunakan dalam bukti di persidangannya akan hangus dan dapat dihancurkan atau dibuang berdarkan arahan pengadilan”

Berdasarkan ketentuan diatas, setiap penyebar hoax yang

melakukan atau mencoba untuk melakukan, atau membuat persiapan untuk melakukan, atau bersekongkol dengan siapa pun untuk melakukan, membuat publikasi yang menyebarkan berita bohong yang bersifat menghasut dapat dipidana denda maksimal $5.000 dan/atau pidana penjara maksimal 3 tahun (penjara maksimal 5 tahun jika merupakan suatu pengulangan)

Berdasarkan uraian mengenai pengaturan hoax sebagai suatu perbuatan pidana di Singapura, maka dapat dibuat perbandingannya dengan hoax sebagai suatu perbuatan di Indonesia. Perbandingan antara keduanya tercantum dalam tabel dibawah ini,

TABEL 1

Perbandingan pengaturan Hoax Sebagai Perbuatan Pidana di

Singapura dan Indonesia

Jenis Hoax

Singapura

Indonesia

1. Penyebaran hoax     yang

dapat

1. Diatur dalam Section

499  of  the Penal

Code.        Unsur-

1. Diatur dalam UU No 1 Tahun 1946 Tentang

menyebabkan keonaran dikalangan masyarakat

unsurnya    adalah

Setiap  orang yang

menyebarkan berita bohong, dan pelaku menyadari   bahwa

berita tersebut dapat menimbulkan kerugian bagi orang lain.

2. Diatur dalam Section 4 (1) of the Sedition Act. Unsur-unsurnya adalah Setiap orang, mencoba melakukan atau mempublikasikan atau  menyebarkan

berita bohong yang dapat   menghasut

orang lain .

Peraturan

Hukum  Pidana.

Unsur-unsur yang      harus

dipenuhi adalah berita    bohong,

menimbulkan keonaran,   dan

pelaku menyadari atau  setidaknya

paham   bahwa

berita    bohong

tersebut   dapat

menyebabkan keonaran      di

masyarakat.

2. Penyebaran

hoax di Media

online     atau

Media

Komunikasi

1. Diatur dalam section

45       of       the

Telecommunications

Act. Unsur-unsurnya adalah, Setiap orang, menyebarkan  berita

bohong yang mana ia tahu  bahwa berita

tersebut     tidaklah

benar.          Jika

1. Diatur     dalam

Pasal 45A UU ITE. Unsur-unsurnya adalah    Setiap

orang,      yang

menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, mengakibatkan

kerugian

menyangkut

mengenai bom, maka pidananya lebih besar.

konsumen dalam transaksi

elektronik. Tidak dijelaskan apakah penyebar   hoax

yang       tidak

menyadari bahwa berita  yang  ia

sebarkan adalah tidak benar dapat dipidana    atau

tidak. Serta tidak ada    spesifikasi

yang        jelas

mengenai   frase

“berita   bohong

dan menyesatkan”

3. Penyebaran hoax   tentang

terorisme

1. Diatur dalam Regulation 8(1) of the United Nations (AntiTerrorism Measures) Regulations. Unsur-unsurnya adalah Setiap orang, menyebarkan berita bohong mengenai terorisme, sedangkan ia tahu bahwa berita tersebut salah.

Tidak diatur secara spesifik

4. Penyebaran hoax     yang

mengakibatkan alarm publik

1. Diatur dalam Section 26  of  the Internal

Security Act. Unsur-unsurnya    adalah

Setiap         orang,

membuat    laporan

palsu   atau   berita

bohong, mengakibatkan timbulnya     alarm

public.

Tidak diatur secara spesifik

Sumber: Diolah oleh penulis

  • III.   PENUTUP

  • 3.1   Kesimpulan

  • 1.    Pengaturan Hoax sebagai suatu perbuatan pidana di

Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang No 1 Tentang Peraturan  Hukum  Pidana dan  Undang-Undang  ITE.

Pengaturan Hoax di dalam pasal 45A UU ITE memiliki tafsir yang kurang spesifik, hal ini dikarenakan tidak dijelaskan lebih lanjut mengenai frase “berita bohong dan menyesatkan”, padahal ruang lingkup dari berita bohong jika dilihat dari dampaknya yang menyesatkan sangatlah luas. Ketiadaan definisi dari sejauh apa dampak menyesatkan dapat membuat timbulnya multitafsir sehingga menyebabkan kekaburan norma.

  • 2.    Pengaturan Hoax sebagai perbuatan pidana di Singapura lebih spesifik dibandingkan pengaturan Hoax di Indonesia. Singapura sendiri mengatur Hoax dalam 5 (lima) peraturan perundang-undangan, sedangkan Indonesia hanya mengatur didalam 2 (dua) peraturan perundang-undangan.

Beberapa pengaturan Hoax yang diatur secara spesifik di Singapura tetapi tidak diatur secara spesifik di Indonesia adalah hoax mengenai bom, hoax mengenai kegiatan terorisme, hoax mengenai fasilitas publik (public alarm). Pengaturan mengenai hoax melalui media internet atau media komunikasi di Singapura memuat unsur bahwasanya si pelaku menyadari atau patut menduga bahwa hoax yang ia sebarkan adalah berita bohong, sedangkan di Indonesia dalam UU ITE tidak ada unsur tersebut.

  • 3.2    Saran

  • 1.    Pemerintah Indonesia seharusnya memberikan definisi dan ruang lingkup lebih luas mengenai frase “berita bohong dan menyesatkan” dalam ketentuan Pasal 45A. Hal ini dikarenakan penilaian atas berita bohong dapat berbeda-beda dan efek dari menyesatkan sangatlah luas, sehingga kedepannya tidak ada multitafsir yang mengakibatkan kekaburan norma dalam pasal tersebut.

  • 2.    Pemerintah Indonesia kedepannya harus mengklasifikasikan perbuatan hoax sebagai suatu perbuatan pidana ke dalam beberapa ketentuan. Hal ini dikarenakan materi mengenai hoax dapat beraneka ragam dan dampaknya bisa sangat merugikan public. Perlunya pengklasifikasian hoax sebagai perbuatan pidana kedalam beberapa peraturan perundang-undangan agar dapat dijeratnya para pelaku hoax yang terkadang memiliki motif lebih dari sekedar menyebarkan berita bohong dan memiliki maksud tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU :

Adji, Indrianto Seno, 2002, Korupsi dan Hukum Pidana, Kantor Pengacara & Consultan Hukum Prof. Oemar Seno Adji & Rekan, Jakarta.

Ali, H. Zainuddin, 2014, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.

Amirudin, H Zainal Asikin, 2016 Metode Penelitian Hukum Ed. Revisi, Cet. 9, Rajawali Pers.

Andi Hamzah, 1994, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta,

Jakarta.

Bemmelen, 1984, Hukum Pidana I, Banacipta.

I Ketut Mertha, et.al., Buku Ajar Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar

Judhariksawan, 2005, Pengantar Hukum Telekomunikasi, Jakarta, PT. Raja GrafindoPersada.

Mahrus Ali, 2015, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Cet ke 3, Sinar Grafika, Jakarta.

B.JURNAL ILMIAH DAN HASIL PENELITIAN:

MARISSA ELVIA, 2018, PERAN KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENYEBAR BERITA BOHONG (HOAX), Jurnal Fakultas Hukum Universitas Lampung, Lampung.

Riani, Maulida, 2018, Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyebaran Berita Bohong di Sosial Media (Analisis Terhadap UU No. 19 Tahun 2016), Skripsi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.

Siddiq, Nur Aisyah, PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM

PENANGGULANGAN BERITA PALSU (HOAX) MENURUT UNDANG-UNDANG NO.11 TAHUN 2008 YANG TELAH DIRUBAH MENJADI UNDANG-UNDANG NO.19 TAHUN 2016 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi, Manado.

Pasaribu, Ana Maria F, 2017, KEJAHATAN SIBER SEBAGAI DAMPAK NEGATIF DARI PERKEMBANGAN TEKNOLOGI DAN INTERNET DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 19 TAHUN 2016 PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NO. 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DAN PERSFEKTIF HUKUM PIDANA, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.

  • C.    INTERNET:

http://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/hoax#translati ons, diakses tanggal 1 November 2018.

Zi Cong Mok, 2018, Singapore Legal Advice, Spreading Fake News in Singapore Could Get You Punished with These 6 Crimes, URL:https://singaporelegaladvice.com/spreading-fakenewssingapore-crimes Diakses tanggal 1 November 2018.

  • D.    PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN INSTRUMEN INTERNASIONAL:

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 251 Tambah Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5952

TELECOMMUNICATIONS ACT (CHAPTER 323) (Original Enactment: Act 43 of 1999) REVISED EDITION 2000 (30th December 2000)

UNITED NATIONS ACT (CHAPTER 339, SECTION 2(1)) UNITED NATIONS (ANTI-TERRORISM MEASURES) REGULATIONS Rg 1 G.N. No. S 561/2001 REVISED EDITION 2003 (31st January 2003)

PENAL CODE (CHAPTER 224) (Original Enactment: Ordinance 4 of 1871) REVISED EDITION 2008 (30th November 2008)

SEDITION ACT (CHAPTER 290) (Original Enactment: M Ordinance 14 of 1948) REVISED EDITION 2013 (31st August 2013)

INTERNAL SECURITY ACT (CHAPTER 143) (Original Enactment: M Act 18 of 1960)

17