TINJAUAN TERHADAP EKSEKUSI PUTUSAN PENGADILAN YANG MENGHUKUM ORANG UNTUK MELAKSANAKAN SUATU PERBUATAN

Oleh:

Made Yoga Pramana Sugitha* I Nyoman Suyatna**

Program Kekhususan Peradilan Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstrak

Permasalahan dalam hukum acara yang berlaku di Indonesia adalah terkait dengan putusan akhir hakim dalam memutus suatu perkara. Pada akhirnya hakim memberikan putusan menghukum pihak yang dikalahkan, khususnya putusan yang bersifat kondemnatoir seperti eksekusi untuk melakukan sesuatu yang bersifat eksekusi riil (rieele executie). Permasalahan muncul ketika eksekusi untuk melakukan suatu perbuatan tidak dilaksanakan oleh pihak yang dikalahkan. Sehingga dirumuskan permasalahan, Bagaimanakah upaya yang dapat dilakukan oleh pihak yang dimenangkan apabila eksekusi untuk berbuat sesuatu tidak dilaksanakan serta apakah eksekusi untuk berbuat sesuatu yang bersifat rieele executie bisa menjadi verhaal executie. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif, dengan pendekatan perundang-undangan dan menggunakan teknik analisis deskriptif. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, upaya yang dapat dilakukan apabila eksekusi untuk berbuat sesuatu tidak dilaksanakan telah diakomodir pada Pasal 225 HIR dan 259 RBg, bahwa pihak yang dimenangkan dapat memohonkan kepada pengadilan untuk mengganti dengan sejumlah uang. Sedangkan eksekusi untuk berbuat sesuatu yang bersifat rieele executie dapat menjadi verhaal executie sepanjang permohonan dikabulkan oleh Ketua Pengadilan Negeri.

Kata kunci: Putusan Kondemnatoir, Rieele Executie, Verhaal Executie.

Abstract

The problem in procedural law that applies in Indonesia is related to the judge’s final verdict in resolving a case. Ultimately, the judge delivers the verdict of sentencing the defeated party, particularly the condemnatoir verdict. Such as the execution that allows to commit rieele executie. The problem rises when the execution to commit an action is not carried out by the defeated party. So that the problem is concluded as what are the attempts that can be done by the winning part if the execution to commit something is not done and Could the rieel executie be transformed into verhaal executie. This research uses a type of normative research, with a legislative approach and using descriptive analysis technique. As the result of the research, it is concluded that the attempt that can be done if the execution to commit something is not completed is accomodated in Article 225 HIR and 259 RBg, that the winning part is allowed to adjure to the court for monetary compensatition. Whereas, the execution to commit something in the form of rieele executie is possible to tranform into verhaal executie forasmuch as granted by the Chief of Court.

Keyword: court verdict, execution, condemnatoir, rieele executie, verhaal executie.

  • I.   PENDAHULUAN

    • 1.1.    Latar Belakang

Hukum materiil secara tertulis seperti yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan atau secara tidak tertulis, mengimplementasikan dasar untuk setiap orang bagaimana mereka sepatutnya bertindak atau tidak bertindak dalam lingkungan sosial masyarakat. Ketentuan “Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Selanjutnya disebut KUHPerdata) menyebutkan bahwa siapa saja yang oleh karena salahnya menimbulkan kerugian terhadap orang lain diharuskan untuk mengganti kerugian bagi orang lain tersebut”. Ketentuan Pasal 1365 diatas tersebut semua pada

hakikatnya memiliki tujuan untuk menjamin hak-hak setiap anggota masyarakat.1

Pelaksanaan dari pada hukum materiil, khususnya Hukum Perdata materiil, bisa dilaksanakan tanpa sepengetahuan orang lain seperti pejabat atau instansi resmi, hal ini dikarenakan apabila terdapat pihak lain dalam persidangan dapat mengakibatkan terganggunya kepentingan dalam masyarakat, oleh karena itu maka Hukum Perdata materiil yang telah dilanggar tersebut haruslah ditegakkan.2 Hukum Acara Perdata hanya diperuntukkan untuk menjamin kepastian adanya Hukum Perdata Materiil. Ketentuan Hukum Acara Perdata pada umumnya adalah bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, memeriksa serta memutus dan pelaksanaan dari putusan tersebut, dalam hal ini dapat dikatakan Hukum Acara Perdata adalah sekumpulan aturan yang mengatur mengenai tata cara dan pelaksanaan Hukum Perdata Materiil.3 Proses  peradilan Hukum Acara Perdata  tidak  terlepas dari

kewenangan dan kekuasaan hakim. Hal ini diatur Berdasarkan “Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang

Kekuasaan Kehakiman (selanjutnya disebut UU Nomor 48 Tahun 2009”).

Pada hakekatnya pada proses peradilan perdata hakim bersifat pasif, dalam hal ini hakim berfungsi dalam memberikan pertimbangan salah dan benarnya perkara yang disidangkan. Hakim dalam hal ini tidak harus mengetahui peristiwa hukumnya, karena dalam proses pemeriksaan di persidangan hakim dapat memperoleh

keterangan dari para ahli.4 Pada umumnya hakim dalam proses peradilan Hukum Acara Perdata bersifat pasif, stabilisator hukum dan sebagai penengah dalam proses persidangan.

Putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap menjadi tujuan dari para pihak agar dapat menyelesaikan perkara dari gugatan yang diajukan pada suatu sistem peradilan.5 Putusan hakim pada perkara perdata dalam proses persidangan pengadilan dapat dilaksanakan apabila sudah diputus oleh majelis hakim serta tidak ada upaya hukum yang diajukan oleh pihak yang kalah dalam perkara tersebut.6 Proses itu dikecualikan terhadap “putusan serta merta dan putusan provisionil sebagaimana diatur dalam Pasal 128 ayat (2), Pasal 129 ayat (4), dan Pasal 180 ayat (1) Herzien Inlandsch Reglement (selanjutnya disebut HIR), jo. Pasal 152 ayat (2) dan pasal 191 ayat (1) Rechtreglement Voor De Buitengewesten (selanjutnya disebut RBg)”.7 Sanksi hukum dalam Hukum Acara Perdata, dapat berupa melakukan perbuatan tertentu seperti pemenuhan kewajiban dana atau kompensasi berupa ganti rugi kepada pihak yang dinyatakan mengalami kerugian.8 Permasalahan yang sering muncul dalam eksekusi melakukan suatu perbuatan tertentu adalah dalam hal tidak dilaksanakannya putusan eksekusi oleh pihak yang dinyatakan kalah, sehingga dalam hal ini pihak yang menang dalam putusan tersebut tidak dapat memaksakan eksekusi tersebut untuk

dilaksanakan. Terkait dengan eksekusi putusan melakukan suatu perbuatan tertentu, tidak ada upaya paksa, sehingga upaya dapat dilakukan melalui Pasal 225 HIR dan 259 RBg. Hanya saja tata cara pelaksanaan Pasal 225 HIR dan 259 RBg tidak diatur, tentu saja persoalan ini memberikan permasalahan tersendiri dalam proses beracara khususnya terkait persoalan eksekusi.

Berdasarkan permasalahan terhadap putusan eksekusi untuk berbuat sesuatu tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan “Tinjauan terhadap Eksekusi Putusan Pengadilan Yang Menghukum Orang Untuk Melaksanakan Suatu Perbuatan”.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimanakah upaya yang dapat dilakukan oleh pihak yang dimenangkan apabila eksekusi untuk berbuat sesuatu tidak dilaksanakan?

  • 2.    Apakah eksekusi untuk berbuat sesuatu yang bersifat rieele executie bisa menjadi verhaal executie?

  • 1.3.    Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengetahui langkah atau jalan keluar (way out) apa saja yang dapat dilakukan oleh pihak yang dimenangkan apabila eksekusi berbuat sesuatu tidak dilaksanakan. Selain itu penelitian ini juga memiki tujuan untuk mengetahui apakah eksekusi berbuat sesuatu yang bersifaat rieele excecutie bisa menjadi verhaal exccutie.

II   ISI MAKALAH

  • 2.1  Metode Penelitian

Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, penulis mengkualifikasikan menurut literatur metode penelitian sebagai penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif menurut soerjono soekanto adalah penelitian hukum yang mengkaji obyek yang berkaitan dengan permasalahan hukum menggunakan bahan kepustakaan.9 Jenis penelitian hukum normatif tidak pernah memberikan hasil yang persis sama (repetitive), dan norma hukum yang dicari oleh penelitian hukum normatif berwatak pasti.10 Jenis pendekatan yang diterapkan yaitu pendekatan peraturan perundang-undangan (The Statue Approach). Jenis pendekatan peraturan perundang-undangan lebih menekankan pada legislasi dan regulasi. Teknik analisis terhadap karya tulis ilmiah ini menggunakan teknik analisis deskriptif, yang merupakan menggambarkan suatu permasalahan yang ditemui di lapangan sesuai apa adanya terhadap suatu kondisi dari proposisi-proposisi hukum atau non-hukum.11

  • 2.2    Hasil dan Analisis

    2.2.1    Upaya Bagi Pihak Yang Dimenangkan Apabila Eksekusi Putusan Untuk Berbuat Sesuatu Tidak Dilaksanakan

Keberlakuan Hukum Acara Perdata diatur dalam HIR yang dapat ditemui atau khusus pada wilayah jawa dan Madura. Berbeda halnya dalam Hukum Acara Perdata yang berlaku di daerah selain jawa dan Madura, diatur dalam RBg.

Putusan hakim didefinisikan berdasarkan para ahli adalah suatu putusan yang dikeluarkan oleh hakim sebagai pejabat negara pada tingkat pengadilan yang memiliki kewenangan untuk itu, diucapkan di persidangan dan bermaksud untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak. Sebagaimana definisi putusan di atas dapat dimaknai bahwa perbuatan hakim sebagai penguasa atau pejabat negara.12 Suatu perkara diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan kepada pengadilan untuk mendapatkan penyelesaian. Pemecahan perkara memang diakhiri dengan putusan berupa sanksi, namun belum disana letak berakhirnya suatu putusan, hal tersebut terdapat pada eksekusi terhadap sanksi tersebut.13

Sanksi hukum dalam Hukum Acara Perdata dapat dipaksakan pelaksanaannya kepada para pelanggar hak tanpa memandang siapapun itu yaitu dalam hal pemenuhan perbuatan dan atau pihak yang dinyatakan kalah memberikan ganti kerugian terhadap pihak yang dirugikan dalam hal ini yang dinyatakan menang dalam persidangan di pengadilan pada suatu sengketa.14 Ketentuan Pasal 196 HIR dan atau 208 RBg menyatakan bahwa apabila pihak yang dinyatakan kalah dalam persidangan menolak untuk menjalankan putusan pengadilan maka dalam hal ini pihak yang menang dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri agar dikeluarkan penetapan untuk mengganti bentuk putusan Pengadilan dari putusan melaksanakan suatu perbuatan ke bentuk putusan mengganti perbuatan tersebut dengan sejumlah uang. Dalam

putusan pengadilan tersebut pihak yang kalah dipanggil oleh Ketua Pengadilan Negeri untuk diberikan peringatan (aanmmaning), supaya pihak yang dikalahkan dalam persidangan memenuhi isi putusan dalam waktu paling lambat 8 (delapan) hari. Ketentuan yang dimuat dalam 196 HIR diatas menunjukkan bahwa eksekusi merupakan tindakan yang bersifat memaksa dari Pengadilan Negeri yang ditujukan kepada pihak yang kalah dalam proses peradilan agar melakukan isi dari putusan yang diperolehnya dalam sidang di pengadilan.15

Berkaitan pada pelaksanaan putusan pengadilan yang menghukum seseorang untuk melaksanakan suatu perbuatan tertentu tidak bisa dipaksakan, akan tetapi untuk menjamin kepastian hukum, maka pihak yang tereksekusi wajib diberikan peringatan oleh Ketua Pengadilan Negeri agar putusan dengan menghukum pihak yang kalah untuk berbuat sesuatu dinilai dengan sejumlah uang. Maksud pelaksanaan putusan tersebut adalah untuk memberikan kompensasi berupa uang untuk mengganti bentuk dari sanksi perbuatan tertentu tersebut untuk memenuhi isi putusan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 225 ayat (1) HIR jo. Pasal 259 ayat (1) RBg yang berbunyi: jika seorang yang dihukum untuk melakukan suatu perbuatan, tidak melakukannya di dalam waktu yang ditentukan hakim, maka pihak yang menang dalam keputusan dapat memohonkan kepada Pengadilan Negeri dengan perantara ketua, baik dengan surat, maupun dengan lisan, supaya kepentingan yang akan didapatnya, jika putusan itu di penuhi, dinilai dengan uang tunai, jumlah mana harus diberitahukan dengan tentu jika permintaan

itu dilakukan dengan lisan, harus dicatat.

Sebagaimana yang telah diuraikan diatas maka alternatif yang dapat ditempuh pihak yang menang guna memperoleh pemenuhan putusan yang menghukum pihak yang kalah, yang tidak menjalankan perbuatan tertentu sesuai dengan amar putusan yaitu dengan jalan:

  • 1.    Meminta kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk mengganti hukuman tersebut;

  • 2.    Penggantinya yaitu berupa sejumlah uang;

  • 3.    Kepentingan perbuatan tertentu tersebut dinilai dengan sejumlah uang.16

  • 2.2.2 Eksekusi Untuk Berbuat Sesuatu Yang Bersifat Rieele

Executie Menjadi Verhaal Executie

Hakim memiliki kewenangan dalam proses peradilan, seperti menerima, memeriksa, dan mengadili berkas perkara yang pada akhirnya menyelesaikan. Dalam hal ini, hakim bersifat pasif dalam memberikan putusan terhadap suatu perkara di pengadilan. Sebelum perkara tersebut dijatuhkan dalam bentuk sanksi, hakim wajib memperhatikan dan mengusahakannya beberapa kemungkinan yang di dapat yang kemudian tidak adanya putusan yang akan dijatuhkan setelah itu yang memungkinkan timbulnya permasalahan hukum yang baru, putusan tersebut hendaknya harus terselesaikan dengan tuntas.17

Putusan pengadilan dinyatakan tidak bermakna sebagai suatu putusan apabila tidak terlaksana (dieksekusi). Putusan hakim memiliki kekuatan eksekutorial, yaitu apa yang telah diputuskan

dalam proses persidangan harus dijalankan dan terkandung upaya paksa didalamnya yang dapat dilaksanakan oleh alat-alat negara. Adapun yang memberi kekuatan eksekutorial pada putusan hakim yang pada kepala putusan yang berbunyi “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”,18 sebagaimana hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 2 UU Nomor 48 Tahun 2009. Putusan pengadilan tidak serta merta bisa dilaksanakan dalam hal ini dengan maksud yang sebenarnya, yaitu secara paksa oleh pengadilan. Putusan hakim yang dapat dilaksanakan disebut sebagai putusan condemnatoir. Putusan hakim yang memuat pernyataan tentang penetapan serta putusan yang memastikan suatu keadaan hukum tidak diperlukan sarana-sarana pemaksaan untuk dilaksanakan. Dengan demikian terjadinya akibat hukum tidak tergantung daripada niat atau kemauan dari pihak yang dikalahkan.19

Menurut Sudikno Mertokusumo, eksekusi terhadap pelaksanaan putusan dibedakan dalam 3 (tiga) jenis, sebagai berikut ini:

  • 1.    “Putusan yang menghukum seseorang yang kalah dalam persidangan untuk membayar kompensasi sejumlah uang. Prestasi yang diwajibkan adalah membayar sejumlah uang. Eksekusi ini diatur dalam pasal 196 HIR dan 208 RBg.

  • 2.    Putusan yang menghukum orang untuk melakukan suatu perbuatan tertentu. Hal ini sesuai dengan yang diatur dalam pasal 225 HIR dan 259 RBg.

  • 3.    Eksekusi riil, yaitu pelaksanaan putusan pengadilan yang dibebankan kepada pihak yang kalah dalam proses persidangan di pengadilan oleh putusan hakim secara langsung”.20

Pada prinsipnya putusan yang dapat dieksekusi adalah putusan condemnatoir, yaitu putusan yang isinya mengandung unsur penghukuman. Adapun jenis-jenis putusan condemnatoir yaitu:

  • 1.    “Menghukum atau memerintahkan menyerahkan suatu barang;

  • 2.    Menghukum atau memerintahkan pengosongan sebidang tanah atau rumah;

  • 3.    Menghukum atau memerintahkan melakukan suatu perbuatan tertentu;

  • 4.    Menghukum atau memerintahkan penghentian suatu perbuatan atau keadaan;

  • 5.    Menghukum atau memerintahkan melakukan pembayaran sejumlah uang”.21

Menurut M. Yahya Harahap, sangat sulit menjalankan rieele executie yang berbentuk penghukuman melakukan suatu perbuatan tertentu.22 Untuk mengatasi hambatan di dalam pelaksanaan menjalankan putusan suatu perbuatan tertentu secara fisik, Undang-Undang memberikan kemudahan dalam pelaksanaannya seperti yang ditentukan sesuai dengan Pasal 225 HIR jo. Pasal 259 RBg ketentuan tersebut menentukan apabila seseorang yang dikenakan hukuman tereksekusi (dikalahkan), tidak melaksanakannya dalam waktu yang diputuskan oleh hakim, maka pihak yang dimenangkan berdasarkan putusan dapat memohonkan kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan perantara ketua, baik dengan surat, maupun dengan lisan, agar kepentingan yang akan didapatnya, jika putusan itu dipenuhi, dinilai dengan uang tunai, jumlah mana harus diberitahukan dengan tentu; apabila permintaan itu dilaksanakan dengan lisan, harus dicatat.23

Kepentingan penghukuman melakukan suatu perbuatan tertentu dapat diganti dengan sejumlah uang, pihak yang menang dapat mengajukan permintaan kepada ketua Pengadilan Negeri, agar putusan dinilai dengan sejumlah uang apabila pihak yang kalah tetap tidak mau menjalankan perbuatan yang dihukumkan kepadanya.24 Jika ketua Pengadilan Negeri mengabulkan permohonan penggantian bentuk eksekusi dari melaksanakan suatu perbuatan dengan sejumlah uang, maka beralihlah sifat eksekusi dari rieele executie menjadi verhaal executie.25

  • III. PENUTUP

  • 3.1.    Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan penulisan karya ilmiah di atas, penulis menarik kesimpulan terhadap permasalahan tersebut sebagai berikut:

  • 1.    Undang-Undang memberikan alternatif untuk penyelesaian apabila putusan pengadilan berupa menghukum seseorang untuk melaksanakan suatu perbuatan tertentu tidak dilaksanakan maka bisa dinilai dengan sejumlah uang. Pihak yang menang dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri, agar putusan dinilai dengan sejumlah uang dengan catatan pihak yang kalah memang tidak mau melaksanakan putusan perbuatan tertentu tersebut sebagaimana yang diatur dalam Pasal 225 HIR jo Pasal 259 RBg.

  • 2.    Eksekusi untuk berbuat sesuatu yang bersifat rieele executie sangat bisa menjadi verhaal executie sepanjang permohonan

dikabulkan oleh Ketua Pengadilan Negeri. Dengan peralihan rieele executie menjadi verhaal executie maka kemacetan eksekusi dapat diatasi dengan tata cara eksekusi yang berlaku terhadap eksekusi pembayaran sejumlah uang yang diatur dalam pasal 197 HIR jo. Pasal 208 RBG.

  • 3.2.    Saran

  • 1.    Kepada lembaga peradilan dalam hal ini Hakim yang memutus suatu perkara diharapkan untuk lebih teliti dan tegas agar setiap putusan yang dijatuhkan dapat langsung dieksekusi apabila tidak ada upaya hukum dari pihak yang dikalahkan. Hal ini agar pihak yang dimenangkan tidak menunggu terlalu lama untuk mendapatkan keadilan.

  • 2.    Untuk menjamin kepastian hukum, penulis menyarankan kepada pihak-pihak terkait dan lembaga yang berwenang untuk mematuhi aturan yang berlaku agar kedepan proses hukum terkait eksekusi putusan pengadilan tidak berlarut-larut serta menjadi contoh yang baik bagi masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

  • I.    BUKU

Harahap, M. Yahya, 2014, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Cetakan ke-7, Sinar Grafika, Jakarta.

Mertokusumo, Sudikno, 2006, Hukum Acara Perdata Indonesia, Cetakan Ke-1 Edisi Ke-7, Liberty, Yogyakarta.

Marzuki, Peter Mahmud, 2015, Penelitian Hukum, Prenamedia Group, Jakarta.

Rambe, Ropaun, 2016, Hukum Acara Perdata Lengkap, Cetakan ke-8, Sinar Grafika, Jakarta.

Sarwono, 2014, Hukum Acara Perdata (Teori dan Praktik), Cetakan ke-4, Sinar Grafika, Jakarta.

Sugeng, Bambang, dan Sujayadi, 2015, Pengantar Hukum Acara Perdata dan Contoh Dokumen Litigasi, Cetakan Ke-3, Prenadamedia Group, Jakarta.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 2006, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo, Jakarta. Marzuki, Peter Mahmud, 2015, Penelitian Hukum, Prenamedia Group, Jakarta.

  • II.    Jurnal

Sri Hartini, Setiati Widhiastuti, dan Iffah Nurhayati, 2017, “Eksekusi Putusan Hakim Dalam Sengketa Perdata Di Pengadilan Negeri Sleman”, Jurnal Civics, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta Vol. 14 Nomor 2, Oktober 2017.

Ida Ayu Rara Dwi Maharani dan Putu Tuni Cakabawa Landra, 2019, “Implikasi Hukum Pengaturan Eksekusi Putusan PTUN Dalam UU PTUN Terhadap Efektifitas Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara”, Jurnal Kertha Wicara Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, Vol. 8 No. 01, Januari 2019.

  • III.    Peraturan Perundang-undangan

Herzien Inlandsch Reglement.

Rechtreglement Voor De Buitengewesten.

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076).

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (Staadblad Tahun 1847 Nomor 23).

15